You are on page 1of 30

PROPOSAL LAPORAN AKHIR

EVALUASI KINERJA FURNACE F-83-001 DAN F-83-002 PADA UNIT CRUDE DISTILLER III PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT III PLAJU

Oleh : AMRIN HAKIM 0610 3040 1034

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA JURUSAN TEKNIK KIMIA PALEMBANG 2013

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL LAPORAN AKHIR

EVALUASI KINERJA FURNACE F-83-001 DAN F-83-002 PADA UNIT CRUDE DISTILLER III PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT III PLAJU

Oleh : AMRIN HAKIM 0610 3040 1034

Palembang, Pembimbing I,

Maret 2013

Pembimbing II,

Ir. Leila Kalsum, M.T NIP. 196212071989032001

Yuniar, S.T., M.Si. NIP. 197306211999032001

Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Kimia

Ir. Robert Junaidi, M.T NIP. 196607121993031003

1.

JUDUL Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Pada Unit Crude Distiller

III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju

2.

PENDAHULUAN Energi memegang peranan penting dalam sektor industri karena konsumsi

energi memberikan pengaruh yang sangat besar pada kelangsungan proses produksi. Dalam sektor industri, khususnya pada proses produksi, energi digunakan untuk memenuhi ketersediaan listrik dan panas dalam berbagai aplikasi peralatan proses serta mendukung kondisi proses yang sesuai. Oleh karena itu, untuk dapat mengelola kebutuhan energi dalam suatu industri diperlukan penanganan khusus guna menghasilkan pemakaian energi yang optimal. (Wasrin Syafei, 2003) PT. Pertamina Refinery Unit III Plaju-Sei.Gerong yang merupakan salah satu dari tujuh Refinery yang dimiliki oleh PT. Pertamina yang bertugas memenuhi kebutuhan BBM untuk wilayah Sumatera bagian selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Lampung. Dalam proses pengolahannya, energi merupakan ujung tombak berjalannya proses produksi di kilang. Setiap primary proses yang terjadi pada setiap Crude Distiller baik secara atmosferik maupun vacuum, membutuhkan sebuah Furnace sebagai preheater. Furnace merupakan peralatan yang sangat penting untuk mencapai panas tertentu pada pengolahan crude oil. Kapasitas pembakaran (Firing rate) tergantung dari ukuran dan bentuk furnace. Prinsip kerja furnace yaitu memindahkan kalor yang dihasilkan dari pembakaran yang berlangsung di dalam ruang pembakaran (combustion chamber) dengan fluida yang mengalir di dalam tube. Pada pengoperasiannya, Furnace membutuhkan bahan bakar di burner, baik fuel gas maupun fuel oil. Penggunaan fuel merupakan salah satu faktor yang menentukan kelayakan penggunaan furnace tersebut sebagai preheater, karena penggunaan energinya yang besar. Unit Crude Distiller III furnace F-83-001 dan F-83-002 merupakan alat yang berfungsi untuk menaikkan temperatur tertentu sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditentukan sehingga temperatur menjadi

ideal untuk diproses pada kolom. (Heriyanto, 2006 dalam Reoaditya Mahesa, 2012) Pada Furnace Unit Crude Distiller III ini telah dibangun sejak tahun 1984, diamana pada kondisi sekarang alat ini tidak mampu lagi untuk beroperasi sesuai dengan kapasitas pada awal pertama kali alat ini dibangun. Apabila efisiensi frunace tidak optimal pada proses pemisahan di kolom Crude Distiller Unit III maka produk-produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diaharapakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi kinerja dari furnace F-83-001 dan F-83-002 pada Unit Crude Distiller III untuk dilihat kelayakan dari penggunaan furnace tersebut. Karena begitu pentingnya furnace pada Unit Crude Distiller III maka perlu kita ketahui bagaimana efisiensi furnace pada Unit Crude Distiller Unit III secara aktual, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana efisiensi dan excees air furnace Unit Crude Distiller III PT. Pertamina Refinery Unit III Plaju-Sei.Gerong. (Handbook furnace, PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, 2008)

3.

PERUMUSAN MASALAH Pada laporan studi kasus ini akan dikaji bagaimana kinerja dari furnace F-83-

001 dan F-83-002 pada Unit Crude Distiller III untuk dilihat kelayakan dari penggunaan furnace tersebut. Untuk mengetahui kinerja furnace tersebut maka perlu dilakukan evaluasi dengan menghitung efisiensi furnace pada Unit Crude Distiller Unit III secara aktual.

4.

TUJUAN Tujuan dari Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Pada Unit

Crude Distiller III berikut. 1.

PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju sebagai

Menghitung efisinsi Furnace F-83-001 Dan F-83-002 Distiller III

Pada Unit Crude

PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III dengan

membandingkan data actual terhadap data design alat sehingga dapat diketahui performance dari furnace tersebut

2.

Membandingkan nilai efisinsi Furnace F-83-001 Dan F-83-002 dengan tiga metode heat released and absorbed, gas loss, dan API (American Petroleum Institute)

5.

MANFAAT Adapun manfaat yang didapat dari Evaluasi Kinerja Furnace F-83-001 dan F-83-002 Pada Unit Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju sebagai berikut : 1. Dapat memberikan masukan kepada pihak Industri mengenai

performance pada furnace F-83-001 dan F-83-002 2. Menambah pemahaman dan wawasan tentang alat furnace secara umum dan aplikasinya di industri khusus nya furnace F-83-001 & F-83-001 Unit Crude Distiller III PT. PERTAMINA (Persero) RU III Plaju.

6.

TINJAUAN PUSTAKA

6.1 Proses Perpindahan Panas Pada umumnya proses yang terjadi di dalam industri-industri kimia sering melibatkan energi panas, misal nya proses perpindahan panas. Pengetahuan tentang proses perpindahan panas sangat diperlukan untuk dapat memahami peristiwa-peristiwa yang berlangusng dalam proses pemanasan, pendinginan, evavorasi, evavorasi, dan lain-lain. Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan operasi pertukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas. Dimana dengan alat ini dapat dilakukan pengendalian terhadappanas yang terlibat dalam proses. Furnace merupakan salah satu alat batu dalam melakukan operasi pertukaran panas di industri kimia. (Mc. Cabe, 1999)

6.2 Furnace (Dapur) Furnace adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan ke fluida yang dipanaskan sampai mencapai suhu yang diinginkan (Priyo Utomo, 1998).

Struktur furnace berupa bangunan berdinding plat baja yang bagian dalamnya dilapisi oleh material tahan api, batu isolasiuntuk menahan kehilangan panas ke udara melalui dinding furnace dan refractory. Mekanisme perpindahan panas dari sumber panas ke penerima dibedakan atas tiga cara, yaitu: 1. Perpindahan Panas secara Konduksi Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dimana melekul-molekul dari zat perantara tidak ikut berpindah tempat tetapi molekulmolekul tersebut hanya menghantarkan panas atau proses perpindahan panas dari suhu yang tinggi ke bagian lain yang suhunya lebih rendah. 2. Perpindahan Panas secara Konveksi Perpindahan panas secara konveksi diakibatkan molekul-molekul zat perantara ikut bergerak mengalir dalam perambatan panas atau proses perpindahan panas dari satu titik ke titik lain dalam fluida antara campuran fluida dengan bagian yang lain. Perpindahan panas ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Konveksi alam (Natural Convection) Perpindahan panas yang terjadi bila aliran panas yang berpindah diakibatkan perbedaan berat jenis. Pada konveksi alam aliran fluida disebabkan oleh

perbedaan suhu antara bagian satu dengan bagian lainnya sehingga terjadi perbedaan densitas. Densitas bagian fluida dingin lebih besar dari bagian fluida panas. Aliran terjadi akibat adanya perbedaan densitas. b. Konveksi paksa (Forced Convection) Perpindahan panas yang terjadi bila aliran fluida disebabkan oleh adanya gerakan dari luar, seperti pemompaan, pengadukan, dll. 3. Perpindahan Panas secara Radiasi Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi karena perpindahan energi melalui gelombang elektromagnetik secara pancaran atau proses perpindahan panas dari sumber panas ke penerima panas yang

dilakukan dengan pancaran gelombang panas. Antara sumber panas dengan penerima panas tidak terjadi kontak. Bagian dapur yang terkena radiasi adalah ruang pembakaran. (D.Q. Kern,1965)

Untuk pembakaran, bahan bakar yang digunakan pada furnace biasanya terdiridari bahan bakar gas (fuel gas), bahan bakar minyak (fuel oil), kombinasi bahanbakar gas dan minyak, serta bahan bakar padat seperti batubara, tergantung seberapa besar panas yang ingin dihasilkan serta aspek keekonomisannya. Besarnya beban panas yang harus diberikan oleh furnace kepada fluida yang dipanaskan bergantung pada jumlah umpan dan perbedaan suhu inlet dan outlet umpan yang ingin dicapai. Semakin besar perbedaan suhu dan semakin banyak jumlah umpan, maka beban dapur akan semakin tinggi. Namun, juga harus diperhatikan, bahwa suhu yang dicapai oleh fluida proses yang dipanaskan tidak boleh mencapai suhu dimana dapat terjadi thermal cracking pada fluida proses yang dipanaskan. Thermal cracking akan mengakibatkan terbentuknya gas-gas ringan yang akan mengakibatkan volume fluida hasil pembakaran menjadi sangat besar dan melebihi volume pipa fluida proses. Bila hal ini terjadi, dapat menimbulkan bahaya berupa meledaknya furnace. Thermal cracking dapat pula mengakibatkan terbentuknya coke yang dapat mengurangi luas perpindahan panas pada furnace. Furnace pada dasarnya terdiri dari sebuah ruang pembakaran yang menghasilkan sumber kalor untuk diserap kumparan pipa (tube coil) yang didalamnya mengalir fluida. Dalam konstruksi ini biasanya tube coil dipasang menelusuri dan merapat kebagian lorong yang menyalurkan gas hasil bakar (flue gas) dari ruang bakar ke cerobong asap (stack). Perpindahan kalor yang diruang pembakaran terutama terjadi karena radiasi disebut seksi radiasi (radiant section), sedangkan saluran gas hasil pembakaran terutama oleh konveksi disebut seksi konveksi (convection section). Untuk mencegah supaya gas buangan tidak terlalu cepat meninggalkan ruang konveksi maka pada cerobong seringkali dipasang penyekat (damper). Perpindahan panas kalor melalui pembuluh dikenal sebagai konduksi.

Gambar 1.1. Skema Furnace

6.2 Tipe Furnace 1. Furnace Berdasarkan Konstuksinya Secara Umum terdiri dari: Tipe Box Furnace yang berbentuk kotak/ box dan mempunyai burner di samping atau di bawah yang tegak lurus terhadap dinding furnace. Nyala api di dalam furnace adalah mendatar atau tegak lurus. Tube furnace dipasang mendatar atau tegak lurus. Furnace tipe box mempunyai bagian radiasi dan konveksi yang dipisahkan oleh dinding batu tahan api yang disebut bridge wall. Burner dipasang pada ujung dapur dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa atau dinding samping dapur (api sejajar dengan pipa). Dapur ekonomi/harganya mahal. Aplikasi dapur tipe box : a. Beban kalor berkisar antara 60-80 MM Btu/Jam atau lebih b. Dipakai untuk melayani unit proses dengan kapasitas besar. jenis ini jarang digunakan karena perhitungan

c. Umumnya bahan bakar yang dipakai adalah fuel oil d. Dipakai pada instalasi-instalasi tua, adakala nya pada instalasi baru yang mempunyai persediaan bahan bakar dengan kadar abu (ash) tinggi. Keuntungan memakai dapur tipe box : a. Dapat dikembangkan sehingga bersel 3 atau 4 b. Distribusi fluks kalor merata disekeliling pipa c. Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor diatas 60-80 MM. Btu/jam Kerugian memakai dapur tipe box : a. Apabila salah satu aliran fluida dihentikan, maka seluruh operasi dapur harus dihentikan juga, untuk mencegah pecahnya pipa (kurang fleksibel) b. Tidak dapat digunakan memanasi fluida yang harus dipanasi oada suhu tinggi dan aliran fluida yang singkat. c. Harga relative mahal d. Membutuhkan area relative luas. (Amirudin BPAT, 2005)

Gambar 1.2. Tipe Box Furnace

Tipe Silinder Vertikal Furnace yang berbentuk silinder tegak yang mempunyai burner padalantai furnace dengan nyala api tegak lurus ke atas sejajar dengan dinding furnace.Dikatakan tipe vertical karena tube di dalam seksi radiasidipasang tegak lurus dansejajar dinding furnace. Contoh jenis pemanas berapi tipe vertical : a. Pemanas vertical silindris tanpa seksi konveksi b. Pemanas vertical silindris berkumparan helix c. Pemanas vertical silindris dengan ruang konveksi aliran silang d. Pemanas silindris tanpa seksi konveksi terpadu e. Pemanas tipe punjang (orbor atau wicket) Keuntungan memakai dapur tipe silindris : a. Konstruksi sederhana, sehingga harganya relatif murah b. Area yang diperlukan relative kecil c. Luas permukaan pipa dapat tersusun lebih besar sehingga thermal efisiensinya lebih tinggi. d. Ekonomis untuk bahan bakar sekitar 60-80 MM Btu/jam (Fuels & Combustion, BPAT PT. Pertamina RU III, 2006).

Gambar 1.3. Type Vertical Clindrycal Furnace

Tipe Cabin Furnace jenis ini terdiri dari kamar-kamar dimana tube-tubenya dipasang secara horizontal. Letak burner pada bagian bawah furnace dan nyala api sejajar tegak lurus dengan dinding furnace. Dapur tipe kabin mempunyai bagian radiasi pada sisi samping dan bagian kerucut furnace. Bagian konveksi terletak di bagian atas furnace sedangkan bagian terbawah disebut shield section. Burner dipasang pada lantai dapur dan menghadap ke atas sehingga arah pancaran api maupun flue gas tegak lurus dengan susunan pipa, adakalanya burner dipasang horizontal. Dapur tipe ini ekonomis karena efisiensi termalnya tinggi. Keuntungan memakai dapur tipe kabin: 1. Bentuk konstruksi kompak dan mempunyai thermal effisiensi tinggi 2. Beban panas sekitar 20-300 MM Btu/jam 3. Pada dapur tipe kabin bersel, memungkinkan pengendalian operasi secara terpisah (fleksibel)

Gambar 1.3. Beberapa jenis furnace

High Temperatur Chemical furnace Furnace tipe ini umumnya digunakan sebagai reactor, dimana fluida yang mengalir melalui pipa radiasi akan memperoleh panas radiasi secara merata. Burner dipasang dilantai dengan arah pancaran api vertical dan dipasang di dinding dengan arah pancaran api mendatar. Dengan cara pemasangan Burner tersebut maka tube akan memperoleh panas radiasi yang sama dari kedua sisinya sehingga mengurangi kemungkinan terbentuknya coke serta penurunan suhu metal di tube. 2. Furnace Berdasarkan Draft Draft adalah perbedaan tekanan di dalam furnace dengan tekanan udara luar (atmosfir). Berdasarkan Draft furnace dibedakan empat tipe, antara lain: Natural Draft Flue gas hasil pembakaran keluar furnace melalui cerobong dengan tarikan alam. Tekanan di dalam furnace lebih kecil dibandingkan dengan tekanan atmosfir. Akibat perbedaan tekanan ini maka udara luar untuk pembakaran dapat masuk ke dalam furnace. Forced Draft Udara untuk pembakaran dalam furnace dimasukkan dengan tenaga mekanis yaitu blower. Karena tekanan udara luar dan tekanan udara yang dimasukkan lebihtinggi dari tekanan di dalam furnace maka secara langsung Flue gas hasilpembakaran keluar melalui cerobong. Induced Draft Flue gas hasil pembakaran keluar melalui cerobong dengan tarikan blower. Tarikan blower ini menyebabkan tekanan di dalam furnace lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga udara luar masuk ke dalam furnace. Balance Draft Merupakan kombinasi forced draft dan induced draft. Forced draft untuk memberikan udara pembakaran. Induced draft untuk menarik Flue gas melewati cerobong menuju atmosfirserta mengatur tekanan di dalam furnace.

6.3 Bagian - Bagian Furnace 1. Dinding Furnace Dinding furnace terbuat dari baja (carbon steel) sebagai penahan struktur yang dilapisi dengan isolasi, batu tahan api dan refractory sebagai pendukung untuk pemanfaatan panas secara maksimal serta untuk mencegah terjadinya kehilangan panas.

Gambar 1.3. Konstruksi dinding dapur Keterangan Gambar : a. Plat Baja c. Batu tahan api 2. Tube Coil Tube Coil pada furnace merupakan bagian yang paling penting pada instalasi furnace. Merupakan rangkaian tube dalam furnace yang berfungsi untuk memindahkan panas dari panas hasil pembakaran ke dalam fluida yang ada didalam pipa pembuluh (tube). Tube-tube ini disambung dengan menggunakan U Bend. Disamping itu bila terjadi pembentukan kerak didalam tube furnace dapat dibersihkan dengan steam air decoking. 3. Instrumentasi Umumnya instrumentasi yang terpasang pada suatu pemanas berapi adalah thermometer, manometer dan on line analyzer. a. Termometer : instrument pengukuran temperatur ini dibagi menjadi beberapa tipe tergantung kebutuhannya. 1. TI (Temperatur Indicator) 2. TR (Temperatur Recorder) 3. TC (Temperatur Controller) 4. TA (Temperatur Alarm) b. Isolasi d. Refractory

5. TS (Temperatur Shutdown) b. Manometer : banyak digunakan untuk mengukur tekanan udara di ruang pembakaran, tekanan gas buang di cerobong, tekanan bahan bakar gas/cair, tekanan fluida masuk dan keluar ruang pembakaran. c. O2 analyzer : fungsi alat ini melakukan analisa kandungan oksigen, karbon dioksida pada gas buang. 3. Burner Burner merupakan alat pembakar bahan bakar (fuel) sistem pengapian dan pencampuran bahan bakar dan udara dengan udara primer/sekunder serta sistem atomizing steam sehingga bahan bakar (fuel) dapat terbakar dengan sempurna.

Gambar 2.4. Skema burner Beberapa macam Burner : Pilot burner adalah burner kecil yang menggunakan gas sebagai penyalaanawal pada furnace. Untuk menaikkan suhu fluida selanjutnya menggunakan burner bahan bakar gas ataupun bahan bakar minyak. Gas burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas. Oil burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar minyak.

Dual burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas dan bahan bakar minyak.

Gambar 2.5. Tata peletakan burner 4. Stack (Cerobong Asap) Alat ini berfungsi untuk mengalirkan Flue gas hasil pembakaran dari dalamfurnace keluar furnace (atmosfir Umumnya terbuat dari carbon steel, suhu stack perlu dijaga antara 350500 oF. Bila suhu stack terlalu tinggi akan mengakibatkan banyak panas terbuang dan bisa mengakibatkan stack rusak.Jika suhu stack < 350 oF kemungkinan akan terjadi kondensasi dari air dan gas SO2yang terbawa oleh flue gas sehingga terbentuk H2SO4 yang sangat korosif dan merusak semen lining maupun metal stack. 5. Stack Damper Alat ini berfungsi untuk mengatur pembuangan Flue gas melewati stackdanmengatur tekanan di dalam furnace. 6. Lubang intip (peep hole) Lubang intip pada dindingfurnace ini berfungsi untuk mengamati nyalaapi serta kondisi tube di dalam furnace. 7. Explotion Door Pintu yang dapat terbuka bila terjadi ledakan (tekanan furnace naik) sehinggafurnace terhindar dari kerusakan.

8.

Pengatur udara (air register) Berfungsi untuk mengatur banyaknya udara yang masuk ke dalam furnace.

9.

Snuffing steam Alat ini berfungsi untuk mengalirkan steam ke dalam furnace, untuk

mematikanapi bila terjadi kebocoran tube. Juga digunakan untuk menghalau gas hidrokarbon sisa di dalamruang pembakaran sebelum menyalakan burner. 10. Soot blower Alat ini berfungsi untuk menghilangkan jelaga yang menempel pada pipapipapembuluh di daerah konveksi.

6.4 Proses Pembakaran Pembakaran bahan bakar dapat dinyatakan sebagai suatu reaksi oksidasi berantai dari senyawa hidrokarbon dengan oksigen yang berasal dari atmosfir. Proses pembakaran akan berjalan dengan baik, apabila tersedia bahan bakar dan udara yang cukup, sehingga terbentuk api yang menghasilkan panas dan Flue gas hasil pembakaran. Pada umumnya komposisi kimia dari bahan bakar merupakan ikatan hidrokarbonyang terdiri dari karbon(C) dan hidrogen (H 2 ). (Maleev, 1933) Reaksi pembakaran dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Pembakaran Lengkap dan Sempurna CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O 2. Pembakaran Lengkap tapi Tidak Sempurna (Dengan Udara Berlebih) CH4 + 3O2 CO2 + 2H2O + O2 3. Pembakaran Tidak Sempurna 3CH4 + 5O2 CO2 + 2CO + 6H2O Pada pengoperasian furnace reaksi pembakaran yang berlangsung adalah reaksi pembakaran lengkap tidak sempurna yaitu dengan udara berlebih (excess air). Namun demikian udara yang banyak akan mengakibatkan panas yang hilang

dibawa oleh Flue gas hasil pembakaran akan semakin besar, sehingga menurunkan efisiensi furnace. Oleh karena itu udara pembakaran diatur sesuai dengan kebutuhan optimum. Furnace akan dapat beroperasi dengan efisiensi yang tinggi bila : Terjadi reaksi pembakaran yang sempurna. Udara berlebih (excess air) yang optimum. Permukaan luar/ dalam dari tube dalam keadaan bersih. Memperkecil panas yang hilang lewat dinding furnace. Udara pembakaran dengan temperatur yang tinggi dengan memakai Air Preheater (APH)

6.5 Udara Berlebih (Excees air) Dalam suatu furnace, udara yang akan digunakan adalah oksigen sedangkan nitrogen akan menyerab sebagian panas yang dihasilkan. Untuk mengurangi panas yang diserap nitrogen kita harus mengurangi excees air seminimal mungkin. (Himmelblau, 1991)

6.6 Panas Pembakaran Panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar yang dinyatakan sebagai nilai kalori (Heating Value) dari bahan bakar padat, cair atau gas dapat dikatakan sebagai jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran setiap kilogram bahan bakar, yang dinyatakan dalam satuan kcal/kg, kcal/m3 atau btu/lb. Nilai kalori dibedakan menjadi dua, yaitu: Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV). Higher Heating Value (HHV) adalah nilai panas/kalori dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak memperhitungkan panas penguapan air. Lower Heating Value (LHV) adalah nilai panas dari hasil pembakaran bahan bakar yang dikoreksi dengan

memperhitungkan panas penguapan air. (BPAT, 2008)

6.7 Furnace Unit Crude Distiller III CDU III memiliki dua furnace yang diletakkan secara bersambung. Furnace yang digunakan adalah tipe box dengan dua koil. Untuk furnace 1,koil yang pertama digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah stabilizer,sedangkan koil 2 digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah kolom 1.Furnace 2 memiliki dua koil dan satu convection bank. Koil 1 digunakan untuk

memanaskan umpan dari kolom 1 menuju kolom 2, sedangkan koil 2 untuk memanaskan ulang produk bawah kolom 2. Convection bank digunakan untuk pemnasan umpan ex-produk bawah stabilizer menuju kolom 1. Masingmasing koil memiliki temperatur inlet dan outlet yang berbeda-beda. Heater section untuk koil 1 dan 2 pada furnace 1 adalah berupa radiant & convection section. Sedangkan pada furnace 2, heater section koil 1 dan koil 2 hanya berupa radiant section, dimana convection section ada pada convection bank. Burner yang digunakan sebanyak 18 buah. Udara pembakaran yang diperlukan untuk kedua furnace ini disediakan oleh satu APH yang memiliki balanced draft yaitu terdapatnya satu FDF (Forced draft fan) yang digunakan untuk memberikan udara pembakaran dan satu IDF (Induced draft fan) yang digunakan untuk menarik flue gas melewati cerobong menuju atmosfir serta mengatur tekanan di dalam furnace. Begitu pula flue gas dari kedua furnace ini dibuang bersama-sama melalui satu stack. (BPAT, 2005)

7.

METODOLOGI

7.1 Waktu dan Tempat Pengamatan ini dilakukan dari tanggal 18 Maret sampai 22 Maret 2013 bertempat di Unit Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju. 7.2 Kerangka Dan Pemecahan Masalah Adapun metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah kinerja dari furnace tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Metode Study Literature

Mencari dan Mengumpulkan buku-buku yang diperlukan yang berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan topik permasalahan.

2.

Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada Crude Distiller Unit III khusus nya furnace F83-001 & F-83-001 sebagai berikut : 2.1 Observasi Bahan Peninjauan langsung mengenai bahan yang dipergunakan dalam proses

Crude Distiller Unit III khusus nya bahan bakar pada furnace F-83-001 & F83-001 yang berupa long residue hasil bottom product Crude Distiller Unit (CD II/ III/ IV/ V/ VI). 2.2 Observasi Alat Peninjauan langsung mengenai peralatan dalam Crude Distiller Unit III khususnya furnace. 2.3 Observasi Gambar Peninjauan dan pemahaman mengenai aliran proses dari Crude Distiller Unit III serta memahami prinsip kerja dari furnace. 2.4 Observasi Variabel Peninjauan secara langsung untuk nilai-nilai yang digunakan dalam perhitungan mengenai peralatan furnace.

3.

Tahapan Pengolahan Data Adapun data-data yang diperlukan untuk mendukung perhitungan sebagai

berikut : 1. 2. 3. 4. 5. Flow rate crude oil Flow rate fuel oil dan fuel gas Temperatur inlet crude oil ke furnace Temperatur outlet crude oil ke furnace Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas)

6. 7.

Komposisi flue gas RD fuel gas dan SG fuel oil

Data-data yang diperlukan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 1. Data flow rate crude oil Data CO (K Ramba/SPD-TAP) Tanggal 6-1-2009 7-1-2009 8-12009 9-12009 10-1-2009 Rata-rata Flow Rate Crude Oil (Ton/day) F1C1 2420 2409 2386 2399 2411 2410 F1C2 2455 2480 2465 2450 2471 2468 F2C1 2320 2311 2318 2308 2330 2317 F2C2 2002 2010 2022 2017 2006 2015 Sg CO
(K.Ramba/SPD-TAP)

0.8277 0.8210 0.8250 0.8231 0.8246 0.8244

Tabel 2. Data Flow rate fuel oil dan fuel gas Tanggal 6-1-2009 7-1-2009 8-1-2009 9-1-2009 10-1-2009 Rata-rata Flow Rate Fuel Oil (Ton/day) 19.0 18.7 19.4 19.9 20.6 19.4 Flow Rate Fuel Gas (Ton/day) 16.6 16.9 12.2 13.0 12.2 13.1 RD Fuel Gas 0.7056 0.7025 0.7040 0.7032 0.7044 0.7042 SG Fuel Oil 0.9016 0.9010 0.9022 0.9029 0.9031 0.9024

Tabel 3. Data temperature inlet crude oil ke furnace Data Temp. Temp. Inlet Crude Oil ke Furnace (oC)

Tanggal 6-1-2009 7-1-2009 8-1-2009 9-1-2009 10-1-2009 Rata-rata

F1C1 162 163 162 162 163 162

F1C2 248 249 248 250 249 248

F2C1 259 255 256 254 258 256

F2C2 333 332 334 333 330 332

Tabel 4. Data temperature outlet crude oil ke furnace Data Temp. Tanggal 8-1-2009 9-1-2009 10-1-2009 11-1-2009 12-1-2009 Rata-rata Temp. Outlet Crude Oil ke Furnace (oC) F1C1 180 179 180 180 179 179 F1C2 299 298 300 302 300 300 F2C1 307 306 308 307 309 307 F2C2 364 363 364 362 363 362

Tabel 5. Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas) Komposisi CH4 C 2 H6 C 3 H8 iC4H10 nC4H10 iC5H12 nC5H12 C6H14 CO2 % wt

Tabel 6. Komposisi flue gas (F-82-001)

Komposisi flue gas N2 O2 CO2

% vol

Keterangan : F1C1 : Furnace 1 koil 1, sebagai reboiling stabilizer F1C2 : Furnace 1 koil 2, sebagai reboiling kolom 1 F2C1 : Furnace 2 koil 1, sebagai transport dari kolom 1 ke kolom 2 F2C2 : Furnace 2 koil 2, sebagai reboiling kolom 2 4. Tahapan Pengolahan Perhitungan Adapun dalam melakukan perhitungan efisiensi furnace ini menggunakan 3 metode yaitu : 1. Metode heat absorbed dan heat release : a. Menghitung panas yang diserap Crude Oil (Qab) ( heat absorbed) Untuk masing masing koil : Qabsopsi = Qout Qin Ket: Q = heat absorpsi (BTU/hr) maka heat absorpsi total: Qab total = Qabkoil 1.1+ Qabkoil 2.1 + Qabkoil 1.2 + Qabkoil 2.2 Untuk menghitung panas yang dibawa Crude Oil tersebut maka digunakan rumus: Q = m x H..(bureau of energy efficiency) Ket: m = lajualirmassafluida (lb/hr) H = enthalpy fluida (BTU/lb) dimana enthalpy (H) crude oil didapat dari grafik hubungan antara H vs K-Uop. (nelson, 1936). Namun dikarenakan tidak adanya data analisis distilasi dari crude oil, maka digunakan cara lain untuk menghitung nya berdasarkan konsep enthalpy: (H) = Cp x T.(Smith, 2001) Ket: Cp= Specific Heat (BTU/ (lb.oF)

T= perubahantemperature(oF) Untuk mendapat nilai Cp, terlebih dahulu dihitung oAPI berdasarkan Specifik Gravity (60/60 oF) fluida tersebut, lalu di plot pada grafik hubungan T vs Cp untuk hydrocarbon liquids (Kern, 1983)

b. Menghitung panas total masuk furnace (heat release) Adapun untuk panas total yang dilepas kedalam furnace (bureau of energy efficiency) dapat dihitung sebagai berikut: Panas pembakaran fuel oil (Q1) Q = m x LHV.(Charles) Untuk mendapatkan nilai LHV terlebih dahulu dihitung oAPI. Setelah didapat di plot pada grafik API vs HV (charles), sehingga didapat nilai LHV. Panas sensibel steam atomizing (Q2) Q = m x H ................................................( Nelson, 1936) Nilai enthalpy steam didapat pada steam tabel dengan kondisi saturated vapor (Smith, 2001) Panas pembakaran fuel gas (Q3) Q = m x LHV .(Charles) Panas sensibel udara pembakaran bahan bakar (Q4) Q = m x H ................................................( Nelson, 1936) Nilai Enthalpy udara didapat berdasarkan tabel enthalpy gas ideal (smith, 2001) c. Menghitung efisiensi termal.() Metode yang digunakan dalam perhitungan efisiensi pada

permasalahan ini adalah metode heat released and absorbed. =

total heat absorb x 100 % ..................................(Nelson, 1936) total heat release

2.

Metode Gas Loss

Menghitung panas yang diserap Crude Oil dengan menggunakan grafik hubungan antara % O2 Excess dengan temperature stack akan didapat efisiensi dari furnace tersebut.

gambar 3.1. Grafik Combustion Efficiencies vs Excess Air Untuk %O2 15 dan temperatur stack 389 0C dengan menggunakan data CO2, O2 maka akan diperoleh LH, GL. Kemudian menghitung efisiensi furnace dengan menggunakan rumus : = 100% - *,( ) +....(D.Q.Kern)

3.

Metode API (American Petroleum Institued) 1. Menghitung kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan Pembentukan N2
CH4 C2H6 + + 2 O2 3,5 O2 5 O2 6,5 O2 CO2 2 CO2 3 CO2 4 CO2 + + + + 2 H2O 3 H2O 4 H2O 5 H2

C3H8 + C4H10 +

C5H12 + C6H14 + i C4H10 + i C5H12 +

8 O2 9,5 O2 6,5 O2 8 O2

5 CO2 6 CO2 4 CO2 5 CO2

+ + + +

6 H2O 7 H2O 5 H2O 6 H2O

Menghitung Kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan Pembentukan N2 dari masing-masing reaksi pebakaran nya 2. Menghitung jumlah panas yang masuk (HV = Heating Value) 3. Menghitung panas yang hilang Kerugian panas oleh radiasi (Heat Loss Radiation) Qr = 2,5 % x HV (API Recomended Practice 532, 1982 : 9) 4. Menghitung Campuran H2O dalam udara

Pvapour RH 18 x x 14,696 100 28,85

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

Berat udara basah didalam udara / berat BB yang dibutuhkan = udara kering yang dibutuhkan 1 campuran H2O dalam udara

Berat campuran H2O didalam udara / berat bahan bakar Berat H2O / Berat bahan bakar (dalam flue gas) = H2O terbentuk + Berat campuran H2O dalam udara Berat bahan bakar

Koreksi excess air (kelebihan udara) Berat excess air / Berat Bahan Bakar
= (28,85 x %O2) N2 terbentuk + CO2 terbentuk + H2O terbentuk 28 (23 %O2) 1,6028 x 44 Berat H2O Berat udara basah yang di dalam udara 18

+1

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

5. Menghitung rugi panas yang keluar ke cerobong asap (Qs) 6. Menghitung panas sensibel untuk udara pembakaran (Ha) Ha = Cp Udara x (Ta Td) x (berat udara yang dibutuhkan + excess air) (API Recomended Practice 532, 1982 : 9) 7. Mengitung panas sensibel untuk bahan bakar gas (Hfg) Hfg = Cp fuel gas x (Temperatur fuel gas Td) (API Recomended Practice 532, 1982 : 9) furnace

HV Ha Hfg Qr Qs x100 %
HV Ha Hfg

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9) Dalam melakukan perhitungan, adapun hasil perhitungan yang disusun dalam bentuk table : 1. 2. 3. 4. Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya Pembentukan komponen flue gas Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap

Tabel. Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV
No. Komponen Bahan Bakar Gas Metana (CH4) Etana (C2H6) Propana (C3H8) Butana (C4H10) Pentana (C5H12) Heksana (C6H14) Iso Butana (iC4H10) Iso Pentana (iC5H12) Fraksi Volume (1) Berat Molekul (2) Berat. Tot (Lbs) (3) = 1 x 2 NHV (Btu/Lb)

1 2 3 4 5 6 7 8

CO2 Total

Tabel. Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya


Keb. Udara No Komponen Bahan Bakar Gas CP (6) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Metana (CH4) Etana (C2H6) Propana (C3H8) Butana (C4H10) Pentana (C5H12) Heksana (C6H14) Iso Butana (iC4H10) Iso Pentana (iC5H12) CO2 Total Rata-rata (7) = 3 x 6 (Lb/Lb B.B) Keb. dara (Lbs) Pembentuka n CO2 (Lb/Lb B.B) (8) Pembentuk an CO2 (Lbs) (9) = 3 x 8

Tabel. Pembentukan Komponen Flue gas


Komponen No Bahan Bakar Gas 1 2 3 4 5 6 7 8 CH4 C2H6 C3H8 C4H10 C5H12 C6H14 iC4H10 iC5H12 H2O Terbentuk (lb/lb BB) (10) H2O Terbentuk (lbs) (11) = 3 x 10 N2 Terbentuk (lb/lb BB) (12) N2 Terbentuk (lbs) (13) = 3 x 12

CO2 Total Rata-rata

Tabel. Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap


Komponen yang No terbawa ke cerobong asap 1 2 3 4 CO2 Udara Uap air N2 Total Berat Komponen yang dibentuk/Berat bahan bakar (1) Enthalpy pada
o

Tc

Heat Content (Btu/lb BB) (3) = 1 x 2

= 429,08 F (Btu/lb yang dibentuk) (2)

8.

JADWAL KEGIATAN Bulan

Uraian Kegiatan Februari Maret April Mei Konsultasi Pembimbing Persiapan Proposal Observasi bahan, alat, variabel, dan parameter Pengambilan data dilapangan Pengolahan data Pembuatan LA Seminar Laporan Akhir Juni Juli

DAFTAR PUSTAKA

Geankoplis, C.J.1993.Transport Processess and Unit Operation 3rd Edition.New Jersey:Prentice Hall Inc. Kern, D.Q.1965. Process Heat Transfer. New York:Mc.Graw Hill. Nelson, W.L.1936.Petroleum Refinery Engineering. New York:Mc.Graw Hill. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition, McGraw- Hill Book Co., New York, 1999 PERTAMINA.Blue Book.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong. PERTAMINA.Design Data Sheet.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong. Smith, J.M.2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic 6th Edition. New York:Mc Graw Hill __________.2009. Combustion Kilang. Bimbingan Praktis Ahli Teknik (BPAT), Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang. __________.2009. FCCU. Bimbingan Praktis Ahli Teknik (BPAT). Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang. Heriyanto. 2005. Perhitungan Efisiensi Furnace Pada Unit Crude Distiller III PT. Pertamina (Persero) RU III. Kertas Kerja Wajib Program Pendidikan Bimbingan Praktis Ahli Teknik Tahun 2005 ; Palembang.

You might also like