You are on page 1of 2

Area Seluas 2.

393 Hektar Terancam Sawah Produktif Akan Dialihfungsikan TABUKAN, KOMPAS 17 feb 2014 Lahan pertanian produktif seluas 2.393 hektar di Kecamatan Tabukan, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, saat ini terancam dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Petani yang menggarap lahan itu pun bersikukuh mempertahankan sawah itu. Dari sawah itu mereka melakukan panen raya setiap tahun. Kami sudah bertahun-tahun mengerjakan lahan ini untuk menanam padi. Sejak tahun 2011, kami melakukan panen raya setiap tahun, kata Yanto (55), Ketua Kelompok Tani Dewi Sri, di Desa Teluk Tamba, Kecamatan Tabukan, Minggu (16/2). Dari 2.393 hektar lahan pertanian produktif itu, lahan yang digarap petani mencapai 1.335 hektar. Semuanya untuk tanaman padi, yakni padi lokal dan padi unggul. Karena ada dua jenis padi yang ditanam, setahun kami dua kali panen, ujarnya. Yanto menjelaskan, untuk padi lokal dengan masa tanam sekitar enam bulan, 1 hektar lahan bisa menghasilkan gabah sekitar 5 ton. Sementara padi unggul dengan masa tanam sekitar 100 hari, untuk 1 hektar lahan bisa menghasilkan gabah sekitar 10 ton. Daerah kami adalah salah satu lumbung padi terbesar di Kalsel. Seluruh warga di sini menggantungkan hidup dari pertanian. Oleh sebab itu, kami menolak alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan kelapa sawit, katanya. Lahan pertanian di daerah itu dikerjakan sekitar 60 kelompok tani. Satu kelompok tani terdiri atas 25 orang. Bisa dibayangkan jika perkebunan kelapa sawit masuk dan menggusur lahan pertanian kami, ratusan petani akan kehilangan lahan dan pekerjaan, ujarnya. Darsani (50), Ketua Kelompok Tani Kabuo I, mengatakan, petani sepakat menolak perkebunan kelapa sawit yang mengancam lahan pertanian meskipun perusahaan itu mengantongi izin dari pemerintah daerah. Kami tak sudi melepas tanah kami yang sudah kami kerjakan secara turun temurun, ujarnya. Menurut Darsani, jika perusahaan perkebunan kelapa sawit mengambil alih lahan pertanian, petani di daerahnya akan sengsara. Kami tak mungkin bekerja di perusahaan itu karena usia kami rata-rata di atas 50 tahun. Selain itu, kami juga sudah terbiasa bercocok tanam padi, katanya. Secara terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel Dwitho Frasetiandy mengatakan, sejumlah lahan rawa potensial di Kalsel saat ini terancam dialihfungsikan. Lahan rawa potensial itu adalah lahan produktif untuk pertanian, peternakan, dan perikanan. Kebanyakan alih fungsi lahan itu untuk perkebunan kelapa sawit, katanya. Dari 550.000 hektar lahan rawa potensial di Kalsel, ujar Dwitho, izin perkebunan kelapa sawit sudah diberikan untuk lahan seluas 201.830 hektar. Jumlah perusahaan yang mengantongi izin sebanyak 19 perusahaan. Lahan yang dikerjakan tersebar di lima kabupaten, yakni Kabupaten Barito Kuala, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tapin.

Tunggu putusan MK
Sementara di Jawa Barat, petani Kabupaten Indramayu menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan

dan Pemberdayaan Petani. Sistem lelang dan sewa lahan negara yang tertera dalam UU itu dinilai memberatkan petani yang tak memiliki lahan. Amin Jalalen, petani asal Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Indramayu, menuturkan, sistem lelang lahan negara itu merugikan petani sepertinya yang tak memiliki lahan. Selama ini ia menggarap lahan telantar yang tidak produktif di kawasan hutan di Cikamurang, Indramayu. Lahan yang tidak terurus itu selama bertahun-tahun dikelolanya dan kini bisa ditanami padi. Saya khawatir dengan UU itu, negara bisa melelang lahan negara kepada segelintir pemilik modal. Petani dikalahkan, katanya. (JUM/REK)

You might also like