You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk


menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup
sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek
hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak
bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus
hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran
hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga
peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan
pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi panglima dalam
menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang
mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pelecehan terhadap hukum
semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak karena tidak
memberi kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan
adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang
benar.
Keadaan dan kenyataan hukum dewasa ini sangat memprihatinkan
karena peraturan perundang-undangan hanya menjadi lalu lintas peraturan,
tidak menyentuh persoalan pokoknya, tetapi berkembang, menjabar dengan
aspirasi dan interpretasi yang tidak sampai pada kebenaran, keadilan dan
kejujuran.

Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran


tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan
tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan,
padahal politik sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi multi tujuan,
bergeser sesuai dengan garis partai yang mampu menerobos hukum dari sudut
manapun asal sampai pada tujuan dan target yang dikehendaki.
Filsafat hukum relevan untuk membangun kondisi hukum yang
sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum
secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban
di dalam kehidupan yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang
berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan tekanan hasrat manusia
melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan hukum pada
suatu masa dan tempat tertentu.
Mengenai fungsi Filsafat Hukum menyatakan, bahwa ahli filsafat
berupaya untuk memecahkan persoalan tentang gagasan untuk menciptakan
suatu hukum yang sempurna yang harus berdiri teguh selamalamanya,
kemudian membuktikan kepada umat manusia bahwa hukum yang telah
selesai ditetapkan, kekuasaannya tidak dipersoalkan lagi. Suatu usaha untuk
melakukan pemecahan menggunakan sistem hukum yang berlaku pada masa
dan tempat tertentu, dengan menggunakan abstraksi terhadap bahan-bahan
hukum yang lebih tinggi. Filsafat hukum memegang peranan penting dalam
kegiatan penalaran dan penelaahan tujuan-tujuan masyarakat hukum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum
Hukum berfungsi mengatur masyarakat mengembangakan suatu sikap
tertentu yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsinya, yaitu sikap otoritatif,
berkuasa, dan memerintah. Menurut Sudikno Mertokusumo pada hakekatnya
hukum tidak lain adalah suatu bentuk perlindungan kepentingan manusia,
yang berbentuk kaidah atau norma. Oleh karena berbagai macam ancaman dan
bahaya yang sering menerpa manusia, maka manusia perlu akan perlindungan
terhadap kepentingan-kepentingannya agar manusia dapat hidup lebih
tenteram. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan membentuk suatu
peraturan hidup atau kaidah disertai dengan sanksi yang bersifat mengikat dan
memaksa.1
Bagi orang banyak ilmu hukum tidak memuaskan. Ilmu hukum
sebagai suatu empiris hanya melihat hukum sebagai norma dalam arti kata
ethisch wardeoordeel. Filsafat hukum berusaha menjelaskan dunia etis yang
menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh pancaindera dari hukum 2
Jadi hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu
1 Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty,1984,
hlm. 1.
2 Lili Rasjidi, Filsafat Hukum: Apakah Hukum Itu?, Bandung: Remadja Karya,
1988, hlm. 2.

menjawab perubahan zaman dengan segala dasar didalamnya, bahkan mampu


melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber
daya manusia penegak hukum itu sendiri.3
Filsafat hukum adalah filsafat yang obyeknya hukum yang berusaha
untuk mencari hakikat dari hukum. Semua ilmu berawal dari filsafat, Semua
ilmu berpijak pada filsafat.4
Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya
filsafat hukum berusaha untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan
yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ; Secara spekulatif, filsafat hukum
terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan mengenai hakekat hukum
Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan
tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan
fungsinya. Lebih jauh H. Muchsin, dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum
menjelaskan dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara
tersendiri, filsafat diartikan sebagai upaya berpikir secara sungguh-sungguh
untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam dari sesuatu itu,
kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa
perintah dan larangan yang keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang
tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di sebuah negara.

3 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007, hlm. 9.


4 Achmad Roestandi, Pengantar Teori Hukum, Bandung: Fakultas Hukum
Uninus, 1980, hlm.17.

Filsafat hukum mereleksi semua masalah fundamental yang berkaitan


dengan hukum, dan tidak hanya merefleksi hakikat dan metode dari ilmu
hukum atau ajaran metode. Lebih dari itu, filsafat hukum bersikap kritis
terhadap pengaruh dari filsafat ilmu modern pada teori hukum.5
Menurut Soetikno, Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum,
dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang
tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai
pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasardasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari
hukum.
Definisi hukum Soetikno sama dengan pendapat Van Apeldoorn yaitu
barangsiapa hendak mengenal sebuah gunung, maka seharusnya ia melihat
sendiri gunung itu, demikian pula barangsiapa ingin mengenal Hukum, ia pun
harus melihatnya pula. Namun jika kita ingin melihat Hukum, kita lalu
berhadapan dengan suatu kesulitan, oleh karena gunung itu dapat dilihat,
tetapi hukum tidak dapat kita lihat. Sesungguhnya kita dapat mengetahui
adanya Hukum itu, bila mana kita melanggarnya, yakni pada waktu kita
berhadapan dengan Polisi, Jaksa dan Hakim, terlebih jika kita berada dalam
penjara. Akan tetapi walaupun Hukum itu tidak dapat kita lihat, namun sangat
penting ia bagi kehidupan masyarakat, karena Hukum itu mengatur
perhubungan antara anggota masyarakat itu dengan masyarakatnya. Artinya,
hukum itu mengatur hubungan antara manusia perseorangan dengan
masyarakat.
5 Astim Riyanto, Op.cit., hlm. 25.

A. Tujuan dan Fungsi Hukum

B. Sejarah Hukum
Sumbangan Von Savigny sebagai Bapak Sejarah Hukum telah
menghasilkan aliran historis (sejarah). Cabang ilmu ini lebih muda usianya
dibandingkan dengan sosiologi hukum. Berkaitan dengan masalah ini
Soedjono, D., menjelaskan bahwa : Sejarah hukum adalah salah satu bidang
studi hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal usul sistem hukum
dalam suatu masyarakat tertentu dan memperbandingkan antara hukum yang
berbeda karena dibatasi oleh perbedaan waktu. (Sudarsono, hal. 261).
Demikian juga hal yang senada diungkapkan oleh Menteri Kehakiman dalam
pidato sambutan dan pengarahan pada simposium Sejarah Hukum (Jakarta 1-3
April 1975) dimana dinyatakan bahwa :
Perbincangan sejarah hukum mempunyai arti penting dalam rangka
pembinaan hukum nasional, oleh karena usaha pembinaan hukum tidak
saja memerlukan bahan-bahan tentang perkembangan hukum masa kini
saja, akan tetapi juga bahan-bahan mengenai perkembangan dari masa
lampau. Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai
aspek hukum Indonesia pada masa yang lalu, hal mana akan dapat
memberikan bantuan kepada kita untuk memahami kaidah-kaidah serta

institusi-institusi hukum yang ada dewasa ini dalam masyarakat bangsa


kita (Soerjono Soekanto hal, 9).

Apa yang sejak lama disebut sejarah hukum, sebenarnya tak lain dari
pada pertelaahan sejumlah peristiwa-peristiwa yuridis dari zaman dahulu yang
disusun secara kronologis, jadi adalah kronik hukum. Dahulu sejarah hukum
yang demikian itupun disebut antiquiteiter, suatu nama yang cocok benar.
Sejarah adalah suatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan
sesuatu yang bergerak; bukan mati, melainkan hidup.
Hukum sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang
terus menerus. Pengertian tumbuh membuat dua arti yaitu perobahan dan
stabilitas. Hukum tumbuh, berarti bahwa ada terdapat hubungan yang erat,
sambung-menyambung atau hubungan yang tak terputus-putus antara hukum
pada masa kini dan hukum pada masa lampau. Hukum pada masa kini dan
hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan. Itu berarti, bahwa kita
dapat mengerti hukum kita pada masa kini, hanya dengan penyelidikan
sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat
juga mempelajari sejarah. (Van Apeldroon, hal. 417). Misalnya saja penelitian
yang dilakukan oleh Mohd. Koesno tentang hukum adat setelah Perang Dunia
II melalui beberapa pentahapan (periodisasi). Secara kronologi perkembangan
tersebut dibaginya dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Masa 1945-1950
2. Masa Undang-undang Dasar Sementara 1950

3. Masa 1959-1966
4. Masa 1966 sekarang
Penetapan tersebut disertai analisis yang mendalam tentang kedudukan
dan peranan hukum adat pada masa-masa tersebut. Mempelajari sejarah
hukum memang bermanfaat, demikian yang dikatakan Macauly bahwa
dengan mempelajari sejarah, sama faedahnya dengan membuat perjalanan ke
negeri-negeri yang jauh : ia meluaskan penglihatan, memperbesar pandangan
hidup kita. Juga dengan membuat perjalanan di negeri-negeri asing, sejarah
mengenalkan kita dengan keadaan-keadaan yang sangat berlainan dari pada
yang biasa kita kenal dan dengan demikian melihat, bahwa apa yang kini
terdapat pada kita bukanlah satu satunya yang mungkin. (Sudarsono, hal. 254).
Sebagai contoh adalah Misi Rahasia Tsar Peter. Banyak sedikit, kita
manusia semuanya condong menerima yang ada sebagai yang sewajarnya,
juga dengan tiada kita sadari kita semua dikuasai oleh waktu yang lalu. Karena
dilahirkan dalam sesuatu waktu, dalam sesuatu negara dan dalam sesuatu
lingkungan, sedari kecil kita sama sekali biasa pada pelbagai pandangan dan
pada pelbagai keadaan, sehingga biasanya timbul pada kita pertanyaan, apakah
hal-hal tersebut ada sebagai mana mestinya? (Van Apeldroon, hal. 420).
Penyelidikan sejarah membebaskan kita dari prasangka-prasangka, ia
menyebabkan bahwa kita tidak begitu saja menerima yang ada sebagai hal
yang demikian melainkan menghadapinya secara kritis. Makin sedikit kita
mengenal waktu yang lalu, makin besar bahayanya kita dikuasainya. (Van

Apeldroon, hal. 421). Sebagai contoh : Tinjauan ulang sejarah serangan


umum 1 Maret dan G. 30 S. PKI (Waspada, 3 Oktober 2000).
Penelitian sejarah pada umumnya dilakukan terhadap bahan-bahan
tertulis maupun tidak tertulis yang biasanya dibedakan antara bahan-bahan
primer, sekunder dan tersier.
Bahan-bahan primer, antara lain :
1. Dokumen, yaitu arsip, surat-surat, memoranda, pidato, laporan, pernyataan
dari lembaga-lembaga resmi.
2. Bahan tertulis lain seperti catatan harian, laporan-laporan hasil wawancara
yang dilakukan dan dibuat oleh wartawan.
3. Gambar-gambar atau potret
4. Rekaman.
Data suplementer pada bahan-bahan primer adalah antara lain : Oral
Story dan Folk Story (khususnya yang tidak tertulis), kemudian benda-benda
hasil penemuan arkeologis, bekas kota dan lain sebagainya.
Kemudian bahan-bahan sekunder :
1. Monograp
2. Bahan tertulis yang berupa bahan referensi

3. Ilmu-ilmu pembantu terhadap sejarah, misal : epigrafi, yaitu seloka atau


sajak yang barisnya tidak banyak dan mengandung sindiran serta
numismatis yaitu ilmu tentang maka uang.
Bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan melalui beberapa tahap
sebelum benar-benar menjadi sumber data sejarah. Penggolongan bukti-bukti
tersebut tidak mutlak, bukti-bukti tersebut harus dilihat dengan kritis. Peneliti
harus bertanya apakah bukti tersebut asli dan isinya dapat dipercayai, karena
metode sejarah menggunakan akal yang teratur dan sistematis. Sebagai ilmu
sosial dan ilmu budaya, sejarah menelaah aktivitas manusia dan peristiwaperistiwanya yang terjadi pada masa lalu dalam keitannya dengan masa kini.
Sebagai ahli sejarah, tidak harus puas dengan deskripsi saja dan harus
berusaha untuk memakainya serta bagaimana prosesnya yang pusat
perhatiannya adalah uniknya dan khasnya peristiwa-peristiwa tersebut. Pada
sejarah hukum umum yang menjadi ruang lingkupnya adalah perkembangan
secara menyeluruh dari suatu hukum positif tertentu. Objek khususnya adalah
sejarah pembentukan hukum atau pengaruh dari sumber-sumber hukum dalam
arti formil pada peraturan-peraturan tertentu. Paradigma yang digunakan
sebagai kerangka dasar penelitian adalah sumber-sumber hukum dalam arti
formil yang mencakup :
1. Perundang-undangan.
2. Hukum kebiasaan.

3. Yurisprudensi.
4. Traktat.
5. Doktrin.
Masing-masing sumber tersebut ditelaah perkembangannya serta
pengaruhnya terhadap pembentukan hukum (rechtvorming). Penelitian dapat
dilakukan secara menyeluruh dan juga dapat dibatasi pada suatu sumber
tertentu.

BAB III
PENUTUP

Dari uraian diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa salah satu kegunaan
sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum tentang masa
lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal di atas merupakan suatu proses,
suatu kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi, yang terpenting bagi ahli
sejarah data dan bukti tersebut adalah harus tepat, cenderung mengikuti
pentahapan yang sistematis, logika, jujur, kesadaran pada diri sendiri dan
imajinasi yang kuat. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi
kalangan hukum, karena hukum tidak mungkin berdiri sendiri, senantiasa
dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan lain dan juga mempengaruhinya.
Hukum masa kini merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau, dan
hukum masa kini merupakan dasar bagi hukum masa mendatang. Sejarah hukum
akan dapat melengkapi pengetahuan kalangan hukum mengenai hal-hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dr. Soerjono Soekanto, SH.MA, 1986, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung,
Alumni.
2. Prof. Dr. Mr. L. J. Van Apeldroon, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT.
Pradnya Paramita.
3. Drs. Sudarsono, SH.M.Si, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka
Cipta.
4. Prof. Warsani, SH, 2001, Bahan Kuliah.

You might also like