You are on page 1of 17

Archive for 10 Pengujian Stabilitas dan Adaptabilitas Genotipe (Interaksi

G*E)
Bab 10 Pengujian Stabilitas dan Adaptabilitas Genotipe (Interaksi G*E)
29 October 2008 Filed under 10 Pendahuluan
Pokok Bahasan 10
Pengujian Stabilitas dan Adaptabilitas Genotipe (Interaksi G*E)
Deskripsi
Pemahaman tentang bentuk-bentuk interaksi G*E, implikasi G*E terhadap
program pemuliaan, serta model untuk menganalisis G*E.
Sub Pokok Bahasan
Pokok bahasan tentang Pengujian stabilitas dan adaptabilitas genotipe (interaksi
G*E) akan mencakup tiga sub pokok bahasan yaitu :
1.
Bentuk-bentuk
Interaksi
G*E
2.
Implikasi
G*E
Terhadap
Program
Pemuliaan
3. Model untuk Menganalisis G*E: Analisis Ragam, Regresi, Metode nonParametrik, Metode Multivariat (AMMI = Additive Main effect
Multiplicative Interaction)
Relevansi Pokok Bahasan
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman, adanya interaksi G*E menyebabkan nilai
duga parameter genetik menjadi bias, sehingga seleksi menjadi tidak efektif.
Selain itu genotipe yang dimaksud gagal menunjukkan konsistensi penampilan
relatifnya antar lingkungan (ruang-waktu). Sehingga topik ini penting untuk
dipelajari dalam rangka menghasilkan varietas yang bersifat adaptif dan stabil.
Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa akan dapat menjelaskan bentuk-bentuk


interaksi G*E, implikasi G*E terhadap program pemuliaan, serta model untuk
menganalisis G*E.
Leave a comment
Bentuk-bentuk Interaksi G*E
29 October 2008 Filed under 10.1 Bentuk-bentuk Interaksi G*E
Sub Pokok Bahasan 10.1
Bentuk-bentuk Interaksi G*E
Lingkungan (E) adalah segala sesuatu yang berada di luar genotipe, yang dapat
berupa lingkungan makro yaitu lokasi, musim/tahun (G*E) dan lingkungan
mikro yaitu lingkungan di sekeliling tanaman yang meliputi cekaman abiotik
(terutama faktor edafik), cekaman biotik (OPT: hama, penyakit, gulma), kondisi
filosfer (suhu, RH, sinar matahari), dan kompetisi antar tanaman.
Penampilan tanaman atau yang umum disebut sebagai fenotipe (P), pada dasarnya
dipengaruhi oleh faktor genetik (G) dan lingkungan (E). Namun selain itu terdapat
faktor lain yang turut mempengaruhi penampilan tanaman di lapangan, yaitu
interaksi genetik dengan lingkungan (G*E). Secara formulasi ditampilkan sebagai
berikut :
Bentuk-bentuk interaksi G*E sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:

Interaksi G*E dapat dijelaskan secara statistik, genetika biometrik, dan biologi
atau terminologi fisik. Secara genetika biometric, interaksi G*E dijabarkan dalam

bentuk aksi gen aditif, dominan, dan epistasis. Adapun secara biologi atau
terminologi fisik, analisis G*E berupa regresi yang beragam pada beberapa
lingkungan (sub-super-optimal), periode, perbedaan skala pengukuran, dan
adanya faktor stress, sehingga interpretasi akan tergantung skala analisis.
Leave a comment
Implikasi G*E terhadap Program Pemuliaan
29 October 2008 Filed under 10.2 Implikasi G*E terhadap Program Pemuliaan
Sub Pokok Bahasan 10.2
Implikasi G*E terhadap Program Pemuliaan
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman, adanya interaksi G*E menyebabkan nilai
duga parameter genetik menjadi bias, sehingga seleksi menjadi tidak efektif.
Selain itu genotipe yang dimaksud gagal menunjukkan konsistensi penampilan
relatifnya antar lingkungan (ruang-waktu). Akibat dari hal tersebut adalah :

Sukar memutuskan genotipe-genotipe yang akan diikutkan dalam program


seleksi selanjutnya

Sukar memutuskan fenotipe yang akan dilepas sebagai varietas unggul

Galur-galur harapan dapat tersingkir dalam proses seleksi

Interaksi G*E dalam pemuliaan dikenal dengan istilah adaptasi dan stabilitas.
Stabilitas merupakan kemantapan dalam waktu sedangkan adaptabilitas adalah
kemantapan dalam ruang. Untuk pengujian statistika, keduanya menggunakan
istilah stabilitas. Analisis stabilitas diperlukan untuk mencirikan keragaan
genotipe di berbagai lingkungan dan membantu pemulia tanaman dalam memilih
genotipe unggul. Stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe penting untuk
diperoleh karena varietas hasil rakitan pemulia tanaman, akan ditanam petani pada
lingkungan yang berbeda-beda, sehingga perlu varietas yang adaptif: untuk
mengurangi resiko petani yang mungkin timbul akibat perubahan lingkungan
yang tidak dapat diramalkan.

Menurut konsep stabilitas, suatu genotipe dikatakan stabil bila :


1.
Ragam
antar
lingkungan
kecil
2. Respon terhadap lingkungan paralel dengan rataan respon semua genotipe
dalam
percobaan
yang
dilakukan
3. KTsisa dari model regresi (penyimpangan model) pada indeks lingkungan
kecil
Berdasarkan konsep stabilitas tersebut, maka arah tujuan program pemuliaan
tanaman akibat adanya interaksi G*E adalah :
1. Perolehan genotipe berdaya hasil tinggi dan stabil pada lingkungan luas
(adaptasi
luas)
2. Perolehan genotipe berdaya hasil tinggi pada lingkungan tertentu (adaptasi
lokal)
Leave a comment
Model untuk Menganalisis G*E
29 October 2008 Filed under 10.3 Model untuk Menganalisis G*E
Sub Pokok Bahasan 10.3
Model untuk Menganalisis G*E
Terdapat
empat
1.
2.
3. Teknik multivariat

model
pendugaan
Analisis
Analisis

stabilitas,

yaitu:
ragam
regresi

10.3.1 Analisis Ragam


Ragam adalah kuadrat penyimpangan data terhadap rataan umum diboboti oleh
ukuran populasinya, yang dapat dibedakan menjadi ragam contoh dan ragam
populasi. Kemudian kaitannya dengan analisis sumber keragaman, dapat
dibedakan menjadi :

A.
Analisis
Univariat
Pada analisis univariat, keragaman berasal dari satu sumber. Contoh : data
daya hasil kacang tanah.
1015
1025
990
950
975
910

1175
1095
1120
1010
990
1070

1125
1110
1115
1205
1170
1120

1150
1085
1210
1120
1175
1090

B. Analisis MultivariatPada analisis multivariat, keragaman berasal dari lebih


dari satu sumber/variabel. Contoh : data daya hasil kacang tanah berdasarkan
varietas, lokasi dan musim tanam.
Ulangan

Muara

Sukamandi

Gajah

Kelinci

MH

MK

MH

MK

1015

1175

1125

1150

1025

1095

1110

1085

990

1120

1115

1210

950

1010

1205

1120

975

990

1170

1175

1175

1070

1120

1090

Pada contoh di atas, keragaman berasal dari beberapa sumber, yaitu genotipe (G),
lokasi (L), musim (M), interaksi (G*L), interaksi (G*M), dan interaksi (G*L*M).
Pada analisis ragam ini, penetapan stabilitas suatu genotipe adalah :
1.

Membandingkan genotipe yang diuji dengan kultivar kontrol


o

genotipe uji yang tidak menunjukkan interaksi G*E nyata dengan


kultivar kontrol ditengarai dan daya hasilnya dikelaskan ke dalam:
superior, inferior, atau tidak berbeda terhadap kontrol.

genotipe dengan pola adaptasi yang mirip dengan kontrol dan

memiliki daya hasil lebih tinggi pada lingkungan-lingkungan uji adalah


yang direkomendasikan stabil.
2.

Melihat nilai kuadrat tengah interaksi


genotipe dengan kuadrat tengah interaksi yang rendah dinilai lebih

stabil.
10.3.2 Analisis Regresi
Jenis regresi yang paling banyak digunakan dalam menganalisis stabilitas adalah
regresi linier sederhana, dengan asumsi hubungan antara peubah bebas (X) dan
peubah terikat (Y) adalah linear. Persamaan umumnya adalah :

10.3.2.1 Analisis Stabilitas Menurut Finlay dan Wilkinsons (1963)


Pada analisis stabilitas FW (Finlay-Wilkinsons) digunakan regresi antara varietas
dengan rataan varietas di setiap lingkungan dalam skala log (Model yij dengan
`y.j). Rata-rata hasil semua varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai absis,
dan hasil tiap varietas pada tiap lingkungan digunakan sebagai ordinat. Penarikan
kesimpulan kestabilan varietas adalah :
1. b = 1 : rata-rata stabilitas2. b >1 : peningkatan kepekaan terhadap
perubahan lingkungan
3. b <1 : peningkatan ketahanan terhadap perubahan lingkungan
Contoh garis besar sidik ragam analisis stabilitas FW :
Sumber Keragaman
Genotypes (G)
Environments (E)
GxE

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

276

0.5618**

125.5803**

1656

0.0616**

Regression

276

0.2227**

Dev. from regression

1380

0.0294**

14

0.5385**

3864

0.0186

Rep. within E
Residual

10.3.2.2.

Analisis

Stabilitas

Menurut Eberhart dan Russel (1966)


Model regresi yang digunakan dalam analisis stabilitas ER (Eberhart-Russel)
adalah :
dimana
Ii = (Ii = 1, 2.v) = banyaknya varietas
j = 1, .n = banyak lingkungan
I = sebagai indeks lingkungan yang didefinisikan sebagai : Ij = (Y.j /v Y.. /vn),
dimana S Ij = 0
Penduga b dihitung seperti biasa layaknya dalam regresi.
Dalam konsep ini varietas yang stabil selain memiliki nilai b=1.0, juga
simpangan dari regresi untuk setiap varietas ke-i adalah : S d.i 2= (S dij2 /n-2)
Se2 /r = 0.0
dimana Se2 adalah galat gabungan dan r = banyak ulangan.

Adapun garis besar sidik ragamnya adalah sebagai berikut :


Sumber

Derajat Bebas

Total

nv-1

Varietas (V)

v-1

Lingkungan (L)

n-1

VxL

(v-1)(n-1)

Lingkungan (linear)

V x L (linear)

v-1

Simpangan gabungan

v(n-2)

Varietas 1

n-2

Varietas 2

n-2

Varietas v

n-2

Galat gabungan

n(r-1)(v-1)

Gambar.
Grafik Stabilitas Menurut Eberhart-Russel
10.3.2.3. Analisis Stabilitas Menurut Perkins dan Jinks (1968)

Model analisis stabilitas PJ (Perkins-Jinks) adalah :


dimana
m = rataan umum untuk semua lingkungan dan galur
di = pengaruh aditif genetik dari galur ke-i

ej = pengaruh aditif lingkungan ke-j


gij = pengaruh interaksi genotipe-lingkungan dari galur ke-i dan lingkungan ke- j
eij = galat percobaan
Bila banyak galur i( i = 1 , t) sedangkan lingkungan j (j=1.s), maka :
m = Y../ts, ej = Y.j/t m, di = Yi./s m, dan gij = Yij m di ej.
Model regresi yang digunakan adalah (di + gij) = m + biej +dij . Disini galur
dikatakan stabil bila b = 0.0
Beberapa contoh penarikan kesimpulan berdasarkan analisis stabilitas PJ :
A. Sidik ragam Galur5 (G5) pada 9 lingkungan
Sumber

db

KT

F1

F2

Regresi

71.904

17.732 **

27.518**

Sisa

4.055

957

2.613

Galat baku

G5 memiliki koefisien arah 0, baik yang diuji oleh KTsisa dari data maupun
oleh galat percobaan. KTsisa tidak berbeda dengan KT Galat. Hal ini berarti
pengaruh interaksi G x E antara G5 dengan ke 9 lingkungan dapat dijelaskan
dengan
regresi.
Sidik Ragam regresi gabungan untuk ke 20 galur adalah :
Sumber

db

KT

Galur (G)

19

428.239**

Lingkungan (E)

896.573**

GxE

152

Het. antara regresi

19

15.638**

Sisa

133

13.714**

Galat

957

2.613

Disini terlihat bahwa pengaruh G x E diuraikan menjadi keheterogenan diantara


regresi dimana terdapat perbedaan arah antara regresi (adanya keragaman) dan
sisa yang menunjukkan juga ada keragaman. Walaupun demikian KT

keheterogenen regresi > dari KT sisa. Hal ini serupa dengan pengujian individual
b (hanya terdapat 4 galur dari 20 yang mempunyai nilai b 0, yang berarti banyak
galur yang dapat diterangkan oleh regresi.
B. Sidik ragam 29 galur pada 10 lingkungan
Sumber

db

KT

F1

F2

4.95 **

45.243**

Regresi

100.893

Sisa

20.380

Galat baku

1446

2.230

Disini regresi berpengaruh nyata baik diuji oleh galatnya sendiri (sisa) maupun
dengan percobaan. Dari 29 galur terdapat 2 galur yang seperti ini dan 13 galur
yang juga berpengaruh nyata akan tetapi KTsisanya juga berbeda dengan KT
galat. Hal ini sejalan dengan sidik ragam gabungan dimana KT sisa > dari KT
keheterogenan regresi. Sehingga walaupun G x E dapat diterangkan oleh regresi
akan tetapi masih terdapat porsi yang lebih besar yang tidak dapat diterangkan
oleh regresi. Hal yang sama bila dilihat pada sidik ragam gabungan KT sisa
pecahan dari G x E masih lebih besar dari KT keheterogenan antar regresi.
Sidik gabungan regresi adalah :
Sumber

db

KT

Galur (G)

28

487.200**

Lingkungan (E)

144.553**

GxE

812

Het. antara regresi

28

13.568**

Sisa

224

16.916**

Galat

1446

2.230

Berikut ini ditampilkan perbedaan garis regresi dari analisis stabilitas berdasarkan
Finlay-Wilkinsons (FW), Eberhart-Russel (ER), dan Perkin-Jinks (PJ).

10.3.3 Teknik Multivariat


10.3.3.1 AMMI
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis stabilitas
adalahadditive main effect multiplicative interaction (AMMI). Analisis dengan
metode tersebut menggabungkan pengaruh aditif pada analisis ragam dan
pengaruh multiplikatif pada analisis komponen utama. Asumsi yang harus
dipenuhi dalam AMMI antara lain galat harus menyebar normal dan ragam
homogen. Pengujian homogenitas ragam galat dilakukan melalui uji Barlett.
Tahap-tahap penyusunan dalam analisis dengan AMMI adalah sebagai berikut:
1. Melihat pengaruh aditif galur dan lokasi melalui analisis ragam.
Analisis ragam menggunakan rancangan lingkungan kelompok lengkap dan
rancangan faktorial dua faktor (faktor pertama adalah genotipe dan faktor kedua
adalah lingkungan). Asumsi-asumsi yang mendasari analisis ragam adalah galat
percobaan menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal dengan ragam
homogen (eijk ~ N (0,2). Analisis ragam untuk rancangan faktorial (dua faktor)
dengan RAK adalah sebagai berikut :
Sumber
Keragaman

Derajat
Bebas

Jumlah
Kuadrat

Kuadrat Tengah

Kelompok

b(n-1)

JKK

KTK

Genotipe

a-1

JKA

KTA

Lokasi

b-1

JKB

KTB

Genotipe*Lokasi

(a-1)

JK(A*B)

KT(A*B)

Galat

b(a-1)(n-1)

JKG

KTG

Total

abn-1

JKT

2. Menyusun matriks pengaruh interaksi galur dan lokasi, kemudian


melakukan penguraian bilinier terhadap matriks tersebut melalui
analisis komponen utama.
Pemodelan bilinier pengaruh interaksi genotipe dengan lokasi ( ge) adalah sebagai
berikut:

menyusun pengaruh interaksi dalam bentuk matriks genotipe (baris) x


lokasi (kolom) sehingga matriks berukuran axb:

menguraikan bilinier terhadap matriks pengaruh interaksi:


sehingga model AMMI secara lengkap dapat dituliskan sebagai berikut:
<<<-underconstruction->>>

10.3.3.2 Analisis Biplot


Analisis AMMI di atas dapat menjelaskan interaksi galur dengan lokasi. Dalam
menyajikan pola tebaran titik-titik genotipe dengan kedudukan relatifnya pada
lokasi maka hasil penguraian nilai singular diplotkan antara satu komponen
genotipe dengan komponen lokasi secara simultan. Penyajian dalam bentuk plot
yang demikian disebut biplot. Biplot AMMI meringkas pola hubungan antar galur,
antar lingkungan, dan antara galur dan lingkungan. Biplot tersebut menyajikan
nilai komponen utama pertama dan rataan. Biplot antara nilai komponen utama
kedua dan nilai komponen utama pertama bisa ditambahkan jika komponen utama
kedua tersebut nyata. Dengan demikian analisis AMMI dapat meningkatkan
keakuratan dugaan respon interaksi galur dengan lingkungan.
Interpretasi biplot nilai komponen pertama dan rataan respon terutama untuk titiktitik sejenis. Jarak titik-titik amatan berdasarkan sumbu datar menunjukkan
perbedaan pengaruh utama amatan-amatan tersebut. Jarak titik-titik amatan
berdasarkan sumbu tegak menunjukkan perbedaan pengaruh interaksinya atau

perbedaan kesensitifannya terhadap lokasi. Sedangkan interpretasi untuk titik-titik


sejenis yang diperoleh dari biplot nilai komponen utama kedua dan nilai
komponen utama pertama merupakan jarak titik-titik amatan yang menunjukkan
perbedaan interaksi. Interpretasi titik-titik amatan yang berlainan jenis biplot nilai
komponen utama kedua dan nilai komponen utama pertama menunjukkan jenis
interaksi antar titik-titik amatan. Titik-titik amatan yang mempunyai arah sama
menunjukkan berinteraksi positif (saling menguatkan) dan titik-titik yang berbeda
arah menunjukkan berinteraksi negatif. Analisis biplot dapat digunakan untuk
menginterpretasikan data uji multilokasi maupun data hubungan antara suatu
gerombol dengan karakter yang mencirikannya (Syukur, et al, 2006). Contoh
grafik
analisis
biplot
adalah
sebagai
berikut
:

Biplot AMMI2 sebagai alat visualisasi dari analisis AMMI dapat digunakan untuk
melihat genotipe-genotipe stabil pada seluruh lokasi uji atau spesifik pada lokasi
tertentu. Genotipe dikatakan stabil jika berada dekat dengan sumbu, sedangkan
genotipe yang spesifik lokasi adalah genotipe yang berada jauh dari sumbu utama
tapi letaknya berdekatan dengan garis lokasi. Dengan demikian, dari gambar di
atas, terlihat bahwa genotipe-genotipe stabil pada empat lokasi adalah genotipe
PSPT-MM, PSPT-T1, Bogor-Hi dan Seleksi Darmaga 2. Genotipe PSPT-C
spesifik untuk lokasi Ciawi, genotipe PSPT-K dan PSPT-T2 spesifik untuk lokasi
Cisarua.

awah rata-rata dan beradaptasi khusus di lingkungan yang produktivitasnya


tinggi, sedangkan nilai i = 1 dan genotipe memiliki rata
-rata hasil di atas rata-rataumum berarti genotipe yang demikian beradaptasi baik
pada semua lingkungan.
Nilai i = 1 dan genotipe memiliki rata
-ratahasil di bawah rata-rata umum berartigenotipe tersebut beradaptasi jelek pada
semua lingkungan dan peka terhadap perubahan lingkungan.Parameter yang
digunakan untuk menentukan uji daya adaptasi danstabilitas hasil suatu genotipe
menurut Eberhart dan Russell (1966) adalah nilai
koefisien regresi (i) dan simpangan regresi (i
).
Suatu genotipe dikatakan stabil jika mempunyai koefisien reg
resi (i) sebesar 1 dan simpangan regresi (i) samadengan nol. Genotipe yang
mempunyai koefisien regresi (i) >1 akan beradaptasi
dengan baik pada lingkungan yang produktif dan genotipe dengan koefisien
regresi (i) <1 akan beradaptasi dengan baik pada li
ngkungan yang marginal.Persamaan regresi adalah sebagai berikut :
Yij = + Bi Ij + dij
Dimana :Yij = Rata-rata hasil genotipe i pada lokasi j = Ratarata hasil genotipe ke-i di seluruh lokasiBi = Koefisien regresi genotipe keiIj = Indeks lingkungan pada lokasi jdij =
Simpangan regresi genotipe i pada lokasi jGenotipe yang memiliki garis regresi di
atas rata-rata hasil
seluruhgenotipe di semua lokasi berarti memiliki stabilitas hasil tinggi dan mampu
beradaptasi di semua lokasi. Genotipe dengan garis regresi memotong rata-rata ha
sil seluruh genotipe di semua lokasi diperkirakan mampu
beradaptasidi spesifik lokasi. Genotipe dengan garis regresi di bawahnya berarti m
emilikidaya hasil dan adaptasi yang rendah.Adaptabilitas dan stabilitas suatu tana
man diukur berdasarkankoefisien regresi antara hasil rata-rata suatu genotipe deng
an rata-rata umumsemua genotipe pada suatu lingkungan tertentu. Sehingga
stabilitasdikelompokkan menjad
) Jika koefisien regresi (bi) mendekati atau sama dengan satu makastabilitasnya ad
alah rata-rata (average stability). Jika stabilitasnya rata-rata dan hasilnya ratarata lebih tinggi dari rata-rata semua genotipe pada semua lingkungan maka genoti
pe tersebut memiliki adaptasiumum yang baik (general adaptability). Sebaliknya ji
ka rata-rata hasillebih rendah dari rata-rata umum, maka adaptasinya buruk (Poorl
yadapted) pada semua
lingkungan.2) Jika koefisien regresi (bi) lebih besar dari satu maka stabilitasnya b
eradadi bawah rata-rata (below average stability). Genotipe demikian pek
aterhadap perubahan lingkungan dan beradaptasi khusus pada
lingkunganyang menguntungkan (favorable) atau produktivitasnya tinggi.3) Jika k
oefisien regresi (bi) lebih kecil dari satu maka stabilitasnya berada di atas rata-rata
(above average stability). Genotipe
beradaptasikhusus pada lingkungan sub optimum dan kurang peka terhadap perub

ahan lingkungan. Dengan adanya perubahan lingkungan, genotypehanya memberi


kan sedikit perubahan pada hasil.Penampilan tanaman tergantung kepada genotipe
serta lingkungan
dimanatanaman tumbuh dan interaksi antaraa genotipe dan lingkungan. Faktorling
kungan yang tidak dapat dikendalikan, seperti cahaya matahari, curahhujan, tanah,
dan ketinggian tempat sulit diubah pada suatu lokasi dan musimtanam. Dalam
penelitian, menilai pengaruh factor lingkungan yang tidak dapatdikendalikan pada
respon tanaman adalah dengan melakukan percobaan
di beberapa lokasi, atau antar beberapa musim atau keduanya denganmenggunaka
n analisis gabungan.

You might also like