You are on page 1of 66

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akses jalan merupakan faktor penting dalam ketercapaian volume batuan
yang dipindahkan. Sebelum menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka
perlu diketahui alat angkut yang akan melaluinya. Jalan yang baik akan
mendukung terpenuhinya target produksi yang diinginkan dan produksi per dump
truck juga akan baik.
Geometri jalan yang harus diperhatikan yaitu, lebar jalan angkut dan
kemiringan jalan. Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih
besar, panjang dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di
jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat
angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada
kecepatan normal dan aman. Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada
dimensi kendaraan angkut yang digunakan. Dalam proses penambangan terbuka,
alat angkut yang digunakan adalah dump truck (Awang suwandhi, 2004: 4).
Khususnya dibidang pertambangan yang merupakan salah satu sumber
pendapatan Negara yang cukup besar yang memiliki potensi jangka panjang,
serta membuka peluang kerja bagi masyarakat untuk ikut serta mengembangkan
potensi sumberdaya manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa HD785-7 Komatsu merupakan


alat angkut yang mempunyai kontribusi besar terhadap total produksi. Kegiatan
pengangkutan ini harus diiringi dengan kondisi jalan yang layak digunakan
sebagai jalan produksi. Harus sesuai dengan Teori Geometri Jalan Standar agar
tidak terjadi kecelakakan kerja. Dengan permasalahan tersebut, maka perlunya
mengontrol keadaan jalan yang akan dilaluai agar target produksi dan
keselamatan operator di area penambangan dapat dijalankan.
Berdasarkan survey yang dilakukan di lapangan masih ada poin-poin
geometri jalan yang tidak memenuhi kaedah menurut teori, seperti masih ada
area yang tidak memiliki safety berm, grade jalan ratarata masih mencapai
10%, sedangkan grade yang ideal nya 8% dan dumptruck tetap beroperasi
dalam keadaan terpaksa karena mengejar target produksi, masih terlihat bagian
jalan yang tidak pakai drainase, cross slope jalan angkut tidak jelas dan
kurangnya perawatan jalan, sehingga saat hujan air tidak mengalir ke drainase
secara maksimal. Berdasarkan hal itu, penulis akan membahas lebih lanjut
mengenai Evaluasi Jalan Angkut untuk Produksi Penambangan dari
Front Pit Limit ke Crusher IIIA dan IIIB pada Penambangan Batu Kapur
Bukit Karang Putih PT Semen Padang.

B. Identifikasi Masalah
Dalam pelaksanaan studi kasus, identifikasi masalah bertujuan untuk
mempermudah dalam penyelesain masalah yang akan dibahas, sehingga pada
tahap penyelesain masalah tersebut dapat terurut dengan baik. Dalam studi kasus
ini masalahnya dapat dikelompokkan:
1. Metode penambangan
2. Alat angkut yang digunakan
3. Geometri jalan tambang (Haulling road) belum memenuhi standar
4. Evaluasi jalan tambang
C. Batasan Masalah
Untuk lebih fokusnya penelitian ini maka penulis membatasi masalah
penelitian ini pada geometri jalan tambang PT Semen Padang yang meliputi:
1. Mengukur geometri jalan tambang PT Semen Padang
2. Menghitung geometri jalan tambang dengan menggunakan rumus berdasarkan
teori
3. Membandingkan standar jalan tambang yang ditetapkan menurut teori dengan
kondisi jalan di lapangan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
diuraikan di atas maka untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka penulis
merumuskan masalah ditinjau dari beberapa aspek diantaranya:

1. Bagaimana hasil analisis perhitungan geometri jalan tambang di PT Semen


Padang?
2. Bagaimana perbandingan antara kondisi jalan tambang di lapangan dengan
standar yang seharusnya ditetapkan pada perusahaan pertambangan?
3. Bagaimana hasil

evaluasi geometri jalan tambang dan faktor pendukung

untuk dapat diterapkan di PT Semen Padang?


E. Tujuan Studi Kasus
Tujuan studi kasus adalah untuk mengkaji permasalahan yang timbul
pada suatu objek pengamatan, sehingga dalam studi kasus pada jalan tambang
ini bertujuan untuk:
1. Mengungkapkan teknik geometri jalan tambang dan faktor pendukung
kelancaran dan keselamatan kerja pada jalan tambang PT Semen Padang
2. Mengukur perbandingan standar jalan tambang menurut teori dengan keadaan
nyata di lapangan.
3. Mengevaluasi geometri jalan tambang dan faktor pendukung kelancaran dan
keselamatan kerja pada jalan tambang PT Semen Padang dan memberikan
saran.
F. Manfaat Studi Kasus
1. Mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan di bangku kuliah, serta
menambah pengetahuan praktis mengenai kegiatan penambangan
terutama mengenai jalan tambang sebagai bekal didunia kerja nantinya.

2. Memberikan masukan kepada perusahaan tentang jalan tambang yang baik


dan benar, sehingga dapat menghasilkan jalan tambang yang sesuai dengan
standar yang berlaku pada perusahaan tambang di Indonesia.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Fungsi Jalan Angkut
Pemindahan tanah mekanis merupakan suatu proses penggalian dan
pemindahan tanah dengan menggunakan alat-alat mekanis dari front menuju
disposal. Dalam proses penambangan, proses ini mutlak dilakukan
sebagaimana yang diketahui bahwa cadangan tambang terdapat di bawah
permukaan bumi sehingga kita harus melakukan proses penggalian terlebih
dahulu untuk mendapatkan cadangan tambang tersebut. Volume tanah yang
akan dipindahkan biasanya dinyatakan dalam beberapa satuan volume yaitu
BCM (bank cubic meter), LCM (loose cubic meter) dan CCM (compacted
cubic meter).
Pemindahan tanah mekanis ini berkaitan erat dengan kondisi jalan
produksi. Seperti yang diketahui, akses jalan merupakan salah satu faktor
penting dalam ketercapaian volume tanah yang dipindahkan. Sebelum
menentukan geometri jalan yang akan dibuat maka kita harus mengetahui
volume tanah dan produktivitas alat angkut sehingga akan mendukung
tercapainya target produksi yang diinginkan dan produktivitas per alat angkut
juga akan baik. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
alat yang akan digunakan out put yang diinginkan, material yang akan digali
dan kondisi tempat kerja.

Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk


menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan
pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan
tambang harus di atasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan
aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan
(tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus
mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Jalur jalan di dalam
terowongan atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau
kendaraan yang akan melewatinya masuk secara bergantian (Awang
Suwandhi, 2004: 1)
Jalan

angkut

tambang

mempunyai

karakteristik

khusus

yang

membedakan perlakuan terhadap penanganannya dari pada jalan transportasi


umum. Karakteristik tersebut yaitu:
a. Jalan tambang selalu dilewati oleh alat berat yang mempunyai crawler
track (roda rantai) sehingga tidak memungkinkan adanya pengaspalan
b. Jalan tambang yang berada di area seam umumnya selalu mengalami
perubahan elevasi karena adanya aktivitas pengalian jejang
c. Lebar jalan tambang harus diperhatikan sesuai dengan fungsi jalurnya,
khususnya untuk jalur ganda atau lebih. Hal ini agar tidak terjadinya
gangguan oleh karena sempitnya permukaan jalan
Untuk membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam
alat diantaranya:

a. Bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan


pembabatan, perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dan lain
sebagainya
b. Alat garuk (roater atau ripper) untuk membantu

pembabatan dan

mengatasi batuan yang agak keras


c. Alat muat untuk memuat hasil galian tanah yang tidak baik diperlukan dan
membuangnya di lokasi penimbunan
d. Motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut
e. Alat gilas (compactor) untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung
jalan
2. Geometri Jalan Tambang
Geometri jalan yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu lebar jalan angkut dan kemiringan jalan. Alat angkut atau
truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebih berat
dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu,
geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar
alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman.
Geometri jalan angkut selalu didasarkan pada dimensi kendaraan angkut yang
digunakan. Dalam proses penambangan terbuka, alat angkut yang digunakan
adalah dump truck (Awang suwandhi, 2004: 4).
Dari pendapat Awang Suwandhi di atas dapat disimpulkan bahwa
geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan.

a. Lebar Jalan
Lebar jalan angkut pada tambang pada umumnya

dibuat untuk

pemakaian jalur ganda dengan lalu lintas satu arah atau dua arah. Dalam
kenyataanya, semakin lebar jalan angkut maka akan semakin baik proses
pengangkutan dan lalu lintas pengangkutan semakin aman dan lancar.
Akan tetapi semakin lebar jalan angkut, biaya yang dibutuhkan untuk
pembuatan dan perawatan juga akan semakin besar. Untuk itu

perlu

dilakukan evaluasi agar keduanya bisa optimal.


1) Lebar Jalan Angkut pada Kondisi Lurus.
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan jalur ganda atau
lebih, menurut AASHTO manual rular hing way design, lebar jalan
dikali jumlah jalur dan ditambah dengan setengah lebar alat angkut
pada bagian tepi kiri dan kanan jalan.
Lmin = n. Wt + (n + 1) (0,5. Wt)
Sumber: Awang Suwandhi, (2004: 2)

10

Lebar jalan angkut dalam keadaan lurus terlihat pada gambar 1


berikut,

Sumber: Awang Suwandhi, 2004: 3

Gambar 1. Lebar Jalan Angkut dalam Keadaan Lurus


Keterangan:
Lmin

= Lebar jalan angkut minimum (m)

= Jumlah jalur

Wt

= Lebar alat angkut (m)

2) Lebar Jalan Angkut pada Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari
pada jalan lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya
penyimpangan lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang
dibentuk oleh roda depan dengan badan truk saat melintasi tikungan.
Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada tikungan dihitung
berdasarkan pada:

11

a) Lebar jejak roda


b) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
c) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan
d) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan
Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut
minimum pada belokan adalah:
Wmin = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C
C = Z = (U + Fa + Fb)
http://artikelbiboer.blogspot.com/2010/10/jalan-tambang.html

Fa = Ad x sin
Fb = Ab x sin
Lebar jalan angkut pada tikungan untuk dua jalur dapat dilihat
pada gambar 2 berikut,

Sumber: Awang Suwandhi, (2004)

Gambar 2. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan untuk 2 Jalur

12

Keterangan:
Wmin

= lebar jalan pada belokan (m)

= jumlah jalur

= lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)

= lebar juntai (overhang) depan (m)

= lebar juntai belakang (m)

= lebar bagian tepi jalan (m)

= jarak antar kendaraan (m)

Ad

= jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck

n.(m)
Ab

=ijarak as roda belakang dengan bagian belakang dump

mtruck (m)
= sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)
Pada gambar 3 berikut adalah bentuk sudut penyimpangan
kendaraan,

Sumber: Awang Suwandhi (2004 : 5)

Gambar 3. Sudut Penyimpangan Kendaraan

13

b. Jarijari dan Superelevasi


Kemampuan alat angkut dump truck untuk melewati tikungan
terbatas, maka dalam pembuatan tikungan harus memperhatikan besarnya
jari-jari tikungan jalan.
Masing-masing jenis dump truck mempunyai jari-jari lintasan jalan
yang berbeda. Perbedaan ini dikarenakan sudut penyimpangan roda depan
pada setiap dump truck belum tentu sama. Semakin kecil sudut
penyimpangan roda depan maka jari-jari lintasan akan terbentuk semakin
besar. Dengan semakin besarnya jari-jari lintasan maka kemampuan truk
untuk melintasi tikungan tajam berkurang. Selain itu, jari-jari tikungan
sangat tergantung dari kecepatan kendaraan karena semakin tinggi
kecepatan maka jari-jari tikungan yang dibuat juga harus besar. Untuk
menentukan nilai Jari-jari tikungan minimum dengan mempertimbangkan
kecepatan (V), gesekan roda (f) dan superelevasi, maka rumus yang
digunakan adalah:
(

(Silvia Sukirman, 1999)


Keterangan:
R

= Jari-jari belokan (m)

VR = Kecepatan (km/jam)

14

= superelevasi

= gesekan roda (friction factor)


Hubungan jari-jari tikungan dengan kecepatan untuk e.max = 10%

yang direncanakan dalam keadaan jalan datar terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Jari-jari Tikungan Minimum untuk Kecepatan Rencana 30 km/jam
120
600

Vr (km/jam)
R min (m)

100
370

90
280

80
210

60
113

50
77

40
48

30
27

20
13

(Awang Suwandhi, 2004: 5)


Tabel 2. Anggka Superelevasi yang Direkomendasikan
Kecepatan, mph

Jari-jari
tikungan, feet

10

15

50

0.04

0.04

100

0.04

0.04

0.04

150

0.04

0.04

0.04

0.05

250

0.04

0.04

0.04

0.04

0.05

300

0.04

0.04

0.04

0.04

0.05

0.06

600

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

0.05

1000

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

0.04

20

25

30

>35

Sumber: Bima Marga (1990)

Dalam pembuatan jalan menikung, jari-jari tikungan harus dibuat


lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut atau minimal sama. Jari-jari
tikungan jalan angkut juga harus memenuhi keselamatan kerja di tambang
atau memenuhi faktor keamanan yang dimaksud adalah jarak pandang bagi
pengemudi di tikungan, baik horizontal maupun vertikal terhadap
kedudukan suatu penghalang pada jalan tersebut yang diukur dari mata

15

pengemudi. Hal lain yang tidak bisa diabaikan dalam pembuatan tikungan
adalah superelevasi, yaitu kemiringan melintang jalan pada tikungan.
Menurut Sukirman (1999:i74) besarnya angka superelevasi dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

e f

V2
127 R

Keterangan:
e

= angka superelevasi

= friction factor

= kecepatan (km/jam)

= jari-jari tikungan (m)


Bina marga menganjurkan superelevasi maksimum 10% untuk

kecepatan rencana >30 km/jam dan 8% untuk kecepatan rencana


30 km/jam, sedangkan untuk jalan kota dapat dipergunakan superelevasi
maksimum

6%.

Untuk

kecepatan

rencana

<80

km/jam

berlaku

f = -0,00065 V + 0,192 dan untuk kecepatan rencana yaitu senilai antara


80112 km/jam berlaku f = -0,00125 V + 0,24.
Untuk mengatasi gaya sentrifugal yang bekerja pada alat angkut
yang sedang melewati tikungan jalan ada dua cara yang dapat dilakukan,
yaitu pertama dengan mengurangi kecepatan dan, kedua adalah membuat
kemiringan ke arah titik pusat jari-jari tikungan, yaitu dengan membuat
elevasi yang lebih rendah ke arah pusat jari-jari tikungan dan membuat

16

elevasi yang lebih tinggi ke arah terluar jari-jari tikungan. Kemiringan ini
berfungsi untuk menjaga alat angkut tidak terguling saat melewati tikungan
dengan kecepatan tertentu.
Cara pertama sangat tidak efisien karena waktu hilang yang
ditimbulkan akan besar, oleh karena itu cara kedua dianggap lebih baik.
Apabila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap pada bidang
datar atau miring dengan lintasan berbentuk lengkung seperti lingkaran,
maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya sentrifugal mendorong
kendaraan secara radial keluar dari jalur jalannya, berarah tegak lurus
terhadap kecepatan. Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap
pada jalurnya seperti pada gambar 4 berikut ini.

Sumber: Silvia Sukirman, (1999: 68)

Gambar 4. Gaya Sentrifugal pada Tikungan


Maka perlu adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut
sehingga terjadi suatu keseimbangan.

17

c. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)


Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak ataupun jalan
menurun, yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan.
Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut,
baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan seperti pada
gambar 5 berikut,

h
x

Sumber: Construction planning, equipment,and methods, (1985: 82)

Gambar 5. Perhitungan Kemiringan Jalan


Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut
tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu sendiri. Sudut kemiringan
jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu beda tinggi setiap seratus
satuan panjang jarak mendatar. Kemiringan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Grade (%)

h
x 100%
x

(Construction planning, equipment,and methods, 1985)

18

Keterangan:

h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter)


x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter)
d. Kemiringan Melintang (Cross Slope)
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan
jalan terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut tambang
mempunyai bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian,
dengan tujuan untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau
sebab lain,

maka air

yang ada pada permukaan jalan akan segera

mengalir ke tepi jalan, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan


jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan
angkut tambang akan membahayakan kendaraan yang lewat dan
mempercepat kerusakan jalan.
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal
dan horizontal dengan satuan mm/m atau m/m. Nilai yang umum dari
kemiringan melintang (crossislope) yang direkomendasikan adalah sebesar
20-40 mm/m, dan jarak bagian tepi jalan ke bagian tengah atau pusat jalan
disesuaikan dengan kondisi yang ada.

19

Sumber: Awang Suwandhi

Gambar 6. Penampang Melintang Jalan Angkut


e. Fasilitas Pendukung Kelancaran dan Keselamatan Kerja
Perawatan dan pemeliharaan jalan merupakan suatu pekerjaan yang
perlu

mendapatkan

perhatian

khusus,

hal

ini

bertujuan

untuk

tidak terganggunya kegiatan operasional penambangan yang akhirnya akan


mengganggu kelancaran produksi. Pada umumnya pemeliharaan jalan
tambang ditekankan pada kondisi jalan dan pemeliharaan saluran air
(drainage). Pemeliharaan jalan yang baik, tetapi pemeliharaan drainase
yang ada kurang baik, hal tersebut tidak akan berhasil, begitu juga dengan
sebaliknya.
Pada musim kemarau, lapisan permukaan akan berdebu yang sangat
mengganggu kenyamanan dan kesehatan pengemudi. Sedangkan pada
musim hujan, debu tersebut akan menjadi lumpur yang mengenangi jalan
dan akibatnya jalan menjadi licin. Hal ini juga akan sangat menghambat

20

laju dari alat angkut karena pada kondisi tersebut pengemudi akan
mengurangi kecepatan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan dan
keselamatan pengangkutan di sepanjang jalur jalan angkut menurut Awang
Suwandhi (2004: 20) yaitu:
1) Jarak Berhenti Kendaraan
Jarak berhenti kendaraan adalah jarak yang dibutuhkan
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya pada saat menghadapi
bahaya. Jarak mengerem merupakan jarak yang ditempuh alat angkut
dari saat menginjak rem sampai kendaraan berhenti. Jarak pengereman
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ban, kondisi muka jalan,
kondisi perkerasan jalan dan kecepatan alat angkut.
Jarak pandang henti minimum adalah jarak dari saat melihat
rintangan sampai menginjak pedal rem ditambah jarak mengerem.
Selain kecepatan dan koefisien gesekan, kondisi perkerasan jalan juga
mempengaruhi didalam pengereman.
2) Jarak Pandang Pengemudi
Jarak pandang aman adalah jarak yang diperlukan oleh
pengemudi (operator) untuk melihat kedepan secara bebas pada suatu
tikungan, baik pandangan horizontal maupun vertikal. Jarak pandang
yang aman adalah minimum sama dengan jarak berhenti dari kendaraan
sedang bergerak yang secara tiba-tiba direm.

21

3) Jarak Pandang Vertikal


Jarak pandang vertikal adalah jarak bebas pandangan pengemudi
untuk mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah maupun yang
berada didepannya di daerah tanjakan. Jarak pandang yang terlalu
pendek akan mengurangi kecepatan dump truck, selain itu juga akan
berpengaruh pada masalah keselamatan karena banyak dump truck
yang akan terjebak dan kaget saat melihat kendaraan lain dari depan.
Dalam perencanaan jarak pandang pengemudi, harus diperhitungkan
terhadap kendaraan terkecil yang akan lewat agar faktor keamanan
dapat terjamin.
4) Jarak Pandang Horizontal
Jarak pandang horizontal adalah jarak bebas pandangan
pengemudi untuk mampu melihat kendaraan yang berlawanan arah
maupun yang berada didepannya terutama di daerah tikungan.
5) Ramburambu pada Jalan Angkut
Untuk

lebih

menjamin

keamanan

sehubungan

dengan

dioperasikannya jalan angkut tambang, maka perlu dipasang ramburambu lalu lintas, rambu-rambu yang perlu dipasang antara lain:

a) Tanda belokan
b) Tanda persimpangan jalan
c) Peringatan adanya tanjakan maupun jalan menurun

22

d) Kecepatan maksimum yang diizinkan


e) Tanda peringatan karena ada jalan yang licin, jembatan
6) Lampu Penerangan
Lampu penerangan mutlak harus dipasang apabila jalan angkut
tambang digunakan pada malam hari. Biasanya pemasangan sarana
penerangan

dilakukan

berdasarkan

interval

jarak

dan

tingkat

bahayanya. Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada:


a) Belokan
b) Persimpangan jalan
c) Tanjakan atau turunan tajam
d) Jalan yang berbatasan langsung dengan tebing
7) Tanggul Pengaman (Safety Berms)
Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena
kendaraan selip atau kerusakan rem atau karena sebab lain, maka pada
jalan angkut tambang tersebut perlu dibuat tanggul jalan dikedua
sisinya. Hal ini terutama bila jalan berbatasan langsung dengan daerah
curam, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan alat angkut
tidak terperosok ke daerah yang curam.
8) Parit (Trench) pada Jalan Angkut
Jalan

angkut

tambang

harus

diberi

penirisan

maupun

gorong-gorong, karena air akan menggenangi permukaan jalan dan


menyebabkan becek, berlumpur atau licin pada saat hujan. Ukuran

23

sistem penirisan tergantung pada besarnya curah hujan, luas daerah


pengaruh hujan, keadaan atau sifat fisik dan mekanik material dan
tempat membuang air. Penirisan di kiri-kanan jalan angkut sebaiknya
dilengkapi dengan saluran penirisan dengan ukuran yang sesuai dengan
jumlah curah hujannya.
3. Drainase Jalan Angkut
Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke
badan air (sungai dan danau) atau tempat peresapan buatan.
Dalam

merencanakan

sistem

drainase

jalan

berdasarkan

pada

keberadaaan air permukaan dan bawah permukaan, sehingga perencanaan


drainase jalan dibagi menjadi:
a. Drainase permukaan (surface drainage)
b. Drainase bawah permukaan (sub surface drainage)
Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan
limpasan air hujan di permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar
tidak merusak konstruksi jalan akibat air banjir yang melimpas di atas
perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan.
Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka
air tanah dan mencegah serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan
dan permukaan jalan atau air yang naik dari subgrade jalan.

24

Gambar 7. Tipikal Sistem Drainase Jalan


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase
permukaan antara lain:
a. Plot rute jalan pada peta topografi
Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi
sepanjang trase jalan yang akan direncakanan sehingga dapat membantu
dalam menentukan bentuk dan kemiringan yang akan mempengaruhi pola
aliran.
b. Inventarisasi data bangunan drainase.
Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak
menggangu sistem drainase yang sudah ada.
c. Panjang segmen saluran
Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada
kemiringan rute jalan dan ada tidaknya tempat buangan air seperti sungai,
waduk dan lain-lain.

25

d. Luas daerah layanan


Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah
hujan atau untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan
ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah badan jalan, luas
bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang
lebih 10 m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut.
e. Koefisien pengaliran
Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah
layanan. Koefisien pengaliran akan mempengaruhi debit yang mengalir
sehingga dapat diperkirakan daya tampung saluran. Oleh karena itu
diperlukan peta topografi dan survey lapangan.
f. Faktor limpasan
CCC Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien runoff,
biasanya dengan tujuan supaya kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya
akibat daerah pengaliran yang terlalu luas.
g. Waktu konsentrasi
Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah
layanan dalam menyalurkan aliran air secara simultan (runoff) setelah
melewati titik-titik tertentu.
h. Analisa hidrologi dan debit aliran air
Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun
(diperoleh dari BMG) dengan periode ulang sesuai dengan peruntukannya

26

(saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui intensitas curah hujan


supaya dapat menghitung debit aliran air.
B. Kerangka Pikir
Adapun kerangka berpikir yang penulis gambarkan untuk mempermudah
dalam proses pemecahan masalah studi kasus ini adalah sebagai berikut:

27

Gambar 8. Diagram Kerangka Pikir

28

BAB III
METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH
A. Jadwal Kegiatan
Tujuan kegiatan praktek lapangan adalah untuk memperoleh pengetahuan
dan pengalaman secara nyata di lapangan. Kegiatan ini meliputi teknis
perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pekerjaan penambangan dalam
rangka melengkapi pengetahuan teori yang didapat pada bangku perkuliahan.
Adapun kegiatan yang penulis lakukan selama praktek lapangan di PT Semen
Padang dari tanggal 10 Februari s/d 10 April 2014 adalah.
Tabel 3. Jadwal Kegiatan
No

Kegiatan

Pengenalan lokasi

Pengambilan data

Pengolahan data

Minggu
1

Lokasi Penelitian: PT Semen Padang

B. Jenis Studi Kasus


Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat evaluasi. Pada penelitian
ini dilakukan analisi data primer dan tambahan juga data sekunder, kemudian
dari analisi tersebut bisa mendapat singkronisasi antara data real dilapangan
dengan beberapa teori yang ada. Setelah itu baru dapat disimpulkan, apakah
kondisi real di lapangan sesuai dengan teori yang dikemukakan, jika tidak
sesuai, penulis akan mengoreksi dan memberikan saran.

28

29

C. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari
lapangan yaitu data pengukuran lebar jalan angkut tambang pada jalan lurus,
lebar jalan tikungan, jari-jari tikungan, superelevasi, cross slope, safety berms,
grade dan drainase.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis dari studi
literature PT Semen Padang, untuk mendukung data-data penelitian seperti
peralatan tambang, data spesifikasi alat angkut, data pendukung geometri
jalan angkut tambang, sejarah perusahaan, deskripsi perusahaan dan data
pendukung lainnya.
D. Metode Pengambilan Data
1. Studi Literatur
Dilakukan dengan mengumpulkan berbagai referensi kepustakaan
mengenai kajian teknis geometri jalan tambang (hauling road) dan
mempelajari laporan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan
tujuan untuk mengetahui bagaimana cara melakukan evaluasi mengenai
geometri jalan tambang yang baik dan benar.
2. Observasi
Merupakan kegiatan pengamatan secara langsung di lapangan mengenai
studi kasus seperti melakukan pengukuran geometri jalan tambang dan aspek

30

pendukung kegiatan pengankutan. Alat ukur yang peneliti gunakan adalah alat
ukur manual berupa meteran untuk mendapatkan data primer, namun untuk
beberapa data yang tidak dapat diukur langsung di lapangan menggunakan
alat ukur manual, peneliti dibantu oleh supervisor Surveying dalam
pengambilan data penunjang (data sekunder) berupa data survey dan
pemetaan yang diambil menggunakan alat ukur theodolit yang telah
dikonversi ke dalam bentuk peta kontur menggunakan software datamine.
E. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan pencarian solusi dari permasalahan yang
ada berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, berikut ini adalah tahapan
analisis data:
1. Pengukuran Lebar Jalan Lurus
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada jalan
lurus di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual berupa
meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori.
2. Pengukuran Lebar Jalan pada Tikungan
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar jalan pada
tikungan di beberapa titik pengukuran menggunakan alat ukur manual berupa
meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori.
3. Pengukuran Jari-jari Tikungan dan Superelevasi
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai jarijari tikungan
pada jalan dan superelevasi pada tikungan menggunakan alat ukur manual

31

berupa meteran dan dibantu dengan data sekunder yang peneliti peroleh dari
peta topografi hasil pengukuran survey topografi yang di input ke dalam
software datamine dibantu supervisor dan kemudian data pengukuran
dianalisa berdasarkan teori.
4. Pengukuran Kemiringan Melintang (Cross slope)
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan melintang
(cross slope) pada permukaan jalan angkut tambang menggunakan alat ukur
manual berupa meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa
berdasarkan teori.
5. Pengukuran Safety Berms
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar dan tinggi
tanggul pengaman jalan (safety berms) pada jalan angkut tambang
menggunakan alat ukur manual berupa meteran kemudian data hasil
pengukuran dianalisa berdasarkan teori.
6. Pengukuran Drainase
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai lebar dan kedalaman
drainase pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa
meteran kemudian data hasil pengukuran dianalisa berdasarkan teori.
7. Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade)
Yaitu pengukuran langsung di lapangan mengenai kemiringan jalan
(grade) pada jalan angkut tambang menggunakan alat ukur manual berupa
meteran dan data jarak mendatar penulis peroleh dari datamine hasil

32

pengukuran survey topografi oleh supervisor yang kemudian data hasil


pengukuran ini dianalisa berdasarkan teori.

33

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Produksi alat mekanis pada tambang juga berdasarkan kepada jalan
tambang yang baik. Jalan angkut tambang yang baik adalah ketika jalan tersebut
memberikan rasa aman dan nyaman bagi operator alat angkut ketika melewati
jalan tersebut. Untuk mengetahui suatu jalan angkut tambang itu baik, maka
perlu dilakukan pengamatan dan analisis terhadap geometri jalan tersebut
(Agung Prihandana, 2013: 26).
Jalan angkut tambang pada PT Semen Padang dari front pit limit menuju
Crusher IIIA dan IIIB menempuh jarak 3.200 meter. Geometri jalan angkut
tambang di PT Semen Padang meliputi, lebar jalan, jarijari tikungan, tinggi
tanjakan atau kemiringan jalan (grade), kemiringan melintang (cross slope),
safety berms dan drainase serta faktor-faktor pendukung kelancaran dan
keselamatan kerja pada jalan.
Dari hasil penelitian di lapangan, didapatkan data sebagai berikut:

33

34

Sumber: PT Semen Padang

Gambar 9. Layout dan Situasi Jalan dari Crusher IIIA dan IIIB ke Front Pit Limit

35

Sumber: PT Semen Padang

Gambar 10. Profil Section Jalan dari Crusher IIIA dan IIIB ke Front Pit Limit
1. Lebar Jalan Tambang
Lebar jalan tambang terdiri atas dua macam, yaitu lebar jalan lurus dan
lebar jalan pada tikungan.
a. Lebar Jalan Lurus
Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan lurus
PT Semen Padang adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Data Pengukuran Jalan Lurus
No

Segmen

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

Elevasi
(dpl)
177.8
188.1
188.1
201.7
201.7
227.4
227.4
251.4
251.4
278.1
278.1
293.1

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Keterangan

200

Satu Jalur

200

21

dua jalur

200

23

dua jalur

200

22

dua jalur

200

24

dua jalur

200

32

dua jalur

36

No

Segmen

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

11

F'-G'

12

G'-H'

13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

16

K'-L'

Elevasi
(dpl)
293.1
318.3
318.3
328.8
328.8
339.7
339.7
351.9
351.9
382.4
382.4
407.9
407.9
431.3
431.3
458.3
458.3
482.2
482.2
499.5

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Keterangan

200

21

dua jalur

200

23

dua jalur

200

23

dua jalur

200

18

dua jalur

200

17

dua jalur

200

18

dua jalur

200

23

dua jalur

200

23

dua jalur

200

25

dua jalur

200

32

dua jalur

Data Lapangan Penulis 2014

b. Lebar Jalan pada Tikungan


Adapun data yang didapatkan pada pengukuran lebar jalan pada
tikungan di PT Semen Padang adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Data Pengukuran Jalan pada Tikungan
No

Segmen

Y-Z

B'-C'

Elevasi
(dpl)
227.4
251.4
293.1
318.3

Beda
tinggi (M)

Jarak
(m)

Lebar
Sudut
(m)
tikungan ()

24

200

22

94

25.2

200

21

128

37

No

Segmen

C'-D'

D'-E'

Elevasi
(dpl)
318.3
328.8
328.8
339.7

Beda
tinggi (M)

Jarak
(m)

Lebar
Sudut
(m)
tikungan ()

10.5

200

23

101

10.9

200

23

62

Data Lapangan Penulis 2014

2. Jari-jari Tikungan dan Superelevasi


Adapun data yang didapatkan pada pengukuran jarijari tikungan dan
superelevasi di lokasi penambangan PT Semen Padang adalah sebagai
berikut
Tabel 6. Data Pengukuran Jarijari Tikungan dan Superelevasi

Data Lapangan Penulis 2014

3. Kemiringan Jalan Angkut (Grade)


Adapun hasil pengukuran kemiringan jalan tambang (grade) PT Semen
Padang adalah sebagai berikut:

38

Tabel 7. Data Pengukuran Kemiringan Jalan (Grade)


No

Segmen

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

11

F'-G'

12

G'-H'

13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

16

K'-L'

Elevasi
(dpl)
177.8
188.1
188.1
201.7
201.7
227.4
227.4
251.4
251.4
278.1
278.1
293.1
293.1
318.3
318.3
328.8
328.8
339.7
339.7
351.9
351.9
382.4
382.4
407.9
407.9
431.3
431.3
458.3
458.3
482.2
482.2
499.5

Data Lapangan Penulis 2014

Beda
tinggi (m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Grade
(%)

10.3

200

5.15

13.6

200

21

6.8

25.7

200

23

12.75

24

200

22

12

26.7

200

24

13.35

15

200

32

7.5

25.2

200

21

12.75

10.5

200

23

10.5

10.9

200

23

5.45

12.2

200

18

6.1

30.5

200

17

15.25

25.5

200

18

12.75

23.4

200

23

11.7

27

200

23

13.5

23.9

200

25

11.95

17.3

200

32

8.65

39

4. Cross Slope (Kemiringan Melintang Jalan)


Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data cross slope
jalan angkut PT Semen Padang sebagai berikut:
Tabel 8. Data Pengukuran Cross slope
No

Segmen

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

11

F'-G'

12

G'-H'

13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

Elevasi
(dpl)
177.8
188.1
188.1
201.7
201.7
227.4
227.4
251.4
251.4
278.1
278.1
293.1
293.1
318.3
318.3
328.8
328.8
339.7
339.7
351.9
351.9
382.4
382.4
407.9
407.9
431.3
431.3
458.3
458.3
482.2

Beda tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Cross slope
(m)

10.3

200

tidak jelas

13.6

200

21

tidak jelas

25.7

200

23

tidak jelas

24

200

22

tidak jelas

26.7

200

24

tidak jelas

15

200

32

tidak jelas

25.2

200

21

tidak jelas

10.5

200

23

tidak jelas

10.9

200

23

tidak jelas

12.2

200

18

tidak jelas

30.5

200

17

tidak jelas

25.5

200

18

tidak jelas

23.4

200

23

tidak jelas

27

200

23

tidak jelas

23.9

200

25

tidak jelas

40

No

Segmen

16

K'-L'

Elevasi
(dpl)
482.2
499.5

Beda tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Cross slope
(m)

17.3

200

32

tidak jelas

Data Lapangan Penulis 2014

5. Drainase
Berdasarkan pengukuran di lapangan maka didapatkan data drainase
jalan angkut PT Semen Padang sebagai berikut:
Tabel 9. Data Pengukuran Drainase
No Segmen
1

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

11

F'-G'

12

G'-H'

Elevasi
Beda
Jarak
(dpl) tinggi (M) (m)
177.8
10.3
200
188.1
188.1
13.6
200
201.7
201.7
25.7
200
227.4
227.4
24
200
251.4
251.4
26.7
200
278.1
278.1
15
200
293.1
293.1
25.2
200
318.3
318.3
10.5
200
328.8
328.8
10.9
200
339.7
339.7
12.2
200
351.9
351.9
30.5
200
382.4
382.4
25.5
200
407.9

Lebar
(m)

Drainase (m)
Lebar Dalam

0.8

21

1.2

1.2

23

1.2

22

1.2

24

1.2

32

1.2

1.2

21

1,2

1.2

23

1.2

23

1.2

18

1.2

17

0.5

18

0.5

41

No Segmen
13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

16

K'-L'

Elevasi
Beda
Jarak
(dpl) tinggi (m) (m)
407.9
23.4
200
431.3
431.3
27
200
458.3
458.3
23.9
200
482.2
482.2
17.3
200
499.5

Lebar
(m)

Drainase (m)
Lebar Dalam

23

0.5

23

0.5

25

0.5

32

0.5

Data Lapangan Penulis 2014

B.

Pembahasan
1. Lebar Jalan Tambang
a. Lebar Jalan Lurus
Penentuan lebar jalan angkut tambang didasarkan pada unit alat
angkut yang memiliki dimensi paling besar yang sedang beroperasi saat itu
pada jalan tambang. Berdasarkan pengukuran aktual, dump truck HD785-7
mempunyai lebar 5,315 meter.

Dokumentasi Penulis 2014

Gambar 11. Alat Angkut Dump Truck HD785-7

42

Maka lebar jalan lurus minimum untuk 1 (satu) jalur adalah:


Lmin

= ( 1 x 5,315 meter ) + [ ( 1 + 1 ) . ( 0,5 x 5,315 meter) ]


= 10,63 meter ~ 11 meter
Untuk 2 (dua) jalur adalah:

Lmin

= ( 2 x 5,315 meter ) + [ ( 2 + 1 ) . ( 0,5 x 5,315 meter ) ]


= 18,602 meter ~ 19 meter
Maka perbandingan lebar jalan lurus aktual dengan perhitungan

lebar jalan minimum adalah sebagai berikut:


Tabel 10. Evaluasi Lebar Jalan Lurus
No

Segmen

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

Elevasi
(dpl)
177.8
188.1
188.1
201.7
201.7
227.4
227.4
251.4
251.4
278.1
278.1
293.1
293.1
318.3
318.3
328.8
328.8
339.7
339.7
351.9

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Keterangan

200

Satu Jalur

200

21

dua jalur

200

23

dua jalur

200

22

dua jalur

200

24

dua jalur

200

32

dua jalur

200

21

dua jalur

200

23

dua jalur

200

23

dua jalur

200

18

dua jalur

Lmin
11 dan
19 m
<L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min
<L
min

Koreksi
lebar
jalan
+3
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai
+1

43

No

Segmen

11

F'-G'

12

G'-H'

13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

16

K'-L'

Elevasi
(dpl)
351.9
382.4
382.4
407.9
407.9
431.3
431.3
458.3
458.3
482.2
482.2

499.5

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Keterangan

200

17

dua jalur

200

18

dua jalur

200

23

dua jalur

200

23

dua jalur

200

25

dua jalur

200

32

dua jalur

Lmin
11 dan
19 m
<L
min
<L
min
>L
min
>L
min
>L
min
>L
min

Koreksi
lebar
jalan
+2
+1
Sesuai
Sesuai
Sesuai
Sesuai

Data Lapangan Penulis 2014

Berdasarkan perhitungan titik sampel di atas, maka didapatkan lebar


jalan angkut tambang pada PT Semen Padang dari Front pit limit menuju
Crusher IIIA dan IIIB pada sepanjang ruas jalan tersebut 25% diantaranya
masih belum memenuhi standar jalan angkut tambang yang baik dan benar
terutama di lokasi penambangan (Pit). Kondisi ini akan berdampak buruk
terhadap safety dan terjadinya antrian alat di lokasi penambangan,
memperbesar waktu pengangkutan akibat sering terjadinya pengereman
alat angkut yang berpapasan dengan alat angkut lainnya pada ruas jalan
yang sempit sehingga pengangkutan menjadi kurang efisien dan apabila
terjadi human error oleh operator alat angkut disaat berada pada ruas jalan
yang sempit ini akan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Untuk itu
pada ruas jalan yang kurang memenuhi standar lebar jalan lurus minimum
perlu untuk dilakukan penambahan lebar jalannya sesuai dengan koreksi.

44

b. Lebar Jalan pada Tikungan


Lebar jalan pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan
lebar alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda
depan dengan badan truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar
jalan minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada:
1) Lebar jejak roda
2) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok
3) Jarak antar alat angkut saat bersimpangan
4) Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan
Lebar jalan pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari jalan lurus.
Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat
angkut yang disebabkan sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan
badan truck saat melintasi tikungan.
Untuk jalur ganda dan tunggal, lebar jalan minimum pada tikungan
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Wmin

= 2 (U + Fa + Fb + Z) + C

Fa

= Ad x sin

Fb

= Ab x Sin

= Z = (U + Fa + Fb)

45

Ket:
Wmin

= Lebar jalan pada belokan (m)

= Jumlah jalur

= Lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)

= Lebar juntai (overhang) depan (m)

= Lebar juntai belakang (m)

= Lebar bagian tepi jalan (m)

= Jarak antar kendaraan (m)

Ad

= Jarak as roda depan dengan bagian depan dump truck (m)

Ab

= Jarak as roda belakang dengan bagian belakang dump truck


n(m)

= Sudut penyimpangan (belok) roda depan (o)

Maka:
Fa

= Ad x sin
= 2,15 sin 41 = 1,41

Fb

= Ab x Sin
= 3,19 sin 41 = 2,092

= Z = (U + Fa + Fb)
=Z= 0,5 ( 3,50+1,41+2,092)
= 3,501 m

Wmin

= 2 (U+ Fa + Fb + Z) + C
= 2 (3,50+1,41+2,092+3,501) + 3,501

46

= 24,507 m
25 m
Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan, dan perhitungan di
atas

maka dapat

dibandingkan lebar ruas

jalan pada

tikungan

masing- masing ruas sebagai berikut:


Tabel 11. Evaluasi Lebar Jalan pada Tikungan

Data Lapangan Penulis 2014

Untuk tikungan pada 2 (dua) jalur menurut perhitungan teori


diperoleh lebar minimum untuk jalan pada tikungan adalah sebesar 25
meter, sedangkan di lapangan pada ruas jalan tikungan dari hasil
pengukuran aktual tidak ada yang memenuhi standar perhitungan. Keadaan
ini akan mempengaruhi kelancaran alat angkut saat beroperasi. Maka dari
itu pada jalan tikungan yang masih kurang memenuhi standar lebar jalan
pada tikungan minimum (Wmin) perlu untuk diperlebar lagi sesuai dengan
koreksi.

47

2. Jari-jari dan Superelevasi


Permasalahan Superelevasi erat kaitannya dengan jari-jari tikungan.
Suatu tikungan akan dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut apabila radius
tikungannya lebih besar atau minimal sama dengan jari-jari lintasan yang
dimiliki oleh alat angkut yang digunakan.
Jari-jari Lintasan yang dimiliki oleh masing-masing alat angkut yaitu
Dump Truck Komatsu HD 785-7 dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Jari-jari Lintasan Alat Angkut
Dump Truck

Sudut Penyimpangan
Roda Depan

Jari-Jari Lintasan,
( m)

Komatsu HD 785-7

41o

7,545

Sumber: Handbook and Brosur Komatsu (2014)

Kecepatan yang digunakan adalah 15 km/jam. Sedangkan koefisien


gesekan secara matematis dapat dihitumg dengan:
a. Untuk V < 80 km/jam.
f

= 0,00065V 0,192

b. Untuk V antara 80 112 km/jam


f = 0,00125V 0,24
Dengan demikian harga koefisien gesekan dengan V 15 km/jam adalah:
f

= 0,00065 15 0,192
= - 9,75 x 10-3 + 0,192
= 0,182

48

v2
127. R

Dimana:
e
= nilai super elevasi (mm/m)
V

= kecepatan yang digunakan

= Jari-jari tikungan

= faktor gesek ( 0)

Jadi nilai super elevasi tikungan adalah: ( R= 7,545)


e

15 2
0,182
127. 7,545

= 0,053 m/m
Setelah angka super elevasi diketahui maka dapat diketahui perbedaan
tinggi yang harus dibuat antara sisi dalam dan luar tikungan.
Superelevasi
Nilai superlevasi

= 0,053 m/m

Lebar jalan pada tikungan

= 25 m

Superlevasi

= 0,053 m/m x 25 m
= 1,325 m = 132,5 cm

Jari-Jari Tikungan.
R

= V2 / [127(e + f)]

Dimana:
R

= jari-jari tikungan, m

49

= kecepatan yang digunakan, 15 km/jam

= superelevasi, 0,053 m/m

= koefisien gesekan

Untuk kecepatan rencana <80 km/jam


f

= -0,00065 V + 0,192
= -0,00065 (15) + 0,192
= 0,182

= 152 / [127(0,053 + 0,182)]


= 7.538

Atau dapat juga dengan cara berkut:


a. Jari-jari Tikungan Dump Truck
Diketahui jarak antara poros depan dengan poros belakang ( Wb ),
sedangkan sudut penyimpangan roda depan ( ), maka jari-jari minimum
tikungan jalan angkut adalah:
R

Wb
Sin

1) Dump Truck Komatsu HD 785-7


R

Wb
4,95

7,545 meter
Sin Sin 41 o

Beda tinggi

= R Super elevasi
= 7,545 1,325
= 6,22 m

50

Jadi beda tinggi yang harus dibuat antara sisi dalam dan sisi luar
tikungan adalah 6,22 m untuk jalan dua jalur pada tikungan.
Kecepatan alat angkut saat melewati tiap tikungan dengan
superelevasi 6,22 m:
V

e f 127 R

0,053 0,182 127 7,545

= 15,006 km/jam = 15,006 : 1,610 = 9,32 mph


Superelevasi untuk masing-masing tikungan adalah:
Y-Z : ( R= 17,3)
e=

152
- 0,182
127 (17,3)

= - 0,079 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-)


B-C : ( R= 23,5)
e=

152
- 0,182
127 (23,5)

= - 0,106 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-)

51

C-D : ( R= 18,6)
e=

152
- 0,182
127 (18,6)

= - 0,086 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-)


B-C : ( R= 11,4)
e=

152
- 0,182
127 (11,4)

= - 0,026 m/m, tidak memerlukan penambahan tinggi (-)


Kecepatan

alat

angkut

saat

melewati

tikungan

dengan

superelevasi 0,04 akan lebih rendah dari kecepatan rencana. Kecepatan


alat angkut saat melewati tiap tikungan dengan superelevasi 0,04:
V
Y-Z = V

e f 127 R

0,04 0,182 127 17,3

= 22,085 km/jam = 22,085 : 1,610 = 13,717 mph


B-C= V

0,04 0,182 127 23,5

= 25,740 km/jam = 25,740 : 1,610 = 15,987 mph

52

C-D : V

0,04 0,182 127 18,6

= 22,899 km/jam = 22,899 : 1,610 = 14,222 mph


D-E: V

0,04 0,182 127 11,4

= 17,927 km/jam = 17,927 : 1,610 = 11,134 mph


Dari hasil pengukuran di lapangan, dan berdasarkan hasil perhitungan
maka didapatkan superelevasi dan jari-jari tikungan sebagai berikut:
Tabel 13. Evaluasi Jarijari dan Superelevasi

Data Lapangan Penulis 2014

Dari angka ini dapat dilihat bahwa tikungan yang ada di lokasi
pengamatan sudah dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut, karena jari-jari
tikungannya sudah lebih besar dari jari-jari lintasan alat angkut.
Pengambilan jari-jari tikungan tertajam dan jari-jari lintasan dump truck
terbesar sebagai perbandingan adalah untuk mengetahui kemampuan alat
angkut untuk melintasi seluruh tikungan yang ada di lokasi penambangan
batu gamping PT Semen Padang. Apabila alat angkut mampu melintasi
tikungan yang mempunyai jari-jari terkecil, maka secara otomatis alat angkut

53

akan mampu melintasi tikungan yang lain yang memiliki jari-jari tikungan
lebih besar.
Saat ini disemua segmen tikungan jalan angkut di lokasi penambangan
batu gamping PT Semen Padang sudah masu ke dalam standar geometri
jalan.
Perhitungan angka superelevasi dapat dilakukan dengan perhitungan
menggunakan rumus, diketahui perhitungan superelevasi untuk tikungan
adalah sebesar 0,053 m/m dengan jari-jari 7,545 m.
Agar tidak mempersulit pembuatan superelevasi ditetapkan alternatif
lain, alternatif tersebut adalah penentuan superelevasi dengan menggunakan
tabel. Tabel yang digunakan adalah tabel 2. Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat
angka superelevasi 0,04 lebih variatif untuk untuk berbagai tingkat kecepatan
dan jari-jari tikungan. Dengan penggunaan angka superelevasi 0,04 ini akan
berdampak terhadap kecepatan alat angkut saat melintasi tikungan. Alat
angkut harus menurunkan kecepatan di bawah kecepatan rencana. Kecepatan
yang harus digunakan saat melintasi masing-masing tikungan tiap segmen
adalah sebagai berikut:
a.

Y-Z

= 22,805 km/jam

b.

B-C

= 25,740 km/jam

c.

C-D

= 22,899 km/jam

d.

D-C

= 17,927 km/jam

54

Dengan pembuatan superelevasi diharapkan alat angkut dapat melaju


dengan aman pada kecepatan yang lebih tinggi saat melintasi tikungan.
3. Kemiringan Jalan Angkut Tambang (Grade)
Kemiringan jalan angkut tambang berhubungan langsung dengan
kemampuan alat angkut baik dalam mengatasi tanjakan maupun melakukan
pengereman. Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut/truk berkisar antara 10% sampai 18% atau 60 sampai 8,50,
akan tetapi untuk jalan naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila
kemiringan jalan kurang dari 8%. Kemampuan dalam mengatasi tanjakan
untuk setiap alat angkut tidak sama, tergantung pada jenis alat angkut itu
sendiri. Sudut kemiringan jalan biasanya dinyatakan dalam persen, yaitu
beda tinggi setiap seratus satuan panjang jarak mendatar. (Yanto
Indonesianto 2007).
Kemiringan jalan di PT Semen Padang sangat bervariasi salah satunya
yang terbesar pada segmen jalan F-G yang akan dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Grade (%)

h
x 100%
x

Keterangan:

h : Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter)


x : Jarak datar antara dua titik segmen jalan diukur (meter)
Perhitungan pada segmen:

55

V-W

= 10,3 x 100%
200

= 5,15%

W-X

= 13,6 x 100%
200

= 6,8%

X-Y

= 25,7 x 100%
200

= 12,75%

Y-Z

= 24 x 100%
200

= 12%

Z-A

= 26,7 x 100%
200

= 13,35%

A-B

= 15 x 100%
200

= 7,5%

B-C

= 25,2 x 100%
200

= 12,75%

C-D

= 10,5 x 100%
200

= 5,25%

D-E

= 10,9 x 100%
200

= 5,45%

E-F

= 12,2 x 100%
200

= 6,1%

F-G

= 13,6 x 100%
200

= 6,8%

G-H

= 25,5 x 100%
200

= 12,75%

H-I

= 23,4 x 100%
200

= 11,7%

I-J

= 27 x 100%
200

= 13,5%

56

J-K

= 23,9 x 100%
200

= 11,95%

K-L

= 17,3 x 100%
200

= 8,65%

Adapun data kemiringan segmen jalan dan perbandingannya dengan


Grade minimum jalan tambang terlihat seperti pada tabel 14. Berikut ini
dengan rumus yang sama seperti di atas.
Tabel 14. Evaluasi Kemiringan Jalan (Grade)

No

Segmen

V-W

W-X

X-Y

Y-Z

Z-A'

A'-B'

B'-C'

C'-D'

D'-E'

10

E'-F'

11

F'-G'

Elevasi
(dpl)
177.8
188.1
188.1
201.7
201.7
227.4
227.4
251.4
251.4
278.1
278.1
293.1
293.1
318.3
318.3
328.8
328.8
339.7
339.7
351.9
351.9
382.4

Beda
tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Grade
(%)

Koreksi
Grade

10.3

200

5.15

Ok

13.6

200

21

6.8

Ok

25.7

200

23

12.75

-4.75

24

200

22

12

-4

26.7

200

24

13.35

-5.35

15

200

32

7.5

Ok

25.2

200

21

12.75

-4.75

10.5

200

23

5,25

Ok

10.9

200

23

5.45

Ok

12.2

200

18

6.1

Ok

30.5

200

17

15.25

-7.25

57

No

Segmen

12

G'-H'

13

H'-I'

14

I'-J'

15

J'-K'

16

K'-L'

Elevasi
(dpl)
382.4
407.9
407.9
431.3
431.3
458.3
458.3
482.2
482.2
499.5

Beda
tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Grade
(%)

Koreksi
Grade

25.5

200

18

12.75

-4.75

23.4

200

23

11.7

-3.7

27

200

23

13.5

-5.5

23.9

200

25

11.95

-3.95

17.3

200

32

8.65

-0.65

Data Lapangan Penulis 2014

Kemiringan pada jalan angkut tambang tidak boleh luput dari perhatian,
karena pada saat kondisi jalan menurun operator akan kesulitan melakukan
pengereman kendaraan apalagi pada kondisi jalan yang sempit, ini akan
berpengaruh pada masa pakai rem dan ban, begitu sebaliknya ketika kondisi
jalan yang menanjak akan membutuhkan power yang cukup besar dan
pembakaran yang cepat dimana kebutuhan solar juga akan besar. Hal fatal
lainnya yang dapat terjadi yaitu ketidakmampuan alat angkut saat melakukan
pendakian yang terlalu menanjak sehingga dapat menyebabkan mesin alat
angkut mati mendadak dan fungsi rem mesin diesel dalam keadaan mati
otomatis tidak akan berfungsi, maka alat angkut akan mundur dengan
sendirinya dan akan akibatnya akan terjadi kecelakaan kerja.
Kemiringan jalan angkut maksimum yang dianjurkan berdasarkan teori
adalah sebesar 8%. Dan berdasarkan perolehan data di lapangan, kemiringan
jalan angkut pada PT Semen Padang masih banyak terdapat contoh ruas jalan

58

yang melebihi standar yang dianjurkan. Secara teoritis kemiringan


maksimum jalan angkut yang mampu di atasi dump truck dapat diketahui
berdasarkan jumlah rimpull yang tersedia dan jumlah rimpull yang
dibutuhkan untuk mengatasi tahanan guling (rolling resistance) dan tanjakan
(grade resistance). Maka dari itu perusahaan perlu mengkoreksi lagi
mengenai perencanaan pembuatan kemiringan jalan tambang yang tidak
melebihi standar grade maksimum untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kerusakan alat, konsumsi bahan bakar yang menjadi tinggi bahkan
dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
4. Kemiringan Melintang Jalan Angkut Tambang
Kemiringan melintang (cross slope) adalah beda tinggi antara titik
tengah jalan dengan sisi-sisi pinggir jalan. Kemiringan melintang digunakan
untuk mengatasi masalah drainase di atas permukaan jalan. Jalan tambang
yang baik memiliki kemiringan melintang maksimum 40 mm/m, artinya
setiap satu meter lebar jalan angkut ideal dibuat kemiringan melintang
sebesar 40 mm atau 4%. Nilai cross slope yang di rekomendasikan adalah
sebesar 20-40 mm/m jarak dari bagian tepi ke bagian tengah jalan. Maka:
in i

= 180 mm ~ 18 cm

59

Berarti untuk jalan angkut dengan lebar 9 m maka harus dibuat


kemiringan melintang sebesar 180 mm.
Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan dan perhitungan, maka
didapatkan perbandingan kemiringan melintang (cross slope) masing-masing
segmen adalah sebagai berikut:
V-W

= (0,5 x 8 m) 40 mm/m
= 160

W-X

= (0,5 x 21 m)
= 420

X-Y

Z-A

A-B

B-C

C-D

D-E

40 mm/m

mm ~ 42 cm

= (0,5 x 23 m)
= 460

40 mm/m

mm ~ 64 cm

= (0,5 x 21 m)
= 420

40 mm/m

mm ~ 48 cm

= (0,5 x 32 m)
= 640

40 mm/m

mm ~ 44 cm

= (0,5 x 24 m)
= 480

40 mm/m

mm ~ 46 cm

= (0,5 x 22 m)
= 440

40 mm/m

mm ~ 42 cm

= (0,5 x 23 m)
= 460

Y-Z

mm ~ 16 cm

40 mm/m

mm ~ 46 cm

= (0,5 x 23 m)

40 mm/m

60

= 460

E-F

= (0,5 x 18 m)
= 360

F-G

H-I

I-J

J-K

K-L

40 mm/m

mm ~ 50 cm

= (0,5 x 32 m)
= 640

40 mm/m

mm ~ 46 cm

= (0,5 x 25 m)
= 500

40 mm/m

mm ~ 46 cm

= (0,5 x 23 m)
= 460

40 mm/m

mm ~ 36 cm

= (0,5 x 23 m)
= 460

40 mm/m

mm ~ 34 cm

= (0,5 x 18 m)
= 360

40 mm/m

mm ~ 36 cm

= (0,5 x 17 m)
= 340

G-H

mm ~ 46 cm

mm ~ 64 cm

40 mm/m

61

Tabel 15. Evaluasi Kemiringan Melintang (Cross slope)

No

Segmen

V-W

Elevasi
(dpl)

Beda
tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Cross
slope
(m)

Seharusnya
(cm)

10.3

200

tidak
jelas

16

13.6

200

21

tidak
jelas

42

25.7

200

23

tidak
jelas

46

24

200

22

tidak
jelas

44

26.7

200

24

tidak
jelas

48

15

200

32

tidak
jelas

64

25.2

200

21

tidak
jelas

42

10.5

200

23

tidak
jelas

46

10.9

200

23

tidak
jelas

46

12.2

200

18

tidak
jelas

36

30.5

200

17

tidak
jelas

34

25.5

200

18

tidak
jelas

36

177.8
188.1
188.1
2

W-X
201.7
201.7

X-Y
227.4
227.4

Y-Z
251.4
251.4

Z-A'
278.1
278.1

A'-B'
293.1
293.1

B'-C'
318.3
318.3

C'-D'
328.8
328.8

D'-E'
339.7
339.7

10

E'-F'
351.9
351.9

11

F'-G'
382.4
382.4

12

G'-H'
407.9

62

No

Segmen

13

H'-I'

Elevasi
(dpl)

Beda
tinggi
(m)

Jarak
(m)

Lebar
(m)

Cross
slope
(m)

Seharusnya
(cm)

23.4

200

23

tidak
jelas

46

27

200

23

tidak
jelas

46

23.9

200

25

tidak
jelas

50

17.3

200

32

tidak
jelas

64

407.9
431.3
431.3
14

I'-J'
458.3
458.3

15

J'-K'
482.2
482.2

16

K'-L'
499.5

Data Lapangan Penulis 2014

Berdasarkan data yang diperoleh, pada ruas jalan yang diukur maka
didapatkan hasil, cross slope-nya belum sesuai dengan ukuran jalan yang ada
karena tidak jelas. Maka peneliti menyarankan agar perawatan jalan oleh
operator motorgrader perlu diawasi lagi. Hal ini menjadi perhatian
mengingat pentingnya pengairan genangan air yang mungkin terjadi pada
permukaan jalan angkut saat hujan jika kemiringan melintang tidak
memenuhi standar. Maka dari itu perusahaan perlu lebih memperhatikan
fungsi pengairan pada jalan angkut tambang dengan mengoptimalkan
kemiringan melintang pada jalan (cross slope) yang kurang memenuhi
standar agar aktivitas pengangkutan dapat tetap efektif meskipun dalam
kondisi musim hujan.

63

5. Drainase
Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah
tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan dan perhitungan, maka
didapatkan tinggi dan kedalaman drainase masing-masing segmen adalah
sebagai berikut:
Tabel 16. Evaluasi Drainase

Data Lapangan Penulis 2014

64

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jalan angkut yang ada sekarang belum memenuhi syarat lebar minimum, yaitu
19 m untuk jalan angkut dua jalur dan 25 m pada tikungan, sehingga
memerlukan penambahan lebar baik pada kondisi lurus maupun pada
tikungan, penambahan lebar ini dimaksudkan agar tidak terjadi dump truck
menunggu saat berpapasan, pelebaran yang perlu dilakukan pada segmen
V-W, E-F, F-G, G-H
segmen Y-Z, B-C, C-D

n p n m ahan lebar pada tikungan dibagian


n D-E.

2. Pada semua tikungan sudah terdapat superelevasi, tidak perlu melakukan


penambahan tinggi pada tiap-tiap tikungan.
3. Kemiringan jalan angkut tambang (Grade) yang dianjurkan untuk jalan
angkut pertambangan, khususnya tambang terbuka yang berada di daerah
perbukitan adalah sebesar 8%. Dari hasil perhitungan grade pada ruas jalan
PT Semen Padang maka diperoleh beberapa data grade jalan angkut yang
melebihi standar grade jalan tambang yang telah ditentukan. Meskipun
tanjakantanjakan yang melebihi standar ini masih dapat di atasi oleh alat
angkut yang bertenaga besar, namun kondisi jalan yang curam akan
membahayakan, mengkonsumsi bahan bakar lebih besar dan memperpendek
usia alat angkut, bahkan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, karena 62,5%
Grade masih belum memenuhi standar Maka PT Semen Padang perlu

64

65

meninjau ulang mengenai kemiringan jalan angkut tambang yang terlalu besar
tersebut agar dapat diperkecil.
4. Pada jalan angkut belum terdapat cross slope sehingga dapat memungkinkan
terjadinya genangan air pada badan jalan dan dapat menyebabkan jalan licin.
5. Untuk mengantisipasi air yang masuk ke permukaan jalan maka perlu dibuat
Drainase, tapi di PT Semen Padang terdapat 50% Drainase tidak berfungsi.
B. Saran
1. Lebar jalan pada jalan lurus maupun tikungan harus memenuhi ukuran
standar yang sesuai dengan ukuran alat angkut yang melewatinya, hal ini
harus menjadi perhatian operator motor grader dan bulldozer dalam
perawatan jalan tambang agar tidak membahayakan terhadap user dan
venichle.
2. Kemiringan jalan angkut tambang (Grade) yang terlalu besar agar dapat
diperkecil dengan cara memperpanjang jalan atau melakukan penimbunan
untuk menambah tinggi elevasi bawah.
3.

Perawatan jalan tambang harus dilakukan secara berkala, perawatan ini


dapat berupa pemadatan jalan, penambahan lapisan permukaan jalan,
pembersihan runtuhan lereng, serta penyiraman pada saat jalan kering dan
berdebu. Serta memperhatikan bagian sisi luar jalan berupa safety berms
untuk melindungi aktivitas pengangkutan dan trench yang berfungsi sebagai
pengairan genangan air.

66

4. Perlunya dilakukan perawatan jalan pada permukaan jalan, sebab kondisi


jalan yang ada saat ini tidak rata dan bergelombang sehingga mengakibatkan
rendahnya kecepatan alat angkut.
5. Cross Slope sangat perlu diperhatikan, karena saat hujan cross slope akan
mengalirkan air ke drainase dan drainase yang tidak berfungsi karena adanya
tumpukan material, sebaiknya dibersihkan menggunakan Excavator PC200
dengan demikian badan jalan akan terbebas dari lubang dan genangan air.

You might also like