You are on page 1of 11

KATA PENGANTAR

Karya tulis ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam rangka mengikuti mata kuliah Teori Kebudayaan pada Program Pascasarjana Bidang Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Mata kuliah itu berada di bawah binaan Prof Dr. E.K.M. Masinambow. Disadari sepenuhnya, bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Hal itu antara lain karena keterbatasan sumber yang digunakan. Namun demikian, harapan penulis tidak lain, semoga karya ini memenuhi syarat bagi kelulusan dalam mengikuti mata kuliah tersebut. Dengan kerendahan hati, karya ini penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. E.K.M. Masinambow, dengan permohonan maaf atas keterlambatan penyampaiannya.

Bandung, 9 Mei 2002 Penulis

KATA PENGANTAR

Ilmu Sejarah berkembang antara lain melalui pendekatan ilmiah dari berbagai disiplin lain dalam melakukan penelitian dan penulisan sejarah. Dengan demikian, para peneliti dan penulis sejarah ilmiah mutlak harus makin meningkatkan penguasaan pendekatan ilmiah dalam mengaplikasikan metode sejarah. Interpretasi atau analisi dalam penulisan sejarah akan lebih tajam apabila ditunjang oleh strukturalisme sebagai pandangan teoretis. Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan sebagai pelengkap materi mata kuliah Bimbingan Penelitian dan Penulisan Sejarah serta mata kuliah Metode Sejarah, terutama untuk mahasiswa Pascasarjana Sejarah. Semoga bermanfaat.

DAFTAR ISI

Halaman Kata Pengantar Daftar Isi Pengertian Dasar Strukturalisme Sebagai Pandangan Teoretis Sumber Acuan i ii 1 1 7

STRUKTURALISME
RELEVANSINYA DALAM STUDI SEJARAH

Pelengkap Materi Mata Kuliah Bimbingan Penelitian dan Penulisan Sejarah dan Metode Sejarah

Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS SASTRA JURUSAN ILMU SEJARAH 2006

STRUKTURALISME
RELEVANSINYA DALAM STUDI SEJARAH

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dr. A. Sobana Hardjasaputra, S.S., M.A.

Pengertian Dasar Strukturalisme memiliki kata dasar struktur. Istilah struktur berasal dari bahasa Latin struere yang berarti mendirikan atau membangun. Oleh karena itu, konsep struktur pertama kali digunakan sebagai konsep arsitektur, yang mengandung arti dasar sebagai cara sebuah bangunan didirikan. Atas dasar konsep itu, maka struktur secara tidak langsung menunjuk pada keberadaan konstruksi atau sistem yang didasarkan pada hubungan di antara unsur-unsur. Struktur sistem hubungan itu terdiri atas aturan-aturan yang mendasari sistem tersebut. Dengan kata lain, strukturalisme mementingkan struktur atau sistem. Struktur juga mengandung pengertian yang bersifat abstrak. Dalam pengertian itu, struktur menyatakan secara tidak langsung hubungan dalam suatu sistem sebagai hubungan yang tidak dapat diamamti secara langsung (transparan). Atas dasar pengertian tersebut, para strukturalis sepakat, bahwa pengertian dasar dari strukturalisme adalah studi tentang tanda-tanda (study of signs).

Strukturalisme Sebagai Pandangan Teoretis Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, konsep struktur kemudian dipakai oleh ilmu-ilmu lain di luar arsitektur, termasuk ilmu-ilmu sosial. Konsep tersebut menjadi suatu aliran ilmiah yaitu strukturalisme.
1

2 Strukturalisme muncul sebagai reaksi langsung terhadap aliran eksistensialisme, yaitu suatu aliran yang mengagungagungkan manusia sebagai being yang khusus. Sebaliknya, strukturalisme justru meremehkannya, dengan mengatakan bahwa manusia itu sudah mati, karena menjadi subjek sains. Jika ekstensialisme mempertahankan kebebasan manusia, strukturalisme menyangkal eksistensinya, sebab manusia itu merupakan produk sebuah struktur. Strukturalisme bahkan berpandangan lebih jauh lagi. Strukturalisme membuat cabang dalam struktur jalan pikirannya ke dalam ilmu-ilmu lain di luar filsafat, seperti antropologi, sejarah, seni, kesusastraan, dan ilmu bahasa. Strukturalisme menyatakan bahwa setiap hal di alam semesta ini akan berhenti sifat misterinya, apabila orang sudah menemukan strukturnya yang tersembunyi. Misalnya, benda-benda fisik akan terbuka rahasianya apabila orang sudah menemukan struktrur fisisnya. Antropologi menunjukkan bahwa mite pada dasarnya berstruktur. Sebagai suatu aliran ilmiah, strukturalisme terutama berkembang di Prancis, dipelopori oleh antropolog Claude Lvi-Strauss. Oleh karena itu, ia dianggap sebagai Bapak Strukturalisme. Perkembangan aliran itu terutama terjadi sesudah Perang Dunia II, bertitik tolak dari linguistik yang terutama menyelidiki struktur bahasa. Menurut aliran itu, struktur merupakan suatu kenyataan dasar yang objektif ada, dan dapat diterangkan secara subjektif, seperti dalam struktur bahasa. Dalam bahasa yang dimengerti sebagai kode, yaitu sistem tanda yang dapat digabungkan menurut aturan tertentu dengan fungsi komunikatif, tampak corak dasar susunan setiap kenyataan. Struktur adalah aturan yang dapat dipahami dari kompleks dan keseluruhan kenyataan. Dengan aturan itu

3 setiap gejala dapat ditentukan dan diterangkan. Dengan demikian struktur dapat digunakan untuk menerangkan prilaku manusia dan fenomena-fenomena kemasyarakatan. Strukturalisme sulit dikenali karena, pertama, strukturalisme mencakup bentuk-bentuk yang beragam, sehingga sulit menampilkan sebuah sifat umum. Kedua, karena struktur-struktur yang dirujuk memperoleh arti yang cenderung berbeda-beda. Dalam pengertian umum dan sederhana, strukturalisme adalah suatu aliran dalam disiplin ilmu yang menekankan pentingnya pemahaman struktur secara kritis. Namun dalam memahami struktur secara kritis itu, pendapat para strukturalis berbeda-beda, selain ada kesamaannya. Ada pendapat bahwa seperti halnya matematika strukturalisme menentang pengkotak-kotakan hal-hal yang heterogen, karena menemukan kesatuan atas dasar kesamaan bentuk (isomorphisme). Ada pula anggapan seperti anggapan ahli linguistik berbagai angkatan , bahwa strukturalisme dijauhkan dari penelitian-penelitian diakronis yang meliputi gejala-gejala terpisah untuk menemukan sistem-sistem kesamaan dalam fungsi sinkronis. Dalam disiplin psikologi, strukturalisme dianggap melawan kecenderungan-kecenderungan atomistis yang berusaha memilah totalitas-totalitas menjadi asosiasi-asosiasi antara unsur-unsur yang telah ada sebelumnya. Ada pula anggapan bahwa strukturalisme menyerang historisisme dan fungsionalisme. Dengan memusatkan perhatian pada sifat-sifat positif ide struktur, setidaknya akan diketahui adanya dua aspek yang biasa terdapat pada setiap bentuk strukturalisme. Aspek pertama, adanya suatu gagasan atau harapan terhadap pemahaman intrinsik berdasarkan postulat, bahwa sebuah struktur dapat

4 dipahami tanpa melihat unsur-unsur lain di luar sifatnya sendiri. Aspek kedua, menunjukkan perwujudan gagasan tersebut. Seberapa jauh orang berhasil mencapai struktur-struktur tertentu secara efektif, dan seberapa jauh penggunaannya dapat memperjelas sifat-sifat umum. Dengan demikian, strukturalisme adalah suatu pola (paradigma) teoretis yang berperanan penting dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial, karena struktur dapat digunakan untuk menerangkan prilaku manusia dan fenomena-fenomena kemasyarakatan. Dengan kata lain, strukturalisme mengandung epistemologi, yakni teori pengetahuan yang membicarakan asal, berlakunya dan hubungannya dengan pengalaman manusia. Bagi ilmu-ilmu sosial termasuk sejarah, penggunaan strukturalisme bertujuan agar studi kemasyarakatan dan kebudayaan dapat mencapai tingkat efektivitas yang setara, sehingga dapat dilakukan secara nyata dan konkret serta menghasilkan eksplanasi dari permasalahan yang mengandung struktur. Telah dikemukakan bahwa strukturalisme adalah suatu aliran dalam disiplin ilmu yang menekankan pentingnya pemahaman struktur secara kritis. Oleh karena itu, strukturalisme yang mengandung epistemologi, relevan dan penting artinya bagi studi sejarah karena beberapa hal. Pertama, sejarah memiliki struktur, baik struktur peristiwa maupun maupun struktur sosial dari kelompok masyarakat yang terlibat dalam peristiwa sejarah. Dalam sejarah sebagai ilmu humaniora, yang harus dipelajari bukan hanya fenomena peristiwa, tetapi harus dipelajari pula struktur sosial yang tidak tampak (unobservable), karena sejarah menyangkut struktur sosial. Menganalisa struktur berarti menganalisa peran, termasuk peran who dalam peristiwa sejarah, baik sebagai subjek maupun sebagai objek, karena struktur peristiwa adalah proses peristiwa yang menyangkut peran-

5 peran individu. Dengan kata lain, studi suatu peristiwa sejarah harus disertai oleh studi mengenai struktur secara mendalam. Kedua, studi sejarah secara kritis paling tidak harus bersifat diakronis. Atas dasar itulah maka strukturalisme seperti diajurkan oleh Foucault dan Althusser yang memusatkan perhatian terhadap studi diakronis perlu digunakan dalam studi sejarah. Strukturalisme selain menghadapkan pada pendekatan diakronis, juga pada pendekatan sinkronis. Demikian pula halnya dengan studi sejarah. Studi sejarah kritis tidak cukup hanya bersifat diakronis, karena dalam sejarah kritis dituntut adanya interpretasi dan analisis secara sinkronis, sehingga menghasilkan eksplanasi historis yang memadai. Sehubungan dengan tuntutan interpretasi dalam studi sejarah kritis, berarti strukturalisme dalam sejarah perlu ditunjang oleh hermeneutik, karena hermeneutik merupakan suatu kajian filosofis terhadap teori pemahaman

(understanding) dan penafsiran (interpretation). Dalam studi sejarah kritis, pemahaman dan penafsiran memegang peranan penting untuk menganalisa hubungan antara satu data/fakta dengan data/fakta lain yang relevan. Penafsiran diperlukan pula untuk memahami kausalitas dari suatu peristiwa. Hermeneutik juga diperlukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan what, when, why, dan how dalam suatu peristiwa. Dalam memahami what dan when misalnya, selain kedua elemen dasar sejarah itu tak dapat dipisahkan dari unsur waktu, harus diperhatikan pula hubungan struktur jenis kausalitas. Interpretasi (hermeneutik) sangat diperlukan dalam rekonstruksi historis yang objektif. Rekonstruksi historis terjadi apabila ditemukan fakta baru dan/atau interpretasi baru yang lebih kuat dan

6 objektif. Atas dasar hal-hal tersebut maka hermeneutik merupakan dasar metodologi dalam ilmu sejarah. Ketiga, strukturalisme modern sangat menekankan pentingnya pilihan berdasarkan struktur yang tersedia. Penulisan sejarah atau rekonstruksi sejarah pun tidak terlepas dari masalah pilihan fakta. Penulisan sejarah harus berdasarkan fakta, tetapi tidak setiap fakta adalah fakta sejarah. Dengan kata lain, dalam rekonstruksi sejarah, sejarawan harus melakukan pilihan fakta yang kuat (hard facts), akurat, dan relevan dengan peristiwa atau permasalahan sejarah yang dibahas. Telah disebutkan bahwa peristiwa sejarah memiliki struktur. Dengan kata lain, struktur ditemukan dalam peristiwa sejarah (event). Dalam hal ini fakta sejarah adalah bagian penting dari struktur sejarah. Oleh karena itu, menurut Lloyd, sejarawan intelektual sesungguhnya melakukan studi tentang struktur. Sementara, Piaget menegaskan bahwa penelitian mengenai kemasyarakatan betapapun beragamnya menjurus kepada strukturalisme. Hal itu berarti studi sejarah memerlukan pendekatan struktural.

Bandung, September 2006

7 SUMBER ACUAN

Leeden, A.C. van der. (tth.) Structural Anthropology in Retrospect. (Materi kuliah Pascasarjana UI). Jakarta. Program Pascasarjana UI. Lloyd, Christopher. 1993. The Structures of History. Oxford UK : Blackwell. Masinambow, E.K.M. (tth.). Peranan Teori Dalam Penelitian. (Materi kuliah Pascasarjana UI). Jakarta. Program Pascasarjana UI. Peursen, C.A. van. 1985. Susunan Ilmu Pengetahuan; Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu. Terjemahan J. Dorst. Jakarta : Gramedia. Piaget, Jean. 1995. Strukturalisme. Terjemahan Hermoyo. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Ritzer, George. 1996. Modern Sociological Theory. 4th edition. New York : The McGraw-Hill. Wuisman, J.J.J.M. 1996. Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Jilid 1. Penyunting M. Hisyam. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia.

You might also like