You are on page 1of 3

Area Pulomas untuk Hunian Aturan Peruntukan Kawasan Mengacu Rancangan Kota Tahun 2004

Sekretaris Perusahaan PT Pulo Mas Jaya Nastasya Yulius mengatakan, pembangunan perumahan itu tidak melanggar ketentuan apa pun. Sesuai Panduan Rancang Kota Tahun 2004, peruntukan kawasan itu untuk hunian warga. Area pembangunan perumahan menurut rencana menempati lahan seluas 4 hektar di dalam kawasan terpadu pacuan kuda Pulomas.

Nastasya mengungkapkan, sejak 2004 wewenang PT Pulo Mas Jaya di kawasan Pulomas hanya terbatas di kawasan terpadu pacuan kuda Pulomas seluas 65 hektar yang meliputi ruang terbuka hijau di pacuan kuda (24,7 hektar). Sisanya empat bidang area bisnis, tiga bidang fasilitas umum, dan empat bidang area permukiman, kata Natasya, Kamis (3/4). Dari seluruh area terpadu pacuan kuda itu, tinggal dua bidang permukiman yang belum dibangun, yakni bidang seluas 4 hektar yang diprotes warga dan bidang seluas 1,2 hektar yang akan dibangun apartemen. PT Pulo Mas Jaya tak lagi mengelola permukiman warga dan area bisnis di luar kawasan terpadu pacuan kuda itu. Sejak 1992, area seluas 350 hektar itu telah diserahkan PT Pulo Mas Jaya kepada Pemerintah Provinsi DKI. Nastasya juga menjelaskan bahwa kawasan Pulomas secara alamiah juga rawan banjir karena dibangun di atas kawasan rawa. Itu pula sebabnya, kawasan itu dilengkapi Waduk Ria Rio sebagai pengendali banjir yang dilengkapi tiga pompa. Saat permukaan laut 1,9 meter, sesuai kenaikan muka laut di Peil Priok, tiga pompa itu pun dioperasikan untuk mengalirkan air dari Waduk Ria Rio ke Kali Sunter. Oleh karena itu, Nastasya menegaskan, pembangunan perumahan itu tak akan berdampak terhadap banjir di kawasan Pulomas. Sebab, banjir di kawasan itu sangat bergantung pada kondisi Waduk Ria Rio. Sejak Waduk Ria Rio ini membaik, dengan dikeruk dan diperluas, selama musim hujan kemarin hanya sekali terjadi banjir di Pulomas. Sementara tahun sebelumnya, banjir di Pulomas berlangsung satu minggu, katanya. Namun, Nastasya tak menampik jika terjadi ketimpangan informasi di kalangan warga dan pengembang sehingga ada unjuk rasa warga yang menolak pembangunan perumahan di Pulomas. Karena itu, dia akan

berusaha kembali memberikan sosialisasi peta rancangan kota kawasan Pulomas. Saya akan menggandeng dinas tata ruang dan beberapa dinas terkait untuk menjelaskan peruntukan kawasan Pulomas kepada warga. Sebab, yang mengatur tata ruang Pulomas pun adalah Pemerintah Provinsi DKI, katanya.

Kawasan hunian
Merespons polemik yang terjadi di Pulomas, Sekretaris Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Izhar Chaidir mengatakan, kawasan yang akan dikembangkan PT Pulo Mas itu masuk dalam area Urban Design Guideline (UDGL). Peruntukan kawasan ini diatur melalui peraturan gubernur DKI Jakarta, yakni Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan Terpadu Pacuan Kuda Pulomas Nomor 2961 tanggal 5 November 2004. Peruntukan kawasan ini sejak awal, kata Izhar, untuk permukiman warga. Hanya, sudah lama kawasan ini belum dimanfaatkan untuk permukiman, tetapi lebih banyak untuk ruang terbuka hijau (RTH) sehingga warga menganggap kawasan ini memang untuk RTH. Menurut Izhar, untuk mengubah peruntukan kawasan ini harus dilakukan dengan mengganti peraturan gubernur tersebut. Untuk sementara tetap mengacu pada ketentuan yang ada sebab belum ada perubahan peraturan gubernur, kata Izhar. Penjelasan Izhar senada dengan ketentuan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta. Sesuai Pasal 566 huruf (c) RDTR DKI Jakarta, kawasan pacuan kuda Pulomas akan dikembangan sebagai kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa, hunian serta wisata olahraga, dan rekreasi skala internasional. Saat ini, Pemprov DKI mulai menata kawasan ini setelah bertahuntahun tertidur. Penataan diawali dengan menormalisasi Waduk Ria Rio seluas 26 hektar. Bukan hanya difungsikan kembali sebagai pengendali banjir, kawasan ini akan dikembangkan menjadi pusat bisnis, RTH, sarana rekreasi, hotel, dan hiburan berupa panggung terbuka. Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna, mengatakan, untuk mengatasi kasus konflik tata ruang di Pulomas, disarankan ada badan yang ditunjuk dan berwenang memediasi konflik kepentingan. Konflik kepentingan merupakan risiko umum yang sering muncul dalam tata ruang atau pemanfaatan ruang kota. Dalam hal ini, DKI sudah mengusulkan adanya badan atau lembaga advokasi penataan ruang. Namun, pembentukan tim ini ditolak pemerintah pusat. Jadi, menurut saya, ketika ada gugatan terhadap penyelenggaraan tata ruang, masyarakat harus punya tempat mengadu atau berkonsultasi. Sebab, kalau langsung ke pemerintah daerah itu susah karena yang membuat rencana atau aturan tata ruang pemerintah sendiri, kata Yayat. Jadi, menurut Yayat, karena RDTR sarat kepentingan, mediasi menjadi

jalan keluar. Sebab, kalau sudah ada konflik, sebagaimana jamak terjadi, pihak dengan modal kuat sering muncul sebagai pemenang. Padahal, tujuan adanya aturan tata ruang adalah menjamin kesetaraan dalam hak dan kewajiban serta menjamin masyarakat kurang mampu mendapat tempat layak. Sumber: Kompas/04 April/2014

You might also like