You are on page 1of 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pencegahan Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang muncul selama pasien dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama pasien itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial (Hidayat, 2008). Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 3x24 jam, menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 3x24 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial (Darmadi, 2008).

Penyakit infeksi nosokomial dapat timbul karena beberapa penyebab, menurut Darmaji (2008) salah satu penyebabnya adalah mikroba pathogen seperti bakteri, virus, jamur, dan lain-lain. Mikroba sebagai makhluk hidup (biotis) harus berkembang biak, bergerak, dan berpindah tempat untuk bertahan hidup. Jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi menurut Tietjen dkk (2004) berdasarkan survey yang dilakukan yaitu: a. Infeksi tempat pembedahan atau infeksi luka operasi Menurut Vannesa (2010) infeksi luka operasi adalah sebuah luka bedah atau infeksi yang harus terjadi dalam waktu 30 hari dari operasi bedah. Tanda dan gejala setidaknya adanya salah satu dari tanda dan gejala berikut ini: 1. Bernanah dari tempat pembedahan, 2. Purulen dari luka atau drain ditempatkan di luka, 3. Organisme terisolasi dari budaya luka aseptik diperoleh, 4. Harus setidaknya satu dari tanda-tanda dan gejala infeksi - rasa sakit atau nyeri, pembengkakan lokal, atau kemerahan / panas.

b. Infeksi Saluran kemih (ISK) Infeksi saluran kemih kemungkinan terjadi terutama setelah tindakan kateterisasi. Tindakan infasive lainnya seperti tindakan operatif vagina, oleh karena itu pencegahan infeksi saluran kemih (nosokomial) merupakan suatu keharusan. Sebagai penyebab adalah bakteri gram negative terutama Psudomonas sp. dan kelompok Enterobacter dengan manifestasi klinisnya adalah nyeri suprasimfisis, nyeri pinggang, disuria, serta urin yang keruh atau piuria (Darmaji, 2008). c. Febris Puerperalis Febris puerperalis atau demam nifas merupakan infeksi yang muncul pascapersalinan pervaginam. Tidak semua persalinan berjalan spontan. Diperkirakan 7-8% akan mengalami kesulitan atau distoria (patologis). Untuk menyelesaikan persalinan distosia ini diperlukan adanya tindakan infasife yang sering kali membutuhkan instrument medis. Resiko adanya terjadinya trauma jalan lahir serta trauma pada janin. Trauma jalan lahir yang terjadi berupa robekan, laserasi, serta pendarahan yang dapat menimbulkan infeksi. Trauma juga terjadi karena pengunaan instrument medis untuk mengatasi persalinan. Terjadinya infeksi karena mikrobia pathogen terutama berasal dari flora normal vagina dan kulit di sekitar perineum, serta instrument medis dan operator. Beberapa penelitian menyebutkan bakteri penyebab infeksi yaitu Stapylococcus Haemolyticus, Streptococcus Aureus, Escherichia Coli. d. Infeksi Saluran Cerna Seorang pasien yang sedang dirawat dapat digolongakn terjangkit infeksi saluran cerna apabila ditemukan gejala-gejala: adanya nyeri perut secara mendadak kadang-kadang diserati nyeri kepala, nausea dan muntah-muntah yang diikuti diare, dapat disertai/tanpa demam. Dikeadaan dengan sindrom gastroenteritis manifestasi klinis ini dapat muncul setelah beberapa saat penderita mengkonsumsi

makanan/minuman yang disajikan.

e. Infeksi Saluran Napas Bawah Saluran napas bawah adalah organ vital untuk ventilasi, namun demikian tidak jarang jaringan lunak pada saluran napas ini harus bersentuhan dengan peralatan medis untuk berbagai indikasi, baik sebagai upaya menegakkan diagnosis, atau bagian dari terapi, maupun sebagai upaya penunjang untuk kasus-kasus di luar kepentingan saluran napas itu sendiri. Sebagai contoh: tindakan anestesi umum yang harus menggunakan pipa endotrakeal, pipa orofaringeal, atau pipa

nasofaringeal, tindakan laringoskopi atau bronkoskopi, tindakan invasif yang lebih jauh seperti trakeostomi, pemasangan ventilator. Semua tindakan medis infasif pada contoh kasus-kasus tersebut tentunya bukan tanpa resiko bagi penderitanya. Resiko paling besarnya adalah menyebarnya mikrobia pathogen ke organ yang terdekat, yaitu paru yang dapat menimbulkan peradangan parenkim paru (Darmaji, 2008) f. Bakteremia dan septicemia Bakteremia dan septicemia adalah infeksi siskemik yang terjadi akibat penyebaran bakteri atau produknya dari suatu focus infeksi kedalam peredaran darah. Menurut Tietjen, dkk (2006) Septicemia merupakan keadaan yang gawat, oleh karena itu harus ditangani secara cepat dan tepat untuk menghindari terjadinya akibat yang fatal. Bila terlambat, ada kecenderungan mengarah ke keadaan syok dengan angka kematian yang tinggi (50-90%). Sebagai pemicu timbulnya bakteremia dan septicemia karena adanya tindakan medis infasif misalnya pemasangan kateter intravaskuler untuk berbagai keperluan seperti pemberian obat, nutrisi parental, hemodialisis, dan sebagainya. Manifestasi klinisnya berupa reaksi inflamasi siskemik, yaitu demam yang tinggi, serta nadi dan frekuensi pernapasan meningkat. Demam yang ada akan bertahan selama minimal 24 jam dengan atau tanpa pemberian antipiretik. Pada anak, secara umum tampak letargi, tidak mau makan/minum, muntah, atau diare. Pada daerah kateter vena yang terpasang, kulit tampak merah, edema disertai nyeri, dan kadang-kadang ditemukan eksudat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Darmadi (2008) adalah: petugas kesehatan, peralatan medis, lingkungan, makanan dan minuman, penderita lain, pengunjung atau keluarga. 1) Petugas kesehatan Petugas kesehatan khususnya perawat dapat menjadi sumber utama tertapar infeksi yang dapat menularkan berbagai kuman ke pasien maupun tempat lain karena perawat rata-rata setiap harinya 7-8 jam melakukan kontak langsung dengan pasien. Salah satu upaya dalam pencegahan infeksi nosokomial yang paling penting adalah perilaku cuci tangan karena tangan merupakan sumber penularan utama yang paling efisien untuk penularan infeksi nosokomial. Perilaku mencuci tangan perawat yang kurang adekuat akan memindahkan organisme organisme bakteri pathogen secara langsung kepada hopes yang menyebabkan infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien. 2) Lingkungan Lingkungan rumah sakit yang tidak bersih juga bias menyebabkan infeksi nosokomial sebab mikroorganisme penyebab infeksi bias tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang tidak bersih. 3) Peralatan medis Peralatan medis yang dimaksud adalah alat yang digunakan melakukan tindakan keperawatan, misalnya jarum, kateter, kassa, instrument, dan sebagainya. Bila peralatan medis tidak dikelola kebersihan dan kesterilannya maka akan menyebabkan infeksi nosokomial. 4) Makanan atau minuman Hidangan yang disajikan setiap saat kepada penderita apakah sudah sesuai dengan standart kebersihan bahan yang layak untuk dikonsumsi bila tidak bersih itu juga akan menyebabkan infeksi terutama pada saluran pencernaan yang sedang mengalami iritasi.

10

5) Penderita lain Keberadaan penderita lain dalam satu kamar atau ruangan atau bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan. 6) Pengunjung Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya, yang dapat ditularkan dari dalam rumah sakit ke luar rumah sakit.

Infeksi nosokomial berasal dari proses penyebaran dari pelayanan kesehatan salah satunya rumah sakit. Rumah sakit merupakan tempat berbagai macam penyakit yang berasal dari pasien maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti: udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis (Darmadi, 2008). Salah satu sumber penularan infeksi nosokomial di rumah sakit adalah perawat, yang dapat menyebarkan melalui kontak langsung kepada pasien. Cara penularan terutama melalui tangan dan dari petugas kesehatan maupun tenaga kesehatan yang lain, jarum infeksi, kateter urine, kateter intravena, perban, dan cara keliru menangani luka ataupun peralatan operasi yang terkontaminasi (Hidayat, 2008).

Fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan kesehatan adalah mencegah infeksi. Salah satu upaya pencegahan infeksi nosokomial adalah menerapkan Universal Precaution pada petugas kesehatan atau petugas pelayanan kesehatan. Universal Precaution adalah kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada diagnosis penyakitnya (Irianto, 2010). Kewaspadaan universal dimaksudkan untuk melindungi petugas layanan kesehatan dan pasien lain terhadap penularan berbagai infeksi dalam darah dan cairan tubuh lain.

11

Menurut WHO (2005) kewaspadaan universal diterapkan dengan cara :


a)

Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan

b) c)

Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh

d)

Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh

e)

Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman; yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang

f)

Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok

g) h)

Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur

i)

Buang limbah sesuai prosedur.

B. Mencuci Tangan Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air (Tietjen dkk, 2004). Perilaku mencuci tangan perawat yang kurang adekuat akan memindahkan organisme-organisme bakteri pathogen secara langsung kepada hospes yang menyebabkan infeksi nosokomial di semua jenis lingkungan pasien. Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum perawat memeriksa (kontak langsung) dengan pasien dan sebelum memakai sarung tangan bedah steril sebelum pembedahan atau sarung tangan pemeriksaan untuk tindakan rutin, seperti pemeriksaan panggul. Mencuci tangan juga sebaiknya dilakukan setelah perawat melakukan kontak yang lama dan intensif dengan pasien, setelah memegang instrument atau alat yang kotor, dan setelah menyentuh selaput lendir,

12

darah serta setelah melepaskan sarung tangan. Jadi paling tidak perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan ke pasien (WHO, 2005).

Mencuci kedua tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan perawat dalam memberikan tindakan keperawatan yang bertujuan membersihkan tangan dari segala kotoran, mencegah terjadinya infeksi silang melalui tangan dan mempersiapkan bedah atau tindakan pembedahan. Menurut WHO (2005) kebersihan tangan adalah ukuran utama untuk mengurangi infeksi. Meskipun mencuci tangan terlihat suatu tindakan yang sederhana, tetapi hal itu kurang adanya dukungan dengan tidak dilaksanakannya perilaku mencuci tangan di kalangan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia yang mempunyai masalah infeksi nosokomial. Setelah barubaru ini pemahaman epidemiologi dari kebersihan tangan kepatuhan, pendekatan baru telah terbukti efektif.

Ada

10

langkah

yang

menjadi

pedoman

dalam

WHO

untuk

mensosialisasikan cuci tangan dengan sabun dan air. Langkah mencuci tangan yang benar menurut WHO (2005) adalah 1. Basahi tangan dengan air. 2. Tuangkan sabun ketelapak tangan. 3. Ratakan sabun dengan kedua tangan sampai kedua telapak tangan terkena sabun. 4. Gosok punggung tangan kanan dengan tangan kiri sampai sela-sela jari-jari kemudian bergantian tangan kiri. 5. Telapak tangan saling bersentuhan dengan jari yang disilangkan pada sela-sela jari. 6. Letakkan punggung jari pada telapak satunya dengan jari saling mengunci. 7. Mengosok ibu jari dengan menggengam ibu jari kiri dengan tangan kanan lalu diputar begitu pula sebaliknya

13

8. Menggosok jari-jari tangan kanan pada telapak tangan

kiri untuk

membersihkan kotoran kuku tangan kanan, begitu pula sebaliknya. 9. Bilas dengan air yang mengalir. 10. Pakai handuk kering dan bersih atau tissue sekali pakai untuk mengeringkan tangan. Gambar 2.1 Prosedur mencuci tangan yang benar menurut WHO (2005) Sumber : http://www.who.int/patientsafety/events/05/HH_en.pdf

14

Gambar 2.2 SOP mencuci tangan di RSUD Kota Semarang merujuk pada WHO (2005) 0. Basahi tangan dengan air mengalir 1. Tuangkan sabun ketelapak tangan,

2. Ratakan sabun dengan kedua tangan sampai kedua telapak tangan terkena sabun, posisi tangan menengadah ke atas. 3. Bersihkan punggung tangan dan sela-sela jari dengan menggosoknya menggunakan tangan dan jari-jari tangan yang lain. 4. Satukan kedua telapak tangan dan bersihkan selasela jari dengan saling mengusap satu tangan dengan yang lainnya. 5. Bersihkan ibu jari setiap tangan dengan cara menggosok ibu jari dengan menggunakan tangan yang lain. 6. Menggosok jari-jari tangan kanan pada telapak tangan kiri untuk membersihkan kotoran yanga ada pada telapak tangan dan kuku, begitu pula sebaliknya. 7. Bilas dengan air mengalir. 8. Keringkan tangan dengan handuk bersih atau tissue bersih yang kering.

15

C. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi nosokomial: 1. Petugas kesehatan 2. Peralatan medis 3. Lingkungan 4. Makanan atau minuman 5. Penderita lain 6. Pengunjung atau keluarga Infeksi Nosokomial Pencegahan infeksi nosokomial Universal precaution 1. Mencuci tangan 2. Pakai sarung tangan 3. Pakai masker 4. Desinfektan dan sterilisasi 5. Buang limbah sesuai prosedur Tepat Mencuci Tangan Tidak Tepat

Gambar 2. 2 Kerangka Teori Darmadi (2008), Hidayat (2008), Irianto (2010) D. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran pelaksanaan mencuci tangan perawat dalam rangka pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang.

E. Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan mencuci tangan perawat dalam rangka pencegahan infeksi nosokomial.

You might also like