You are on page 1of 41

BAB 1

PENDAHULUAN

A. .Latar belakang
Deman kejang atau febril convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh(suhu rektal diatas 38 C) yang disebabkan oleh
proses ekstraknium. Deman kejang merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
menderita deman kejang (Ngastya,2005).
World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun2009
terdapat lebih dari 21,65 juta penderita demam kejang dan lebih dari 216 ribu
diantaranya meninggal. Insiden terjadinya demam kejang diperkirakan
mencapai 2-4% dari jumlah penduduk AS, Amerika selatan, dan eropa barat.
Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi, hampir 3% dari anak
yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita demam kejang. Demam
kejang lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih
cepat dibandingkan laki-laki. Insiden terulangnya kejang berkisarantara 25%
sampai 50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama (ME.Sumijati,2000).
Berdasrkan hasil prasurveyu di Indonesia terdapat 25 kasus demam
kejang, 80% (11 kasus) disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan,2 pasien
demam kejang meninggal dengan observasi meningitis dab Enchepalitis
(Teguh Subianto,2009).

Demam kejang merupakan kedaruratan medis yang memerlukan medis


pertolongan segera. Bangkitkan kejang pada anak disebabkan oleh kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
syaraf pusat misalnya: tonsillitis, otitis media akut,bronchitis. Akibatnya
demam kejang masalah yang terjadi adalah kerusakan sel otak, suhu yang
meningkat diatas suhu normal, resiko terjadi bahaya atau komplikasi,
gangguan rasa aman dan nyaman, maka dari itu diagnosa secara dini serta
pertolongan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih
parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang berulang (Dewi,2010).
Selain dampak biologis, klien juga mengalami pengaruh psikososial.
Dampak keadaan ini klien akan merasa rendah tinggi karena perubahan pada
tubuhnya. Klien juga aktivitasnya yang dapat menimbulkan bahaya bagi anak
(Hendarson,1997).
Dari ooenelitian terhadap 431 pasien demam sederhana, tidak terdapat
kelainan pada IQ, tetapi pada pasien demam kejang yang sebelumnya telah
terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurulogis akan didapatkan
IQ yang lebih rendah dibandingkan dengan saudaranya. Jika demam kejang
diikuti dengan terulangnya kenjang pada demam, retardasi mental akan terjadi
5 kali lebih besar (Ngastiah,2005).
Peran perawat sangat dibutuhkan dalam mengatasi demam kejang, peran
perawat sebagai promotif yaitu memberikan penyuluhan atau pengarahan pada
keluarga tentang cara mengatasi demam kejang dengan menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala serta akibat dari demam kejang, sedangkan peran
perawat sebagai preventif yaitu melakukan pencegahan terhadap demam

kejang yaitu dengan cara bila anak terjadi demam kompres dengan air hangat,
berikan pakaian yang tipis pada anak dan berikan anak banyak minum air
putih. Berbeda lagi dengan peran perawat sebagai kuratif yaitu memberikan
pengobatan dengan asuhan keperawatan tetapi biasanya dalam memberikan
pengobatan perawat berkolaborasi dengantim medis lainnya untuk pengobatan
yang lebih maksimal. Contoh obat tradisionalnya yaitu daun jeruk manis yang
besar secukupnya, cuka encer secukupnya, diremas-remas, untuk kompres
dikepala, diperbaharui bila kepala sudah kering. Peran perawat yang terakhir
sebagai rehabilitative yaitu proses penyembuhan dari demam kejang yaitu cara
mrnjaga kesehatan anak dari penyebab demam kejang (Grandell,2009).
Karena melihat banyaknya kasus anak dengan demam kejang, maka
diharapkan perawat mampu memberikan pelayanan sesuai peran perawat
sebagai promotif, preventif,kuratif dan rehabilitatif. Maka dari itulah penulis
tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan pada anak dengan demam
kejang di ruang rawat inap RSUD PARIAMAN.
B. Penetapan Masalah
Bagaimana menerapkan pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada anak
dengan demam kejang di ruang rawat inap RSUD PARIAMAN.
C. Tujuan Studu Kasus
1. Tujuan umum
Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada anak dengan demam
kejang di ruang rawat inap RSUD PARIAMAN.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada anak dengan
demam kejang diruang rawat inap anak RSUD PARIAMAN.

b. Mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa pada anak dengan


demam kejang di ruang rawat inap RSUD PARIAMAN.
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada anak dengan demam
kejang di ruang rawat inap RSUD PARIAMAN.
d. Mampu melaksanakan rencana kepaerawatan pada anak dengan
demam kejang di ruang rawat inap anak RSUD PARIAMAN.
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
dilaksanakan pada anak dengan demam kejang di ruang rawat inap
anak RSUD PARIAMAN.
f. Mendokumentasikan hasil penelitian dan tindakan yang dilaksanakan
pada anak dengan demam kejang di ruang rawat inap anak RSUD
PARIAMAN.
D. Manfaat Studi Kasus
a. Bagi penulis
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapatkan bagi
penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak khususnya pada
penyakit demam kejang.
b. Bagi institusi
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan akademi
untuk pengembangan pembelajaran kejang demam selanjutnya.
c. Bagi rumah sakit
Sebagai sarana di rumah sakit agar berguna untuk mengaplikasikan asuhan
keperawatan demam kejang yang lebih benar dan tepat.
d. Bagi klien
Dengan adanya studu kasus tentang asuhan keperawatan pada klien anak
dengan demam kejang ini, diharapkan klien mendapatkan asuhan
keperawatan yang baik dari tenaga perawat.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Defenisi
Kejang (konvulsi) merupakan akibat dari pembebasan listrik yang
tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebal yang ditandai dengan
serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktifitas motorik,
dan atau gangguan fenomena sensori (doengos, 2000).
Kejang merupakan gangguan pada fungsi otak yang normal
sebagai akibat dari aliran elektrik yang abnormal di otak, yang dapat

menyebabkan hilangnya kesadaran, gerakan tubuh yang tidak terkendali,


perubahan prilaku dan sensasi, dan perubahan system otonom (Donna L
Wong,2004).
Demam kejang atau febril convulsion adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diantara 38 C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakraium (Ngastuyah,2005).
Kejang merupakan suau perubahan fungsi pada otak secara
mendadak dan sangat singkat atau sementara yang disebabkan oelh
aktifitas otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik serebral yang
sangat berlebihan (Hidayat,2008).
Demam kejang (Febril convulsion) adalah kejang pada bayi atau
anak-anak yang terjadi akibat demam, tanpa adanya infeksi pada susunan
saraf pusat atau kelainan saraf lainnya (Baby and Child Health,2010).
2. Etiologi
Penyebab demam kejang hingga kini belum diketahui dengan pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media
akut, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu
tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer,2000).
Penyebab demam kejang yang sering ditemukan adalah:
a. Faktor predisposisi:
1. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya
dapat diturunkan pada anaknya.

2. Umur, (lebih sering pada umur <5 tahun), karena sel otak pada
anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan
konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
b. Faktor presipitasi:
1. Adanya proses infeksi ekstraknium oleh bakteri atau virus
misalnya infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut,
tonsilitis, gastroenteritis infeksi traktus urinarius dan faringitis.
2. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit
sehingga mengganggu hemeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia,
hipernatremia, hipoglikemia, hipoklasemia dan hipomagnesemia.
3. Demam kejang yang disebabkan oelh kejadian perinatal (trauma
kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan
kerusakan otak.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985:50).
Faktor presipitasi demam kejang: cenderung timbul 24 jam pertama pada
waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi
pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus dari
pada bakterial.
3. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang bisa muncul pada penderita demam kejang
adalah (sujono dan sukarmin,2009) :
a. Suhu tubuh anak (suhu rectal) lebih dari 38 C
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik,tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan
tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

c. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti


panggilan, cahaya (penurunan kesadaran).
Selain itu pedoman mendiagnosis dalam demam kejang menurut
living stone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan
manifestasi klinik demam kejang. Ada 7 kriteria antara lain:
a. Umur anak saat kejang antara 6 sampai 4 tahun
b. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang saja).
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan Elektro Enchephalograpy dalam kurun waktu 1 minggu
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan.
f. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
4. Anatomi Fisiologi
Seperti yang dikemukakan syaifuddin (2006), bahwa system saraf
terdiri system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri cerebellum,
medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis (sumsum
tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang
terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari
medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang
terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem
saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam saraf rongga tengkorak (cavum cranium) dan
dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk
melingdungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau
guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater,arachmoid dan
piamater.

Sistem saraf pusat ( Central Nervous System) terdiri dari:


1. Cereblum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior
rongga tengkorak dimana cerebrum ini mengisi cavum cranialis
anterior dan cavum cranialis media.
Cerembrum terdiri dari dua lapisan yaitu: Corteks cerebri dan medulla
cerebri. Fungsi dari cerembrum adalah pusat motorik, pusat
bicara,pusat sensori, pusat pendengaran/auditorik, pusat penglihatan/
visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk kedalam daerah substansia
alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di
dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri ini lah
yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk ganglia basalis ini adalah:
1. Thamalus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali
impuls pembau langsung sampai ke korteks cerebri. Fumgsi
thamalus terutama enting untuk integrasi semua impuls sensoerik.
Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2. Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, didasar ventrikel III hypothalamus
terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai
kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah
penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur
metebolisme, alat genitalia, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa
lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi
perubahan-perubahan.

Seperti

pada

kasus

kejang

demam,

hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena

fungsinya yang mengatur kesimbangan suhu tubuh terganggu


akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium.
3. Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak
(superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi
aktifitas corteks cerebri dimana pada daerah formatio reticularis ini
terjadi stimulasi/rangsangan dan penekanan impuls yang akan
dikirim ke corteks cerebri.
2. Serebellum (Otak kecil)
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar
dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus
cranialis ada 2 pasang:
1)N.1 :

Nervus

olfaktoris

(Hilangnya

daya

penghiduan).
2)N.II :
Nervus Optikus (Tajam penglihatan).
3)N.III
:
Nervus Okulamotorius (Pergerakan
bola mata).
4)N.IV
:

Nervus Troklearis (Pergerakan bola

mata ke arah kebawah dalam


5)N.V :
Nervus Trigeminus (Pemeriksaan motorik).
6)N.VI
:
Nervus Abducen (Pergerakan bola
mata ke lateral atau samping).
7)N.VII
:
Nervus Fasialis (Pemeriksaan fungsi
motorik).
8)N.VIII
:

Nervus

Akustikus

fungsi koklearis untuk Pendengaran).


9)N.IX
:
Nervus
(Pemeriksaan motorik).
10) N.X
:
Nervus

Vagus

bersamaan dengan dengan nervus IX

(Pemeriksaan
Glossofaringeus
(Pemeriksaan

11) N.XI

Nervus

Motorik).
12) N.XII
:

Nervus

Accecorius
Hipogosus

(Pemeriksaan
(Gangguan

Pergerakan Lidah).
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat
dan system saraf otonom dihubungkan dengan saraf urat-urat saraf
aferent dan saraf efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada
2 dimana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu
system simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam saraf system saraf simpatis adalah:
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis,lumbal dan seterusnya.
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus
symphatis.
3) Pleksus pre vertebral: post ganglionik yang dicabangkan dari
ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu: serabut saraf yang
dicabangkan dari medulla simpatis :
1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
5. Fisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
yang diperlukan energy yang didapat dai metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat CO dan air. Sel
dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipiod
dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membrane sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K) dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium (NA) dan elektrolit lainnya,kecuali ion klorida
(CI). Akibatnya konsentrasi K dalam sel nuron tinggi dan konsentrasi Na

rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena


perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial membram yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.
Keseimbangan potensial membrame ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion dirunag ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya misalnya mekanis,kimiawi atau aliran
listrik disekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membrame sendiri karena penyakit atau
keturunan.
Pada

keadaan

demam

kenaikan

suhu

tubuh

1C

akan

mengakibatkan kenaikan metabolisme dan kebutuhan oksigen akan


meningkat 20%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kallium mauoun ion natrium melalui membrane
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruhan sel maupun ke
membrane

sel

sekitarnya

dengan

bantuan

bahan

yang

disebut

neotransmiter dan terjadi demam kejang. Tiap anak mempunyai ambang


kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang
seseorang anak akan menderita kejang pada suhu tertentu. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C
sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi apabila
suhu anak telah mencapai 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat

disimpulkan bahwa berulangnya demam kejang lebih sering terjadi pada


anak

dengan

ambang

kejang

yang

rendah

sehingga

dalam

penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu beberapa


pasien penderita demam kejang.
Demam kejang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen, dan energi untuk kontraksi latlat skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia,hiperkapnia,asidosis latlat disebabkan
oleh metabolisme anaerobik,hipotensi,arterial disertai dengan denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang
disebabkan

makin

meningkatnya

aktivitas

otot

dan

selanjutnya

menyebabkan metabolisme otak menningkat.


Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis otak sehingga
dapat terjadi dapat terjadi epilepsy.(Ngastyah,2005).
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti
tonsilitis,otitis media akut bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri

yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat


menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen mauoun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai
tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu
di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu dibagian tubuh yang lain
seperti otot,kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang
lain akan di sertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang
peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium,ion kallium dengan cepat dari luar
sel menuju kedalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikan fase
depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak
mengalami penurunan respon kesadaran,otot ektremitas maupun bronkus
juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan
kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus
(Sujono dan Sukarmin,2009).

6. Woc
7. Klasifikasi
a. Kejang parsial (fokal,lokan)
1. Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau hal-hal berikut


ini: Tanda-tanda motorik,kedutan pada wajah,tangan atau suatu
bagian tubuh, biasanya gerakan yang sama terjadi pada saat kejang.
Tanda dan gejala otonomik:muntah, berkeringat, wajah
merah,dilatasi pupil.
Gejala somatosensori atau sensori khusus:mendengar suara musik,
merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
Gejala psikis:ketakutan, penglihatan panoramik.
2. Kejang Parsial Kompleks
Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu
kejang parsial sederhana. Dapat mencakup gerakan otomanisme
atau otomatis:bibir mengecap, mengunyah, gerakan resah pada jari
tangan atau tangan, mengulang gerakan motorik sebelumnya secara
canggung. Dapat tanda otomanisme :tatapan terpaku.
b. Kejang umum (konvulsif atau non konfulsif).
1. Kejang Lena (Absens)
Gangguan kesadaran dan beresponsif. Ditandai dengan tahapan
terpaku, berlangsung kurang dari 15 detik. Awitan dan akhiran
cepat. Setelah anak sadar dan mempunyai perhatian penuh.
2. Kejang Miklonik
Kedutan pada daerah otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak dan involunter. Sering terlihat pada orang sehat sehat
mulai

tidur,

tetapi

bila

patologis

melibatkan

hentakan

leher,bahu,lengan atas dan kaki. Umumnya berlangsung kurang


daru 5 detik dan terjadi dalam kelompok. Kehilangan kesadaran
hanya sesaat.
3. Kejang Tonik-klonik.
Hilangnya kesadaran dibagian tonik, kaku pada otot ekstremitas,
tubuh dan wajah secara keseluruhan berakhir kurang dari 1 menit.
Disertai hilangnya konrol pada saluran kemih dan usus. Saat tonik

diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah,letargi,konfusi, dan


tidur pada fase postictal.
4. Kejang atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata menurun, kepala menunduk, atau dapat jatuh ketanah
yang terjadi secara singkat tanpa adanya peringatan.
8. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit demam kejang sulit diketahui kapan munculnya,
maka orang tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk
memberikan tindakan awal pada anak yang mengalami demam kejang.
Tindakan awal antara lain:
1. Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ketempat yang
aman seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari
benda-benda berbahaya seperti gelas, pisau.
2. Posisi kepala anak hiperektensi, pakaian dilonggarkan. Kalu takut
lidah anak menekut atau tergigit diberikan tong spatel yang
dibungkus dengan kasa atau kain, kalau tidak ada dapat diberikan
sendok makan yang dibalut dengan kasa atau kain bersih.
3. Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya
terjadi pertukaran oksigen lingkungan.
4. Kalau ada mulutnya masih bisa dapat dibuka sebagai pertolongan
awal dapat diberikan antipretik seperti aspirin dengan dosis 60
mg/tahun/kali(maksimal sehari 3 kali).
5. Kalau memungkinkan sebaiknya orant tua atau pengasuh dirumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga
saat serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5
mg untuk berat badan kurang dari 10 kg, kalau berat badan lebih

dari 10 kg maka dapat diberikan dosis 10 mg. Untuk dosis rata-rata


pemberian peranus adalah 0,4-0,6 mg/KgBB.
6. Kalau beberapa menit kemudian tidak membaik atau tidak
tersedianya diazepam maka segera bawa anak ke rumah sakit.
b. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
1) Saat timbul kejang maka penderita diberikan obat diazepam
intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan
yang kurang dari 10 Kg dosisnya 0,5-0,57 mg/Kg BB, diatas 20 Kg
maka anak diberikan dosis 0,5 mg/Kg BB. Dosis rata-rata yang
diberikan dosis rata-rata pemberian adalah 0,5 mg/kgBB/kali
pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak
kurang dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg
suntikan.
2) Pembebasan jalan nafas dengan cara kepala posisi hiperektensi
miring, pakaian dilonggarkan dan pengisapan lendir. Bila tidak
membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3) Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan
4) Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan
memudahkan dalam pemberian terapi intravena
5) Pemberian kompres hangat untuk membantu menurunkan suhu
tubuh.
6) Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu obatobatan untuk mengurangi udem otak
7) Untuk pengobatan rumah setelh pasin terbebas kejang pasca
pemberian dosis deazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital
8) Pengobatan penyebab. Karena yang menyebabkan terjadinya
kejang adalah kenaikan suhu tubuh (Ngastiyah, 2005).

9. Komplikasi
a. Pneumonia aspirasi
b. Epilepsi
c. Retardasi mental, terjadi pada penderita kejang lama (biasanya kejang
berlangsung lebih dari 6 jam) baik bersifat umum atau local (Betz,
cecily L, 2009)
10. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Elektrolik : elektrolik tidak seimbang dapat berpengaruh / menjadi
predisposisi pada aktivitas kejang.
2. Glukosa : hipoglikemia (Normal 80-120mg/dl)
3. Ureum / kreatinin meningkat (ureum normal 10-50 mg/dl dan
kreatinin normal <1 4mg/dl)
4. Sel darah merah (Hb) menurun (14-18 gr/dl, 12-16 gr/dl)
5. Lumbal pungsi : tes ini memperoleh cairan cerebrospinal, tes ini
dapat mendeteksi demam kejang atau mendeteksi kejang karena
infeksi pada otak pada kejanng demam tidak terdapat gambaran
patologis, pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal berwarna kuning, menunjukan
pigmen kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal meningkat lebih dari normal
(Normal bayi 40-60 ml, anak-anak 60-100ml, remaj 3,5-50
mEq/l, bayi 3,6-5,8 mEq/l)
b. EEG (Electroencephalography)
Merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada susunan
saraf pusat EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan pada kejang demam sederhana gelombang

EEG yang lambat, didaerah belakang dan unilateral menunjukan


kejang demam kompleks.
c. CT scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru pertama kali
d. Pemerikasaan radiologis
1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi
tulang peningkatan tekanan intracranial
2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi, dilakukan atas indikasi
tertentu yaitu untuk melihat gambaran system ventrikel, rongga
subaaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya
atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus arakoiditis.
3) Artenografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah
ada penyumbatan atau peregangan (Betz, cecily L, 2009).

BAB III
ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses kperawatan
a. Identitas
Biasanya meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, anak ke, BB/TB,
nama ibu, umur, pekerjaan, pendidikan, nama ayah, umur, pekerjaan,
pendidikan, Dx medis, No MR, dan tanggal masuk

b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan oleh klien pada saat
masuk kerumah sakit, atau bisa sebagai alasan pencetus masuk kerumah
sakit. Keluhan utama yang di dapat biasanya kejang disertai demam
(Vickley, 2009)
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Biasnya ada riwayat menderita penyakit infeksi seperti infeksi saluran
nafas atas, tonsillitas, dll. Riwayat menderita penyakit otitis media akut
(OMA), pielonefritis. Riwayat menderita demam tinggi yang disertai
dengan kejang. Adanya kelainan dalam perkembangan atau kelainan
saraf sebelum anak menderita demam kejang. Riwayat kejang yang
berlangsung lama atau sebentar. Riwayat trauma pada kepala, dll
(brunner dan suddarth, 2002)
b) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien pernah mengalami peningkatan suhu tubuh > 38C,
sianosis, sensitivtas terhadap makanan, mual/muntah yangerhubungan
dengan aktifitas kejang. Tegang pada tungkai dan fleksi pada kepala
dan kedua lengan. Spasme otot yang kuat (Betz, cecily L, 2009)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya keluarga klien ada menderita penyakit yang sama diderita
oleh klien seperti kejang dan epilepsi, ISPA serta OMA (brunner dan
suddarth, 2002).
d) Riwayat kehamilan dan kelahiran
1) Prenatal
Usia saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang
akan dilahirkan, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun dapat mengakibatkan berbagai koplikasi kehamilan dan
persalinan, komplikasi kehamilan diantaranya adalah hipertensi

dan ekslamsia, komplikasi ini dapat menyebabkan premature,


BBLR, dan partus lama pada kasus afiksia akan terjadi hipoksia
dan

iskemia,

dapat

mengakibatkan

rusaknya

factor

inhibisi/meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah


timbul kejang (Rani S, 2011)
Riwayat pemakaina obat tertentu seperti obat penenang (CTM,
diazepam, valium, dll) selama kehamilan juga berpengaruh
terhadap kehamilan, sehingga anak akan mengalami komplikasi
dan dapat menyebabkan kejang (Rani S, 2011)
2) Intranatal
Bayi prematur beresiko terjadinya kejang karena perkembangan
alat-alat tubuh kurang sempurna sehingga belum berfungsi dengan
baik.
Riwayat persalinan dengan plasenta previa dapat menyebabkan
perdarahan berat pada kehamilan atau persalinan bayi sunsang
sehingga tindakan secsio caesaria, keadaan ini dapat menyebabkan
trauma lahir dan dapat berakibat terjadinya kejang
3) Postnatal
Bayi yang mengalami asfiksia berat dan sindrom gangguan
pernafasan sehingga menjadi hipoksia, keadaan ini menyebabkan
darah keotak bertambah bila keadaan ini sering timbul dan setiap
serangan lebih dari 20 detik kemungkinan kerusakan otak yang
permanen lebih besar dan menyebabkan kejang.
e) Riwayat imunisasi
Biasanya dikaji kelengkapan dari imunisasi apakah lengkap. Imunisasi
terdiri dari BCG, hepatitis, DPT, polio, campak. Biasanya pada pasien
demam kejang imunisasi tidak lengkap.
f) Riwayat tumbuh kembang
a) Pertumbuhan

Biasanya terjadi penurunan BB anak, anak kelihatan kurus,


aktifitas motorik terganggu, terjadi perlambatan proses berjalan
dan melompat, serta kesulitan untuk makan.
b) Perkembangan
Biasnya terjadi kelainan neurologis akan didapat IQ yang lebih
rendah, perkembangan kognitif dan motorik terganggu, dan
kemungkinan akan terjadi retardasi mental lebih besar (Ngastiyah,
2005).
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum klien
a. Kesadaran : komposmentis/somnolen/delirium/koma
b. Tanda-tanda vital
a) TD
b) Nadi
c) Suhu
d) Frekuensi nafas
c. Kepala
a) Mata: biasanya mata dilatasi pupil, kedipan kelopak mata,
menyimpang keats, menyimpang keluar, pandangan yang menyatu,
atau divergen.
b) Wajah : biasanya muka memerah, tidak terdapat oedema, tidak ada
bekas luka pada wajah, pucat dan sianosis
c) Mulut : biasanya menggit bibir saat kejang terjadi bahkan terdapat
luka pada lidah, produksi silivia meningkat, bibir sianosis (wong,
2008).
d. Leher : biasanya terjadi kaku kuduk (+)/ biasanya lehar lunglai
e. Dada/thorax
I : biasnya frekuensi nafas menurun/ penggunaan otot bantu
P :
P :
A :
f. Jantung
I :
P :

pernafasan
biasanya fremitus pada paru-paru kiri dan kanan
biasnya bunyi yang dihasilkan sonor
biasnya terdengar bunyi wheezing dan rhonki
biasnya ictus cordis tidak terlihat
biasanya ictus cordis teraba 2 jari dibawah papila mammae

P : biasanya batas jantung normal


A : biasanya irama teratur, tidak ada bising
g. Perut/ abdomen
I : biasnya perut tidak membuncit, biasanya klien mengalami
mual dan muntah
P : biasanya tidak ada pembesaran hepar dan limpe
P : biasanya terdengar tympani
A : biasanya bising usus (+)
h. Genitourinaria
Biasnya terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih dan
sonus spingter serta biasanya inkontenensia urin ataupun fekal.
i. Ekstremitas
Biasanya nyeri otot pada kejang umum, peningkatan tonus otot
pada kejang tonk, gerakan involunter/kontraksi sekelompok otot,
perubahan kekuatan otot
j. System integumen
Kulit sianosis, dan kemerahan
k. System neurologi
a) Glascow coma score : suatu cara yabg digunakan pada klien
gangguan system saraf, cara ini didasarkan atas tiga aspek yaitu
respon mata, bicara dan motorik masing-masing mempunyai
nilai tertentu terbuka adalah 3 (E1M1V1), dan nialai terbaik
adalah 15 (E 4M 6V 5), nilai kurang atau sama dengan 3 disebut
koma. Pada pasien demam kejang status kesadaran tidak
bereaksi, tampak mengantuk
b) Tingkat kesadaran : biasanya tingkat kesadaran klien apatis
sampai samnolen atau mungkin dapat koma.
l. Refleks
1) Refleks fisologis
a) Bisep : biasanya klien susah untuk diarahkan duduk, dan
susah untuk meletakan tangan diatas paha, respon yang
terjadi biasanya kontraksi otot bisep.

b) Trisep : biasnya melakukan ketukan pada otot triseps, dan


posisi lengan fleksi pada sendi siku. Respon yang terjadi
biasanya ekstensi pada lengan bawah pada sendi siku.
c) Brachioradialis : biasnya meletakan tangan klien diatas
paha dengan posisi pronasi. Respon yang terjadi biasanya
fleksi dan supinasi telapak tangan.
2) Refleks patologis
a) Babinski : biasanya pengoresan telapak kaki bagian lateral
dari posterior keanterior. Repon yang terjadi biasanya
ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari-jari kaki.
b) Chaddock : biasnya terjadi penggoresan kulit dorsal pedis
bagian lateral. Respon yang terjadi sama dengan babinski.
c) Oppenheim : biasanya pengerutan krista anterior tibia dari
atas kebawah. Repon yang terjadi sama seperti babinski.
d) Gardon : biasanya penekanan betis secara keras. Respon
yang terjadi sama dengan babinski
e) Schaeffer : biasnya memencet tendon achilles secara keras.
Respon yang terjadi sama dengan babinski
f) Gonda : biasnya melakukan penekanan

(planta fleksi)

maksimal jari kaki keempat. Respo yang terjadi sama


dengan babinski. (Lumban Tobing, 2000).
e. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Nutrisi
Karena aktifitas kejang, kerusakan jringan lunak/gig/ (cidera kepala
selama kejang), adanya hiperplesia gingival (efek samping pemakaian
dilantai jangka panjang). Klien akan mengeluh sensitif dengan
makanan yang merangsang, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas
2) Eliminasi

Inkontenensia episodic, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


spinker
3) Istirahat dan tidur
Pada klien dengan kejang demam, setelah mengalami kejang biasanya
akan merasakan ra mengantuk, dan akan tidue lebih lama karena
merasakan rasalelah yang berlebihan.
4) Aktivitas sehari-hari
Pada klien dengan kejang klien mengalami cepat lelah, letih,
kelemahan umum, perubahan kekuatan otot. Biasanya pada pasien
dengan demam kejang pola aktivitas terganggu
f. Sosial ekonomi
Menanyakan pekerjaan orang tua klien, perubahan yang terjadi sejak klien
dirawat dan masalah keuangan yang dialami keluarga klien selama sakit.
g. Psikososial
Biasanya klien terlihat tidak mau berinteraksi dengan orang sekitar, dan
ibu klien biasanya sering mengalami rasa khawatir yang berlebihan dan
merasa takut dengan keadaan anaknya.
h. Pemeriksaan diagnostik
a) Elektroloit
Ketidak seimbangan elektrolit dan berpengaruh pada aktivitas kejang :
Kalium dari normal (N= 3,5-5,5 mEq/l)
Natrium dari normal (N= 135-145mEq/l)
Kretinin (N= laki-laki : 0,6-1,1 mg/dl Pr= 0,5-0,9mg/dl)
b) Darah
Glukosa : hipoglekimia ( normal : 80-120 mE/L) dapat menjadi
persepsi kejang
Hiperglikemia
Kalsium (N=4,5-5,8 mEq/l)
Hb : N(10-15gr%)
Ht : N/(Lk: 40-48 voll %
Pr : 37-40 voll/%)
c) Lumbal fungsi
Untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tanda infeksi
perdarahan

(hemoragik)

subarahnoid

menyebabkan kejang
d) Foto rontgen kepala
Untuk mengidentifikasi fraktur

dan

subdural

sehingga

e) EEG
Melakolisasi daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik,
mengukur aktifitas dan gelombang otak, untuk menetukan karakteristik
dan gelombang otak pada masing-masing tipe dari aktivitas kejang
f) CT scan
Mengidentifikasi letak lesi serebral, infark, hematom, edema, serebral
trauma, abses atau tumor.

g) AGD
Menilai PO2, PCO2,PHCO3
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah
observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode
kejangnya mempunyai karakteristik yang berbeda misalnya ada
halusinasi (aura), motorik efek seperti pergerakan bola mata, kontraksi
otot lateral harus di dokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai
dan lamanya kejang.
i. Therapy
Mencatat program therapi yang diinstruksikan oleh tim kesehatan, seperti
pemberian

cairan

melalui

intravena,

obat

diazepam,

antipiretik

prometazon, dan lain-lain.


B. Diagnosa keperawatn
1) Hepertermi b.d penyakit atau trauma
2) Resiko cidera b.d serangan kejang berulang
3) Ketidak efektifan perfusi jaringan otot b.d gangguan suplay darah dan
oksigen keotak

C. Rencana keperawatan

Diagnosa

Tujuan dan kriteria

Intervensi

No
1

Aktivitas keperawan
keperawatan
hasil
keperwatan
Hipertermi
b.d Thermoregulator
Fase treatment
K.H:
penyakit
atau Suhu tubuh dalam
trauma

rentang nornal
TTV dalam rentang

normal
Tidak
perubahan

sesering mungkin
2. Monitoring warna dan

tingkat kesadaran
5. Berikan antipiretik
6. Berikan cairan intravena
7. Kompres pasien pada

warna

dan pasien meras

suhu

suhu kulit
3. Monitor nadi dan RR
4. Monitoring
penuruna

ada

kulit, tidak pusing

1. Monitoring

Temperatur
lipat paha dan axila
8. Rencana
monitoring

regulation

nyaman

suhu secara kontiniu


sign 9. Monitoring tanda-tanda

Vital
monitoring

hipotermi
10. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
11. Monitoring nadi, suhu
dan RR
12. Monitoring

frekuensi

dan irama nafas


13. Monitorong
pernafasan
14. Monitoring
2

perifer
utrament 1. sediakan

Resiko cidera b.d Risc control


As
K.H :
serangan
kejang klien terbebas dari management
- Menggunakan
berulang
cidera
fasilitas
klien
mampu
menjelaskan metode

pola
sianosis

lingkungan

yang aman untuk pasien


2. pasang
side
nail
ditempat tidur
3. menyediakan

tempat

kesehatan
tidur yang nyaman dan

untuk

mencegah

yang ada

cidera
-

Mampu
mengenali

bersih
4. batasi pengunjung
5. pantau penanganan yang
cukup
6. anjuran keluarga untuk
menemani pasien
7. kontrol lingkungan dari

perubahan
status sosial

kebisingan
8. pindahkan
barang

barang-

yang

dapat

membahayakan

Resiko

ketidak

efektifan

perfusi

jaringan otak b.d


gangguan

suplay

darah dan oksigen


ke otak

Intracranial

Circulation

pressure
status
Tissue frekuensi
monitorik
cerebral.

Mendefenisikan
kemamuan
kognitif

yang

ditandai dengan
jelas dan sesuai

kemampuan
Menunjukan
perhatian

respon

terhadap suhu
2. Monitoring

pasien
tekanan

intrakranial pada pasien


dan respon neurologis

K.H :

1. Catat

terhadap aktivitas
3. Restain pasien jiak perlu
4. Monitoring suhu
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik
6. Posisikan pasien pada
posisi semi fowler
7. Monitoring
adanya
daerah
hanya

tertentu
peka

yang

terhadap

konsentrasi dan

panas/dingin tajam
8. Monitoring
adanya

orientasi
Memproses

paratake
9. Gunakan sarung tangan

fungsi

sensori

cranial

yang

utuk

untuk proteks:
Batas gerakan pada
kepala,

tingkat

kesadaran

leher,

punggung.
Monitor kemampuan

BAB :
Monitor

takipneu betis
Diskusikan

membaik

adanya

mengenai penyebab
perubahan sehari

BAB IV
LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
a) Identitas Klien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
Agama
Kebangsaan
Tanggal masuk RS
No.MR
Riwayat Alergi
Diagnosa Medik
Tanggal Pengakajian
b) Identitas Orang tua
IBU
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
AYAH
Nama
Usia
Pendidikan
Pekerjaaan
Agama
Alamat

: An.I
:Perempuan
:6 tahun
:Tidak ada
:belum sekolah
:Sungai limau
:Islam
:Indonesia
:16 Maret 2015
:
: Tidak ada
:Demam Kejang
:17 Maret 2015
:Ny.P
:37 tahun
:SMA
:IRT
:Islam
:Sungai Limau
:Tn.S
:39 Tahun
:SMA
:Wiraswata
:Islam
:Sungai Limau

B. KELUHAN UTAMA
Ibu klien mengatakan anaknya masuk RSUD PARIAMAN dengan keluhan
demam kejang.

C. RIWAYAT KESEHATAN
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu klien mengatakan sebelumnya klien pernah mengalami demam kejang
pada saat usia 2 tahun. Klien pernah dirawat sebelumnya dengan penyakit
yang sama.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien masuk RS melalui IGD, pada tanggal 14 Maret 2015 jam 11.30
WIB dengan keluhan klien demam tinggi terus menerus dengan suhu
39,5C, klien pusing, mual, muntah, mata melihat keatas dan disertai
kejang, frekuensi kejang saat itu 1x dirumah dengan lama lebih kurang 10
menit,kejang seluruh tubuh.
Saat pengkajian pada klien tanggal 17 Maret 2015, ibu klien mengatakan
anaknya masih demam, saat diraba badan anaknya masih teraba panas,
suhu 38C, klien muntah 2x, pasien tampak lemah, wajah klien tampak
memerah, kongjungtiva anemis, bibir klien terlihat kering dan pucat,
turgor kulit jelek, ibu klien mengatkan anaknya tidak nafsu makan, klien
menghabiskan sedikit makanan, klien hanya mampu menghabiskan
porsi makan yang disediakan. Saat pengkajian kejang tidak ada lagi.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama dengan adik dari ibu klien sendiri pada usia 2 tahun.
Genogram
Kakek-nenek
nenek-kakek

Keterangan :
:Ayah Klien

:Ibu Klien

:Klien

D. RIWAYAT IMUNISASI
No

Jenis

Imunisas

i
BCG

Waktu pemberian

Reaksi setelah
pemberian

Pemberiannya pada usia 2 bulan

Membengkak
dan memerah

DPT

Pemberian pada usia 2,4,6 bulan

diarea suntikan
Demam

(I,II,III)
Polio

Pemberian usia 2,4,6 bulan

Tidak ada

4
5

(I,II,III)
Campak
Hepatitis

Pemberian Pada usia 9 bulan


Pemberian pada usia 3 bulan

Demam
Tidak ada

E. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a) Pertumbuhan
Ibu klien mengatakan sekarang berat badan klien 17 kg dan tinggi badan
klien 115 cm, pertumbuhan gigi klien saat pertama kali yaitu pada usia 7
bulan, dan gigi yang lepas pada umur 3 tahun.
b) Perkembangan
Ibu klien mengatakan klien belajar tengkurap saat umur 4 bulan, kemudian
belajar berguling pada usia 5 bulan, sedangkan klien belajar duduk saat
usia 6 bulan, setekah itu belajar tengkurap pada usia 7 bulan, kemudia
belajar berdiri pada usia 10 bulan dan klien belajar berjalan pada usia 12
bulan, ibu klien mengatakan klien pertama kali tersenyum dan berbicara
kepada orang tua pada usia 18 bulan dan berpakaian sendiri saat berusia 4
tahun.
F. RIWAYAT NUTRISI
a) Pemberian ASI
Ibu klien mengatakan klien pertama kali disussui sejak dari lahir sampai
usia 2 tahun, dengan cara pemberiannya setiap kali klien menangis dan
terjadwal sampai umur 2 tahun yaitu lebih kurang 3x sehari.
b) Pemberian ASI Formula
Ibu klien mengatakan tidak ada diabntu dengan susu formula

c) Pola Perubahan Nutrisi Setiap Tahap Usia Sampai Usia Sekarng


N
Usia
o
1
2

0-6 bulan
6-9 bulan
9-12 bulan

Jenis Nutrisi
ASI
Bubur susu
Nasi Tim

Lama Pemberian
Selama 6 bulan
Selama 3 bulan

12- sekarang (6 tahun)

Nasi biasa

selama 3 bulan
Sampai sekarang

G. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Ibu klien mengatakan An.I tinggal dnegan kedua orang tuanya, dengan
lingkungan yang nyaman. Rumah berada didekat sekolah, klien mempunyai
tempat bermain dibelakang halaman rumahnya, disekitar rumah klien tidaj ada
tetangga yang berbahaya. Ibu klien mengatakan hubungannya dengan
keluarganya harmonis, klien diasuh oleh kedua orang tuanya.
H. REAKSI HOSPITALISASI
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
Ibu klien mengatakan anaknya dibawa kerumah sakit karena khawatir
melihat klien saat kejang. Setelah dirumah sakit dokter menceritakan
tentang penyakit anaknya dan perasaan ibu klien saat itu cemas, khawatir
melihat keadaan anaknya. Ibu klien selalu mendampingi dan menjaga
anaknyadirumah sakit. Ibu klien terlihat selalu berdoa agar anaknya cepat
sembuh.
b. Pemahaman Anak tentang Sakit dan Rawat Inap.
Klien mengerti mengapa klien dibawa kerumah sakit, karena klien sakit,
tetapi klien belum tahu apa penyebab penyakit yang dialaminya.
I. AKTIVITAS SEHARI-HARI
a) Nutrisi
N
o

Kondisi

Sebelum sakit

Saat sakit

2
3
4

Selera makan

Menu makanan

Masih ada, karena selalu

Berkurang karena

menghabiskan porsi makan

hanya

yang diberikan saat dirumah

menghabiskan

Nasi biasa, lauk pauk dan

porsi makan yang

sayuran

disediakan
Nasi lunak, sayuran

Frekuensi
makanan
Makanan

3x sehari

5
6

dan lauk pauk, diit


pantangan
Cara makan

Tidak ada
Makan sendiri dengan

ML 1000 kkal
3 x sehari/ porsi

Ritual saat
makan

tangan atau sendok


Baca doa

Tidak ada
Disuapkan makanan
oleh ibu klien
Baca doa

b) Cairan
N

Kondisi

Sebelum sakit

Saat sakit

o
1

Jenis minuman

Susu, teh dan air putih 7-8

Susu dan air putih 3-

Frekuensi

kali sehari
1500cc-2000cc/ hari

6 kali sehari
1000 cc-1500cc/

minuman
Kebutuhan

hari

cairan
c) Eliminasi (BAB/BAK)
No

Kondisi

Sebelum sakit

Setelah sakit

1
2
3

BAB (Buang Air besar)


Tempat pembuangan
Frekuensi
Konsistensi
Kesulitan
BAK (Buang Air Kecil)
Tempat pembuangan
Frekuensi
Warna dan bau

4
5

Volume
Kesulitan

1
2
3
4

Kamar mandi
1 kali sehari
Padat
Tidak ada

Kamar mandi
Tidak rutin
Padat
Tidak ada

Kamar mandi
5-6 kali sehari
Kuning jernih

Kamar mandi
4-5 kali sehari
Kuning dan bau obat-

300 cc
Tidak ada

obatan
250 cc
Tidak ada

d) Istirahat tidur
No
1

Kondisi
Jam idur

Sebelum sakit
Klien selalu tidur siang

Saat sakit
Klien tidur 9 jam

dari jam 13.00 sampai


15.00 wib. Klien tidur
2
3
4

Pola tidur
Kebiasaan
Kesulitan

malam dari jam 21.00


sampai pagi.
11 jam dalam sahari
Tidak ada
Tidak ada

8 atau 9 jam
Tidak ada
Saat demam tinggi
dan terasa sakit.

e) Olahraga
No
1
2
3

Kondisi
Program olahraga
Jenis dan frekuensi
Kondisi setelah

Sebelum sakit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Saat sakit
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Sebelum sakit

Saat sakit

Dari kepala keseluruh

Dari kepala

tubuh.

keseluruh tubuh

2 sampai 3 kali sehari

1 kali sehari, dilap

olahraga
f) Personal Hygiene
No
1

kondisi
Mandi
- Cara
-

Frekuensi

Alat mandi

Cuci rambut
-

Shampo dan sabun


4 kali dalam seminggu
Mencuci dengan sampo

Frekuensi
Cara
1 kali dalam seminggu
Menggunakan gunting

3
Gunting kuku

kuku

Setiap mandi, sebelum

Frekuensi
Cara

saja
Sabun
3 kali sehari
Mencuci dengan
sampo
Tidak ada
Tidak ada
Setiap mandi pagi

tidur menggunakan
4

Gosok gigi

sikat gigi
Digosok atas bawah,

Menggunakan sikat
gigi, lalu digosok

Frekuensi

dalam ke luar
atas bawah, dalam

Cara

ke luar.

g) Aktivitas/ Mobilitas Fisik


No
1

Kondisi
Kegiatan sehari-hari

Sebelum sakit
Bermain

Saat sakit
Tidur, tidak bisa

2
3

Pengaturan jadwal harian


Penggunaan alat bantu

Tidak ada
Tidak ada

bermain
Tidak ada
Tidak ada

aktivitas
Kesulitan pergerakan

Tidak ada
Tidak ada

tubuh
h) Rekreasi
No
1
2
3
4

Kondisi
Perasaan saat sekolah
Waktu luang
Perasaan setelah rekreasi
Waktu senggang keluarga
Kegiatan hari libur

Sebelum sakit
Tidak ada
Bermain
Bahagia dan senang
Berkumpul bersama

saat sakit
Tidak ada
Tidur, istirahat
Tidak ada
Tidak ada

keluarga
Bermain dan

Tidak ada

rekreasi

J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum klien
Tingkat kesadaran
:
Berat badan
: 17 kg
Tinggi badan
: 115 cm
TD
: 100/60 mmHg
Suhu
: 38C
Nadi
: 125 x / menit
Pernafasan
: 30 x / menit
2. Kepala
Bentuk kepala klien bulat, tidak terdapat luka. Tidak adanya hematoma/
oedema. Kening klien diraba terasa panas.
Rambut :

keadaan kulit kepala dan rambut klien bersih, tidak ada


terdapat ketombe, dan tidak ada bekas luka

Wajah

Muka klien tampak memerah, tidak terdapat eodema /


hematoma, wajah klien tampak pucat , tidak ada bekas luka
pada wajah.

Mata

Mata klien terlihat simetris kiri dan kanan, konjungtiva


klien pucat, sklera tidak ikterik, reflek cahay normal ,
palpebra tidak odema, pupil isokor, respon cahaya pada
pupil klien (+).

Hidung

Bentuk hidung klien simetris , tidak terdapat oedema pada


area sekitar hidung, nafas cuping hidung (-), polip (-)

Bibir

Bibir klien terlihat pucat, dan mukosa mulut klien terlihat


kering.

Gigi

Gigi klien tampak bersih, dan terdapat caries pada gigi

Lidah

Lidah klien terlihat pucat dan terlihat bersih.

3. Leher
Bentuk leher klien simetris, tidak ada pembesaran kelenjer tyroid, kalenjer
getah bening, dan tidak ada bekas operasi ada leher JVP 5-2 cm H2O
4. Dada / thorak
Inspeksi

Bentuk dada simetris kiri dan kanan, frekuensi nafas


30 x/menit.

Palpasi

Fremitus pada paru-paru kiri dan kanan

Perkusi

Bunyi Sonor (Normal).

Auskultasi :

Vesikuler

5. Jantung
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Perkusi

Ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC V

Perkusi

Pekak

Auskultasi :

Irama jantung klien teratur

6. Abdomen
Inspeksi

bentuk perut klien tidak asites , tidak ada bekas luka

Auskultasi :

Bising Usus 16 kali / menit

Palpasi

Nyeri tekan tidak ada, hepar dan limfe tidak teraba.

Perkusi

Tympani

7. Genitourinaria
Genitalia klien bersih tidak ada kelainan
8. Ekstremitas
Terpasang IUFD ditangan sebelah kanan kaen IB 4 tetes/ menit, tidak ada
oedema pada tangan, tidak ada oedema pada kaki, turgor kulit jelek tidak
terdapat nyeri otot dan perubahan kekuatan otot, tidak terdapat tegang
pada tungkai dan fleksi pada lengan.
K. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi
Hemaglobin
: 16,6 gr/dl
Leukosit
: 16,8 10 /mm
Basofil
: 0%
Eosinofil
: 0%
Netrofil batang
: 6%
Netrofil segmen : 81 %
Limfosit
: 7%
Monosit
: 6%
L. THERAPY
IUFD kaen IB 4 tetes / menit macro
Oral :
- parasetamol 4 x 130 mg (srp)
- Luminal 2x 85 mg
Injeksi
- Ampicilin 4 x 425 3

12,00-14,50
6,20-17,00
0-1 %
1-3 %
2-6 %
50-70%
20-4%
2-8 %

You might also like