You are on page 1of 5

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis merupakan salah satu kelainan otot dan tulang yang merupakan
penyebab utama nyeri dalam jangka waktu yang lama dan bisa menyebabkan
kecacatan fisik. Pada osteoporosis terjadi penguranganmasa/jaringan tulang per
unit volume tulang dibandingkan dengan keadaan normal. Lansia beresiko
menderita osteoporosis, sehingga setiap patah tulang pada lansia perlu
diasumsikan sebagai osteoporosis, apalagi jika disertai dengan riwayat trauma
ringandankesehatan seperti mata,jantung, dan fungsi organ lain. Pada usia 60-70
tahun, lebih dari 30% perempuan menderita osteoporosis dan insidenny
ameningkat menjadi 70%padausia 80 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan
defisiensi estrogen pada masa menopause dan penurunan massa tulang karena
proses penuaan. Pada laki-laki osteoporosis lebih dikarenakan proses usia lanjut,
sehingga insidennya tidak sebanyak perempuan.
Di Indonesia, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan
secara cepat setiap tahunnya, sehingga Indonesia telah memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia (aging structured population). Pertambahan penduduk
lanjut usia menyebabkan terjadinya transisi epidemiologi dari penyakit infeksi
atau menular ke penyakit tidak menular atau penyakit degenaratif salah satunya
adalah osteoporosis.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam review jurnal ini adalah bagaimana epidemiologi
penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, macam-macam, faktor resiko,
pathogenesis, keluhan dan gejala, faktor resiko, dan upaya pencegahan
osteoporosis?
1.3 Tujuan
Tujuan review jurnal ini adalah mengetahui epidemiologi penyakit osteoporosis
yang meliputi definisi, macam-macam, faktor resiko, pathogenesis, keluhan dan
gejala, faktor resiko, dan upaya pencegahan osteoporosis.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang diperlukan
untuk proses pematangan tulang.
2.2 Macam-macam Osteoporosis
Klasifikasi osteoporosis dibagi menjadi dua yaitu osteoporosis primer dan
sekunder .
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer didapat masa tulang kortikal dan trabekular yang kurang.
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi Osteoporosis tipe 1 dan tipe 2.
Osteoporosis

tipe

1(postemenoposal

osteoporosis)

berkaitan

dengan

perubahan hormon setelah menopause dan banyak dikaitkan dengan patah


tulang pada ujung tulang pengumpil lengan bawah. Osteoporosis tipe 2 (senile
osteoporosis/involutional osteoporosis). Tipe ini sering dikaitkan dengan patah
tulang kering dekat sendi lutut, tulang lengan atas dekat sendi bahu, dan patah
tulang paha dekat sendi panggul. Osteoporosis jenis ini,terjadi karena
gangguan pemanfaatan vitamin D oleh tubuh
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder lebih jarang ditemukan, hanya 5% dari seluruh
osteoporosis. Gejalanya berupa fraktur pada vertebra dua atau lebih.
Osteoporosis sekunder ini disebabkan oleh faktor luar tulang seperti karena
gangguan hormon seperti hormon gondok, tiroid, dan paratiroid, insulin pada
penderita diabetes melitus dan glucocorticoid. Akibat zat kimia dan obatobatan seperti nikotin, rokok, obat tidur, kortikosteroid, dan alcohol.
2.3 Patogenesis
Patogenesis semua macam osteoporosis adalah sama yaitu adanya balans
tulang negatif yang patologik dan kekurangan kalsium yang dapat disebabkan
oleh peningkatan resorpsi tulang dan atau penurunan pembentukan tulang. Massa

tulang pada semua usia ditentukan oleh 3 variabel yaitu massa tulang puncak, usia
dimana kekurangan massa tulang mulai terjadi dan kecepatan kehilangan tulang
meningkat.
Massa tulang akan terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada usia 3035 tahun. Puncak masa tulang ini lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan.
Untuk jangka waktu tertentu keadaan massa tulang tetap stabil dan kemudian
terjadi pengurangan massa tulang sesuai dengan pertambahan umur. Densitas
tulang yang rendah pada usia lanjut dapat terjadi akibat puncak massa tulang yang
tidak cukup atau meningkatnya kehilangan tulang sebagai kelanjutan usaha untuk
mencapai massa tulang yang normal.
2.4 Keluhan dan Gejala Osteoporosis
1. Timbul adalah rasa sakit dan tidak enak dibagian punggung atau daerah tulang
yang mengalami osteoporosis.
2. Patah tulang bisa terjadi karena sedikit goncangan atau benturan yang sering
pada tulang yang manahan beban tubuh.
3. Rasa nyeri, bisa hilang sendiri setelah beberapa hari atau beberapa minggu,
dan kemudian timbul lagi bila proses osteoporosis terjadi lagi di tempat lain.
4. Membungkuk pada tulang belakang bila terjadi Pemadatan ruas tulang
punggung yang luas (multiple compression).
2.5 Faktor Resiko Osteoporosis
Faktor resiko osteoporosis dapat dibedakan menjadi faktor resiko yang
sifatnya tidak dapat diubah dan yang dapat diubah.
Untuk yang tidak dapat diubah diantaranya
1. Gender, pada umumnya perempuan mempunyai tulangyang lebih ringan dan
lebih kecil dibandingkan laki-laki.
2. Usia
3. Riwayat osteoporosis dalam keluarga
4. Ras, perempuan Asia dan Kaukasia lebih mudah terkena osteoporosis
dibandingkan perempuan Afrika.

5. BMI kurang, semakin kecil dan kurus tubuh seseorang semakin beresiko
mengalami osteoporosis.
6. Beberapa penyakit seperti anoreksia, diabetes, diare kronis,penyakit ginjal dan
hati.
Sedangkan untuk faktor resiko osteoporosis yang dapat diubah diantaranya
adalah merokok, konsumsi alcohol, kekurangan asupan kalsium, kurangnya
aktivitas atau latihan fisik, kurus, dan konsumsi obat-obatan steroid, fenobarbital,
fenitoin.
2.6 Upaya Pencegahan
Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam 3 kategoriyaitu primer, sekunder dan
tersier (sesudah terjadi fraktur).
1. Pencegahan primer
a. Konsumsi jenis makanan yang cukup mengandung kalsium.
b. Melakukan latihan fisik yang mempunyai unsur pembebanan pada anggota
tubuh/ gerak dan penekanan pada aksis tulang seperti jalan, joging, aerobik
atau jalan naik turun bukit.
2. Pencegahan sekunder
a. Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause 1200-1500
mg/hari.
b. Konsumsi Estrogen Replacement Therapy (ERT) pada perempuan yang
sudah menopause yang tidak ada kontraindikasi.
c. Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual.
d. Pemberian Kalsitonin untuk menghambat resorpsi tulang dan dapat
meningkatkan massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun.
e. Terapi, yaitu memberikan

vitamin D dan tiazid tergantung kepada

kebutuhan pasien.
3. Pencegahan tersier
a. Mobilisasi mulai dari mobilisasi pasifsampai dengan aktifdanberfungsi
mandiri.
b. Konsumsi bisfosfonat, kalsitonin,danNSAIDbila ada nyeri.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Osteoporosis adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi rapuh sehingga
berisiko lebih tinggi untuk terjadinya fraktur (pecah atau retak)
dibandingkan tulang yang normal.
2. Osteoporosis terjadi karena ketidakseimbangan antara pembentukan tulang
baru dan resorpsi tulang tua.
3. Osteoporosis biasanya tidak memiliki tanda-tanda atau gejala khusus
sampai akhirnya terjadi fraktur. Karena inilah osteoporosis sering disebut
sebagai silent disease.
4. Faktor-faktor resiko terjadinya osteoporosis adalah faktor yang bisa
dirubah (alcohol, merokok, BMI kurang, kurang gizi, kurang olahraga,
jatuh berulang) dan faktor yang tidak bisa diubah (umur, jenis kelamin,
riwayat keluarga, menopause, penggunaan kortikosteroid, rematoid
arthritis).
5. Asupan kalsium yang memadai merupakan bagian penting untuk
membangun tulang yang kuat.
3.2 Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah yang kami susun belum sempurna. Oleh
karena itu kami mengharapkan pengkajian ulang bagi pembaca dan menambah
referensi dari sumber yang lain mengingat pokok bahasan epidemiologi penyakit
sendi dan tulang yang salah satunya adalah osteoporosis cukup luas.

You might also like