You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi
pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan
bahan pangan tersebut.
Jika cara-cara pengawetan pangan yang lain misalnya pemanasan, pendinginan,
pengeringan, iradiasi dan lain-lainnya ditujukan untuk mengurangi jumlah mikroba,
maka proses fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan
menggiatkan metabolismenya di dalam makanan. Tetapi jenis mikroba yang digunakan
sangat terbatas yaitu disesuaikan dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Beberapa contoh makanan hasil fermentasi adalah tempe, tauco, dan kecap yang
dibuat dari kedelai, oncom dari bungkil kacang tanah, ikan peda, terasi, sayur asin, keju
dan yoghurt dari susu, anggur minum, brem dan lain-lainnya.
Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan
makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein
nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap
biji kedelai atau
beberapa bahan
lain yang
menggunakan
beberapa
jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus
oligosporus, Rh.
oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak
berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi
tempe. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama
fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan
jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan
enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan
oleh tubuh.
Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan non
alkoholik. Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu Rhizopus
oryzae, Rhizopus oligosporus, dan Rhizopus arrhizus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan :
1. Bagaimanakah peranan mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses
pembuatan tempe?
2. Bagaimanakah proses pembuatan tempe?
C. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan penulisan yang menjadi acuan penulis untuk membuat laporan hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Mengetahui bagaimana peranan dari mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam


proses pembuatan tempe.
2. Mengetahui bagaimana proses pembuatan tempe.
D.

Manfaat Percobaan
Hasil penulisan laporaan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik
secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis, diharapkan dapat hasil penulisan
laporan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi teori bagi penulisan laporan
hasil penelitian yang lain yang sejenis dengan judul laporan hasil penelitian ini.
Secara praktis, hasil penulisan makalah ini diharapkan juga dapat bermanfaat
sebagai berikut :
1)
Menjadi bahan masukan berbagai pihak dalam menganalisis peranan
mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe
2) Menjadi sumber acuan bagi masyarakat atau siapapun yang hendak melakukan
penulisaan
makalah
dan
ada
kaitannya
dengan
pengaruh
peranan
mikroorganisme Rhizopus Oryzae dalam proses pembuatan tempe serta bagaimana
proses pembuatan tempe.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba
seperti bakteri, khamir dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi dengan
memberikan hasil yang dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab
penyakit dan penyebab kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang
dikehendaki, misalnya bakteri akan menghasilkan asam laktat, khamir menghasilkan
alkohol, kapang menghasilkan tempe. Fermentasi biasanya dilakukan dengan
menggunakan kultur murni yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan
dalam keadaan kering atau dibekukan, misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat
untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan kultur murni untuk fermentasi
sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom digunakan
hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi.
B. Mikroorganisme pada Fermentasi
Jenis kapang digunakan dalam khususnya bagi beberapa jenis kayu dan fermentasi
bahan pangan khususnya di Asia, seperti kecap, miso, tempe dan lain-lainnya. Jenis
kapang yang banyak memegang peranan penting dalam fermentasi bahan makanan
tersebut adalah Aspergillus, Rhizopus dan Penicillium.
Tempe adalah sumber protein yang penting bagi pola makanan di Indonesia, terbuat
dari kedelai. Pembuatan tempe dilakukan sebagai berikut : kedelai kering dicuci,
direndam semalam pada suhu 250C esok paginya kulit dikeluarkan dan air rendam
dibuang. Kedelai lalu dimasak selama 30 menit. Sesudah itu didinginkan,

diinokulasikan dengan spora Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, ditaruh dalam
panci yang dangkal dan diinkubasikan pada suhu 30 0C selama 20 - 24 jam. Dalam
waktu itu kedelai terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur. Sekarang tempe
siap untuk dikosumsi. Cara penyajiannya adalah tempe dipotong-potong, direndam
sebentar dalam garam lalu digoreng dengan minyak nabati. Hasilnya adalah tempe
yang berwarna coklat dan kering. Dapat juga dimakan dalam bentuk mempunyai kuah
atau dengan kecap.
C.

Rhizopus oryzae dalam tempe


Tempe adalah makanan yang populer di negara kita. Meskipun merupakan
makanan yang sederhana, tetapi tempe mempunyai atau mengandung sumber protein
nabati yang cukup tinggi. Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap
biji kedelai atau
beberapa bahan
lain yang
menggunakan
beberapa
jenis kapang Rhizopus,
seperti Rhizopus
oligosporus, Rh.
oryzae, Rh.
stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus, sehingga membentuk padatan kompak
berwarna putih. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ragi
tempe. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai. Tekstur kompak juga disebabkan oleh mise1ia jamur yang
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Banyak sekali jamur yang aktif selama
fermentasi, tetapi umumnya para peneliti menganggap bahwa Rhizopus sp merupakan
jamur yang paling dominan. Jamur yang tumbuh pada kedelai tersebut menghasilkan
enzim-enzim yang mampu merombak senyawa organik kompleks menjadi senyawa
yang lebih sederhana sehingga senyawa tersebut dengan cepat dapat dipergunakan
oleh tubuh.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia.
Kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai
pengganti daging. Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia,
tidak
hanya
di Indonesia.
Berbagai
penelitian
di
sejumlah
negara,
seperti Jerman, Jepang, danAmerika Serikat. Indonesia juga sekarang berusaha
mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk menghasilkan tempe yang lebih
cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan gizi tempe. Beberapa pihak
mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam keberadaan tempe sebagai bahan
pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe unggul dapat didaftarkan hak
patennya sehingga penggunaannya dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari
pemegang hak paten).
Jamur Rhizopus oryzae merupakan jamur yang sering digunakan dalam pembuatan
tempe (Soetrisno, 1996). Jamur Rhizopus oryzae aman dikonsumsi karena tidak
menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat (Purwoko dan Pamudyanti,
2004). Jamur Rhizopus oryzae mempunyai kemampuan mengurai lemak kompleks
menjadi trigliserida dan asam amino (Septiani, 2004). Selain itu jamur Rhizopus
oryzae mampu menghasilkan protease (Margiono, 1992). Menurut Sorenson dan
Hesseltine (1986), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6.
Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat
sampai pH 8,4, sehinggajamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk
pertumbuhan jamur. Secara umum jamur juga membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri.

Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur, jumlah nutrien
dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur.
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Tempat dan Waktu Percobaan

Tempat
: Paccerakkang (Rumah A. Hariah)

Waktu Percobaan :
Waktu percobaan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :

Tahap Pengamatan

: Selasa, 11 Februari 2014 dan Rabu, 12 Februari 2014

B.
1)
-

Bahan dan Alat Percobaan


Bahan:
Biji kedelai, dan

2)

Alat:

Panci,
kompor gas,
tampah plastik,
tapisan,
sendok nasi,
ember,
pembungkus plastik,
jarum,
serbet

C. Metode Kerja
1) Biji kedelai yang telah dipilih, dibersihkan dan dicuci dengan air bersih, kemudian
direndam dengan air bersih selama satu hari satu malam. Hal ini bertujuan untuk
melunakkan kedelai, dan juga agar mudah melepas kulit ari dari kedelai (proses hidrasi
agar biji kedelai menyerap air sebanyak mungkin ).

2) Lalu kedelai direbus sampai mendidih dan lanjutkan perebusan sampai kedelai
benar-benar kelihatan empuk.

3)

Setelah tempe direbus, hasil rebusan tempe di tiriskan/di anginkan sambil diaduk

4) Setelah itu kulit ari kedelai dibuang dengan cara diremas-remas sampai biji
terbelah dan kedelai menjadi bersih.

5) Kedelai yang telah dibuang kulitnya di cuci bersih lalu ditiriskan. Proses pencucian
akhir dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang mungkin dibentuk oleh bakteri asam
laktat dan agar biji kedelai tidak terlalu asam. Bakteri dan kotorannya dapat
menghambat pertumbuhan fungi.

6) Setelah rebusan kedelai dingin, taburkan ragi (bibit tempe) sebanyak 1 gram ragi
per 1 kg kedelai secara merata dengan alat pengaduk.

7) Kedelai yang sudah dicampur ragi (bibit tempe), dibungkus dengan plastik yang
sudah ditusuk-tusuk dengan jarum. Setelah itu disimpan selama dua hari.

8) Pengamatan dilakukan selama dua hari berturut-turut guna melihat proses


berlangsungnya fermentasi.
9) Setelah tempe disimpan selama dua hari maka seluruh permukaan kacang kedelai
tertutupi jamur.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pratikan pada dua hari berturut-turut setelah pengolahan
kedelai hingga menjadi tempe adalah sebagai berikut:
a) Pengamatan I (Selasa, 11 Februari 2014)
Kedelai yang terbungkus masih dalam keadaan panas dan mengembun.
b) Pengamatan II (Rabu, 12 Februari 2014)
Jamur merata, tekstur rata dan bau tempe.
B. Pembahasan
Pada pengamatan I keadaan bungkus kedelai dipenuhi uap air akibat panas yang
masih ditimbulkan oleh proses fermentasi dan mycelia putih dari jamur belum merata
(masih terlihat padatan/biji kedelai).
Pada pengamatan II masih ada biji kedelai yang terlihat akan tetapi keadaan
kedelai telah terbungkus sempurna oleh mycelia putih dari jamur, karena padatan
kedelai menempel pada pembungkusnya maka padatan kedelai tersebut terlihat
membentuk tekstur yang rata sesuai bentuk pembungkusnya dan pastinya tercium bau
yang khas dari bungkusan kedelai tersebut yaitu bau tempe.

BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa tempe sangat tergantung dari hasil
fermentasi jenis bahan utama/substratnya yaitu kedelai, macam mikroba yang aktif dan
kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba
tersebut, dan hal ini dapat dikatakan bahwa pengolahan kedelai hingga menjadi tempe
sesuai dengan hasil akhir yang dikehendaki.
Pada dasarnya proses pembuatan tempe merupakan proses penanaman mikroba
jenis jamur Rhizopus sp pada media kedelai, sehingga terjadi proses fermentasi kedelai
oleh ragi tersebut. Hasil fermentasi menyebabkan tekstur kedelai menjadi lebih lunak,
terurainya protein yang terkandung dalam kedelai menjadi lebih sederhana, sehingga
mempunyai daya cerna lebih baik dibandingkan produk pangan dari kedelai yang tidak
melalui proses fermentasi.
Tempe terbuat dari kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus sp. Jamur ini akan
mengubah protein kompleks kacang kedelai yang sukar dicerna menjadi protein
sederhana yang mudah dicerna karena adanya perubahan-perubahankimia pada
protein, lemak, dan karbohidrat. Selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, akan
dihasilkan antibiotika yang akan mencegah penyakit perut seperti diare.

B.
Saran
Pemberian keterangan/pengarahan yang dilakukan asisten/pembimbing sudah baik
akan tetapi pratikan masih mengharapkan pada percobaan selanjutnya para
asisten/pembimbing untuk dapat memberikan keterangan/pengarahan lebih spesifik lagi
dalam hal pengolahan dan penyajian bahan yang dicoba. Dengan adanya
keterangan/pengarahan yang lebih baik lagi yang diberikan asisten/pembimbing dapat
menjadi pengetahuan dan bahan kuliah bagi pratikan nantinya.

DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB
Bogor.
Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika
Pembangunan UNPAD, Bandung.
Winarno,F.G, dkk. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Wirakartakusumah, dkk. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. PAU
Pangan dan Gizi, IPB Bogor

You might also like