You are on page 1of 22

TINJAUAN PUSTAKA FURNACE

Proses Perpindahan Panas


Pada umumnya proses yang terjadi di dalam industri-industri kimia sering

melibatkan energi panas, misal nya proses perpindahan panas. Pengetahuan


tentang proses perpindahan panas sangat diperlukan untuk dapat memahami
peristiwa-peristiwa yang berlangusng dalam proses pemanasan, pendinginan,
evavorasi, evavorasi, dan lain-lain.
Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan operasi
pertukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas. Dimana dengan
alat ini dapat dilakukan pengendalian terhadappanas yang terlibat dalam proses.
Furnace merupakan salah satu alat batu dalam melakukan operasi pertukaran panas
di industri kimia. (Mc. Cabe, 1999)

Furnace (Dapur)
Furnace adalah alat yang berfungsi untuk memindahkan panas yang

dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar dalam suatu ruangan ke fluida
yang dipanaskan sampai mencapai suhu yang diinginkan (Priyo Utomo, 1998).
Struktur furnace berupa bangunan berdinding plat baja yang bagian dalamnya
dilapisi oleh material tahan api, batu isolasiuntuk menahan kehilangan panas ke
udara melalui dinding furnace dan refractory. Mekanisme perpindahan panas dari
sumber panas ke penerima dibedakan atas tiga cara, yaitu:
1.

Perpindahan Panas secara Konduksi


Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dimana

melekul-molekul dari zat perantara tidak ikut berpindah tempat tetapi molekulmolekul tersebut hanya menghantarkan panas atau proses perpindahan panas dari
suhu yang tinggi ke bagian lain yang suhunya lebih rendah.
2.

Perpindahan Panas secara Konveksi


Perpindahan panas secara konveksi diakibatkan molekul-molekul zat

perantara ikut bergerak mengalir dalam perambatan panas atau proses


perpindahan panas dari satu titik ke titik lain dalam fluida antara campuran fluida
dengan bagian yang lain. Perpindahan panas ini dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:

a.

Konveksi alam (Natural Convection)


Perpindahan panas yang terjadi bila aliran panas yang berpindah diakibatkan

perbedaan

berat jenis. Pada konveksi alam aliran fluida disebabkan

oleh

perbedaan suhu antara bagian satu dengan bagian lainnya sehingga terjadi
perbedaan densitas. Densitas bagian fluida dingin lebih besar dari bagian fluida
panas. Aliran terjadi akibat adanya perbedaan densitas.
b.

Konveksi paksa (Forced Convection)


Perpindahan panas yang terjadi bila aliran fluida disebabkan oleh adanya

gerakan dari luar, seperti pemompaan, pengadukan, dll.


3.

Perpindahan Panas secara Radiasi


Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas yang terjadi

karena perpindahan energi melalui gelombang elektromagnetik secara pancaran


atau proses perpindahan panas dari sumber panas ke penerima

panas yang

dilakukan dengan pancaran gelombang panas. Antara sumber panas dengan


penerima panas tidak terjadi kontak. Bagian dapur yang terkena radiasi adalah
ruang pembakaran. (D.Q. Kern,1965)
Untuk pembakaran, bahan bakar yang digunakan pada furnace biasanya
terdiridari bahan bakar gas (fuel gas), bahan bakar minyak (fuel oil), kombinasi
bahanbakar gas dan minyak, serta bahan bakar padat seperti batubara, tergantung
seberapa besar panas yang ingin dihasilkan serta aspek keekonomisannya.
Besarnya beban panas yang harus diberikan oleh furnace kepada fluida yang
dipanaskan bergantung pada jumlah umpan dan perbedaan suhu inlet dan outlet
umpan yang ingin dicapai.
Semakin besar perbedaan suhu dan semakin banyak jumlah umpan, maka
beban dapur akan semakin tinggi. Namun, juga harus diperhatikan, bahwa suhu
yang dicapai oleh fluida proses yang dipanaskan tidak boleh mencapai suhu
dimana dapat terjadi thermal cracking pada fluida proses yang dipanaskan.
Thermal cracking akan mengakibatkan terbentuknya gas-gas ringan yang akan
mengakibatkan volume fluida hasil pembakaran menjadi sangat besar dan
melebihi volume pipa fluida proses. Bila hal ini terjadi, dapat menimbulkan
bahaya berupa meledaknya furnace. Thermal cracking dapat pula mengakibatkan
terbentuknya coke yang dapat mengurangi luas perpindahan panas pada furnace.

Furnace pada dasarnya terdiri dari sebuah ruang pembakaran yang


menghasilkan sumber kalor untuk diserap kumparan pipa (tube coil) yang
didalamnya mengalir fluida. Dalam konstruksi ini biasanya tube coil dipasang
menelusuri dan merapat kebagian lorong yang menyalurkan gas hasil bakar (flue
gas) dari ruang bakar ke cerobong asap (stack). Perpindahan kalor yang diruang
pembakaran terutama terjadi karena radiasi disebut seksi radiasi (radiant section),
sedangkan saluran gas hasil pembakaran terutama oleh konveksi disebut seksi
konveksi (convection section). Untuk mencegah supaya gas buangan tidak terlalu
cepat meninggalkan ruang konveksi maka pada cerobong seringkali dipasang
penyekat (damper). Perpindahan panas kalor melalui pembuluh dikenal sebagai
konduksi.

Gambar 1.1. Skema Furnace


3 Tipe Furnace
1. Furnace Berdasarkan Konstuksinya Secara Umum terdiri dari:
Tipe Box
Furnace yang berbentuk kotak/ box dan mempunyai burner di samping atau
di bawah yang tegak lurus terhadap dinding furnace. Nyala api di dalam furnace

adalah mendatar atau tegak lurus. Tube furnace dipasang mendatar atau tegak
lurus.
Furnace tipe box mempunyai bagian radiasi dan konveksi yang dipisahkan
oleh dinding batu tahan api yang disebut bridge wall. Burner dipasang pada ujung
dapur dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa atau dinding samping dapur (api
sejajar dengan pipa). Dapur

jenis ini jarang digunakan karena perhitungan

ekonomi/harganya mahal.
Aplikasi dapur tipe box :
a. Beban kalor berkisar antara 60-80 MM Btu/Jam atau lebih
b. Dipakai untuk melayani unit proses dengan kapasitas besar.
c. Umumnya bahan bakar yang dipakai adalah fuel oil
d. Dipakai pada instalasi-instalasi tua, adakala nya pada instalasi baru yang
mempunyai persediaan bahan bakar dengan kadar abu (ash) tinggi.
Keuntungan memakai dapur tipe box :
a. Dapat dikembangkan sehingga bersel 3 atau 4
b. Distribusi fluks kalor merata disekeliling pipa
c. Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor diatas 60-80 MM. Btu/jam
Kerugian memakai dapur tipe box :
a. Apabila salah satu aliran fluida dihentikan, maka seluruh operasi dapur harus
dihentikan juga, untuk mencegah pecahnya pipa (kurang fleksibel)
b. Tidak dapat digunakan memanasi fluida yang harus dipanasi oada suhu
tinggi dan aliran fluida yang singkat.
c. Harga relative mahal
d. Membutuhkan area relative luas.
(Amirudin BPAT, 2005)

Gambar 1.2. Tipe Box Furnace

Tipe Silinder Vertikal


Furnace yang berbentuk silinder tegak yang mempunyai burner padalantai
furnace dengan nyala api tegak lurus ke atas sejajar dengan dinding
furnace.Dikatakan tipe vertical karena tube di dalam seksi radiasidipasang tegak
lurus dansejajar dinding furnace.
Contoh jenis pemanas berapi tipe vertical :
a. Pemanas vertical silindris tanpa seksi konveksi
b. Pemanas vertical silindris berkumparan helix
c. Pemanas vertical silindris dengan ruang konveksi aliran silang
d. Pemanas silindris tanpa seksi konveksi terpadu
e. Pemanas tipe punjang (orbor atau wicket)
Keuntungan memakai dapur tipe silindris :
a. Konstruksi sederhana, sehingga harganya relatif murah
b. Area yang diperlukan relative kecil
c. Luas permukaan pipa dapat tersusun lebih besar sehingga thermal efisiensinya
lebih tinggi.
d. Ekonomis untuk bahan bakar sekitar 60-80 MM Btu/jam
(Fuels & Combustion, BPAT PT. Pertamina RU III, 2006).

Gambar 1.3. Type Vertical Clindrycal Furnace

Tipe Cabin
Furnace jenis ini terdiri dari kamar-kamar dimana tube-tubenya dipasang
secara horizontal. Letak burner pada bagian bawah furnace dan nyala api sejajar
tegak lurus dengan dinding furnace. Dapur tipe kabin mempunyai bagian radiasi
pada sisi samping dan bagian kerucut furnace. Bagian konveksi terletak di bagian
atas furnace sedangkan bagian terbawah disebut shield section. Burner dipasang
pada lantai dapur dan menghadap ke atas sehingga arah pancaran api maupun flue
gas tegak lurus dengan susunan pipa, adakalanya burner dipasang horizontal.
Dapur tipe ini ekonomis karena efisiensi termalnya tinggi.
Keuntungan memakai dapur tipe kabin:
1. Bentuk konstruksi kompak dan mempunyai thermal effisiensi tinggi
2. Beban panas sekitar 20-300 MM Btu/jam
3. Pada dapur tipe kabin bersel, memungkinkan pengendalian operasi secara
terpisah (fleksibel)

Gambar 1.3. Beberapa jenis furnace


High Temperatur Chemical furnace
Furnace tipe ini umumnya digunakan sebagai reactor, dimana fluida yang
mengalir melalui pipa radiasi akan memperoleh panas radiasi secara merata.
Burner dipasang dilantai dengan arah pancaran api vertical dan dipasang di
dinding dengan arah pancaran api mendatar. Dengan cara pemasangan Burner
tersebut maka tube akan memperoleh panas radiasi yang sama dari kedua sisinya

sehingga mengurangi kemungkinan terbentuknya coke serta penurunan suhu metal


di tube.
2. Furnace Berdasarkan Draft
Draft adalah perbedaan tekanan di dalam furnace dengan tekanan udara
luar (atmosfir). Berdasarkan Draft furnace dibedakan empat tipe, antara lain:
Natural Draft
Flue gas hasil pembakaran keluar furnace melalui cerobong dengan tarikan
alam. Tekanan di dalam furnace lebih kecil dibandingkan dengan tekanan
atmosfir. Akibat perbedaan tekanan ini maka udara luar untuk pembakaran dapat
masuk ke dalam furnace.
Forced Draft
Udara untuk pembakaran dalam furnace dimasukkan dengan tenaga mekanis
yaitu blower. Karena tekanan udara luar dan tekanan udara yang dimasukkan
lebihtinggi dari tekanan di dalam furnace maka secara langsung Flue gas
hasilpembakaran keluar melalui cerobong.
Induced Draft
Flue gas hasil pembakaran keluar melalui cerobong dengan tarikan blower.
Tarikan blower ini menyebabkan tekanan di dalam furnace lebih rendah dari
tekanan atmosfir, sehingga udara luar masuk ke dalam furnace.
Balance Draft
Merupakan kombinasi forced draft dan induced draft. Forced draft untuk
memberikan udara pembakaran. Induced draft untuk menarik Flue gas melewati
cerobong menuju atmosfirserta mengatur tekanan di dalam furnace.

Bagian - Bagian Furnace

1.

Dinding Furnace
Dinding furnace terbuat dari baja (carbon steel) sebagai penahan struktur

yang dilapisi dengan isolasi, batu tahan api dan refractory sebagai pendukung
untuk pemanfaatan panas secara maksimal serta untuk mencegah terjadinya
kehilangan panas.

Gambar 1.3. Konstruksi dinding dapur


Keterangan Gambar :

2.

a. Plat Baja

b. Isolasi

c. Batu tahan api

d. Refractory

Tube Coil
Tube Coil pada furnace merupakan bagian yang paling penting pada instalasi

furnace. Merupakan rangkaian tube dalam furnace yang berfungsi untuk


memindahkan panas dari panas hasil pembakaran ke dalam fluida yang ada
didalam pipa pembuluh (tube). Tube-tube ini disambung dengan menggunakan U
Bend. Disamping itu bila terjadi pembentukan kerak didalam tube furnace dapat
dibersihkan dengan steam air decoking.
3.

Instrumentasi
Umumnya instrumentasi yang terpasang pada suatu pemanas berapi adalah

thermometer, manometer dan on line analyzer.


a. Termometer : instrument pengukuran temperatur ini dibagi menjadi beberapa
tipe tergantung kebutuhannya.
1. TI (Temperatur Indicator)
2. TR (Temperatur Recorder)
3. TC (Temperatur Controller)
4. TA (Temperatur Alarm)
5. TS (Temperatur Shutdown)
b. Manometer : banyak digunakan untuk mengukur tekanan udara di ruang
pembakaran, tekanan gas buang di cerobong, tekanan bahan bakar gas/cair,
tekanan fluida masuk dan keluar ruang pembakaran.
c. O2 analyzer : fungsi alat ini melakukan analisa kandungan oksigen, karbon
dioksida pada gas buang.
3.

Burner

Burner merupakan alat pembakar bahan bakar (fuel) sistem pengapian dan
pencampuran bahan bakar dan udara dengan udara primer/sekunder serta sistem
atomizing steam sehingga bahan bakar (fuel) dapat terbakar dengan sempurna.

Gambar 2.4. Skema burner


Beberapa macam Burner :
Pilot burner adalah burner kecil yang menggunakan gas sebagai
penyalaanawal pada furnace. Untuk menaikkan suhu fluida selanjutnya
menggunakan burner bahan bakar gas ataupun bahan bakar minyak.
Gas burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas.
Oil burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar minyak.
Dual burner adalah burner dengan mempergunakan bahan bakar gas dan
bahan bakar minyak.

Gambar 2.5. Tata peletakan burner


4. Stack (Cerobong Asap)
Alat ini berfungsi untuk mengalirkan Flue gas hasil pembakaran dari
dalamfurnace keluar furnace (atmosfir Umumnya terbuat dari carbon steel, suhu

stack perlu dijaga antara 350500 oF. Bila suhu stack terlalu tinggi akan
mengakibatkan banyak panas terbuang dan bisa mengakibatkan stack rusak.Jika
suhu stack < 350 oF kemungkinan akan terjadi kondensasi dari air dan gas
SO2yang terbawa oleh flue gas sehingga terbentuk H2SO4 yang sangat korosif dan
merusak semen lining maupun metal stack.
5.

Stack Damper
Alat ini berfungsi untuk mengatur pembuangan Flue gas melewati

stackdanmengatur tekanan di dalam furnace.


6.

Lubang intip (peep hole)


Lubang intip pada dindingfurnace ini berfungsi untuk mengamati nyalaapi

serta kondisi tube di dalam furnace.


7.

Explotion Door
Pintu yang dapat terbuka bila terjadi ledakan (tekanan furnace naik)

sehinggafurnace terhindar dari kerusakan.


8.

Pengatur udara (air register)


Berfungsi untuk mengatur banyaknya udara yang masuk ke dalam furnace.

9.

Snuffing steam
Alat ini berfungsi untuk mengalirkan steam ke dalam furnace, untuk

mematikanapi bila terjadi kebocoran tube. Juga digunakan untuk menghalau gas
hidrokarbon sisa di dalamruang pembakaran sebelum menyalakan burner.
10. Soot blower
Alat ini berfungsi untuk menghilangkan jelaga yang menempel pada pipapipapembuluh di daerah konveksi.

Proses Pembakaran
Pembakaran bahan bakar dapat dinyatakan sebagai suatu reaksi oksidasi

berantai dari senyawa hidrokarbon dengan oksigen yang berasal dari atmosfir.
Proses pembakaran akan berjalan dengan baik, apabila tersedia bahan bakar dan
udara yang cukup, sehingga terbentuk api yang menghasilkan panas dan Flue gas
hasil pembakaran. Pada umumnya komposisi kimia dari bahan bakar merupakan
ikatan hidrokarbonyang terdiri dari karbon(C) dan hidrogen (H 2 ). (Maleev, 1933)
Reaksi pembakaran dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Pembakaran Lengkap dan Sempurna


CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
2. Pembakaran Lengkap tapi Tidak Sempurna (Dengan Udara Berlebih)
CH4 + 3O2 CO2 + 2H2O + O2
3. Pembakaran Tidak Sempurna
3CH4 + 5O2 CO2 + 2CO + 6H2O
Pada pengoperasian furnace reaksi pembakaran yang berlangsung adalah reaksi
pembakaran lengkap tidak sempurna yaitu dengan udara berlebih (excess air).
Namun demikian udara yang banyak akan mengakibatkan panas yang hilang
dibawa oleh Flue gas hasil pembakaran akan semakin besar, sehingga
menurunkan efisiensi furnace. Oleh karena itu udara pembakaran diatur sesuai
dengan kebutuhan optimum.
Furnace akan dapat beroperasi dengan efisiensi yang tinggi bila :
Terjadi reaksi pembakaran yang sempurna.
Udara berlebih (excess air) yang optimum.
Permukaan luar/ dalam dari tube dalam keadaan bersih.
Memperkecil panas yang hilang lewat dinding furnace.
Udara pembakaran dengan temperatur yang tinggi dengan memakai Air
Preheater (APH)

Udara Berlebih (Excees air)


Dalam suatu furnace, udara yang akan digunakan adalah oksigen sedangkan

nitrogen akan menyerab sebagian panas yang dihasilkan. Untuk mengurangi panas
yang diserap nitrogen kita harus mengurangi excees air seminimal mungkin.
(Himmelblau, 1991)

Panas Pembakaran
Panas pembakaran adalah panas yang dihasilkan dari proses pembakaran

bahan bakar yang dinyatakan sebagai nilai kalori (Heating Value) dari bahan
bakar padat, cair atau gas dapat dikatakan sebagai jumlah panas yang dihasilkan
dari pembakaran setiap kilogram bahan bakar, yang dinyatakan dalam satuan
kcal/kg, kcal/m3 atau btu/lb. Nilai kalori dibedakan menjadi dua, yaitu: Higher

Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV). Higher Heating Value
(HHV) adalah nilai panas/kalori dari hasil pembakaran bahan bakar yang tidak
memperhitungkan panas penguapan air. Lower Heating Value (LHV) adalah nilai
panas

dari

hasil

pembakaran

bahan

bakar

yang

dikoreksi

dengan

memperhitungkan panas penguapan air. (BPAT, 2008)

Furnace Unit Crude Distiller III


CDU III memiliki dua furnace yang diletakkan secara bersambung. Furnace

yang digunakan adalah tipe box dengan dua koil. Untuk furnace 1,koil yang
pertama digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah stabilizer,sedangkan
koil 2 digunakan untuk memanaskan ulang produk bawah kolom 1.Furnace 2
memiliki dua koil dan satu convection bank. Koil

1 digunakan untuk

memanaskan umpan dari kolom 1 menuju kolom 2, sedangkan koil 2 untuk


memanaskan ulang produk bawah kolom 2. Convection bank digunakan untuk
pemnasan umpan ex-produk bawah stabilizer menuju kolom 1. Masingmasing
koil memiliki temperatur inlet dan outlet yang berbeda-beda. Heater section untuk
koil 1 dan 2 pada furnace 1 adalah berupa radiant & convection section.
Sedangkan pada furnace 2, heater section koil 1 dan koil 2 hanya berupa radiant
section, dimana convection section ada pada convection bank. Burner yang
digunakan sebanyak 18 buah.
Udara pembakaran yang diperlukan untuk kedua furnace ini disediakan oleh
satu APH yang memiliki balanced draft yaitu terdapatnya satu FDF (Forced draft
fan) yang digunakan untuk memberikan udara pembakaran dan satu IDF (Induced
draft fan) yang digunakan untuk menarik flue gas melewati cerobong menuju
atmosfir serta mengatur tekanan di dalam furnace. Begitu pula flue gas dari kedua
furnace ini dibuang bersama-sama melalui satu stack. (BPAT, 2005)

9 Tahapan Pengolahan Data


Adapun data-data yang diperlukan untuk mendukung perhitungan sebagai
berikut :
1.

Flow rate crude oil

2.

Flow rate fuel oil dan fuel gas

3.

Temperatur inlet crude oil ke furnace

4.

Temperatur outlet crude oil ke furnace

5.

Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas)

6.

Komposisi flue gas

7.

RD fuel gas dan SG fuel oil

Data-data yang diperlukan dalam bentuk tabel sebagai berikut :


Tabel 1. Data flow rate crude oil
Data CO (K Ramba/SPD-TAP)
Tanggal

Flow Rate Crude Oil (Ton/day)


F1C1

F1C2

F2C1

F2C2

Sg CO
(K.Ramba/SPD-TAP)

6-1-2009

2420

2455

2320

2002

0.8277

7-1-2009

2409

2480

2311

2010

0.8210

8-12009

2386

2465

2318

2022

0.8250

9-12009

2399

2450

2308

2017

0.8231

10-1-2009

2411

2471

2330

2006

0.8246

Rata-rata

2410

2468

2317

2015

Tabel 2. Data Flow rate fuel oil dan fuel gas


Flow Rate
Flow Rate
Tanggal
Fuel Oil
Fuel Gas
(Ton/day)
(Ton/day)
6-1-2009
19.0
16.6

0.8244

RD Fuel
Gas

SG Fuel
Oil

0.7056

0.9016

7-1-2009

18.7

16.9

0.7025

0.9010

8-1-2009

19.4

12.2

0.7040

0.9022

9-1-2009

19.9

13.0

0.7032

0.9029

10-1-2009

20.6

12.2

0.7044

0.9031

Rata-rata

19.4

13.1

0.7042

0.9024

Tabel 3. Data temperature inlet crude oil ke furnace


Temp. Inlet Crude Oil ke Furnace (oC)

Data Temp.
Tanggal

F1C1

F1C2

F2C1

F2C2

6-1-2009

162

248

259

333

7-1-2009

163

249

255

332

10-1-2009
Rata-rata

163
162

249
248

258
256

330
332

Tabel 4. Data temperature outlet crude oil ke furnace


Temp. Outlet Crude Oil ke Furnace (oC)

Data Temp.
Tanggal

F1C1

F1C2

F2C1

F2C2

8-1-2009
9-1-2009
10-1-2009
11-1-2009
12-1-2009
Rata-rata

180
179
180
180
179
179

299
298
300
302
300
300

307
306
308
307
309
307

364
363
364
362
363
362

Tabel 5. Komposisi gas campuran (Data dari analisa gas)


Komposisi

% wt

CH4
C2H6
C3H8
iC4H10
nC4H10
iC5H12
nC5H12
C6H14
CO2

Tabel 6. Komposisi flue gas (F-82-001)


Komposisi flue gas

% vol

N2
O2
CO2
Keterangan :
F1C1 : Furnace 1 koil 1, sebagai reboiling stabilizer
F1C2 : Furnace 1 koil 2, sebagai reboiling kolom 1
F2C1 : Furnace 2 koil 1, sebagai transport dari kolom 1 ke kolom 2
F2C2 : Furnace 2 koil 2, sebagai reboiling kolom 2

4.

Tahapan Pengolahan Perhitungan


Adapun dalam melakukan perhitungan efisiensi furnace ini menggunakan 3

metode yaitu :
1.

Metode heat absorbed dan heat release :


a. Menghitung panas yang diserap Crude Oil (Qab) ( heat absorbed)
Untuk masing masing koil :
Qabsopsi = Qout Qin
Ket: Q = heat absorpsi (BTU/hr)
maka heat absorpsi total:
Qab total = Qabkoil 1.1+ Qabkoil 2.1 + Qabkoil 1.2 + Qabkoil 2.2
Untuk menghitung panas yang dibawa Crude Oil tersebut maka
digunakan rumus:
Q = m x H..(bureau of energy efficiency)
Ket: m = lajualirmassafluida (lb/hr)
H = enthalpy fluida (BTU/lb)
dimana enthalpy (H) crude oil didapat dari grafik hubungan antara H
vs K-Uop. (nelson, 1936). Namun dikarenakan tidak adanya data
analisis distilasi dari crude oil, maka digunakan cara lain untuk
menghitung nya berdasarkan konsep enthalpy:
(H) = Cp x T.(Smith, 2001)
Ket: Cp= Specific Heat (BTU/ (lb.oF)
T= perubahantemperature(oF)
Untuk mendapat nilai Cp, terlebih dahulu dihitung oAPI berdasarkan
Specifik Gravity (60/60 oF) fluida tersebut, lalu di plot pada grafik
hubungan T vs Cp untuk hydrocarbon liquids (Kern, 1983)

b. Menghitung panas total masuk furnace (heat release)


Adapun untuk panas total yang dilepas kedalam furnace (bureau of
energy efficiency) dapat dihitung sebagai berikut:

Panas pembakaran fuel oil (Q1)


Q = m x LHV.(Charles)

Untuk mendapatkan nilai LHV terlebih dahulu dihitung oAPI.


Setelah didapat di plot pada grafik API vs HV (charles), sehingga
didapat nilai LHV.

Panas sensibel steam atomizing (Q2)


Q = m x H ................................................( Nelson, 1936)
Nilai enthalpy steam didapat pada steam tabel dengan kondisi
saturated vapor (Smith, 2001)

Panas pembakaran fuel gas (Q3)


Q = m x LHV .(Charles)

Panas sensibel udara pembakaran bahan bakar (Q4)


Q = m x H ................................................( Nelson, 1936)
Nilai Enthalpy udara didapat berdasarkan tabel enthalpy gas ideal
(smith, 2001)

c. Menghitung efisiensi termal.()


Metode

yang

digunakan

dalam

perhitungan

efisiensi

pada

permasalahan ini adalah metode heat released and absorbed.


=

2.

total heat absorb


x 100 % ..................................(Nelson, 1936)
total heat release

Metode Gas Loss


Menghitung panas yang diserap Crude Oil dengan menggunakan grafik
hubungan antara % O2 Excess dengan temperature stack akan didapat
efisiensi dari furnace tersebut.

gambar 3.1. Grafik Combustion Efficiencies vs Excess Air

Untuk %O2 15 dan temperatur stack 389 0C dengan menggunakan


data CO2, O2 maka akan diperoleh LH, GL. Kemudian menghitung
efisiensi furnace dengan menggunakan rumus :
= 100% - *,(

3.

+....(D.Q.Kern)

Metode API (American Petroleum Institued)


1.

Menghitung kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan


Pembentukan N2
CH4 + 2 O2
C2H6 +
3,5 O2
C3H8 +
5 O2
C4H10 +
6,5 O2
C5H12 +
8 O2
C6H14 +
9,5 O2
i C4H10 +
6,5 O2
i C5H12 + 8 O2

CO2
2 CO2
3 CO2
4 CO2
5 CO2
6 CO2
4 CO2
5 CO2

+
+
+
+
+
+
+
+

2 H2O
3 H2O
4 H2O
5 H2
6 H2O
7 H2O
5 H2O
6 H2O

Menghitung Kebutuhan udara pembakaran bahan bakar dan


Pembentukan N2 dari masing-masing reaksi pebakaran nya
2. Menghitung jumlah panas yang masuk (HV = Heating Value)
3. Menghitung panas yang hilang
Kerugian panas oleh radiasi (Heat Loss Radiation)
Qr = 2,5 % x HV
(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)
4. Menghitung Campuran H2O dalam udara

Pvapour RH
18
x
x
14,696 100 28,85

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

Berat udara basah didalam udara / berat BB yang dibutuhkan


= udara kering yang dibutuhkan
1 campuran H2O dalam udara

Berat campuran H2O didalam udara / berat bahan bakar

Berat H2O / Berat bahan bakar (dalam flue gas)

= H2O terbentuk + Berat campuran H2O dalam udara


Berat bahan bakar

Koreksi excess air (kelebihan udara)


Berat excess air / Berat Bahan Bakar
= (28,85 x %O2)

N2 terbentuk + CO2 terbentuk + H2O terbentuk


28

(23 %O2)

44

1,6028 x

18

Berat H2O

+1

Berat udara basah yang di dalam udara

(API Recomended Practice 532, 1982 : 45)

5. Menghitung rugi panas yang keluar ke cerobong asap (Qs)


6. Menghitung panas sensibel untuk udara pembakaran (Ha)
Ha = Cp Udara x (Ta Td) x (berat udara yang dibutuhkan + excess air)
(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)
7. Mengitung panas sensibel untuk bahan bakar gas (Hfg)
Hfg = Cp fuel gas x (Temperatur fuel gas Td)
(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)
furnace

HV Ha Hfg Qr Qs x100%
HV Ha Hfg

(API Recomended Practice 532, 1982 : 9)


Dalam melakukan perhitungan, adapun hasil perhitungan yang disusun dalam
bentuk table :
1.

Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV

2.

Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya

3.

Pembentukan komponen flue gas

4.

Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap

Tabel. Hasil perhitungan fraksi volume, berat molekul, berat total, dan NHV
No.

Komponen Bahan
Bakar Gas

Metana (CH4)

Etana (C2H6)

Propana (C3H8)

Butana (C4H10)

Pentana (C5H12)

Heksana (C6H14)

Iso Butana (iC4H10)

Iso Pentana (iC5H12)

CO2

Fraksi

Berat

Berat. Tot

NHV

Volume

Molekul

(Lbs)

(Btu/Lb)

(1)

(2)

(3) = 1 x 2

Total

Tabel. Kebutuhan Udara Pembakaran Bahan Bakar dan Pembentukannya

No

Komponen Bahan
Bakar Gas

Keb. Udara

Keb. dara

Pembentuka

Pembentuk

(Lb/Lb B.B)

(Lbs)

n CO2

an CO2

(Lb/Lb B.B)

(Lbs)

(8)

(9) = 3 x 8

CP
(6)

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Metana (CH4)
Etana (C2H6)
Propana (C3H8)
Butana (C4H10)
Pentana (C5H12)
Heksana (C6H14)
Iso Butana (iC4H10)
Iso Pentana (iC5H12)
CO2
Total
Rata-rata

(7) = 3 x 6

Tabel. Pembentukan Komponen Flue gas


Komponen
No

Bahan Bakar
Gas

CH4

C2H6

C3H8

C4H10

C5H12

C6H14

iC4H10

iC5H12

CO2

H2O

H2O

N2

Terbentuk

Terbentuk

Terbentuk

(lb/lb BB)

(lbs)

(lb/lb BB)

(10)

(11) = 3 x 10

(12)

N2 Terbentuk
(lbs)
(13) = 3 x 12

Total
Rata-rata

Tabel. Komponen Flue gas yang terbawa ke cerobong asap


Komponen yang
No

terbawa ke
cerobong asap

CO2

Udara

Uap air

N2

Berat Komponen yang

Enthalpy pada

Tc

Heat

dibentuk/Berat bahan

= 429,08 oF (Btu/lb yang

Content

bakar

dibentuk)

(Btu/lb BB)

(1)

(2)

(3) = 1 x 2

Total

DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C.J.1993.Transport Processess and Unit Operation 3rd Edition.New
Jersey:Prentice Hall Inc.
Kern, D.Q.1965. Process Heat Transfer. New York:Mc.Graw Hill.
Nelson, W.L.1936.Petroleum Refinery Engineering. New York:Mc.Graw Hill.
Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition,
McGraw- Hill Book Co., New York, 1999
PERTAMINA.Blue Book.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong.
PERTAMINA.Design Data Sheet.PERTAMINA RU III Plaju-sungai Gerong.
Smith, J.M.2001. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamic 6th
Edition. New York:Mc Graw Hill
__________.2009. Combustion Kilang. Bimbingan Praktis Ahli Teknik
(BPAT), Pertamina (Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang.
__________.2009. FCCU. Bimbingan Praktis Ahli Teknik (BPAT). Pertamina
(Persero) Refinery Unit III Plaju ; Palembang.
Heriyanto. 2005. Perhitungan Efisiensi Furnace Pada Unit Crude Distiller III
PT. Pertamina (Persero) RU III. Kertas Kerja Wajib Program Pendidikan
Bimbingan Praktis Ahli Teknik Tahun 2005 ; Palembang.

You might also like