You are on page 1of 12

SEKILAS KILANG MINYAK INDONESIA

Sepanjang sejarah perminyakan Indonesia dari jaman kolonial Belanda hingga saat ini,
Indonesia memiliki 7 kilang. Pengelolaan kilang minyak merupakan bagian dari industri
hilir Pertamina bidang pengolahan.
Bidang Pengolahan Pertamina dengan tujuh kilangnya memiliki kapasitas total 1.041,20
ribu barel per tahun. Beberapa kilang minyak terintegrasi dengan kilang Petrokimia dan
memproduksi Non BBM.

Di samping kilang minyak, Pertamina hilir mempunyai kilang LNG di Arun dan di
Bontang. Kilang LNG Arun dengan 6 train dan LNG Badak di Bontang dengan 8 train.
Kapasitas LNG Arun sebesar 12,5 Juta Ton sedangkan LNG Badak 18,5 Juta Ton per
tahun.

Beberapa kilang juga menghasilkan LPG, seperti di Pangkalan Brandan, Dumai, Musi,
Cilacap, Balikpapan, Balongan dan Mundu.

TH

LA

Manila

AI CA OS
B
Ba
South Philipines
LA
P
M
VI
n
a
ND
H
M
BO
ET
h
nab
E
K
o
DI
NA
China
S
rB n
h
ta
A
M
C
gpu
o
a aL o
a
J
KASIM
K
hi N A Sea B
nP k
eG
dwna m
Ba
BALIKPAPAN
o
Lh
w D
g e Wa gK
Ban
KAPASITAS
: 10 MBCD
M
o
r u WM a l
nd
RB
t
ok
e
En k
i uoPn
K
k n Po
a
KAPASITAS
: 260 MBCD
Mn
dar
t p EA
P S rt ygn t e in
U
a
se
PLAJU
i
h
o
e st
Pacif
M
Ac
D
u ope
e ao
u hK ST a
or
T
SIN
k
Nn
KiB
u
HA
T tt B
oB h
D
n
a
eh
u
dl n rt
uh
n au MA
tKAPASITAS
al
e
LA
M
nio TA
GA
m
ic
e agn
:
133,7
MBCD
YSI
E
ni N CEPU
t
Sa
LM
a
Seri
K
A
c
DUMAI
u
KAL
A
S
n
g
P
m
Ci a h
B
a
B
DiL h h
r
aw
Jgn a
a tPO
Iu mal bnt eutt SU
la rA
AH
or
a
IMABeg
n aPAKNING
OceaJ
cY
n
SI
t
a
i
al
SUNGAI
e
t
G
a
l
Ba
ari
a
KAPASITAS
: 127
MBCD
n
ik a k
: 3.8awa
MBCD
o
d
d a
ikiAKAPASITAS
a
ER
L REP t
n NTA
a
un uk LA
SE
BU
a
p
r
m
u
nj
nd
m
y
al
n
nIRIAy
n
o
a s
aa WE
g N
A
t
KAPASITAS
: 50ui MBCD
bn
RA
RU
ar aa g U
n
eu
N
g
n g
a
o
p
e
jp SI
s i mJ
S
M
g n m
p
M
a
Bm a Pau
n
J
CILACAP
JAY
Ba
S
I
N
D
s
as
e
b
Si
Yo
F
n ge
uM
p
a
A gyu Aain BL
n
i
m
a and
A
re
TI
nBALONGAN
L
ruU
KAPASITAS : 348 ur
MBCD
India
O Og S
k
a akr Dg A
n kun
N
E
AU
ar
M
ng
M
O
P
M
rV ara Uk L
g ag
a
U
O
ST
an
Ba: 125
R MBCD
nKAPASITAS
a tab R IB
u

r
t
a

al

n
A y Aa
Ocea
g
a n
n

O
K

SAn M
I ESA
d B
W
Aa A
n
g

RA
LIA

k
e

Sumber: Dirjen Migas, 2014

PRINSIP KERJA KELANG


Prinsip kerja kilang minyak pada dasarnya ada dua jenis, yakni kilang dengan proses
sederhana (simple refinery) dan kedua kilang kompleks (complex refinery).
Kilang sederhana disebut juga kilang destilasi sesuai dengan proses kerjanya yaitu
melakukan destilasi atau pemanasan sampai 300-400 derajat celcius. Minyak mentah
(crude) yang sudah dipanaskan tadi terpisah sesuai dengan titik didihnya (boiling point
ranges). Yang paling atas, dengan titik didih paling rendah adalah gas dan LPG.
Kemudian diikuti produk lainnya dengan yang paling bawah adalah bahan padat.
Penggolongan sederhana dan kompleks tidaklah kaku. Proses destilasi yang diikuti
dengan reforming dan hydrotreating juga masuk proses sederhana. Kilang yang
kompleks menghasilkan produk yang lebih ringan seperti gasoline dalam jumlah yang
lebih besar.

Tabel Proses utama kilang minyak


No

Jenis Proses

Unit Proses

Tujuan Proses

Persiapan

Desalter

Mengurangi air, menurunkan garam

Pemisahan

Crude Distilling Unit (CDU),


High VakumUnit (HVU)

Pemisahan primer berdasar titik didih

Treating

Pemurnian

Konversi

Perbaikan kualitas

Hydrotreatingdandemetalisas
i (HDS, ARHDM, DHDT,
DHDT), Amine Absorber
Hydrocracker, Fluid Catalytic
Cracking (FCC), RFCC,
Delayed Coker, Visbreaker,
Platforming, H2 Plant.
Hydrotreater (HDS)

Proses lain

Polymerisasi,
IsomerisasiPenex,Totaray),
MDU

Polymerisasi, aromatisasi, Filtrasi

Perengkahan, pembentukan/
reforming

Perbaikan kualitas

Kilang dengan kompleksitas tinggi akan menghasilkan fraksi ringan lebih besar dan
produk yang bernilai lebih tinggi. Namun kompleksitas tinggi ini juga dibarengi dengan
investasi teknologi dan peralatan yang cukup tinggi serta sejalan juga dengan
pengelolaan potensi bahaya dan risiko yang harus lebih besar.

Tabel Perbandingan persentasi produk akhir kilang sederhana


dan kilang kompleks
Produk akhir
Gas / LPG
Gasoline
Kerosene / Avtur
Solar / Diesel
Residu
Total
Sumber: McKinsey

Kilang sederhana (%)


2,11
16,51
20,22
21,32
39,84
100,00

Kilang kompleks (%)


9,56
44,58
8,95
20,44
16,47
100,00

Kompleksitas kilang Balongan merupakan yang tertinggi di antara enam kilang yang
beroperasi di Indonesia, juga termasuk kelompok kompleksitas tinggi di kilang
internasional. Di tingkat global, kompleksitas tertinggi kilang dimiliki Kilang Reliance
India, yakni pada level 14,0.
Tabel Perbandingan kapasitas kilang dan tingkat kompleksitas
berdasar Indek Nelson
Kilang
Pertamina

RU IV Cilacap
RU V Balikpapan
RU II Dumai
RU III Plaju
RU VI Balongan
RU VII Kasim
Rata-rata per negara
Indonesia
Korea Selatan
Taiwan
Inggris
Jepang
India
Amerika Serikat
China
Reliance India (kilang)

Kapasitas
(barel per hari)
348.000
260.000
177.000
133.700
125.000
10.000

Indek Nelson
3,5
3,3
7,9
4,9
10,6
1,0

430.000

4,7
5,0

305.000
170.000
152.000
132.000
128.000
83.000
580.000

5,9
9,0
7,7
3,8
10,7
3,6
14,0

Berikut sekilas tentang ketujuh kilang minyak di Indonesia


RU I PANGKALAN BRANDAN
Unit pengolahan minyak Pangkalan Brandan memiliki sejarah panjang sebagai pelopor
dimulainya eksplorasi minyak di Indonesia.
Kilang minyak Pangkalan Brandan sudah ada sejak 1883, ketika konsesi pertama
pengusahaan minyak diserahkan Sultan Langkat kepada Aeilko J.Zijlker untuk daerah
Telaga Said dekat Pangkalan Brandan. Pada tahun 1892, kilang minyak di Pangkalan
Brandan yang dibangun Royal Dutch mulai berjalan.
Selanjutnya pada 1901 saluran pipa Perlak-Pangkalan Brandan selesai dibangun. Baru
pada 1945, lapangan minyak sekitar Pangkalan Brandan diserahkan pihak Jepang atas
nama sekutu kepada bangsa Indonesia.
Nilai sejarah kilang ini ada dua aspek. Pertama, memberi andil bagi sejarah
perminyakan Indonesia. Minyak pertama yang dieskpor Indonesia bersumber dari
kilang ini. Pada 10 Desember 1957 Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo
menandatangani perjanjian ekspor dengan Harold Hutton yang mewakili perusahaan
Rifining Associate of Canada (Refican). Nilai kontraknya sebesar US$30,000. Setahun
setelah penandatangan kontrak, ekspor dilakukan menuju Jepang menggunakan kapal
tanki Shozui Maru.
Aspek kedua adalah nilai perjuangan kemerdekaan RI. Kisah heroiknya adalah aksi
bumi hangus pada Agresi Militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi dilakukan sebelum
Belanda tiba di Pelabuhan Pangkalan Susu pada 13 Agustus 1947. Hal ini dilakukan agar
Belanda tidak bisa lagi menguasai kilang minyak. Bumi hangus kedua dilakukan pada 19
Desember 1948.
Kilang ini berkapasitas 5.000 barel per hari dengan hasil produksi berupa gas elpiji
sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari dan beberapa jenis gas dan
minyak. Sayangnya, kilang ini telah ditutup pada 2007.

RU II DUMAI
Kilang minyak Putri Tujuh Dumai dan Sungai Pakning mulai dioperasikan pada 1971.
Produk Pertamina RU II yang dapat dinikmati keberadaannya bagi masyarakat sebagai
berikut :
A. Bahan Bakar Minyak (BBM)
Terdiri dari 6 Jenis produksi yang dihasilkan, diantaranya :
1.
Aviation Turbine Fuel

2.
3.
4.
5.

Minyak Bakar
Minyak Diesel
Minyak Solar
Minyak Tanah

B. Non Bahan Bakar Minyak (Non BBM)


Terdiri dari 3 jenis produksi yang dihasilkan, diantaranya :
1. Solvent
2. Green Coke
3. Liquid Petroleum Gas (LPG)

RU III PLAJU & SUNGAI GERONG


Kilang minyak Plaju dan Sungai Gerong merupakan kilang minyak tertua dan cikal
bakal kilang Pertamina.
Kilang Plaju-Sungai Gerong diawali pada 1900 dengan dibangunnya kilang minyak oleh
Shell di bibir Sungai Musi dengan kapasitas 110.000 barel per hari (BPH). Dua puluh
dua tahun kemudian, tepatnya pada 1926 Stanvac membangun kilang Sungai Gerong
dengan kapasitas 70.000 bph.
Pada tahun 1965 Kilang Plaju diakuisisi oleh Pertamina, kemudian pada 1970 giliran
Kilang Sungai Gerong diakuisisi. Kedua kilang tersebut mulai diintegrasikan pada 1971
menjadi Kilang Musi.
Minyak mentah yang diolah berasal dari beberapa sumur minyak, namun sebagian
besar berasal dari Sumatera Selatan. Penerimaan crude oil dilakukan melalui jalur pipa
dan melalui kapal tanker.
Saat ini kapasitas kilang RU III mencapai 133.700 barel per hari. Produk BBM yang
dihasilkan yakni avtur, premium, kerosene, pertamax racing fuel, automotive diesel oil
atau solar, industrial diesel oil, serta industrial fuel oil. RU III juga menghasilkan
produk non BBM yakni LPG, Musi Cool (Refrigerant), low sulphur waxy residu, serta
biji plastic polytam (polypropylene).

RU IV CILACAP

Unit Pengolahan IV Cilacap memiliki kapasitas produksi terbesar yakni 348.000


barrel/hari, dan terlengkap fasilitasnya. Kilang ini bernilai strategis karena memasok
34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa.
Kilang Cilacap adalah satu-satunya penghasil lube base oil dengan grade HVI- 60, HVI
95, HVI -160 S dan HVI 650. Produksi lube base ini disalurkan ke Lube Oil
Blending Plant (LOBP) untuk diproduksi menjadi produk pelumas dan kelebihannya
diekspor.

Kilang Cilacap terdiri atas Kilang Minyak I, Kilang Minyak II dan Kilang Paraxylene.
Kilang Minyak I dibangun tahun 1974 dengan kapasitas semula 100.000 barrel/hari,
beroperasi sejak diresmikan Presiden RI tanggal 24 Agustus 1976. Sejalan dengan
peningkatan kebutuhan konsumen, tahun 1998/1999 ditingkatkan kapasitasnya
melalui Debottlenecking project sehingga menjadi 118.000 barrel/hari. Kilang ini
dirancang untuk memproses bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan
maksud selain mendapatkan BBM sekaligus untuk mendapatkan produk Non BBM
yaitu bahan dasar minyak pelumas (lube oil base) dan aspal. Mengolah minyak dari
Timur tengah bertujuan agar dapat menghasilkan bahan dasar pelumas dan aspal,
mengingat karakter minyak dari dalam negeri tidak cukup ekonomis untuk produksi
dimaksud.
Sedangkan Kilang Minyak II ini dibangun tahun 1981, dengan pertimbangan untuk
pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai
beroperasi 4 Agustus 1983 setelah diresmikan Presiden RI, memiliki kapasitas awal
200.000 barrel/hari. Kemudian mengingat laju peningkatan kebutuhan BBM ditanah
air, sejalan dengan proyek peningkatan kapasitas (debottlenecking) pada tahun
1998/1999, kapasitasnya juga ditingkatkan menjadi 230.000 barrel/hari. Kilang ini
mengolah minyak "cocktail" yaitu minyak campuran, tidak saja dari dalam negeri juga
dari luar negeri.
Kilang Paraxylene Cilacap dibangun tahun 1988 dan beroperasi setelah diresmikan oleh
Presiden RI tanggal 20 Desember 1990. Kilang ini menghasilkan produk Non BBM dan
Petrokimia. Pertimbangan pembangunan kilang ini didasarkan atas pertimbangan
tersedianya bahan baku naptha yang cukup dari Kilang Minyak II Cilacap, adanya
sarana pendukung berupa dermaga tangki dan utilitas dan terbukanya peluang pasar
baik di dalam maupun luar negeri
Produk yang dihasilkan antara lain aspal, heavy aromate, lube base oil, low sulphur wax
residue, minarex, minyak paraffin, dan toluene.

RU V BALIKPAPAN
Sumur minyak pertama dari Kilang Balikpapan ditemukan oleh sebuah perusahaan
minyak Matilda di Kota Balikpapan pada tanggal 10 Februari 1897. Sejak saat itulah
kota ini dikenal sebagai Kota Kilang Minyak di Kalimantan Timur. Pada 1899 Shell
Transport & Trading Ltd mendirikan Kilang di Balipapan.
Kilang Minyak Balikpapan terletak di tepi Teluk Balikpapan, meliputi areal seluas 2.5
km2 . Kilang Minyak ini terdiri dari unit Kilang Minyak Balikpapan 1 dan unit Kilang
Minyak Balikpapan II. Kilang Minyak Balikpapan 1 dibangun sejak tahun 1922 dan
dibangun kembali pada tahun 1948 dan mulai beroperasi tahun 1950.
Pada 1966 seluruh kekayaan Shell Transport & Trading Ltd dibeli oleh PN Permina. Dua
tahun kemudian, PN Permina dan PN Pertamin melakukan merger dan berganti nama
menjadi PN Pertamina.
Sedangkan Kilang Balikpapan II dibangun tahun 1980 dan resmi beroperasi 1
Nopember 1983.
Kilang Balikpapan I mengalami up grading pada 1995 dan beroperasi kembali pada
1997.
Kedua kilang mengolah minyak mentah dari berbagai sumber, baik domestik (45%)
maupun luar negeri (55%).
Kilang Balikpapan memiliki dua terminal sebagai fasilitas pendukung, yakni terminal
Lawe-lawe dan terminal Balikpapan.
Fasilitas yang tersedia di terminal Lawe-lawe adalah 7 unit tanker, 1 unit single point
mouring, 2 generator, 4 transfer pump dan 3 flushing pump. Terminal ini menerima
crude oil dari Tanjung domestic lainnya maupun crude impor untuk dialirkan ke kilang
pengolahan.
Sementara terminal Balikpapan didukung oleh 29 tank crude oil, 98 tank produk jadi
serta 8 jetty.
Saat ini kilang I memiliki kapasitas 60.000 barel per hari (bph) dan memproduksi LPG,
Naphta, kerosene, light gas oil dan heavy gas oil.
Sedangkan kapasitas kilang II mencapai 200.000 bph dengan produk akhir berupa
LPG, kerosene, naphta, dan diesel stripper.

Terkait dengan keselamatan kerja, Kilang Balikpapan telah menjalani audit Dupont dua
kali, yakni pada 2006 dan 2010 dengan hasil masih kurang menggembirakan karena
memperoleh skor 1,5 dari skala 5,0. Budaya K3 di kilang Balikpapan masih masuk
kategori dependent artinya kepatuhan personil terhadap keselamatan kerja masih
tergantung pada ada tidaknya supervisi bukan datang dari kesadaran sendiri.

RU VI BALONGAN
PT Pertamina (persero) RU VI Balongan berdiri pada 1 September 1990 dengan nama
PT Pertamina (persero) Up VI Balongan yang dinamakan Proyek EXORT (Export
Oriented Refinery) I. Kapasitas total yang dihasilkan kilang ini 125.000 barel per hari.
Kegiatan pembangunan kilang dimulai 1991, dan berproduksi pada Agustus 1994.
Kilang ini diresmikan Presiden Suharto pada 24 Mei 1995 dengan dua kontraktor
utama, Japan Gasoline Corporation (JGC) dan Foster Wheeler Indonesia (FW).
Dasar pemikiran pendirian kilang Balongan:
-

Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri khususnya di wilayah DKI Jakarta
dan Jawa Barat
Untuk memecahkan kesulitan pemasaran jenis minyak mentah (crude oil) berat
seperti Crude Duri
Menaikan nilai tambah dengan adanya peluang ekspor di Asia Pasifik
Pertimbangan ekonomi

Latar belakang Balongan sebagai lokasi proyek


-

Relatif dekat dengan konsumen terbesar yakni Jakarta dan Jawa Barat
Telah tersedianya sarana penunjang yaitu Depot UPMS III, Terminal DOH-JBB
(Jawa Bagian Barat), Conventional Buoy Mouring (CBM), Single Buoy Mouring
(SBM).
Dekat dengan sumber gas alam yaitu DOH-JBB dan Beyond Petroleum (BP)
Selaras dengan proyek pipanisasi BBM di Pulau Jawa
Tersedianya lahan yakni bekas sawah yang kurang produktif
Tersedianya sarana infrastruktur

Bahan baku minyak mentah terdiri dari minyak mentah Duri 80%, minyak mentah
Minas 20%, dan gas alam dari Jatibarang sebagai bahan baku H 2 Plant sebanyak 18
MMSCFD. Pengolahan bahan baku tersebut menghasilkan produk sebagai berikut :
Selanjutnya lebih detil mengenai proses kerja kilang Balongan akan dibahas di Bab IV

RU VII KASIM
Kilang BBM Kasim dibangun untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak daerah
Papua dan sekitarnya. Sebelumnya, pemenuhan kebutuhan BBM daerah ini
didatangkan dari Balipapan, Kalimantan Timur.
Pembangunan kilang BBM tersebut dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

Memacu Pembangunan Kawasan Timur Indonesia

Mengurangi Biaya Transportasi

Meningkatkan Security Of Supply.

Kilang BBM Kasim dibangun di atas areal seluas kurang lebih 80 HA. dan terletak di
desa Malabam kecamatan Seget kabupaten Sorong Papua bersebelahan dengan Kasim
Marine Terminal (KMT) Petro China, kurang lebih 90 km sebelah selatan kota Sorong.
Kilang tersebut mulai beroperasi sejak Juli 1997 sampai saat ini.
Kilang BBM Kasim mengolah crude lokal produksi daerah kepala burung Papua. Lokasi
Kilang BBM ini dipilih disekitar area Petro China dengan dasar pertimbangan :

Menghemat Biaya Transportasi karena dekat dengan Sumber Bahan Baku


(Crude) dan Pasar

Mengurangi Biaya Investasi dengan memanfaatkan beberapa fasilitas yang


tersedia diarea Petro China antara lain Dermaga, Acces Road, Tanki Dan Lain - Lain.

Tersedianya Area dengan luas yang cukup untuk Pengembangan Kilang BBM
Kasim diwaktu yang akan datang.

Lokasi Kilang Di Tengah Hutan (Jauh Dari Pemukiman Penduduk).

Kilang BBM Kasim mempunyai kapasitas 10.000 barrel / hari, dirancang untuk
mengolah Crude(minyak mentah) Walio (60%) dan Salawati (40%).
Produk yang dihasilkan adalah
Fuel Gas : 969 Barrel / Hari
Premium : 1.987 Barrel / Hari (Unleaded)

Kerosene : 1.831 Barrel / Hari


Ado (Solar) : 2.439 Barrel / Hari
Residue : 3390 Barrel / Hari
Dari total produksi BBM RU VII dapat memberi kontribusi sekitar 15 % dari total
kebutuhan MALIRJA (MALUKU & IRIAN JAYA).

PROGRAM PEREMAJAAN DAN PENGEMBANGUNAN KILANG


Tantangan kilang di masa depan adalah adanya perubahan lingkungan bisnis dan
tuntutan terhadap pengolahan.
Perubahan lingkungan terjadi karena dipengaruhi oleh:
a.
b.
c.
d.

Harga minyak mentah yang cenderung tinggi


Tuntutan kinerja berstandar global
Aturan produk yang berubah
Tuntutan lingkungan yang semakin ketat

Pada masa mendatang kilang minyak juga harus mampu menjawab tuntutan atas
a.
b.
c.
d.
e.

Membaiknya kehandalan kilang


Efisiensi bahan bakar dan minimalisasi hasil buangan
Sistem produksi yang optimal
Memenuhi aturan pemerintah
Menurunkan biaya-biaya

Kilang minyak juga memiliki karakteristik bisnis yang sangat khusus, yakni:
1. Kilang termasuk kategori bisnis infrastruktur:
Merupakan bagian dari rantai bisnis infrastruktur bagi bisnis energi dan petro
kimia yang strategis ditinjau dari aspek ekonomi dan politik dengan ciri-ciri
memerlukan biaya investasi tinggi, merupakan investasi jangka panjang,
pengerjaan konstruksi memerlukan waktu lama sekitar 4 tahun, berdampak
langsung terhadap lingkungan, ada aturan ketat dari pemerintah, demikian juga
harga produk diatur oleh pemerintah.
2. Tergantung pada teknologi dan sangat kompleks:
Mempunyai ketergantungan besar pada para pemegang paten teknologi proses
pengolahan minyak bumi (lisensi proses produksi, penyedia katalis dan penyedia

bahan kimia) di samping juga lisensi dari teknologi peralatan dan sistem baik
pabrik maupun penyedia jasa atau vendor nya.
3. Fleksibilitas operasi rendah:
Kilang didisain hanya untuk mengolah jenis minyak mentah tertentu sehingga
tidak mudah untuk melakukan perubahan bahan baku minyak mentah, jenis
katalis maupun bahan kimia beserta model operasi untuk dapat memenuhi
fluktuasi pasar produk yang berubah cepat.
4. Konfigurasi kilang terpadu terintegrasi:
Konfigurasi kilang terpadu dan terintegrasi diperlukan agar bisa mengolah bahan
baku menjadi produk berkualitas yang diterima pasar dengan harga yang lebih
menguntungkan.

Terkait dengan peremajaan dan pengembangan kilang, pemerintah telah menetapkan


sebuah rencana besar yang tertuang dalam Refinery Development Master Plan (RDMP).
Terakhir kali, Indonesia membangun kilang minyak, yaitu kilang Balongan, pada tahun
1994. Guna menyesuaikan pasokan dengan kebutuhan konsumsi nasional, disamping
pengembangan kilang yang ada, setidaknya dibutuhkan lagi pembangunan 2 kilang
minyak baru.
Saat ini ada dua lokasi yang sedang dikaji. Pertama di Bontang, berdekatan lokasinya
dengan fasilitas LNG Bontang, dan yang kedua kemungkinan di Tuban dengan
memanfaatkan kilang TPPI. Sementara di Indonesia timur juga sedang
dipertimbangkan untuk membangun kilang-kilang kapasitas kecil untuk
mengefisienkan distribusi BBM.
Program peremajaan kilang yang tertuang di RDMP menganggarkan US$20 miliar
untuk meng up grade kilang Dumai, Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sebanyak
4 perusahaan asing telah memenangkan tender yakni Sinopec dari China, JX Nippon
Oil & Energy, PTT Thailand, dan Saudi Aramco.
PT Pertamina (Persero) pada 10 Desember 2014 telah menandatangani Memorandum
of Understanding (MoU) mengenai RDMP dengan para mitra. Mitra tersebut yaitu
Saudi Aramco dari Saudi Arabia, Sinopec dari China dan JX Nippon Oil & Energy dari
Jepang.
Penandatanganan ini berarti upgrading dan modernisasi lima kilang Pertamina siap
dilaksanakan. Target upgrading tersebut memang tidak serentak akan selesai. Namun
pada 2025 kelima kilang diharapkan sudah selesai dimodernisasi.

Pengembangan kilang diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi bahan bakar


utama. Produksi minyak mentah yang sekarang berada di posisi 820 barel per hari
(bph) diharapkan mampu meningkat dua kali lipat menjadi 1680 bph. Produksi bensin
dari 190 bph ditargetkan menjadi 630 bph, diesel dari 320 bph menjadi 770 bph dan
avtur diharapkan tercapai produksi 120 bph dari posisi sekarang ini yang berada di level
50 bph.
Proyek RDMP ini bagi sebagian kalangan dianggap sangat strategis. Di samping untuk
mengejar pemenuhan kebutuhan BBM dalam negeri, juga menjadi salah satu bukti
kemampuan Pertamina membangun kemadirian korporasi.
Direktur Pengolahan Pertamina Rachmad Hardad di buletin internal Pertamina Energia
edisi 16 Februari 2015 menyatakan, proyek RDMP Pertamina bertujuan untuk
mentransformasikan sektor energi Indonesia menuju pengolahan minyak mentah yang
lebih sour dengan kompleksitas konversi yang lebih tinggi. Produk - produk yang
dihasilkan akan memiliki kualitas tinggi, juga memenuhi standard Euro IV. Standar
Euro terkait dengan tingkat buangan atau emisi yang diperbolehkan pada kendaraan
bermotor.
Selain itu, VP Strategic Planning, Business Development & Operation Risk Direktorat
Pengolahan, Achmad Fathoni Mahmud, meyakini, lima kilang RDMP yang berlokasi di
RU II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, dan RU VI Balongan
memiliki daya saing tinggi di kawasan Asia Pasifik (Energia edisi 9 Februari 2015).
RDMP ditujukan kepada stakeholder untuk memberikan pemahaman dan
memastikan kilang Pertamina mampu bertahan agar bisa bersaing secara global, jelas
Achmad. Jika proyek tersebut selesai, memungkinkan perusahaan dapat mengolah
minyak mentah yang memiliki kandungan sulfur tinggi.

You might also like