Professional Documents
Culture Documents
-1
cm
-1
Elektronegatifitas 1.33
Konfigurasi Elektron [Kr] 4d
2
5s
2
Formasi Entalphi 21 kj / mol
Konduktifitas Panas 22.7 Wm
-1
K
-1
Potensial Ionisasi 6.84 V
Titik Lebur 2128 K
Bilangan Oksidasi 4
Kapasitas Panas 0.278 jg
-1
K
-1
Entalphi Penguapan 590.5 kj / mol
8
2.3. Senyawa Zircon (ZrSiO
4
)
Zircon atau zirconium silikat (ZrSiO
4
) merupakan mineral zirconium
yang paling banyak di bumi. Zircon ditemukan dalam bentuk mineral aksesori
pada batuan baku hasil pembekuan magma yang kaya akan silica seperti granit,
pegmatte, dan nepheline syenite. Batuan sediment juga mengandung zircon
namun dalam jumlah kecil. Zircon ditemukan terkosentrasi dengan mineral berat
lainnya seperti ilmenit, rutile, monazite, leucoxene dan garnet pada pasir sungai
dan pantai dengan kandugan utama besi dan titanium. Zircon memiliki melting
point sekitar 2550C
[4]
.
Zircon juga merupakan mineral yang berifat tahan korosi dan kestabilan
pada tempratur tinggi yag baik. Zircon tidak larut dalam air namun larut dalam
larutan asam serta dapat mengendap pada larutan basa.Pada umumnya warna dari
zircon bervariasi dari putih bening,kuning,kehijauan, coklat kemerahan, kuning
kecoklatan, hingga gelap. System kristalnya dapat berupa monoklinik,
heksagonal,tetragonal dan dipiramid. Berat jenis dari zircon 4,6-5,8
[5]
.
Tabel 2.2. tabel mineral penghasil senyawa zirconia
No. mineral Persentase zircoia
1. Zircon 66%
2. Baddeleyite 97 %
9
2.4. Senyawa Zirconia (ZrO
2
)
Zirconia merupakan material keramik yang berbentuk oksida kristalin
hasil dari ekstraksi pasir zircon. Zirconia memiliki sifat-sifat yang istimewa
diantaranya memiliki temperatur refraktori sebesar 2750, mudah untuk
bertransformasi fasa untuk menghasilkan sifat mekanik tertentu, serta mudah
untuk distabilkan dengan oksida logam yang lain untuk memodifikasi sifat
fisik,mekanik dan kimianya. Zirconia memilki sifat polimorf dimana pada suhu
yang sangat tinggi (> 2370 C) bahan tersebut memiliki struktur kubik. Pada
suhu menengah (1170-2370 C) memiliki struktur tetragonal,sedangkan pada
temperatur rendah (di bawah 1170 C) membentuk struktur monoklinik
[6]
.
Sumber utama penghasil zirconia yaitu zircon (ZrSiO
4
) yang terdapat
pada pasir zircon serta baddeleyite (ZrO
2
). Untuk menghasilkan zirconia dari
zircon tentunya perlu dilakukan pemurnian sedangkan pada baddeleyite tidak
perlu dilakukan pemurnian lagi.
Zirconia cukup stabil secara kimia pada temperatur rendah. Bentuk
struktur yang diperoleh pada temperatur rendah adalah monoklinik dengan
densitas murni sekitar 5.56 gr/ml. dalam industri manufacture secara luas kita
dapat menemukan zirconia sebagai pelapis pada tungku pelebur, tegel, kiln
furniture dan aplikasi mekanik sebagai cutting tools.
Selain itu dalam satu dekade ini zirconia (ZrO
2
) digunakan sebagai salah
satu komponen di solid oxide fuel cell (SOFC) dan oxygen sensor. Pada solid
oxide fuel cell (SOFC) zirconia (ZrO
2
) berfungsi sebagai electrolyte material.
solid oxide fuel cell (SOFC) beroprasi antara 650 - 1000C, dimana pada keadaan
10
tersebut terjadi konduksi ionic ion oxygen (O=), dan (Ni- ZrO
2
) bertindak sebagai
anoda serta strontium-doped lanthanum magnetite sebagai katodanya
[7]
.
Ada beberapa cara yang selama ini sudah dilakukan untuk mendapatkan
zirconia, cara tersebut yaitu :
1. Dekomposisi zircon pada temperatur 1750C pada reactor atau tungku listrik
yang kemudian diikuti dengan pendinginan cepat sehingga dapat memisahkan
ZrO
2
dan SiO
2.
2. Teknik Lime Fusion
tenik ini dilakukan dengan cara mendekomposisi zircon bersama CaO pada
temperatur 1600C.
ZrSiO
4
+ CaO ZrO
2
+
CaSiO
3
3. Teknik Dekomposisi plasma
teknik ini dilakukan dengan cara mendekomposisi zircon dengan
menggunakan reactor stabil plasma argon pada temperature 6000 - 15000C
dan kemudian meng-quenchnya sehingga zircon tersebut terdisosiasi menjadi
ZrO
2
dan SiO
2.
4. Alkali Fusion
Teknik ini dilakukan dengan menggunakan logam alkali sebagai fluxing agent
untuk mendekomposisi zircon pada temperatur 600 - 700C sehingga
terbentuk senyawa-senyawa seperti natrium zirconat dan natrium silikat.
ZrSiO
4
+ 4NaOH Na
2
ZrO
3
+ Na
2
SiO
3
+ 2H
2
O
11
2.5. Carbon
Carbon atau zat arang merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C
dan nomor atom 6 pada tabel periodik. Sebagai unsur golongan 14 pada tabel
periodik, carbon merupakan unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang
berarti bahwa terdapat empat elektron yang dapat digunakan untuk membentuk
ikatan kovalen. Terdapat tiga macam isotop carbon yang ditemukan secara alami,
yakni
12
C dan
13
C yang stabil, dan
14
C yang bersifat radioaktif dengan waktu
paruh peluruhannya sekitar 5730 tahun. Carbon merupakan salah satu dari
beberapa unsur yang diketahui keberadaannya sejak zaman kuno. Istilah "carbon"
berasal dari bahasa Latin carbo, yang berarti batu bara. Carbon memiliki
beberapa jenis alotrop, yang paling terkenal adalah grafit, intan, dan carbon
amorf. Sifat-sifat fisika carbon bervariasi bergantung pada jenis alotropnya.
Sebagai contohnya, intan berwarna transparan, manakala grafit berwarna hitam
dan kusam. Intan merupakan salah satu materi terkeras di dunia, manakala grafit
cukup lunak untuk meninggalkan bekasnya pada kertas. Intan memiliki
konduktivitas listik yang sangat rendah, sedangkan grafit adalah konduktor listrik
yang sangat baik. Di bawah kondisi normal, intan memiliki konduktivitas termal
yang tertinggi di antara materi-materi lain yang diketahui. Semua alotrop carbon
berbentuk padat dalam kondisi normal, tetapi grafit merupakan alotrop yang
paling stabil secara termodinamik di antara alotrop-alotrop lainnya. Semua
alotrop carbon sangat stabil dan memerlukan suhu yang sangat tinggi untuk
bereaksi, bahkan dengan oksigen. Keadaan oksidasi carbon yang sangat umum
ditemukan adalah +4, manakala +2 dijumpai pada carbon monoksida dan
12
senyawa kompleks logam transisi lainnya. Sumber carbon anorganik terbesar
terdapat pada batu kapur, dolomit, dan carbon dioksida, sedangkan sumber
organik terdapat pada batu bara, tanah gambut, minyak bumi, dan klatrat metana.
Carbon dapat membentuk lebih banyak senyawa daripada unsur-unsur lainnya,
dengan hampir 10 juta senyawa organik murni yang telah dideskripsikan sampai
sekarang. Carbon termasuk unsur paling berlimpah ke-15 di kerak Bumi dan ke-4
di alam semesta. Carbon terdapat pada semua jenis makhluk hidup, dan pada
manusia, carbon merupakan unsur paling berlimpah kedua (sekitar 18,5%)
setelah oksigen. Keberlimpahan carbon ini, bersamaan dengan keanekaragaman
senyawa organik dan kemampuannya membentuk polimer membuat carbon
sebagai unsur dasar kimiawi kehidupan. Unsur ini adalah unsur yang paling stabil
di antara unsur-unsur yang lain, sehingga dijadikan standar dalam mengukur
satuan massa atom.
Carbon memiliki berbagai bentuk alotrop yang berbeda-beda, meliputi
intan yang merupakan bahan terkeras di dunia sampai dengan grafit yang
merupakan salah satu bahan terlunak. Carbon juga memiliki afinitas untuk
berikatan dengan atom kecil lainnya, sehingga dapat membentuk berbagai
senyawa dengan atom tersebut. Oleh karenanya, carbon dapat berikatan dengan
atom lain (termasuk dengan karbon sendiri) membentuk hampir 10 juta jenis
senyawa yang berbeda. carbon juga memiliki titik lebur dan titik sublimasi yang
tertinggi di antara semua unsur kimia. Pada tekanan atmosfer, carbon tidak
memiliki titik lebur karena titik tripelnya ada pada 10,8 0,2 MPa dan 4600
300 K, sehingga ia akan menyublim sekitar 3900 K.
13
Carbon dapat menyublim dalam busur carbon yang memiliki temperatur
sekitar 5800 K, sehingga tak peduli dalam bentuk alotrop apapun, carbon akan
tetap berbentuk padat pada suhu yang lebih tinggi pada titik lebur logam tungsten
ataupun renium. Walaupun carbon secara termodinamika mudah teroksidasi,
carbon lebih sulit teroksidasi daripada senyawa lainnya (seperti besi dan
tembaga). Carbon merupakan unsur dasar segala kehidupan di Bumi. Walaupun
terdapat berbagai jenis senyawa yang terbentuk dari carbon, kebanyakan carbon
jarang bereaksi di bawah kondisi yang normal. Di bawah temperatur dan tekanan
standar, carbon tahan terhadap segala oksidator terkecuali oksidator yang terkuat.
Carbon tidak bereaksi dengan asam sulfat, asam klorida, klorin, maupun basa
lainnya. Pada temperatur yang tinggi, carbon dapat bereaksi dengan oksigen,
menghasilkan oksida carbon dalam suatu reaksi yang mereduksi oksida logam
menjadi logam. Reaksi ini bersifat eksotermik dan digunakan dalam industri besi
dan baja untuk mengontrol kandungan carbon dalam baja.
Tabel 2.3. Tabel sifat-sifat carbon
Struktur kristal heksagonal
Bilangan oksidasi 4, 2
Elektronegativitas 2,55
Energi ionisasi 1086,5 kJ/mol ke-2: 2352,6 kJ/mol ke-
3: 4620,5 kJ/mol
Jari-jari atom 70 pm
Konduktivitas termal (300K) (119165) W/(mK)
Difusivitas termal (300 K) (5031300) mm/s
14
2.6. Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk merupakan ilmu yang membahas mengenai proses
pengerjaan dari suatu unsur atau senyawa logam yang berwujud serbuk, proses
ini dapat disertai pemanasan akan tetapi suhu harus berada di awah titik cair
serbuk.
Gambar 2.1. Diagram pembuatan serbuk
Selain proses-proses di atas terdapat proses tambahan dalam pembentukan
serbuk, diantaranya :
2.6.1. Milling
Milling merupakan suatu proses pengadukan dari suatu material yang
bertujuan agar ukuran partikel dari material tersebut menjadi lebih kecil. Proses
milling juga dapat memudahkan terjadinya pencampuran (mixing) dua zat atau
lebih.
15
2.6.2. Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pembuatan pellet (padatan) dari suatu
material yang berbentuk serbuk. Biasanya kompaksi dilakukan sebelum proses
pembakaran, hal ini bertujuan agar pada saat proses pembakaran atau pemanasan
terjadi perubahan fasa dari material tersebut.
2.6.3. Kalsinasi
Kalsinasi pada percobaan ini didefinisikan sebagai proses pemanasan
dengan tujuan memicu terjadinya perubahan susunan atom pada senyawa yang
direaksikan serta dapat pula memicu terjadinya perubahan struktur kristal dari
senyawa tersebut.
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam proses kalsinasi beserta hal yang
terjadi selama proses tersebut :
1. Pada tahap ini terjadi pelepasan ikatan, penghilangan cairan yang terkandung
dalam sampel dan konversi zat additive seperti organometallic atau polimer.
Secara tipikal biasanya penahanan temperatur pertama ini dilakukan dalam
temperatur yang masih rendah yaitu hanya sekitar beberapa ratus derajat.
Peningkatan laju temperatur harus dikontrol secara hati-hati, selain itu jika
dillakukan proses pemanasan dengan cepat maka akan mengakibatkan sampel
mendidih dan penguapan dari bahan organik, menjadikan sampel tersebut
menggembung atau bahkan dapat memusnahkan sampel tersebut.
2. meningkatkan terjadinya proses homogenisasi kimia atau terjadinya reaksi
pada komponen serbuk.
16
3. peningkatan temperatur untuk menuju keadaan isothermal kalsinasi (proses
kalsinasi dalam temperatur yang sama)
4. Isothermal kalsinasi, dalam proses ini terjadi densifikasi utama dan
pengembangan mikrostruktur yang kemudian diikuti oleh pendinginan secara
lambat.
5. penahan temperatur untuk untuk pendinginan akhir dari tahap pendinginan
selanjutnya
6. mengurangi internal stress atau memberikan kesempatan pada presipitasi
(penyisispan) atau reaksi yang lainnya
[8]
.
Gambar 2.2. Grafik hubungan temperatur dengan waktu
Dalam isothermal kalsinasi, temperatur meningkat secara monoton sampai
pada penahan temperatur kalsinasi (secara tipikal 0.5 sampai 0.8 dari temperatur
leleh untuk kalsinasi pada zat padat, atau berapapun dibawah temperatur eutectic
untuk fasa liquid), dan kemudian didinginkan dibawah temperatur ruang. Pada
T
time
heat
Isothermal
17
umumnya lama waktu penahanan sebanding dengan lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk menaikkan temperatur hingga temperatur penahanan. Lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur ini dibatasi oleh ukuran
sampel dan karakteristik panas dari furnace yang digunakan. Waktu penaikkan
temperatur untuk ukuran sampel yang besar membutuhkan waktu yang lama, hal
ini dilakukan untuk menghindari gradien temperatur yang dapat menyebabkan
cracking (kerusakan/pecah) atau pembentukan lapisan luar yang memadat namun
bagian intinya tidak memadat secara sempurna, hal ini merupakan hasil dari
densifikasi yang berbeda.
Selama fasa penaikan suhu dalam kalsiasi isothermal, proses densifikasi dan
perubahan mikrostruktur tejadi secara signifikan. Isothermal sintering dipilih
untuk memperoleh densitas akhir yang dibutuhkan dalam batas-batas waktu yang
masuk akal. Temperatur kalsinasi yang tinggi dapat mempercepat proses
densifikasi, tetapi pertumbuhan butir juga meningkat. Jika temperatur kalsinasi
terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan butir yang abnormal sehingga
dapat membatasi densitas akhir.
Adapun hasil pembuatan serbuk dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
serbuk paduan dan serbuk berlapis, adapun perbedaannya dapat dilihat pada tabel
2.4.
18
Tabel 2.4. Tabel perbedaan serbuk paduan dan berlapis
2.7. XRD
XRD merupakan suatu teknik karakterisasi nonkontak dan non desktruktif
yang sangat presisi untuk mengidentifikasi fasa kristalin yang terdapat dalam
suatu material. XRD juga dapat digunakan untuk menginvestigasi structural dari
suatu material seperti strain state, ukuran kristal, komposisi fasa, orientasi dan
struktur defek. XRD memberikan akurasi yang tidak tertandingi untuk mengukur
spasi atom dan puncak hasil XRD dapat digunakan untuk analisa kuantitatif yang
akurat akan susunan atom suatu material.
2.7.1. Prinsip XRD
Siar X adalah bentuk radiasi dari radiasi gelombang electromagnet,
dihasilkan dari benda yang ditumbuk oleh electron. Panjang gelombang sinar X
dari 10
10
sampai 10
-8
m,dan hanya 0,3 2,5 yang digunakan untuk difraksi
sinar X. sinar X memiliki daya penetrasi yang besar sehingga sinar X dapat
dipakai untuk mengetahui periodisitas kristal.
Serbuk Paduan Serbuk Berlapis
Lebih mudah dibuuat Dapat dilapisi unsur tertentu
Tekanan lebih rendah Setiap partikel tersalut dengan rata
Sifat yang dihasilkan sama dengan
paduannya
Mengadopsi karakteristik tertentu dari
bahan pelapisnya
Komposisi paduan tinggi Lapisan serbuknya jauh lebih homogen
Menghasilkan karakteristik yang
diinginkan
19
Apabila sebuah gelombang sinar X ditembakkan pada material kristalin ,
maka fenomena yang dapat teramati adalah difraksi dari sinar X dengan sudut
bervariasi tergantung pada gelombang pertama. Hukum yang digunakan pada
sinar X adalah hukum bragg, yaitu:
n = 2 d sin
pada gambar diatas terlihat fenomena dari difraksi sinar X. secara
eksperimen hukum bragg dapat diamati melalui dua cara yaitu dengan metode
analisa struktur dan metode X ray spectroscopy. Pada metode analisa struktur kita
menggunakan panjang gelombang () tertentu dan mengukur () sehingga kita
dapat meghitung nilai panjang kisi (d), sedangkan pada metode X ray
spectroscopy panjang kisi (d) sudah diketahui dan kemudain mengukur () lalu
kita akan mengetahui nilai panjang gelombang ().
2.7.2. Difraktometer
Alat yang digunakan untuk menganalisa struktur kristal material
dinamakan difraktometer yang terjadi pada tabung Coolidge.
Gambar 2.3. Diagram refleksi sinar-x pada bidang kisi
20
Gambar 2.4. proses pembentukan sinar x pada tabung Coolidge.
Sebuah tabung sinar X memiliki dua elektroda, sebuah anoda (material
target) yang dipertahankan pada potensial netral (ground), dan sebuah katoda
dipertahankan pada tegangan potensial negative yang tinggi, biasanya pada rentan
30.000 sampai 50.000 volt agar dapat mendifraksi. Tabung sinar X terbagi atas
dua tipe berdasarkan pada jenis suplai electron pada tabung tersebut., yaitu:
a). Tabung gas ( gas tube), electron pada tabung ini dihasilkan dari ionisasi
sejumlah kecil gas ( udara residu dari tabung yang terevakuasi.Tabung ini
merupakan tabung sinar X yang pertama yang diguakan oleh Roentgen. Tipe
tabung jenis ini sudah tidak terpakai lagi.
b). Tabung Filamen ( filament tube), tabung ini ditemukan oleh Coolidge pada
tahun 1913. tabung ini terdiri dari tabung gelas yang divakum, pada satu
bagian terdapat anoda dan bagian lain terdapat katoda. Untuk katoda terdapat
tungsten, dan untuk anoda sebagai material target digunakan blok tembaga
yang didinginkan oleh air.
21
Pada dasarnya sebuah alat difraktometer dirancang dengan penggunaan
detector penghitung (counter) yang dapat digerakkan. Pada istrumen tersebut
yang terpenting adalah digunakan radiasi sinar monokromatik dan
menggunakan detektor sinar X ( film atau counter) yang diletakkan
disekeliling lingkaran dan serbuk specimen sebagai pusat lingkaran tersebut.
2.8. Mechanical Activation /Aktivasi Mekanis
Mechanical Activation /Aktivasi Mekanis adalah proses fisik yang terjadi
pada bahan atau zat kimia di dalam mesin penggerak mekanis yang dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan struktur ketika diberi perubahan temperatur.
Pada penelitian ini proses aktivasi mekanis terjadi pada mesin milling, di mana
atom-atom senyawa atau unsur yang dicampur akan mengalami tumbukan
sehingga terjadi pengecilan jari-jari atom yang nantinya akan mempermudah
Gambar 2.5. Prinsip difraksi sinar-x pada monokristal 1) kolimator, 2)
target, dan 3) counter
22
proses pencampuran (mixing) ataupun penguraian (dekomposisi) setelah dipicu
dengan perubahan temperatur biasanya temperatur kalsinasi.
Gambar 2.6. Gambar perubahn ukuran atom setelah proses milling
2.9. Ukuran Kristal
Semua logam serta beberapa jenis material keramik dan polimer
membentuk suatu susunan kristal, yang tentunya material tersebut dalam keadaan
membeku atau padatan. Dengan terbentuknya susunan kristal ini berarti atom-
atom berada pada posisi yang teratur dan berulang dalam pola tiga dimensi. Pola
teratur dalam jangka panjang yang menyangkut puluhan jarak atom dihasilkan
oleh koordinasi atom dalam bahan, disamping itu pola ini terkadang menentukan
pula bentuk luar dari kristal.
Tabel 2.5. Tabel sistem kristal
Sistem Sumbu ( axes ) Sudut Sumbu
( axial angel )
Kubik a=b=c = ==90
Tetragonal a=bc = ==90
Ortorombik abc = ==90
23
Monoklinik abc ==90
Triklinik abc 90
Heksagonal a=bc = = 90; =120
Rombohedral a=b=c = =90
Pada table di atas dapat terlihat beberapa bentuk sistem kristal serta
perbedaan pada sudut yang dibentuk serta jarak antar atom penyusun kristalnya.
Sedangkan untuk menghitung ukuran kristal dari sampel yang sudah di karakterisasi
dengan XRD dapat digunakan metode linieritas Williamson Hull Plot
Dimana :
FW (S) = Perbandigan lebar puncak dengan tinggi puncak
K = 0.94
= panjang gelombang yang digunakan
= sudut pada peak yang muncul
0 =
Strain
Adapun bentuk dari sistem kristal dapat dilihat pada gambar 2.11
( ) ( ) ( )
sin 4 cos +
= Strain
Size
K
S FW
24
Gambar 2.7. Gambar sistem kristal
25
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas pelaksanaan penelitian yang secara garis besar yang dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu karakterisasi awal dan preparasi, proses mechanical
activation, dan karakterisasi akhir. Pada bagian karakterisasi awal dan preparasi
akan dibahas mulai dari bahan dasar pasir kalimantan yang diasumsikan
mengandung senyawa zircon sampai didapatkan sampel awal senyawa zircon tanpa
pengotor. Pada bagian mechanical activation akan dibahas tahapan yang dilakukan
hingga proses pemanasan, sedangkan pada bagian karakterisasi akhir akan dibahas
hasil XRD serta perhitungannya.
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Fisika LIPI PUSPIPTEK Serpong
selama tiga bulan sejak tanggal 21 februari hingga 1 mei 2011.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Pasir zircon dari Kalimantan
2. Carbon ( jenis carbon black )
3. Silica murni
4. Etanol
26
Bahan dasar pasir zircon yang digunakan didapat langsung dari Kalimantan
sedangkan carbon black, silica murni dan etanol disediakan oleh Pusat Penelitian
Fisika, LIPI - PUSPIPTEK, Serpong.
Alat yang digunakan yaitu:
1. Kertas timbang
2. Timbangan
3. Plastik sampel
4. Spatula
5. HEM ( Camber, Ball mill )
6. Alat Kompaksi
7. Tungku heat treatment
27
3.3. Tahapan Penelitian
Bagian ini memaparkan keseluruhan rangkaian penelitian secara umum yang
ditunjukan dengan diagram alir pada gambar 3.1
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
Preparasi alat dan bahan
Karakterisasi awal sampel
dengan XRD
Milling dengan variasi waktu 5 jam,10
jam dan 15 jam
Kompaksi dengan tekanan 70 gr/cm
2
Kalsinasi dengan variasi temperatur
800C,100C dan 1200C
Karakterisasi akhir
sampel dengan XRD
28
Sedangkan parameter dalam penelitian ini mengacu pada literatur dan hasil
penelitian sebelumnya serta memperkirakan dari proses reaksi yang akan terjadi.
Pada penelitian ini, perbandingan mol serbuk zircon dengan karbon yaitu 1 : 1 ,
perbandingan ini disesuaikan dengan persamaan reaksi awal yaitu :
ZrSiO
4
+ C ( reaksi awal)
ZrSiO
4
+ 3C ZrO
2
+ SiC + 2CO
( reaksi akhir/ setimbang)
Dari perbandingan mol tersebut akan diperoleh perbandingan massa yang akan
digunakan dari masing-masing senyawa. Sedangkan untuk temperatur yang
digunakan yaitu 800C, 1000C dan 1200C. penggunaan suhu 800C karena pada
stemperatur tersebut senyawa zircon sudah dapat berubah fasa serta akan dilihat
perbedaan dari segi bentuk kristal maupun persentase zirconia yang akan terbentuk
[10]
.
3.3.1. Preparasi Bahan
Pada tahap ini semua bahan disiapkan, kemudian sampel disiapkan untuk
diseparasi, tahap ini bertujuan memisahkan sampel dengan pengotor dari unsur
logam yang tidak diperlukan, namun karena sampel yang didapat sudah di separasi
maka dalam penelitian ini sampel tidak diseparasi lagi.
29
Gambar 3.2. Proses Separasi Sampel
3.3.2. Karakterisasi Awal Sampel Dengan XRD
Pada tahap ini sampel ( pasir zircon ) yang sudah bersih dari pengotor
dikarakterisasi dengan XRD,tujuannya agar terlihat spesifikasi dari sampel sehingga
30
sampel yang berupa serbuk ini siap untuk diproses lebih lanjut. Krakterisasi ini
menggunakan XRD tipe Simazzu 7000 dengan logam target Cu.
3.3.3. Proses Milling Sampel Uji
Sampel yang sudah dikarakterisasi ( pasir zircon ) dicampur dengan carbon
black sesuai dengan perbandingan yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Pebandingan mr,mol dan massa ZrSiO
4
dengan
Carbon
Proses pencampuran ini dilakukan dengan alat penggerak mekanis berupa
ball milling, namun sebelumnya camber atau wadah untuk mencampur dibersihkan
terlebih dahulu dengan etanol dan sedikit silica dengan tujuan agar camber tidak
tekontaminasi unsur lain. Proses milling untuk membersihkan camber selama 30
menit, setelah itu mengeluarkan silica dan etanol dari camber sampai bersih
kemudian masukkan serbuk zircon dan carbon yang sudah ditimbang, untuk sampel
pertama milling selama 5 jam kemudian dilanjutkan dengan milling 10 jam dan 15
jam.
Mr Mol Massa ( gr)
ZrSiO
4
183 n 183
Carbon black (C) 12 n 12
31
Gambar 3.3. HEM
32
3.3.4. Kompaksi/Pembuatan Pelet
Setelah sampel dicampur melalui proses milling kemudian dilakukan proses
kompaksi agar sampel mejadi bentuk pellet. Proses ini bertujuan agar lebih mudah
terbentuk kristal senyawa zirconia pada sampel ketika dikalsinasi.Untuk pembuatan
pellet sampel yang sudah dimilling dikeluarkan dari camber lalu timbang 4 gram,
kemudian masukkan ke alat kompaksi serta tambahkan sedikit (2 sendok spatula)
etanol. Untuk mendapatkan hasil pellet yang baik tekanan ditahan pada posisi 70
gr/cm
2
selama 3 menit.
Gambar 3.4. Alat Kompaksi
33
3.3.5. Kalsinasi
Sampel yang sudah dibuat pellet kemudian dikalsinasi menggunakan suhu
800C,1000C dan 1200C dan ditahan selama 2 jam. Proses kalsinasi membutuhkan
waktu yang cukup lama, hal ini dikarenakan kenaikan suhunya secara perlahan serta
waktu untuk pendinginannya relative sama dengan waktu untuk mencapai suhu
tingginya.
Gambar 3.5. Tungku Heat Treatment
34
3.4. Karakterisasi Akhir Sampel Uji Dengan XRD
Sampel yang sudah melalui proses kalsinasi dikarakterisasi dengan XRD,
jika permukaan sampel rata maka dapat langsung dikarakterisasi namun jika
permukaannya tidak rata sebaiknya sampel dihancurkan sehingga berbentuk serbuk
seperti pada sampel awal.
Gambar 3.6. Mesin XRD
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dibahas sampel hasil ekstraksi serta karakterisasi sampel
pasir zircon dengan XRD dan melihat perbandingannya dengan sampel awal.
Gambar 4.1. Zircon sebelum proses milling
36
4.1. Karakterisasi Awal
Sampel awal dikarakterisasi menggunakan XRD, dari hasil karakterisasi
dapat dilihat bahwa sampel merupakan senyawa zirconia silicat ( ZrSiO
4
).
ZrSiO4 awal
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
0 20 40 60 80 100
ZrSiO4 awal
Gambar 4.2. Grafik puncak-puncak senyawa zircon
37
Dari hasil karakterisasi awal muncul peak atau puncak-puncak milik zircon
( ZrSiO
4
) sesuai dengan literatur sudut (2) dari zircon itu sendiri, di mana sudut (2)
dari zircon berada pada 20, 27, 35,5, 68,9 dan 88,7 sesuai kode PDF dengan
nomor 06-0266
[4-5]
. Pada grafik terlihat hampir tidak ada puncak-puncak lain yang
muncul selain puncak dari senyawa zircon ( ZrSiO
4
) hal ini menandakan serbuk
zircon yang didapat sudah melalui proses separasi yang sangat baik. Namun pada
sampel awal sudah terdapat fasa zirconia dengan persentase 0.4 %.
Tabel 4.1. Persentase zirconia pada sampel awal
Kode PDF Fasa Persen Berat
060266 Zirconium silicat (ZrSiO
4
) 99.6 %
371413 Zirconia (ZrO
2
) 0.4 %
4.2. Hasil Karakterisasi Akhir Senyawa Zircon (ZrSiO
4
)
4.2.1. Hasil Karakterisasi Akhir Dengan Variasi Temperatur 800C, 1000C
,1200C Pada Milling 15 Jam
Pada karakterisasi akhir sampel dengan variasi temperatur yaitui 800C ,
1000C dan 1200C terdapat puncak-puncak baru yang berbeda pada hasil
karakterisasi awal. Puncak-puncak terebut adalah puncak milik senyawa zircon
(ZrSiO
4
), senyawa zirconia (ZrO
2
), senyawa silcon carbide ( SiC ) serta senyawa
silicon oxide ( SiO
2
).
38
Grafik puncak zircon untuk variasi temperatur pada milling
15 jam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0 20 40 60 80 100
Gambar 4.3. Grafik puncak sampel dengan variasi temperatur
pada milling 15 jam
Pada hasil karakterisasi sampel ini senyawa zirconia yang terbentuk
mengalami peningkatan dalam persentasenya, serta sudah terbentuk senyawa baru
selain dari senyawa zirconia. Persentase dari masing-masing senyawa yang terbentuk
dapat dilihat pada tabel 4.2.
1200C
1000C
800C
39
Tabel 4.2. Persentase senyawa-senyawa yang terbentuk pada variasi temperatur
Dari data tersebut terlihat bahwa persentase senyawa zirconia (ZrO
2
) semakin
tinggi ketika temperatur semakin naik atau dapat dikatakan persentase senyawa
zirconia (ZrO
2
) yang terbentuk berbanding lurus dengan temperatur kalsinasinya.
Namun pada senyawa zircon ( ZrSiO4 ) Berlaku sebaliknya. Hal ini berarti jika
temperatur kalsinasi yang digunakan semakin tinggi atau mendekati melting point
senyawa zircon (ZrSiO4), maka senyawa tersebut akan terdekomposisi dengan baik,
hal ini terlihat pada senyawa-senyawa yang terbentuk. Pada sampel awal hanya
terdapat senyawa zircon (ZrSiO4) dan sedikit senyawa zirconia ( ZrO
2
), namun
setelah diproses dengan metode mechanical activation serta pembakaran dengan
temperatur 800C,1000C dan 1200C terbentuk senyawa-senyawa baru yaitu silicon
carbide ( SiC ) dan silicon oxide ( SiO
2
). Hubungan persentase senyawa zirconia
(ZrO
2
) yang terbentuk dengan temperatur kalsinasinya dapat dilihat pada gambar 4.4.
Senyawa Temperatur Persen Berat
Zircon ( ZrSiO
4
)
800C 43.8 %
1000C 34.6 %
1200C 21.2 %
Zirconia ( ZrO
2
)
800C 23.1 %
1000C 34.5 %
1200C 39.4 %
Silicon Carbide ( SiC )
800C 23.1 %
1000C 20 %
1200C 30.3 %
Silicon Oxide ( SiO
2
)
800C 9.9 %
1000C 10.9 %
1200C 9.1 %
40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Gambar 4.4. Grafik hubungan temperatur terhadap senyawa zirconia yang terbentuk
Pada hasil karakterisasi akhir sampel dengan variasi temperatur juga dapat
dilihat perbedaan ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk dari masing-
masing temperatur yang digunakan. Untuk mendapatkan ukuran kristal yang
terbentuk dapat digunakan metode Linieritas Williamson Hull Plot dengan
persamaan :
Dimana : FW = Perbandingan tinggi puncak dengan lebar puncak
K = 0.94
= Panjang gelombang sinar X = 1.540598
Size = Ukuran kristal
( ) ( ) ( )
sin 4 cos +
= Strain
Size
K
S FW
41
Untuk ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk pada temperatur 800C
diperoleh ukuran kristal sebagai berikut:
y = -0.0002 X + 0.15
FW cos = - 4 strain sin + k / size
0.15 = k / size
size = k / 0.15
size = 0.94 x 1.540598 / 0.15
= 9.654414
y = -0.0002x + 0.15
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 1 2 3
Gambar 4.5. Linieritas Williamson Hull Plot untuk senyawa zirconia pada
temperatur 800C.
42
Untuk senyawa zirconia pada temperatur 1000C dan 1200C dilakukan
tahap yang sama untuk menghitung ukuran kristalnya seperti perhitungan di
atas.Ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk dengan variasi temperatur
pada milling 5 jam.
Senyawa Temperatur Ukuran Kristal
Zirconia
800C 9.654414
1000C 32.61626
1200C 38.41279
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa ukuran kristal dari senyawa zirconia
yang terbentuk semakin besar seiring makin besarnya temperatur yang digunakan,
hal ini sesuai dengan teori dasar tentang pembentukan kristal
[11]
dimana untuk
memperbesar ukuran kristal dibutuhkan temperatur yang tinggi pula.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Gambar 4.6. Grafik kecendrungan ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk
dengan temperatur
43
4.2.2. Hasil Karakterisasi Akhir Dengan Variasi Milling 5 Jam, 10 Jam Dan 15
Jam Pada Temperatur 800C
Pada karakterisasi akhir dengan variasi milling 5 jam, 10 jam dan 15 jam
memiliki grafik yang hampir sama dalam hal posisi ( 2 ) dari peak-peak yang
muncul namun berbeda dalam persentase senyawa-senyawa yang terbentuk.
Grafik puncak senyawa zircon untuk variasi
milling pada temperatur 800
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0 20 40 60 80 100
Gambar 4.7. Grafik puncak sampel dengan variasi milling
pada temperatur 800C
15 jam
10 jam
5 jam
44
Jika dilihat grafik yang terbentuk tidak memiliki perbedaan dalam posisi (2)
namun berbeda pada intensitasnya, hal ini berdampak pada persentase dari masing-
masing senyawa yang terbentuk. Persentase dari masing-masing senyawa dapat
dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Persentase senyawa-senyawa yang terbentuk pada variasi milling
Dari tabel tersebut terlihat perbedaan persentase senyawa zirconia (ZrO
2
)
yang terbentuk pada lama milling yang dilakukan pada sampel. Pada tabel terlihat
semakin lama sampel dimilling maka semakin bertambah persentase senyawa
Senyawa Milling Persen Berat
Zircon ( ZrSiO
4
)
5 Jam 45.6 %
10 Jam 45.3 %
15 Jam 43.8 %
Zirconia ( ZrO
2
)
5 Jam 17.4 %
10 Jam 20.5 %
15 Jam 23.1 %
Silicon Carbide ( SiC )
5 Jam 32.7 %
10 Jam 23.9 %
15 Jam 23.1 %
Silicon Oxide ( SiO
2
)
5 Jam 4.4 %
10 Jam 10.3 %
15 Jam 9.9 %
45
zirconia yang terbentuk walaupun tidak terlalu signifikan peningkatanya karena jika
dihitung secara kuantitatif hanya terjadi kenaikan sebesar 3 % saja.Pada senyawa
lain seperti senyawa zircon ( ZrSiO
4
) mengalami penurunan dalam hal persentase
namun tidak signifikan, fenomena yang sama juga terjadi pada senyawa silicon
carbide, sedangkan pada senyawa silicon oxide cendrung naik persentasenya
walaupun ada penurunan pada saat milling 15 jam, hal ini kemungkinan terjadi
akibat kesalahan pada saat proses pencampuran di dalam camber.Grafik hubungan
lama milling dengan persentase senyawa zirconia yang terbentuk dapat dilihat pada
gambar 4.8.
0
5
10
15
20
25
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Gambar 4.8. Grafik kecendrungan lama milling dengan persen berat
46
Pada hasil karakterisasi akhir sampel dengan variasi lama milling juga dapat
diketahui ukuran kristal dari senyawa zirconia yang terbentuk dengan menggunakan
metode yang sama yaitu menggunakan metode Linieritas Wlliamson Hull Plot. Untuk
sampel dengan lama milling 5 jam didapat ukuran kristal sebagai berikut.
y = -0.0394x + 0.1675
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Gambar 4.9. Linieritas Williamson Hull Plot untuk senyawa zirconia pada lama
milling 5 jam pada temperatur 800C.
y = -0.0394 X + 0.1675
FW cos = - 4 strain sin + k / size
0.1675 = k / size
size = k / 0.1675
size = 0.94 x 1.540598 / 0.1675
= 8.645744
47
Untuk sampel dengan lama milling 10 jam dan 15 jam dilakukan perhitungan
dengan metode yang sama dan didapat ukuran kristal seperti pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk dengan variasi lama
milling pada temperatur 800 C.
Senyawa Lama Milling Ukuran Kristal
Zirconia ( ZrO
2
)
5 Jam 8.645744
10 Jam 8.543729
15 Jam 6.869839
Dari tabel di atas terlihat perbedaan ukuran kristal senyawa zirconia yang
terbentuk semakin kecil ketika proses milling dilakukan lebih lama, hal ini karena pada
saat waktunya milling semakin lama maka partikel sampel akan semakin kecil sehingga
berdampak pada saat pembentukan kristal senyawa zirconia itu sendiri. Hubungan antara
ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk dengan lama milling dapat dilihat pada
gambar 4.10
48
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Gambar 4.10. Grafik kecendrungan ukuran kristal senyawa zirconia yang terbentuk
dengan lama milling pada temperatur 800 C
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.
Dengan metode Mechanical Activation senyawa zirconia sudah terbentuk pada
temperatur kalsinasi 800C.
2. Semakin tinggi temperatur kalsinasi yang digunakan maka semakin tinggi
persentase berat senyawa zirconia
yang dihasilkan, dan semakin besar pula
ukuran kristal yang dihasilkan.
3. Semakin lama waktu milling yang digunakan semakin meningkat senyawa
zirconia yang terbentuk, namun ukuran kritalnya semakin kecil
4. Persentase senyawa zirconia yang dihasilkan dengan metode Mechanical
Activation lebih tinggi yaitu 23.1% pada temperatur yang lebih rendah
dibandingkan dengan metode Alkali Fusion sebesar 15.9%
5.2. Saran
1. Untuk mendapatkan ekstrak senyawa zirconia yang lebih maksimal disarankan
untuk melakukan variasi waktu penahanan temperatur kalsinasi.
2. Perlu dilakukan penelitian unsur lain sebagai pengikat silica selain carbon black.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Effendi, Ruslan. 2001. Pengaruh Ukuran Partikel, Komposisi YTTRIA, dan Suhu
Sintering Terhadap Karakteritik Elektrolit Zirconia. Universitas Indonesia.
2. N.Rigopoulus, A. Oh, M.Yousuff, R.G. ODonnel and M.B. Trigg. The
Carbothermal Reduction of Zircon to Zirconia and Silicon Carbide for Ceramics
and Refractories.
3. Nugraha,Aditya Setiawan.2007. Ekstraksi Zirconia dengan Metode Alkali
Fusion.Institut Teknologi Bandung.
4. Newton, C. Robert. 2010. Free Energy of Zircon Based on Solubility
Measurments at High and Pressure. Memorial University. Canada.
5. Schuiling, D. Roelof. Gibbs.1976. Energies of Formation of Zircon,Thorite, and
Phenacite. Utrech University. Netherland.
6. http: // en. Wikipedia.org/wiki/ zirconia
7. http: // en. Wikipedia. Org/wiki/ zircon
8. Fu Yui, Tzen. 2010.Genesis of Guatemala Jadeitite and Related Fluid
Characteristics : Insight From Zircon. Institute of Earth Science. Taiwan.
9. Abdel-Rehim, Aly M. 2005. A New Technique for Extracting Zirconium from
Egyptian Zircon Concentrate. Alexandria University. Egypt.
10. Yamagata, Chieko. High Purity Zirconia and Silica Powders Via Wet Process :
Alkali Fusion of Zircon Sand. Universidade de Sao Paulo. Brazil.
51
11. Leture,P. 2001.Low Temperature Synthesis of Zircon by Sol-Gel Process.
12. Abdelkader, A.M. 2008.Novel Decomposition Method for Zircon. Cairo
University. Egypt.
13. Chandradass,J. Sop-Han, Kyong. 2008. Synthesis and Characterization of
Zirconia and Silica-Doped Zirconia Nanopowders by Oxalate Processing.
Changwan National Unervisity. South Korea.
14. Biswas, R.K.,Habib,M.A. Karmakar. 2010. A Novel Method for Process of
Bangladesh Zircon : Baking and Fusion with NaOH. Rajshahi University.
Bangladesh.
LAMPIRAN 1
Grafik Sampel Awal Dan Nilai Kuantitatif Senyawa Yang Terbentuk
LAMPIRAN 2
Grafik Sampel Akhir Dan Nilai Kuantitatif Senyawa Yang Terbentuk Untuk
Temperatur Kalsinasi 800C Pada Milling 5 Jam
LAMPIRAN 4
Grafik Sampel Akhir Dan Nilai Kuantitatif Senyawa Yang Terbentuk Untuk
Temperatur 1200C Pada Milling 15 Jam
LAMPIRAN 5
Grafik Sampel Akhir Dan Nilai Kuantitatif Senyawa Yang Terbentuk Untuk
Milling 5 Jam Pada Temperatur 800C
LAMPIRAN 6
Grafik Sampel Akhir Dan Nilai Kuantitatif Senyawa Yang Terbentuk Untuk
Milling 10 Jam Pada Temperatur 800C