You are on page 1of 17

Journal Reading Session

Oleh: Mohd Hakim bin Ismail Nisma Afifah Naswar 0810314157 0810313196

Preseptor Dr. Hj. Sri Lestari KS, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT dan KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2013

KELAINAN KONGENITAL TELINGA

1. Fistula Preaurikula Kelainan bawaan pada telinga yang sering ditemukan, namun tidak semuanya menimbulkan keluhan bagi penderitanya. Kelainan ini terbentuk akibat gangguan perkembangan arkus brakial I dan II. Gejala klinis: 1. Bisaanya pasien datang berobat oleh karena terdapat obstruksi dan infeksi. 2. Muara dari fistula ini bisa mengeluarkan sekret. Suatu fistula adalah suatu kelainan kongenital atau didapat berupa saluran yang dibatasi oleh epitel antara suatu viscus dan epitel permukaan atau antara dua garis epitel permukaan. Merupakan suatu lubang dangkal yang disebabkan adanya ketidaksempurnaan penutupan dari lengkung brankhial pertama atau kedua. Saluran yang lengkap disebut fistula. Penutupan sabagian saluiran membentuk suatu sinus dan penutupan terpisah dari saluran membentuk kista. Sinus preaurikuler lebih dalam dibandingkan fistel peaurikuler dan dibatasi oleh epitel gepeng bertingkat atau epitel kolumner. Sinus preaurikuler ujungnya berakhir di cincin timpani. Fistula lengkung pertama brankhial (Collaural fistula) memiliki satu saluran yang berawal dari sambungan tulang rawan dan tulang meatus akustikus eksternus. Salurannya berjalan di depan dan memiliki bagian yang berhubungan dengan nervus fasialis (dapat di permukaan atas dalam) dan berjalan ke muka untuk keluar di kulit depan otot sternokleidomaetoideus setinggi tulang hyoid. Fistula lengkung kedua brankhial memiliki ruang terbuka di dalam, biasanya difosa tansialris dan salurannya berjalan ke bawah melewati antara arteri karotis interna dan esterna. Saluran ini menuju ke permukaan ke nervus hipaglosus dan glasopharingeus, tapi bagian dalam ke rongga belakang dari otot digastrik dan terbuka pada batas depan otot sternokleidomaetoideus.

CELAH KISTA BRANKHIAL PERTAMA Kelainan bentuk dari celah grankhial pertama akibat dari fusi yang tidak lengkap dari arkus grankhial pertama dan kedua dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu: aplasia, atresia, stenosis dan duplikasi. Kelainan lengkung pertama tidak umum dibandingkan kelainan lengkung kedua. Terlihat pada minggu ketiga dan keempat perkembangan embrio, struktur mesodermal ini dipisahkan oleh celah ektodermal dan kantung endodermal. Celah pertama menetap sebagai kanalis akustikus eksternus, sedang bagian tengah membentuk kavum konka dan bagian ventral secara normal mengalami obliterasi. Kegagalan dari bagian ventral untuk mengalami obliterasi secara lengkap dapat menyebabkan kelainan celah brankhial pertama. Diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu: 1. Tipe I, berasal dari ektodermal dan tampak sebagai duplikasi membran kanalis eksterna, lokasi anatominya dekat dengan kanalis externa, posterior, inferior dan media dari kartilago konka dan pina, jalur sinusnya menyambung dengan kanalis externus. Jalur dapat juga berada sekitar jaringan parotis normal dan biasanya tidak selalu lateral dari nervus fasialis. karena tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan mesoderm arkus brankhial pertama dan kedua. Tidak terdapat sturktur adnexa pada kelainan ini.kekhasanya berupa kista atau fistula dekay konka atau resio pretragus. 2. Tipe II, kelainan yang timbul dari elemen ektoderm celah brankhial pertama dan elemen mesoderm dari arkus brankhial pertama dan kedua. Terlihat sebagai duplikasi dari kedua membran kartilago kanalis eksternus. Mengandung mesoderm yang penting untuk perkembangan adnexa. Tertarik lebi ke medial dan inferior dari kanalis externus sebagai struktur lain dari arkus pertama dan kedua. Lebih jarang jika dibandingkan denagan tipe I, dan biasanya terdapat pada tahun pertama kehidupan sebagai kista superfisial atau sinus dibawah angulus mandibula dan anteior dari segitida leher.

2. Mikrotia Malformasi daun telinga yang memperlihatkan kelainan bentuk ringan sampai berat, dengan ukuran kecil sampai tidak terbentuk sama sekali (anotia). Bisaanya bilateral dan berhubungan dengan stenosis atau atresia meatus akustikus eksternus dan mungkin malformasi inkus dan maleus. Sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti apa penyebab terjadinya mikrotia. Tapi hal-hal berikut harus diperhatikan oleh ibu hamil di trimester pertama kehamilan : a. Faktor Makanan b. Stress c. Kurang Gizi pada saat kehamilan d. Menghindari pemberian / penggunaan obat - obatan / zat kimia e. Genetik bisa menjadi salah satu faktor penyebab mikrotia tapi belum pernah diketahui bagaimana genetik bisa mempengaruhi / menjadi faktor penyebab Mikrotia. Ada tiga kategori penting yang memudahkan menilai kelainan daun telinga dengan cepat. Departemen THT FKUI/RSCM menggunakan kriteria menurut Aguilar dan Jahrsdoerfer,1 yaitu: a. Derajat I Jika telinga luar terlihat normal tetapi sedikit lebih kecil. Tidak diperlukan prosedur operasi untuk kelainan daun telinga ini. Telinga berbentuk lebih kecil dari telinga normal. Semua struktur telinga luar ada pada grade I ini, yaitu kita bisa melihat adanya lobus, heliks dan anti heliks. Grade I ini dapat disertai dengan atau tanpa lubang telinga luar (eksternal auditori kanal). b. Derajat II Jika terdapat defisiensi struktur telinga seperti tidak terbentuknya lobus, heliks atau konka. Ada beberapa struktur normal telinga yang hilang. Namun masih terdapat lobulus dan sedikit bagian dari heliks dan anti heliks.

c.

Derajat III Terlihat seperti bentuk kacang tanpa struktur telinga atau anotia. Kelainan ini membutuhkan proses operasi rekonstruksi dua tahap atau lebih. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai mikrotia klasik. Sebagian besar pasien anak akan mempunyai mikrotia jenis ini. Telinga hanya akan tersusun dari kulit dan lobulus yang tidak sempurna pada bagian bawahnya. Bisaanya juga terdapat jaringan lunak di bagian atas nya, dimana ini merupakan tulang kartilago yang terbentuk tidak sempurna. Bisaanya pada kategori ini juga akan disertai atresia atau ketiadaan lubang telinga luar.

Grade I

Grade II

Grade III

Anotia

Gambar 1. Gambar derajat mikrotia

3. Lops Ear (Bats Ear)


Kelainan ini merupakan kelainan kongenital, yaitu bentuk abnormal daun telinga dimana terjadi kegagalan pelipatan antiheliks.Tampak daun telinga lebih lebar dan lebih berdiri. Secara fisiologi tidak terdapat gangguan pendengaran, tetapi dapat menyebabkan ganguan psikis karena estetik. Koreksi bedah umumnya dilakukan pada usia 5 tahun karena perkembangan telinga luar hampir sempurna. Operasi dilakukan sebelum anak masuk sekolah untuk mencegah ejekan teman dan efek emosional serta psikologis.

Gambar 2. Bats ear

4. Atresia Liang Telinga


Selain dari liang telinga yang tidak terbentuk, juga biasanya disertai dengan kelainan daun telinga dan tulang pendengaran. Kelainan ini jarang disertai kelainan telinga dalam, karena perkembangan embriologi yang berbeda antara telinga dalam dengan telinga luar dan telinga tengah. Atresia telinga kongenital merupakan kelainan yang jarang

ditemukan.Penyebab kelainan ini belum diketahui dengan jelas, diduga oleh faktor genetik, seperti infeksi virus atau intoksikasi bahan kimia pada kehamilan muda. Diagnosis atresia telinga kongenital hanya dengan melihat daun telinga yang tidak tumbuh dan liang telinga yang atresia saja, keadaan telinga tengahnya tidak mudah di evaluasi. Sebagai indikator untuk meramalkan keadaan telinga tengah ialah keadaan daun telinganya.Makin buruk keadaan daun telinga, makin buruk pula keadaan telinga tengah. Atresia liang telinga dapat unilateral dan bilateral. Tujuan operasi rekontruksi ialah selain dari memperbaiki fungsi pendengaran, juga untuk kosmetik. Pada atresia liang telinga bilateral masalah utama ialah gangguan pendengaran. Setelah diagnosis ditegakkan sebaiknya pada pasien dipasang alat bantu dengar, baru setelah berusia 5 7 tahun dilakukan operasi pada sebelah telinga. Pada atresia liang telinga unilateral, operasi sebaiknya dilakukan setelah dewasa, yaitu pada umur 15 17 tahun. Operasi dilakukan dengan bedah mikro telinga.

KELAINAN KONGENITAL HIDUNG

1. Koanal Atresia Atresia koana adalah suatu kelainan kongenital yang berupa penutupan kavum nasi posterior yang berhubungan dengan nasofaring oleh membran abrnormal atau tulang. Berdasarkan derajatnya, atresia koana dapat dibedakan menjadi: Aresia koana unilateral Atresia koana bilateral Berdasarkan tipenya terdapat 3 tipe atresia koana yaitu: Tipe tulang (bony). Tipe membrane (membranous). Campuran antara tulang dan membrane

Gambar 3. Atresia koana unilateral

Gambar 4. Atresia koana bilateral

Gejala klinis: Tidak ada/tidak adekuatnya nafas dari hidung Sianosis pada atresia koana bilateral

2. Bifid Nose Ini merupakan suatu bentuk kelainan dimana terdapat celah antara hidung sehingga hidung terbagi dua. Sering dihubungkan dengan berbagai sindrom dan jarang terjadi sendiri.

Gambar 5. Bifid Nose

3. Deviasi Septum Nasi Deviasi septum nasi didefinisikan sebagai bentuk septum yang tidak lurus di tengah sehingga membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau kedua rongga hidung yang mengakibatkan penyempitan pada rongga hidung.Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa bisaanya septum nasi tidak lurus sempurna di tengah.Angka kejadian septum yang benar-benar lurus hanya sedikit dijumpai, bisaanya terdapat pembengkokan minimal atau terdapat spina pada septum nasi. Bila kejadian ini tidak menimbulkan gangguan respirasi, maka tidak dikategorikan sebagai abnormal

KELAINAN KONGENITAL MULUT

1. Labiopalatoskizis Yaitu kelainan bagian depan serta samping muka serta langit-langit mulut tidak menutup dengan sempurna. Etiologi pada kelainan ini adalah: a. Faktor genetik/ keturunan Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir. Selain itu bisa juga karena mutasi gen THF 8. b. Kurang nutrisi contohnya defisiensi vitamin C pada waktu hamil, kekurangan asam folat. Bagi janin, kekurangan asam folat pada ibu hamil, bisa menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Bayi mengalami kecacatan pada otak dan sumsum tulang belakang, menyebabkan bayi lahir dengan bibir sumbing, bayi lahir dengan berat badan rendah, Downs Syndrome, bayi mengalami kelainan pembuluh darah. Vitamin C yang ada dalam jeruk menghambat kerusakan folat. Alkohol mengganggu absorbsi dan

menungkatkan ekskresi folat c. Radiasi d. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. e. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis, toxoplasmosis dan klamidia f. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin Klasifikasi palatoskizis adalah: a. Berdasarkan organ yang terlibat Celah di bibir (labioskizis) Celah di gusi (gnatoskizis)

Celah di langit (palatoskizis) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langitlangit (labiopalatoskizis)

b. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk Unilateral Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung. Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung. Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu : 1. Terjadi pemisahan langit-langit 2. Terjadipemisahan bibir 3. Terjadipemisahan bibir dan langit-langit 4. Infeksi telinga berulang 5. Berat badan tidak bertambah 6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung

2. Makroglosia Makroglosia adalah bentuk lidah yang tidak normal.Ini adalah pembesaran lidah yang tidak normal.Kelainan ini bisaanya bersamaan timbulnya dengan kelainan turunan, sebagai contoh pada kelainan Down's Syndrome

KELAINAN KONGENITAL TENGGOROK

1. Laringomalasia Laringomalasia adalah kelainan kongenital yang terjadi akibat kurang berkembangnya kartilago yang menyokong struktur supraglotis.Kelainan

kongenital laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan akibat kelainan genetik atau kelainan embrionik. Walaupun dapat terlihat saat kelahiran, beberapa kelainan baru nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau tahun. Dua teori besar mengenai penyebab kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur kekurangan struktur kaku dari kartilago matur, sedangkan yang kedua mengajukan teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni.Sindrom ini banyak terjadi pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan salah satu faktor etiologinya. Frekuensi kejadian laringomalasia tidak diketahui secara pasti, namun laringomalasia sebagai penyebab dari stridor inspiratoris, yaitu suara kasar dengan nada tinggi sedang yang terdengar sewaktu bayi menarik nafas.Insidens laringomalasia sebagai penyebab stridor inspiratoris berkisar antara 50%70%.Tidak ada perbedaan ras ataupun jenis kelamin.

2. Trakeomalasia Trakeomalasia merupakan suatu keadaan kelemahan trakea yang disebabkan karena kurang dan atau atrofi serat elastis longitudinal pars membranasea, atau gangguan integritas kartilago sehingga jalan napas menjadi lebih lemah dan mudah kolaps. Trakeomalasia pada anak dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu trakeomalasia primer (penyakit kongenital) dan sekunder (penyakit didapat).Untuk menegakkan diagnosis trakeomalasia dapat dilakukan

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan pencitraan. Manifestasi klinis trakeomalasia antara lain riwayat stridor ekspirasi, kesulitan minum, suara parau, afonia, riwayat breath holding, riwayat intubasi berkepanjangan, trakeostomi, trauma dada, trakeobronkitis berulang, penyakit kartilago

(polikondritis relaps), dan reseksi paru. Sebagian besar anak dengan trakeomalasia tidak memerlukan intervensi.Terapi bedah diperlukan jika terapi konservatif tidak mencukupi atau jika terjadi refleks apne, mengalami kesulitan peningkatan berat badan dan perkembangan, mengalami pneumonia atau apne berulang, menunjukkan obstruksi jalan napas yang memerlukan dukungan jalan napas kronik. Gejala kinis akan menghilang secara spontan pada usia 18-24 bulan.

3. Stenosis Subglotik Ini adalah penyempitan (stenosis) sering pd 2-3 cm dari pita suara. Kelainan yang menjadi penyebab : Penebalan jaringan submukosa dengan hiperplasia kelenjar mukus dan fibrosis. Kelainan bentuk kartilago krikoid dengan lumen lebih kecil Bentuk kartilago krikoid normal dengan ukuran lebih kecil Pergeseran cincin trakea I ke postero-superior ke dalam lumen krikoid.

Gejala : Stridor Dispnea Retraksi suprasternal, epigastrium, intrekostal dansubklavikula. Sianosis dan apnea pada stadium berat (Respiratory Distress).

4. Laringeal Web Pada kelainan ini didapatkan selaput transparan (web) yang tumbuh di daerah glotik (75%), subglotik (13%), supraglotik (12%).

5. Kista kongenital Kista ini sering tumbuh di pangkal lidah atau plika ventrikularis.

6. Hemangioma Ini bisaanya timbul di daerah subglotik dan leher.Gejala yang sering timbul adalah hemoptisis dan sumbatan laring.

7. Fistel Laringotrakea-Esofageal Terjadi oleh karena kegagalan penutupan dinding posterior kartilago krikoid. Gejala yang sering terjadi adalah pneumoni aspirasi dan sumbatan laring.

KLASIFIKASI DEVIASI SEPTUM

Deviasi septum nasi dibagi Mladina atasbeberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu: 1. Tipe I : Benjolan unilateral yang belummengganggu aliran udara. 2. Tipe II : Benjolan unilateral yang sudahmengganggu aliran udara, namun masih belummenunjukkan gejala klinis yang bermakna. 3. Tipe III: Deviasi pada konka media / areaosteomeatal. 4. Tipe IV: Disebut juga tipe S dimana septum bagianposterior dan anterior berada pada isi yangberbeda. 5. Tipe V : Tonjolan besar unilateral pada dasarseptum, sementara di sisi lain masih normal. 6. Tipe V : Tipe V ditambah sulkus unilateral darikaudal-ventral, sehingga menunjukkan ronggayang asimetri.

7. Tipe VII: Kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipeVI.

Gambar 7. Tipe deviasi septum

JENIS TES PENALA

1. Tes Rinne Tes rinne adalah tes untuk membangdingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. 2. Tes Weber Tes weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang kiri dengan telinga kanan. 3. Tes Scwabach Ini untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. 4. Tes Bing (Tes Oklusi) Cara pemeriksaan adalah tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutuo liang telinga, sehingga, terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti tes Weber). 5. Tes Stenger

Ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli). Cara pemeriksaan adalah menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yan identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.

Tabel 1. Diagnosis tes penala Tes Rinne Positif Tes Weber Tidak ada lateralisasi Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit positif Lateralisasi ke telinga yang sehat Catatan : pada tuli konduktif < 30 dB, tes rinne masih bisa positif memendek Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang Tuli konduktif Tuli sensorineural Diagnosis Normal

OPERASI PADA TELINGA TENGAH

1. Miringoplasti Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi

telinga tengah ada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

2. Timpanoplasti Dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang pula operasi ini terpaksa dilakukan dua tahap dengan jarak waktu 6-12 bulan.

3. Timpanoplasti dengan Pendekatan Ganda (Combined Approach Tympanoplasty) Dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma. 4. Mastoidektomi Sederhana Dilakukan pada OMSK tipe aman yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

5. Mastoidektomi Radikal Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke

intrakranial. Pada pasien ini, tidak diperbolehkan berenang dan wajib kontrol teratur supaya tidak terinfeksi.

6. Mastoidektomi Radikal dengan Modifikasi (Operasi Bondy) Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

You might also like