You are on page 1of 8

1.

Definisi Acute Respiratory Distress Syndrome (Sindrom Distress Pernafasan Akut) adalah perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease (HMD) (Suriadi, 2001). RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan gejala yang terdiri atas dispnea atau takipnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 kali per menit, sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprosternal, interkostal pada saat inspirasi (Ngastiyah, 2005 : 23). Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan perkembangan maturitas paru. Sedangkan menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat (dyspnea), frekuensi nafas meningkat (tachypnea), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sehingga, dari keempat definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ARDS adalah gangguan pada paru karena perkembangan paru yang immatur serta tidak adekuatnya jumlah surfaktan dan adanya membran hialin dalam ductus alveolaris dan dapat ditemukan perdarahan intrapulmoner. Kondisi ini umumnya ditemukan pada bayi prematur pada hari pertama kehidupan, insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badannya. 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32-36 minggu, dan sekitar 3% pada bayi yang lebih dari 37%. RDS pada anak merupakan penyebab utama kematian pada bayi baru lahir, diperkirakan 30% dari semua kematian neonatus disebabkan oleh penyakit ini atau komplikasinya. 2. Etiologi dan Faktor Presipitasi Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir melalui sectio caesaria. Etiologi yang lain dari ARDS adalah: a. Kelainan paru: pneumonia b. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miokardium c. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Asfiksia, perdarahan otak d. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik e. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika f. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin

Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan nafas adalah a. Pada bayi kurang bulan Penyakit membran hialin Pneumonia Asfiksia Kelainan atau malformasi kongenital b. Pada bayi cukup bulan Sindrom Aspirasi Mekonium Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi akibat peningkatan aktivitas usus janin. Mekonium adalah feses janin saat dalam kandungan yang apabila terjadi gangguan dapat bercampur dengan cairan amnion sehingga terhirup oleh janin. Pneumonia Asidosis kelainan atau malformasi kongenital

Penurunan suplai oksigen saat janin atau setelah lahir pada bayi prematur maupun bayi matur juga dapat menjadi salah satu etiologi dari RDS ini. Patofisiologi Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil (immatur) sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah dan produksi surfaktan kurang sempurna. Pada kasus yang terjadi akibat tidak adanya atau kurangnya atau berubahnya komponen surfaktan pulmoner. Surfaktan merupakan kompleks lipoprotein yang merupakan bagian dari permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegahnya kolapsnya alveolus tersebut. Surfaktan dihasilkan oleh sel-sel pernafasan tipe II di alveoli. Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Bila surfaktan tersebut tidak adekuat, akan terjadi kolaps alveolus dan mengakibatkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat serta hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Kemudian terjadi konstriksi vaskuler pulmoner dan penurunan perfusi pulmoner, yang berakhir sebagai gagal nafas progresif yang dapat menyebabkan kematian (Nelson, 2000). Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang muncul pada bayi dengan RDS adalah: a. c. e. f. g. Takipnea Pernafasan cuping hidung Hipoksemia Menurunnya daya compliance paru (nafas ungkang-ungkit paradoksal) Hipotensi sistemik (pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3 sampai 4 detik) h. Penurunan ekskresi urin i. j. Penurunan suara nafas dengan ronchi Takikardia pada saat terjadi hipoksemia dan asidosis. Chart Skor Apgar digunakan untuk menilai kondisi neonatus 60 detik setelah lahir. Lebih tinggi skor maka lebih baik kondisi bayi. Skor 10 menunjukkan kondisi yang optimum. Skor 2 atau kurang menunjukkan status bayi yang buruk. Chart ini dikembangkan oleh Dr. Virginia Apgar. Nilai 1 Sianosis perifer Gerakan fleksi dari anggota gerak atau badan Menarik nafas Di bawah 100x/menit Respon yang buruk b. Retraksi interkostal dan sternal d. Sianosis

Tanda Warna kulit Tonus otot Pernafasan Denyut nadi Respon refleks

0 Sianosis generalisata Flaksid Absen Absen Absen

2 Baik, merah muda Tonus otot baik

Ritmik atau menangis Di atas 100x/menit Respon yang cepat

Gejala biasanya ditemukan segera setelah lahir tetapi dapat tertunda selama 2 sampai 4 jam. Tanda lain yang muncul adalah terjadinya edema yang semakin parah pada 12 jam pertama. Masa apnea terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada bayi dengan kondisi yang memburuk (Sacharin, Rossa. 1994:357).

Klasifikasi

Secara klinis gangguan nafas yang terjadi pada bayi dengan RDS atau ARDS dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu: a. Gangguan nafas berat b. Gangguan nafas sedang c. Gangguan nafas ringan Klasifikasi Gangguan nafas berat Frekuensi nafas >90 kali/ menit Gejala tambahan Dengan sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi. Dengan atau tanpa gejala lain dari gangguan Gangguan nafas sedang 60-90 kali/ menit nafas. Dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi tetapi tanpa sianosis sentral. Tanpa tarikan dinding dada atau merintih saat Gangguan nafas ringan 30 - 60 kali/menit ekspirasi atau sianosis sentral. Tanpa tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentral.

6. Komplikasi Komplikasi yang terjadi akibat ARDS pada bayi adalah sebagai berikut: a. Pneumothorak Pneumothorak adalah terakumulasinya udara di dalam rongga pleura. Akibat dari terakumulasi udara dalam rongga pleura dan bila terjadi dalam jumlah yang banyak akan mendesak organ paru sehingga paru mengempis. Organ paru sebagai alat yang bertanggung jawab untuk mengambil oksigen, dengan segala akibatnya yang terjadi pada tubuh bila kekurangan oksigen. b. Pneumomediastinum Pneumomediastinum adalah suatu kondisi dimana adanya udara atau gas bebas pada mediastinum yang umumnya berasal dari rongga alveolar atau jalan nafas dengan etiologi multifaktorial (lebih banyak berhubungan dengan spontan pneumomediastinum dibandingkan dengan kejadian yang berhubungan dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah). c. Hipotensi d. Menurunnya ekskresi urine

e. f.

Asidosis Hiponatremi dan hipernatremi

g. Hipokalemi h. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana bekuanbekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. Komplikasi obstetrik bisa menyebabkan DIC, terutama pada keadaan abrupsi plasenta dan emboli cairan amnion. Cairan amnion itu sendiri dapat mengaktivasi koagulasi, sehingga jika terdapat sumbatan seperti pada preeklamsia dan sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver function, low platelet), juga akan terjadi koagulasi sistemik. DIC biasanya menjadi komplikasi sekunder penyakit-penyakit tersebut (Abdil, 2001). i. j. l. Kejang Intraventricular Hemorhargic Murmur Murmur adalah salah satu gejala kelainan pada jantung. Dimana murmur terjadi karena adanya turbulensi yang tidak normal pada aliran darah. sehingga murmur dapat didefinisikan sebagai suara tambahan yang tidak normal yang di akibatkan oleh aliran darah yang berturbulensi yang mengakibatkan vibrasi (Wardono, 2008). Pemeriksaan Diagnostik a. Foto thorak Pada bayi dengan RDS atau ARDS, hasil dari gambaran foto thorax akan menunjukkan: Pola retikulogranular difus bersama bronkhogram udara yang saling tumpah tindih Tanda paru sentral batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkena (bayi dari ibu diabetes, hipoksia atau gagal jantung kongestif) Bayangan timus yang besar Bergranul merata pada bronkhogram udara, yang menandakan penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.

k. Infeksi sekunder

b.

Gas Darah Arteri, menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik yaitu adanya penurunan pH, penurunan PaO2, penurunan HCO3 dan peningkatan PaCO2.

c.

Hitung Darah Lengkap (Whole Blood) glukosa serum (mengindikasikan hipoglikemia). Penatalaksanaan Adapun prinsip manajemen perawatan dan pengobatan yang harus dilakukan adalah:

d. Perubahan kadar elektrolit, cenderung terjadi penurunan kadar kalsium, kalium, natrium dan

a.

Memberikan kondisi lingkungan yang optimal Suhu tubuh harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,2 0-36,80C) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembapan ruangan juga harus adekuat (7080%). Kehangatan dan humiditas yang adekuat menjamin penggunaan energi dan oksigen terkecil.

b. Pemberian oksigen Pemberian oksigen harus hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Untuk mencegah timbulnya komplikasi tersebut pemberian oksigen sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisa gas darah. Rumatan PaO2 antara 50 sampai 80 mmHg dan PaCO2 antara 40 sampai 50 mmHg, dengan rumatan oksigen 2L/menit. c. Pemberian cairan dan elektrolit Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% 60-125 ml/kgBB/hari. Pemberian dextrose (glukosa) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori yang tidak didapat secara oral (melalui ASI) dan untuk mengatasi oliguri ringan atau sedang yang terjadi pada bayi. Komposisi dextrose adalah glukosa 50 g/l (5%), 100 g/l (10%) dan 200 g/l (20%). Indikasi pemberian dextrose selain untuk oliguri adalah sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Sedangkan kontraindikasinya adalah hiperglikemia. Namun perlu diwaspadai bahwa injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis. Asidosis yang selalu dijumpai pada bayi dengan ARDS atau RDS harus segera dikoreksi dengan NaHCO3 secara intravena, dengan rumus pemberian: NaHCO3 (mEq) = defisit basa x 0,3 x BB bayi.

Makanan intravena dapat diberikan atau suatu diberikan infus-intravena untuk memperbaiki asidosis metabolik. d. Pemberian antibiotik Biasanya diberikan antibiotik sebagai profilaksis atau karena infeksi oleh streptococcus B menjadikan sukar untuk membedakan antara pneumonia dan sindroma distress pernafasan. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penissilin dengan dosis 50.000-100.000 U/kgBB/hari dengan atau tanpa gentamicin 3-5/kgBB/hari. Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS selain pemberian antibiotik adalah: Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan cairan paru Fenobarbital Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik (Cusson,1992). e. Pemberian surfaktan eksogen Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah pemberian surfaktan eksogen, ini merupakan derivat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan. Surfaktan eksogen ini diberikan melalui endotrakheal tube dan obat ini sangat efektif. Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS/ARDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson, 1985), surfaktan dari cairan amnion manusia (Merrit, 1986), dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine (Enhoring, 1985) dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan ARDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan.

You might also like