You are on page 1of 14

Dampak Penambangan Pasir Terhadap Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Di Pantai

Selatan Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sumberdaya adalah semua potensi dan lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan
hidup manusia. Jumlah semua komponen material dan lingkungan yang meliputi massa dan
energi, benda biologis dan non biologis dapat ditetapkan sebagai keseluruhan persediaan
(Sumaatmadja, 1988). Salah satu sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan manusia adalah
bahan galian seperti pasir. Bahan galian ini sangat diperlukan untuk pembangunan sarana fisik
seperti gedung, jembatan jalan dan pembangunan, serta kegiatan industri. Setiap pembanguna
fisik berkonstruksi berat pasti memerlukan material pasir. Kualitas pasir yang berasal dari
kawasan Pantai Selatan Jawa Barat dikenal secara luas sebagai pasir dan batu berkualitas tinggi
terutama untuk pembangunan fisk di Jawa Barat dan sekitarnya. Usaha penambangan merupakan
usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi
(1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut :
1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk

perekonomian

Negara serta pertahanan dan keamanan Negara


2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang
banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain
3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, karena sifatnya tidak
langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Contohnya marmer, batu
kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral. Faktor manusia
dalam proses penambangan yang tidak memperhatikan lingkungan tentu akan membawa

dampak kerusakan lingkungan baik pada faktor sosial dan budaya, faktor fisik maupun
faktor biotiknya.
Faktor sosial dan budaya yang dapat mempengaruhi tingkat dampak kegiatan
penambangan pasir, diantaranya tingkat sosial masyarakat, tingkat pendapatan, pendidikan,
pekerjaan serta persepsi masyarakat. Dampak sosial budaya penambangan terhadap wilayah di
sekitar areal penambangan, umumnya terletak pada permasalahan yang sama yaitu jalur lintasan
penambangan yang harus melewati tanah dengan kepemilikan

pribadi (private property),

bangunan jalan sebagai sarana transportasi menjadi rusak, hasil pemasaran bahan tambang hanya
sedikit yang sampai kepada masyarakat lokal, sehingga kurang mengangkat pertumbuhan
ekonomi daerah sekitar lokasi penambangan.
Dampak terhadap faktor fisik yang mungkin terjadi adalah mempengaruhi tingkat
kualitas air, kebisingan dan debu, sedangkan dampak terhadap faktor biotik akibat penambangan
adalah menyebabkan terganggunya keberadaan jenis tumbuhan maupun hewan yang ada,
misalnya berpindah tempat atau

berkurangnya pohon, rumput-rumputan, ikan, ular dan

sebagainya.
Permasalahan sosial masyarakat akibat adanya kegiatan penambangan pasir merupakan
suatu fenomena sosial yang terjadi terus menerus. Fenomena ini menyangkut kepentingan
masyarakat luas dan dampaknya mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat terutama yang
berada di sekitar wilayah areal

penambangan pasir.Lingkungan sosial masyarakat sangat

kompleks, sehingga menimbulkan berbagai macam permasalahan sosial dan berpengaruh


terhadap situasi dan kondisi kehidupan masyarakat. Adapun latar belakang sehingga
permasalahan tersebut timbul diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Penambangan pasir di wilayah Pantai Selatan Jawa Barat mendapatkan persesi dari
masyarakat dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.
2. Penambangan pasir dapat memberikan PAD bagi Pemerintah Daerah.
3. Penambangan pasir jadi mata pencaharian sebagian masyarakat yang dapat menambah
penghasilan
4. Sering terjadi konflik sosial antara pemerintah, organisasi-organisasi sosial yang perduli
lingkungan, masyarakat dan investor penambangan pasir.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat dalam makalah ini berkaitan dengan kebijakan

pengelolaan

penambangan pasir di Pantai Selatan Jawa Barat. Untuk memudahkan dan mengarahkan
pembahasan dalam makalah ini maka dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana dampak dari kegiatan usaha penambangan pasir di Pantai Selatan Jawa Barat
2. Apa saja kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kegiatan usaha penambangan pasir di
Pantai Selatan Jawa Barat?
C.Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji tentang kebijakan
pengelolaan penambangan pasir di Pantai Selatan Jawa Barat. Adapun tujuan khusus dari
penulisan makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Memberikan gambaran mengenai dampak dari kegiatan usaha penambangan pasir di


Pantai Selatan Jawa Barat.
2. Mengkaji kebijakan pemerintah dalam pengelolaan kegiatan usaha penambangan pasir di
Pantai Selatan Jawa Barat.

BAB II PEMBAHASAN

A. Dampak Kegiatan Pertambangan Pasir di Pantai Selatan Jawa Barat


Kegiatan penambangan yang dilakukan di daerah Pantai Selatan Jawa Barat dapat
mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas,
penambangan, pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan rakyat yang tidak
memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dengan
bahaya erosi dan tanah longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah. Lahan yang digunakan
untuk pertambangan tidak seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak,
tetapi secara bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan menjadi
lahan yang tidak produktif. Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan oleh pertambangan tetapi
belum direklamasi juga merupakan lahan tidak produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan
menunggu pelaksanaan reklamasi pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah
selesai digunakan secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan
produktif.
Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu
kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan
faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan

pertambangan antara lain pada teknik

pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor
geografis dan morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain.
Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain
perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan
pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut

menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada
lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan
ekonomi.
Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari
pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang berubah
atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin
besar pula areal dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan
topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit selama masa
pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula. Kegiatan pertambangan juga
mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan
tata guna tanah, perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan
dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri
tetapi juga untuk kepentingan manusia. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dampak
pertambangan terhadap lingkungan sangat penting.
Keterlibatan masyarakat sebaiknya berawalsejak dilakukan perencanaan ruang dan
proses penetapan wilayah untuk pertambangan. Masyarakat setempat dilibatkan dalam setiap
perencanaan dan pelaksanaan usaha pertambangan serta upaya penanggulangan dampak yang
merugikan maupun upaya peningkatan dampak yang menguntungkan. Pemerintah Daerah
bertanggung jawab terhadap pengawasan pelaksanaan keterlibatan masyarakat.

B. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengelolaan Pertambangan Pasir dan Implementasinya


Ada beberapa hal penting yang menjadi perhatian dalam pengelolaan sumber daya alam
pada periode reformasi (GBHN 1999-2004). Pertama adalah peningkatan pemanfaatan potensi
sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan
penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan. Kedua,
pendelegasian wewenang secara bertahap dari Pemerintah (Pusat) kepada Pemerintah Daerah
dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan
hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga. Ketiga, pendayagunaan sumber daya alam untuk
sebesar-besarnya

kemakmuran

rakyat

dengan

memperhatikan

kelestarian

fungsi

dan

keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan


budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang.
Semuanya ini merupakan paradigma baru didalam menentukan kebijakan konservasi
bahan galian sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya mineral. Oleh karena itu setiap
kebijakan konservasi bahan galian diarahkan kepada pembangunan untuk keadilan dan
kesejahteraan rakyat, dan desentralisasi atau

eksploitasi harus dijelaskan dalam laporan

eksplorasi atau eksploitasi oleh pemegang izin usaha pertambangan (Sesuai dengan rancangan
Peraturan Pemerintah tentang Konservasi Bahan Galian).
Penetapan mineral ikutan dilakukan dengan mengacu pada kriteria dan tata cara teknis
penetapan mineral ikutan, yang meliputi penilaian dan evaluasi terhadap faktor-faktor kelas
sumber daya, geologi, konservasi, teknologi dan pengusahaan (ekonomi). Berdasarkan penilaian
kategori teknologi terhadap kelompok mineral ikutan 1 sampai 4, maka mineral ikutan dapat
digolongkan menjadi 3 tipe:

Tipe 1: Mineral ikutan berpotensi pengusahaan, yaitu kelompok mineral ikutan yang memiliki
potensi tinggi untuk diusahakan;
Tipe 2: Mineral ikutan berpotensi pengembangan, yaitu kelompok mineral ikutan yang
memiliki potensi sedang/menengah dan memiliki kemungkinan untuk dikembangkan
sebagai komoditas usaha pertambangan;
Tipe 3: Mineral ikutan berpotensi sumberdaya, yaitu kelompok mineral ikutan yang memiliki
potensi rendah dan belum dapat dikembangkan sebagai komoditas usaha pertambangan.
Pada saat ini penambangan laterit kurang memperhatikan manfaat mineral ikutan, bahan
galian lain dan bijih (nikel atau bauksit) berkadar marginal atau rendah. Tanah penutup sering
dibuang begitu saja meskipun masih mengandung bahan logam berharga seperti kromit, kobal,
titan, dan lainnya. Lapisan limonit yang memiliki kadar nikel rendah, misalnya, sering tidak
diolah dan hanya dianggap waste materials. Selain itu tailing hasil pengolahan bijih nikel atau
bauksit masih dapat dimanfaatkan ulang (reuse/recycle).
Ditambah lagi penambangan logam laterit selalu mengakibatkan perubahan rona awal
permukaaan bumi yang luas sehingga dampak lingkungannya sangat besar. Oleh karena itu
pengawasan penambangan logam tipe laterit perlu dilakukan secara cermat dengan berpegang
pada suatu pedoman teknis.Pengawasan teknis secara langsung dilakukan dengan cara
pengecekan, pengukuran, korelasi data, pengambilan conto, analisis conto dan jika diperlukan
due diligence di lapangan atas data dan kegiatan teknis pertambangan.

C. Kondisi Pengelolaan yang Diharapkan Serta Upaya Untuk Mencapainya


Tata cara pengawasan teknis di lapangan menyangkut pemeriksaan terhadap hal berikut
ini: Tahap Eksplorasi:

a. Metoda eksplorasi dan estimasi sumber daya laterit dan mineral ikutannya;
b. Profil laterit hasil pemboran dan sumur uji, kadar bijih laterit dan mineral ikutannya pada
lapisan laterit;
c. Penentuan cut off grade untuk high grade saprolitic ore dan low grade saprolitic ore.
Tahap Penambangan:
d. Rencana dan desain penambangan,
e. Jumlah, kapasitas dan peralatan penambangano target dan realisasi produksi.
f. Realisasi recovery penambangan.
g. Data dan cara penanganan bahan galian lain, bahan galian tertinggal, limonit kadar tinggi
dan kadar rendah
h. Jika diperlukan, pemercontoan terhadap produk sampingan, bahan galian lain, mineral
ikutan dan bahan galian tertinggal.
i. Data dan cara penanganan cadangan yang belum ditambang dan cadangan tersisa
j. Kompetensi dan kualifikasi tenaga pelaksana penambangan. Tahap Pengolahan dan
Pemurnian:
k. Metoda dan proses pengolahan jumlah, kapasitas dan cara kerja peralatan pengolahan
dan pemurnian.
l. Target dan realisasi produksi realisasi recovery pengolahan.
m. Data dan cara penanganan slago data dan cara penanganan bahan-bahan pencampur
(batubara, antrasit, batugamping).
n. Jika diperlukan, pemercontoan terhadap produk utama (misalnya feronikel).
o. Data dan cara penanganan cadangan (stock pile) yang belum diolah.

p. Upaya peningkatan nilai tambah, termasuk pemanfaatan mineral ikutan atau produk
sampingan (jika ada).
q. Kompetensi dan kualifikasi tenaga pelaksana pengolahan dan pemurnian.

BAB III SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan
Kebijakan konservasi bahan galian merupakan salah satu landasan dalam pengelolaan
sumber daya mineral untuk mewujudkan tercapainya pemanfaatan bahan galian baik jangka
pendek maupun jangka panjang untuk kepentingan nasional dengan memperhatikan berbagai
kepentingan sektor di luar pertambangan. Implementasi kebijakan konservasi segera dilakukan
dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah pantai selatan Jawa Barat. Sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kebijakan konservasi perlu dilakukan kajian pemanfaatan dan
potensi sumber daya dan cadangan bahan galian, terutama penilaian (assessment) secara
kuantitatif berbagai jenis komoditas dan tipe endapan bahan galian.

B. Saran
Dari kesimpulan di atas perlu dikemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan
pengelolaan penambangan pasir ini, yaitu :
1. Membentuk lembaga khusus yang menangani pengelolaan kegiatan penambangan di
Pantai Selatan Jawa Barat.
2. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya perlu meningkatkan koordinasi antar anggota tim

penataan dan penindakan pelanggaran penambangan sehingga pengawasan lebih efektif.


3. Penyusunan zonasi pertambangan yang memuat lokasi-lokasi yang dicadangkan untuk
penambangan berdasarkan keberadaan deposit bahan tambang dan pertimbangan ekologis
4. Dugaan adanya laju erosi yang tinggi di lokasi penambangan pasir harus diperhatikan dan
segera dilakukan tindakan pengendalian erosi sehingga kerusakan lingkungan yang
terjadi tidak semakin meluas dan parah.

5. Penggantian iuran reklamasi dalam bentuk jaminan reklamasi untuk penambang besar
sehingga mereka mempunyai rasa tanggung jawab untuk melaksanakan penataan lahan
pasca penambangan.
6. Pemberdayaan ekonomi masyarakat berdasarkan potensi lokal, sehingga ketergantungan
terhadap sumber bahan tambang menjadi berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S (1989)., Konservasi Tanah dan Air , IPB Bogor Mantra.Ida Bagus 2004,
Demografi Umum, Edisi 3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Morgan, R.P.C., 1988
Soil Erosion and Conservation,
Longman Group, Hongkong Nomor 27 Tahun 1980., Peraturan Pemerintah Tentang
Penggolongan Bahan Galian
Rahim, F., 1995, Sistem dan Alat Tambang, Akademi Teknik Pertambangan Nasional

Banjarbaru.

Soemarwoto., Otto., 2003, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Suripin., 2002., Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air , Andi Offset Yogyakarta

Yakin,Addinul., 2004, Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Akademika Presindo,Jakarta

You might also like