You are on page 1of 11

Bahaya Emisi Gas Buang Karbon Monoksida (CO) dan Timbal (Pb)

Akibat Pembakaran Tidak Sempurna Kendaraan Bermotor Sebagai


Polutan Udara

Ardi Budianto (131810301038)


Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Jember
Ardibudianto11@gmail.com
Abstraks
Peningkatan

jumlah

kendaraan

bermotor

dinilai

sebanding

dengan

peningkatan polutan di udara. Emisi gas buang NOx, SO2, CO2, khususnya CO dan
Pb pada pembakaran tidak sempurna dalam kendaraan bermotor sangat berbahaya
bagi manusia. Polutan tersebut akan mencemari udara bersih, sehingga kebanyakan
udara yang digunakan untuk bernapas justru udara yang tidak bersih atau banyak
mengandung polutan. Hal tersebut akan berdampak bagi kesehatan manusia yang bisa
menimbulkan berbagai macam gangguan, khususnya gangguan pernapasan.
Kata kunci : Polutan, CO, Pb.
PENDAHULUAN
Udara bersih merupakan salah satu kebutuhan akan semua makhluk hidup di
bumi. Udara yang bersih jug akan berdampak bagi kesehatan manusia. Manusia bisa
terhindar dari berbagai macam gangguan kesehatan, khusunya masalah pernapasan
yang ditimbulkan oleh adanya polutan, bakteri dan virus yang terdapat di udara yang
tercemar. Saat seseorang baru saja berpindah tempat ke lingkungan yang baru, orang
tersebut akan menghadapi kondisi udara yang berbeda. Manusia yang tinggal di

tempat tersebut terkadang tidak bisa secara langsung mendeteksi adanya gas-gas
polutan yang dapat membahayakan kesehatan ataupun keselamatan karena tidak
semua gas polutan dapat tercium oleh indera penciuman manusia (Jati dan Lelono,
2013).
Pencemaran udara merupakan peristiwa masuknya zat, energi, atau komponen
lainnya ke dalam lingkungan udara. Pencemaran udara akan berakibat pada
penurunan kualaitas udara. Hal ini akan menyebabkan terganggunya kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Pencemaran yang terjadi akibat aktivitas
manusia pada umumnya terjadi di area kota-kota besar denga sector industry (pabrik).
Sedangkan yang disebabkan oleh proses alam berasal dari letusan gunung berapi,
kebakaran hutan dan badai berdebu (Sudarmadji, 2004).
Berdasarkan data Bappenas yang bekerjasama dengan Asean Development
Bank dan Swiss Contact (2006), pertambahan kendaraan yang pesat terkait langsung
dengan kondisi sistem transportasi yang buruk. Banyak orang terdorong untuk
menggunakan kendaraan pribadi terutama sepeda motor karena ketiadaan transportasi
umum yang aman, nyaman, dan tepat waktu. Akibatnya, kemacetan lalu lintas tidak
dapat dihindari khususnya pada jam-jam sibuk.Tingginya laju pertumbuhan penduduk
berdampak pada peningkatan jumlah transportasi sebagai sarana aktivitas dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya (Suhadiyah dkk., 2011).
Pembangunan dalam bidang transportasi tidak hanya membawa perubahan
yang positif, namun juga menimbulkan terjadinya peningkatan jumlah kendaraan
bermotor yang sangat pesat. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor
telah menimbulkan peningkatan pencemaran udara yang semakin terasa di kota besar.
Pembakaran bensin yang tidak sempurna dalam mesin kendaraan bermotor
merupakan salah satu penyumbang terbesar polusi udara di kota. Polusi udara yang
dikeluarkan bisa berupa karbon monoksida, nitrogen oksida, belerang oksida, partikel
padatan seperti timbal. Senyawa-senyawa tersebut bisa dijumpai dalam bahan bakar
kendaraan bermotor dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin pada kendaraan

bermotor serta kualitas bensin ikut menentukan jumlah pencemaran yang akan
ditimbulkan (Hasan, 2012).
1. Timbal (Pb)
1.1 Gambaran Umum Timbal
Timbal (Pb) merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu
kebiruan dengan titik leleh 327C dan titik didih 1.620C. Pada suhu 550600C
timbal menguap dan bereaksi dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida.
Walaupun bersifat lentur, timbal sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit
larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal dapat larut dalam asam nitrit,
asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal
(II) dan senyawa organometalik yang terpenting adalah timbal tetra etil (TEL: tetra
ethyl lead), timbal tetra metil (TML: tetra methyl lead) dan timbal stearat.
Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering digunakan
sebagai bahan coating (Suciani, 2007).
Proses Industrialisasi di abad 19 dan 20 telah mengakibatkan pencemaran
lingkungan. Hal tersebut tidak lepas dari keterlibatan dalam kegiatan bisnis tangan
manusia. Penggunaan logam timbal dalam industri menghasilkan polutan yang
bersifat merugikan kehidupan biologi. Sumber utama polusi timbal pada lingkungan
berasal dari proses pertambangan, peleburan dan pemurnian logam , hasil limbah
industri serta asap yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor (Kurniawan 2008).
Timbal di alam terdapat dalam dua wujudnya yaitu gas dan padatan. Beberapa
penelitian mengenai timbal pernah dilakukan antara lain: penelitian Ferdiaz (1992)
melaporkan bahwa polusi timbal yang terbesar berasal dari pembakaran bensin.
Menurut Wade, dkk., (1993) timbal organik seperti TEL dan MTL banyak digunakan
sebagai bahan aditif bensin, tetapi penggunaannya berkurang secara drastis di
Amerika Serikat mulai tahun 1970-an sedangkan di Mexico TEL dan TML digunakan
sebagai bahan aditif bensin sejak 5 tahun yang lalu. Selain sumber-sumber di atas,
logam berat ini juga terdapat pada gelas, pewarna, keramik, pipa, pelapis kaleng
tempat makanan, dan beberapa obat tradisional serta kosmetik. Pakar lingkungan

sependapat bahwa timbal merupakan kontaminan atau polutan terbesar dari seluruh
debu logam yang terdapat di udara (Anggraini, 2008).
1.2 Bahaya Timbal
Timbal merupakan salah satu unsur kimia sebagai polutan (bahan pencemar)
udara yang paling berbahaya. Timbal sering juga disebut dengan timah hitam (Pb;
lead). Timbal merupakan logam yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yang
berlangsung seumur hidup karena timbal berakumulasi dalam tubuh manusia. Dalam
dosis rendah sekalipun kasus paparan polusi timbal ternyata dapat menimbulkan
gangguan pada tubuh tanpa menunjukkan gejala klinik.2-6 Timbal juga terbukti
meningkatkan jumlah kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini
belum dapat ditentukan berapa kadar terendah dari timbal dalam tubuh yang aman
untuk kesehatan (Hasan, 2012).
Pb merupakan salah satu logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk
hidup karena bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan mutasi, terurai dalam jangka
waktu yang lama dan tokisisitasnya yang tidak berubah (Brass dan Strauss, 1981). Pb
dapat mencemari udara, tanah, air, tumbuhan, hewan dan bahkan manusia. Pb masuk
ke dalam tubuh manusia dapat melalui pencernaan bersamaan dengan tumbuhan yang
biasa dikonsumsi manusia seperti padi, teh, dan sayur-sayuran. Ahmad (1994)
mengatakan bahwa beberapa jenis sayuran yang ditanam di pinggir jalan di kota besar
mengakumulasi Pb di daunnya. Selain melalui pencernaan, Pb masuk ke tubuh
manusia melalui sistem pernafasan. Pb yang akan diserap oleh paru-paru sekitar 2550%. Hal ini dikarenakan ukurannya yang kecil (< 0,5m) sehingga lebih mudah
diserap oleh alveoli (Francis, 1994).
Permasalahan

pencemaran

udara

khususnya

timbal

(Pb)

telah

mengkhawatirkan di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang,


Surabaya, dan Makassar. Hal ini didasarpan pada beberapa hasil pemantauan kualitas
udara dengan parameter timbal (Pb) yang terkandung dalam bensin (premium).
Timbal (Pb) telah membawa dampak yang besar terhadap manusia maka diperlukan
tindakan untuk mereduksi Pb dari udara. Penggunaan bahan bakar bebas timbale

merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan, namun terdapat cara lain yaitu
mereduksi Pb di udara dengan dengan menggunakan tumbuhan sebagai agen
bioremediasi. Tumbuhan dapat dikatakan sebagai agen bioremediasi dalam mereduksi
polusi timbal di udara bila mampu menyerap Pb namun tidak menunjukkan gejala
kerusakan yang signifikan (Sulistyawati dan Sembiring, 2006).
Timbal yang diabsorpsi dan diangkut oleh darah ke dalam organorgan tubuh
sebanyak 95%, timbal dalam darah diikat oleh eritrosit. Pajanan melalui saluran
pernapasan dan saluran pencernaan terutama oleh Pb karbonat dan Pb sulfat.
Masukan timbal 100 hingga 350 g/hari dan 20 g/hari diabsorbsi melalui
pernapasan uap timbal dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Maka sejalan dengan
lama dan tingkat pemaparan terhadap partikel timbal, maka hal tersebut dapat
menimbulkan gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan profil darah (Palar,
1994).
1.3 Sumber Timbal
Berdasarkan penelitian telah diketahui bahwa pencemaran oleh timbal
terbesar beradadi udara, yaitu sekitar 85%. Pencemaran tersebut terutama dari sisa
gas buang dari pembakaran bahan bakar kendaraan yang belum bebas dari timbal.
Kota Jakarta, selama ini dikenal sebagai salah satu kota di Asia yang memiliki tingkat
polusi udara paling buruk (Kompas, 2014).
Sumber pencemaran timbale yang lain berasal dari berbagai komoditi sayuran
yang ditanam di tepi jalan raya. Sayuran tersebut dapat terkontaminasi oleh timbal.
Penelitian menunjukkan bahwa the yang ditanamdi di dekat jalan raya yang padat
akan lalu lintas mengandung timbal dengan melebihi ambang batas (Hikmah, 2004).
Begitu pula berbagai makanan dalam kaleng juga memiliki kadar timbal tinggi,
misalnya pada makanan kaleng kerang-kerangan dam udang-udangan maupun
makanan kaleng lain yang terindikasi oleh timbal (Sudarmadji, 2004).

1.4 Dampak Pencemaran Timbal


Berbagai akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran timbal bagi kesehatan
manusia, diantaranya :
a. Anak-anak menjadi kelompok rentan karena dampak pencemaran timbal
dalam darah. Berbagai macam hambatan pertumbuhan siap mengancam
mereka yang memiliki kandungan timbal dalam darah diatas batas normal,
seperti anemia, pertumbuhan fisik, kecerdasan, hingga tidak mampu
mendengar pada frekuensi-frekuensi tertentu, nafsu makan berkurang, sakit
perut dan muntah, bergerak terasa kaku, gangguan pertumbuhan otak dan
koma.
b. Orang dewasa sedikit banyak akan mengalami gangguan kesuburan jika
positif mengandung timbal dalam darah. Pada Ibu yang tengah mengandung,
timbal yang terserap dan tertimbun dalma tulang yang diremobilisasi dan
masuk ke peredaran darah, kemudian mengalir ke janin dan menghambat
perkembangan otak dan intelegensia janin. Secara epidiomologi paparan
dengan dosis rendah sudah menimbulkan efek yang merugikan pada
perkembangan fungsi system syaraf pusat. Gejala lainnya yaitu kehilangan
libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi, serta dapat
menyebabkan aborsi spontan pada wanita.
c. Dapat menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal, seperti kram perut, kolik,
dan biasanya diawali dengan sembelit, mual-mual, muntah-muntah.
Sedangkan manifestasi secara neurologi adalah encephalophaty seperti sakit
kepala, bingung, sering pingsan dan koma. Selain itu dalam beberapa kasus
akibat pemaparan Pb dapat menyebabkan gagal ginjal yang akut berkembang
dengan cepat
(Sudarmadji, 2004).

1.5 Penanganan Pencemaran Timbal


Menurut Cahyadi (2004) ada berbagai upaya dan tindakan untuk mencegah dan
mengurangi pencemaran Pb, antara lain sebagai berikut:
a. Melalui tes medis (misal tes kandungan Pb dalam darah), terutama bagi
pekerja yang terpapar Pb.
b. Selalu mewaspadai terhadap pencemaran Pb dengan menghindari tempat-

tempat yang udaranya terkena polusi gas buangan kendaraan maupun


industry, khususnya bagi anak-anak dan ibu hamil.
c. Mengontrol lingkungan sebagai tempat beradanya unsure Pb bebas di udara,
dan penggunaan bensin tanpa Pb merupakan salah satu alternative yang perlu
direalisasikan.
d. Memberian informasi akan bahaya pencemaran Pb terhadap kesehatan kepada
pedagang makanan atau minuman agar selalu menutup rapat dagangannya.
e. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur atau tempat makanan/
minuman berglasur, wadah yang dipatri atau mengandung cat.
f. Melakukan pemantauan terhadap kadar Pb di udara maupun dalam makanan
atau minuman secara berkesinambungan dengan melibatkan instansi yang
terkait dan suatu lembaga-lembaga penelitian.
(Sudarmadji, 2004).
2. Karbon Monoksida (CO)
2.1 Gambaran Umum Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan juga tidak berasa (Fardiaz, 1992). Gas CO sebagian besar merupakan hasil
pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan
yang sangat beracun (Mobbs, 1995). Kota besar yang rata-rata padat akan lalu
lintasnya banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara relatif tinggi
jika dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kendaraan bermotor merupakan sumber
polutan CO yang utama yakni sekitar 59,2%. Kendaraan berbahan bakar bensin
menghasilkan gas CO yang lebih banyak daripada kendaraan berbahan bakar solar

(Bardeschi dkk, 1991). Konsentrasi CO di udara pada tempat tertentu dipengaruhi


oleh kecepatan emisi (pelepasan) CO di udara dan kecepatan dispersi dan
pembersihan CO dari udara. Pada daerah perkotaan kecepatan pembersihan CO dari
udara sangat lambat, oleh karena itu kecepatan dipersi dan pembersihan CO dari
udara sangat menentukan konsentrasi CO di udara (Putut dan Widodo, 2011).
2.2 Sumber CO
Sumber gas CO berasal dari sumber alami dan sumber antropogin. Sumber
antropogin gas CO seluruhnya berasal dari pembakaran bahan organik. Pembakaran
bahan organik ini dimaksudkan untuk mendapat energi kalor yang kemudian
digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain: transportasi, pembakaran batu bara,
dll. Menurut Suhardjana (1990), sumber antropogin gas CO di udara yang terbesar
disumbangkan oleh kegiatan transportasi yaitu dari kendaraan bermotor berbahan
bakar bensin, sebesar 65,1%. Pada mesin kendaraan bermotor, bensin yang
teroksidasi dengan sempurna, menghasilkan H2O dan CO2. Reaksi oksidasi bensin
adalah sebagai berikut :
Tahap I : 2CnH(2n+2) + (2n+1)O2 2nCO + 2(n+1)H2O
Tahap II : 2CO + O2 2CO2
(Kusminingrum, 2008).
Namun apabila jumlah O2 dari udara tidak cukup atau tidak tercampur
baikdengan bensin, maka pada pembakaran ini akan selalu terbentuk gas CO yang
tidak teroksidasi. Di bawah ini disajikan hubungan antara gas CO yang dihasilkan
dengan kecepatan kendaraan.

Gambar 1. Laju Emisi Karbon Monoksida Kendaraan Penumpang


Sumber: Environmental Assessment, DOT, UK., 1994
Polutan yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor antara lain karbon
monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), Sulfur dioksida (SO2),
timah hitam (Pb) dan karbon dioksida (CO2). Polutan yang dihasilkan dari
pembakaran kendaraan bermotor sangat banyak, namun karbon monoksida (CO)
merupakan salah satu polutan yang paling banyak dihasilkan oleh kendaraan
bermotor (Sengkey dkk., 2011).
2.3 Dampak Pencemaran CO
Polutan CO yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor memberi dampak
negatif bagi kesehatan manusia. Karbon monoksida merupakan bahan pencemar
berbentuk gas yang sangat beracun. Senyawa ini mengikat haemoglobin (Hb) yang
berfungsi mengantarkan oksigen segar ke seluruh tubuh, menyebabkan fungsi Hb
untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh menjadi terganggu (Sengkey dkk., 2011).
Berkurangnya persediaan oksigen ke seluruh tubuh akan membuat sesak napas dan
dapat menyebabkan kematian, apabila tidak segera mendapat udara segar kembali.
Selain itu, karbon monoksida apabila terhirup oleh manusia bisa menyebabkan

terjadinya sakit kepala, rasa mual, atau kelelahan yang diikuti dengan tidak sadarkan
diri (Sudarmadji, 2004).
3. Penanganan Pencemaran Udara
Kementerian Badan Lingkungan Hidup, mengatakan bahwa di Indonesia
pencemaran udara di kota-kota besar bersumber dari pembakaran bahan bakar bensin
pada kendaraan bermotor. Pencemaran oleh pembakaran bahan bakar kendaraan
ternyata jumlahnya melebihi jumlah pencemaran yang berasal dari industry dan
rumah tangga. Untuk mengatasi pencemaran udara, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai undang-undang, peraturan pemerintah, kepmen, maupun berbagai program
untuk mengurangi pencemaran tersebut (Sudarmadji, 2004).
Program langit biru merupakan pengendalian pencemaran udara yang
difokuskan pada pencemaran dari industry dan kendaraan bermotor, karena keduanya
memberikan konstribusi terbesar pada pencemaran udara.

Beberapa pelaksanaan

program yang dilakukan dibedakan menjadi :


a. Pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber titik bergerak (industri).
b. Pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak (kendaraan
bermotor).
c. Pengendalian pencemaran udara dari sumber-sumber gangguan (kebisingan,
getaran, kebauan).
Upaya untuk mengurangi pencemaran dari sumber kendaraan bermotor ini
telah diundangkannya Kepmen Lingkungan Hidup No.141 Tahun 2003 tentang
penggunaan otomptpf ramah lingkungan. Kepmen ini memutuskan penggunaan
standar Euro 2. Kepemen tersebut berisi pernyataan bahwa semua kendaraan
bermotor tipe baru yang di produksi Indonesia harus memenuhi standar emisi
kendaraan Euro 2. Ketentuan yang sama juga diberlakukan pada kendaraan roda
empat (Sudarmadji, 2004).

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. 1994. Monster Itu Bernama Timbal. www.mwnlh.go.id
Bappenas, ADB, Swiss Contact, 2006. Atlas Kualitas Udara. Hal 18. Diakses pada
hari Rabu 30 Oktober 2014.
Francis, B.M, 1994. Toxic Subtances in The Environmental. New York: John Willey
& Sons.
Hasan, W. 2012. Pencegahan Keracuna Timbal Kronis Pada Pekerja Dewasa
Dengan Suplemen Kalsium. JMakara Kesehatan Vol.16 No.1. Univesitas
Sumatera Utara.
Jati, H.A.P dan Lelono, D. 2013. Deteksi Dan Monitoring Polusi Udara Berbasis
Array Sensor Gas. IJEIS Vol.3 No.2. UGM.
Kompas,

2014.

Ketika

Udara

Jakarta

Tidak

Lagi

Aman

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0406/09/095926.htm.

Dihirup.

Diakses

November 2014.
Kusminingrum, N. 2008. Potensi Tanaman Dalam CO2 dan CO Untuk Mengurangi
Dampak Pemanasan Global. Jurnal Permukiman Vol.3 No.2.
Putut, E. dan Widodo, B. 2011. Simulasi Model Dispersi Polutan Karbon Monoksida
Di Pintu Masuk Tol. Jurnal Penelitian. ITS.
Sembiring, E. dan Sulistyawati, E. 2006. Akumulasi Pb dan Pengaruh Pada Kondisi
Daun Swetenia macrophylla King. ITB.
Sengkey dkk., 2011. Tingkat Pencemaran Udara CO Akibat Lalu Lintas Dengan
Model Prediksi Polusi Udara Skala Mikro. Jurnal Ilmiah Media Engineering
Vol.1 No.2. Universitas Sam Ratulangi.
Sudarmadji, 2004. Pengantar Ilmu Lingkungan. Jember : Universitas Jember.
Suhadiyah dkk., 2011. Studi Adsorbsi Timbal (Pb) pada Kulit Batang Kersen
(Muntingia calabura) dan Glodogan Tiang (Polyathia longifolia Bent & Hook.
F. Var Pendula) di Makassar, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian. Universitas
Hasanudin.

You might also like