You are on page 1of 5

LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI MATA AJAR KGD

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN


Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh
dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Selain itu, sistem pernapasan melakukan
fungsi non respirasi yaitu memelihara keseimbangan air dan panas tubuh, keseimbangan asam
dan basa, meningkatkan aliran balik napas, mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing,
ekspresi emosi (tertawa, menangis, mengeluh).
Fisiologi pernapasan mencakup 3 proses utama yaitu:
1. Ventilasi
Pergerakan udara antara alveoli dan atmosfer. Proses ventilasi meliputi pergerakan diafragma,
perubahan tekanana transpulmonar, kompliens paru, dan tahanan jalan napas. Pada saat inspirasi,
udara dari atmosfer masuk ke rongga thorax sehingga membuat rongga thorax/dada
mengembang. Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada tekanan atmosfer.
Dan pada saat ekspirasi udara keluar dari rongga thorax sehingga mengakibatkan rongga thorax
turun/menguncup. Selama ekspirasi, tekanan intra-alveolus lebih besar daripada tekanan
atmosfer. Sedangkan selama siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih rendah dari tekanan
intra-alveolus atau negatif.
2. Difusi
Pergerakan CO2 dan O2 antara alveoli dan kapiler.
3. Transportasi
- Pergerakan O2 dari alveoli ke sel-sel
- Pergerakan CO2 dari sel-sel ke alveoli
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru. Saluran pernapasan
berawal
dari
saluran
hidung
(nasal) tenggorokan
(faring) laring trakea bronkus bronkiolus alveolus.
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang, berbentuk seperti anggur
yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan
sel alveolus tipe 1 yang gepeng dan sel alveolus tipe 2. Sel alveolus tipe 2 mengeluarkan
surfaktan paru, suatu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan ekspansi
paru. Di dalam lumen kantung udara juga terdapat makrofag alveolus untuk pertahanan tubuh.
Dinding alveolus terdapat pori-pori Kohn ukuran kecil yang memungkinkan aliran udara antara
alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral.
Terdapat kantung pleura yang memisahkan paru dari dinding dada. Permukaan pleura ini
mengeluarkan cairan intrapleura encer, yang membasahi permukaan pleura sewaktu kedua
permukaan saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas. Sehingga jika terjadi

peradangan pada kantung pleura (pleuritis) maka akan menimbulkan rasa nyeri dan auskultasi
napas friction rub.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah sistem saraf pusat, spinal cord, sistem
kardiovaskuler dan darah, thorax dan pleura, system neuromuscular, dan jalan napas bagian atas.
B. GAGAL NAPAS AKUT
Gagal napas akut adalah kegagalan pernapasan jika tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 60
mmHg pada saat bernapas dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) > 50 mmHg. Gagal
napas akut diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu:
1. Tipe 1: Gagal napas akut hipoksemia
Gagal napas ini sering juga disebut gagal paru/gagal pertukaran gas. Penyakit yang dapat
menyebabkan gagal napas akut hipoksemia adalah COPD, pulmonary emboli,
ARDS, pneumonia, CHF. Gagal napas ini melibatkan mekanisme rasio ventilasi/perfusi (V/Q)
tidak sebanding, kerusakan difusi, dan shunt (anatomi: darah yang bergerak dari jantung sisi
kanan ke kiri tidak mengalami oksigenisasi dan fisiologi: darah yang digerakkan oleh alveoli
tidak membawa O2).
2. Tipe 2: Gagal napas akut hiperkapnea
Gagal napas ini juga disebut gagal pompa/gagal ventilasi. Penyakit yang dapat menyebabkan
gagal napas ini adalah otak (over dosis obat, trauma kepala), spinal cord/neuromuscular
(myasthenia
gravis/kerusakan
pada
saraf
dikarenakan
penurunan neurotransmitter yaitu asetilkolin yang menyampaikan info dari saraf ke otot, polio,
tumor/trauma), dinding dada (flail chest, luka bakar).
3. Tipe 3: kombinasi gagal napas akut hipksemia dan hiperkapnea
C. ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM (ARDS)
ARDS adalah gagal napas yang terjadi tiba-tiba dan progresif yang ditandai dengan dispnea,
hipoksemia, difusi bilateral infiltrat (Black, 2002). ARDS diawali dengan berbagai penyakit
serius yang pada akhirnya mengakibatkan edema paru difus nonkardiogenik yang khas. Istilah
ini diperkenalkan oleh Petty dan Ashbaugh pada tahun 1971 setelah mengamati gawat napas
yang akut dan mengancam nyawa pasien-pasien yang tidak menderita penyakit paru sebelumnya.
Etiologi ARDS, antara lain:
1. Syok (hemoragik, kardiogenik, anafilatik, sepsis)
2. Trauma (luka, emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang, cedera kepala, cedera
dada langsung)
3. Infeksi (bacterial pneumonia, viral pneumonia, fungal pneumonia, sepsis gram negatif,
tuberculosis)

4. Inhalasi gas beracun (asap rokok, O2 konsentrasi tinggi (FiO2 > 50%) yang lama (>48 jam), NO2,
NH2, Cl2)
5. Penggunaan obat-obatan (heroin, methadone, barbiturate, dextran 40, Thiazides, Ethchlorvynol,
Fluorescein, Salicylates)
6. Metabolik (uremia, KAD)
Patofisiologi ARDS
Hal yang khas pada ARDS ini adalah terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh berbagai
etiologi salah satunya adalah aspirasi bahan kimia atau inhalasi gas berbahaya langsung toksik
terhadap epitel alveolar. Kondisi ini menyebabkan epitel rusak dan terjadi peningkatan
permeabilitas membran kapiler alveolar dan akhirnya menyebabkan edema interstesial. Membran
kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi, dengan
adanya cedera maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui oleh cairan,
sel darah merah, sel darah putih, dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada
interstisium dan jika melebihi kapasitas dari interstisium cairan akan berkumpul di dalam
alveolus, sehingga mengakibatkan atelektasis kongestif.
Tiga fase yang menggambarkan terjadinya ARDS, yaitu:
1. Fase I (Exudative)
Fase I terjadi 24 jam setelah kerusakan endotel kapiler dan kebocoran cairan kedalam
interstisium pulmonal. Respon inflamasi disertai kerusakan parenkim pulmonal, dan
mengeluarkan mediator toksik, aktivasi komplemen, mobilisasi makrofag, dan pengeluaran
substansi vasoaktif darimast cells.
2. Fase II (Proliferative)
Fase II dimulai pada hari ke 7-10. Sel alveolus tipe 1 dan 2 telah rusak menyebabkan penurunan
produksi surfaktan, alveolus kolaps, dan atelektasis yang mengakibatkan kerusakan pertukaran
gas.
3. Fase III (Fibrotic)
Fase ini terjadi pada minggu ke2-3. Pada fase ini terjadi penurunan fibrin secara irreversible ke
dalam paru yang menyebabkan fibrosis paru yang lama-kelamaan mengakibatkan penurunan
kompliens paru dan memperburuk hipoksemia. Hasil akhirnya mengakibatkan rasio ventilasi dan
perfusi (V/Q) tidak sebanding dan hipoksemia arteri yang sangat besar.
Manifestasi Klinik ARDS, antara lain:
1. Peningkatan RR dan dispnea 1-24 jam setelah cedera
2. Auskultasi dada mungkin tidak terdengar, dan jika terdengar akan mengeluarkan suara crackles.
3. Hasil AGD menunjukkan peningkatan hipoksemia (PaO2 <60 mmHg).

4. Pada awal fase, respirasi alkalosis dikarenakan hiperventilasi. Kemudian asidosis metabolic yang
terjadi dari peningktakan kerja pernapasan dan hipoksemia.
5. Rontgen dada biasanya tergambar tersebar, bilateral dan secara progresifalveolar
infiltrate/intersisial.

1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.
4.

1.
a.
b.
c.
d.
e.
2.

3.
4.
5.
a.
b.
c.

Pengkajian Keperawatan
Tingkat kesadaran klien, ABC, riwayat pengobatan, dan faktor-faktor yang timbul
Monitor tanda-tanda distress pernapasan: penggunaan oto-otot asessoris, perubahan SaO2,
perubahan suara napas, peningkatan hipoksia.
Monitor AGD asidosis/alkalosis
Pengkajian neurologic (20% CO dibutuhkan pada fungsi otak yang normal)
Diagnosis Keperawatan
Kerusakan pertukaran gas b.d edema pulmonal, sekresi, cairan dalam kapiler intersisial atau
perubahan fibrosis.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d eksudat dalam alveoli
Ketidakefektifan pola napas b.d kelemahan otot-otot pernapasan, ketergantungan ventilator
jangka lama.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatan permintaan metabolisme
Intervensi Keperawatan
Oksigenasi
O2 yang adekuat dengan komplikasi minimal
Volume tidal 6 ml/kg BB
Asidosis: pemberian bikarbonat dan peningkatan RR ventilator
FiO2 dijaga rendah untuk mempertahankan PaO2
PEEP: meningkatkan oksigenasi arterial dan ventilasi alveoli yang kolaps
Pemberian posisi prone
Pemberian posisi ini diberikan untuk meningkatkan oksigenasi dengan mengubah distribusi
perfusi, mengurangi kompresi paru oleh jantung, meningkatkan komplien dinding dada, dan
meningkatkan postural drainase.
Cairan dan elektrolit
Nutrisi
Terapi lain
Agen antiinflamasi seperti steroid
Antioksidan
Pengantian surfakaktan

d. Peningkatan perpindahan cairan alveolar melalui aktivasi pompa Na, K, ATP ase dan
mempengaruhi saluran sodium.
Daftar Pustaka
Black, JM., Matassin E. (2002). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of
Care. JB. Lipincott.co
Brunner, L.S, Doris Smith Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Vol. 3.E/8. Jakarta:
EGC
Price, S A. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

You might also like