You are on page 1of 13

SEMINAR

TRANSFORMASI BENTUK KUBAH PADA MASJID DI INDONESIA


Disusun oleh : Chotijah M Kusumawati 080 212 027 Dosen Pembimbing : Ir. Rachmat Prijadi

LATAR BELAKANG
*
Arsitektur merupakan seni paling awal yang selalu menjadi representasi utama seni sebuah bangunan. Seperti halnya menara dan mihrab, secara historis kubah belum dikenal pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.Arsitektur terkemuka, Prof K Cresswell dalam Early Muslim Architecture menyatakan bahwa pada desain awal masjid Madinah sama sekali belum mengenal kubah. Dalam rekonstruksi arsitekturnya, Cresswell menunjukkan betapa sederhananya masjid yang dibangun Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Tujuan Pembahasan : Menambah wawasan para pembaca, khususnya paramahasiswa jurusan Tehnik Arsitektur, agar dapat mengetahuai sejarah dan bentuk-bentuk dari kubah itu sendiri dari masa ke masa, khususnya pada bangunan masjid di Indonesia

PEMBAHASAN
(Wikipedia) Kubah merupakan salah satu unsur arsitektur yang selalu digunakan. Ia berbentuk seperti separuh bola, atau seperti kerucut yang permukaannya melengkung (Wikipedia) Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla , langgar atau surau . Transformasi dapat diartikan mengadakan perubahan yang meliputi pada bentuk, tampilan luar, kondisi alam atau fungsinya, dan transformasi juga dapat diartikan merubah karakter pribadi. Bahwa dalam mengadakan transformasi tidak saja fisik yang bisa ditangani, akan tetapi juga bisa yang bersifat non fisik yangdapat dirasakan oleh seluruh indra. Namun dalam pembahasan ini ditekankan pada transformasi bentuk

Sejarah Kubah Masjid


Penggunaan kubah tercatat mulai berkembang pesat di periode awal masa Kristen. Struktur dan bentang kubah pada waktu itu tak terlalu besar, seperti terdapat pada bangunan Santa Costanza di Roma. Pada era kekuasaan Bizantium, Kaisar Justinian juga telah membangun kubah kuno yang megah. Pada tahun 500 M, dia menggunakan kubah pada bangunan Hagia Sophia di Konstantinopel. Melihat kemegahan gedung-gedung kristen dan romawi yang mengguanakan kubah, maka tergugahlah kekhalifahan islam untuk membangun masjid dengan kubah yang megah. Saat khalifah abdul malik (685-688 m) berkuasa, dibangun dome of the rock (kubah batu) atau lebih dikenal masjid umar di yerusallem. Inilah masjid pertama yang menggunakan kubah dalam sejarah arsitektur islam

Santa Costanza di Roma Dome of The Rock, Yerussalem

Bentuk kubah
Gaya dan bentuk kubah semakin bervariasi ketika Islam menyebar dan berinteraksi dengan budaya dan peradaban lain. Para arsitek Muslim pun tidak segan-segan untuk mengambil pillihan-pilihan bentuk yang sudah ada. Termasuk teknik dan cara membangun yang memang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat. Tak heran bila bentuk kubah masjid seringkali beradaptasi dengan budaya dan tempat dimana masyarakat Muslim tinggal.

Kubah belahan (hemispherical dome)

Kubah oktagonal

Kubah piring (saucer dome)

Kubah bentuk melon (melon dome) Kubah payung (umbrella dome)

Kubah layar (sail dome/pendetive dome)

Kubah bawang (onion dome)

Kubah bentuk buah pir (pear shaped dome)

Kubah tunas (bud dome)

Perkembangan Kubah Di Indonesia


Kehadiran kubah pada bangunan masjid-masjid di Indonesia terbilang masih baru. Atap kubah baru hadir di Indonesia pada akhir abad ke-19 M. Itu berarti, selama lima abad lamanya, bangunan masjid di Nusantara tak menggunakan atap. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru muncul pada pertengahan abad ke-20 M.Masjid pertama di Nusantara yang menggunakan atap kubah adalah Masjid Sultan di Riau, yang dibangun 1803, ketika direnovasi Yang Dipertuan Muda VII, Raja Abdul Rahman (1833-1843). Di Nusantara, sebelum Kubah dikenal, masjid umumnya beratap tumpang. Penggunaan kubah di Asia Tenggara dimulai setelah Perang Rusia-Turki pada 1877-1878 antara Rusia, Romania, Serbia, Montenegro, dan Bulgaria melawan Kekaisaran Ottoman, yang mencuatkan ide revitalisasi Islam dan Pan-Islamisme. Saat itu Kekaisaran Ottoman melancarkan gerakan budaya, termasuk pengenalan jenis masjid baru. Gerakan ini bergema di Asia Tenggara. Masjidmasjid tradisional beratap tumpang digantikan masjid kubah (qubbah) dengan minaret-minaret gaya Timur Tengah atau India Utara, Peter J.M. Nas dalam Masa Lalu Dalam Masa Kini: Arsitektur diIndonesia.

Perubahan itu terlihat pada Masjid Baiturrahman di Banda Aceh. Setelah dikuasai dan dibakar sebagian untuk meredam perlawanan rakyat Aceh, Belanda membangun kembali mesjid tersebut pada tahun 1879 dan rampung dua tahun kemudian dengan tambahan sebuah kubah. Arsiteknya adalah kapten Zeni Angkatan Darat Belanda (Genie Marechausse) de Bruijn.

Masjid Baiturrahman Aceh

Seiring dengan perkembangan zaman, atap kubah kemudian dikombinasikan dengan atap tumpang yang menjadi ciri khas Mesjid Jawa, sehingga muncullah kemudian bentuk-bentuk mesjid yang beratap tumpang dengan kubah pada puncak atapnya. Bentuk Mesjid seperti inilah yang hingga kini banyak dipakai di seluruh daerah di Indonesia, termasuk di daerah Gorontalo.

Mesjid Raya Al Bantani, Banten

Mesjid Baiturrahim, Limboto, Gorontalo

Atap tumpang yang di kombinasikan dengan kubah

Mesjid Agung Semarang

Studi kasus Masjid Raya Bandung

Masjid Raya Bandung yang telah mengalami perubahan bentuk kubah mengikuti perkembangan jaman di modern ini

Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat yang dulu dikenal dengan nama Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa Barat. Masjid ini pertama dibangun tahun 1810, dan sejak didirikannya, Masjid Agung telah mengalami delapan kali perombakan pada abad ke-19, kemudian lima kali pada abad 20

Dua menara kembar di sisi kiri dan kanan masjid setinggi 81 meter, yang menggunakan kubah

Atap mesjid raya bandung yang berbentuk limas bersusun tiga yang tidak memiliki kubah

Masjid Agung Bandung pada tahun 1929, dengan corak khas Sunda, tampak atap bale nyungcung Perubahan bentuk kubah pada masjid yang awalnya berbentuk limas bersusun tiga atau di sebut nyuncung kini tlah berubah bentuk menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang

Masjid Agung Bandung dan Alunalun Bandung tahun 1955-1970

Menjelang konferensi Asia Afrika pada tahun 1955, Masjid Agung Bandung mengalamai perombakan besar-besaran. Atas rancangan Presiden RI pertama, Soekarno, Masjid Agung Bandung mengalami perubahan total diantaranya kubah dari sebelumnya berbentuk nyungcung menjadi kubah persegi empat bergaya timur tengah seperti bawang.
Perombakan terakhir terjadi pada tahun 2001 sampai sampai peresmian Masjid Raya Bandung 4 Juni 2003 yang diresmikan oleh Gubernur Jabar saat itu, H.R. Nuriana. Masjid baru ini, yang bercorak Arab, menggantikan Masjid Agung yang lama, yang bercorak khas Sunda
Kubah Utama bercorak batik dan berbentuk setengah lingkaran, dengan diameter 30 m

2 buah kubah tambahan dengan ukuran yang lebih kecil dari kubah utama dengan diameter 25 m

KESIMPULAN
Kubah, merupakan salah satu unsur arsitektur yang selalu digunakan. Ia berbentuk seperti separuh bola, atau seperti kerucut yang permukaannya melengkung keluar. Kubah sendiri ternyata bukan berasal dari arsitektur islam pada bangunan masjid, melainkan dari bangunan kuil pada masa imperium Romawi atau Mesopotamia, dan berkembang pesat di periode awal masa Kristen, Melihat kemegahan gedung-gedung Kristen dan romawi yang menggunakan kubah, maka tergugahlah para khalifah untuk membangun masjid dengan kubah yang megah. Saat khalifah Abdul Malik (685-688) berkuasa, dibangunlah Dome of the Rock yang lebih dikenal sebagai masjid Umar di Yerusalem. Berdasarkan hasil analisa di atas bentuk kubah masjid di Indonesia bercirikan tradisional sesuai tempat daerah di bangunanya masjid itu, ada yang berbentuk joglo seperti masjid-masjid di jawa atau limas bersusun, kemudian bentuk kubah berkembang dengan masuknya arsitektur-arsitektur modern di Indonesia, dan bentuk kubah di Indonesia mengikuti gaya arsitektur Timur Tengah dan india

You might also like