You are on page 1of 26
be Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 5i/M-IND/PER/6/2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR INDUSTRI HIJAU Menimbang Mengingat Menetapkan DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, . a bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 79 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Menteri Perindustrian berwenang untuk menyusun dan menetapkan standar industri hijau; b. bahwa dalam rangka penyusunan standar industri hijau, perlu menyusun suatu pedoman; c. bahwa berdasarkan —_pertimbangan _sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Pedoman Penyusunan Standar Industri Hijau; 1, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 567 1); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara; 4. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian; 5. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019; MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN — TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR INDUSTRI HIJAU. 2 Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 51/M-IND/PER/6/2015 Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri schingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. 2. Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya fisiensi_ dan efektivitas penggunaan sumber daya __secara berkelanjutan — sehingga += mampu _menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat 3. Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat SIH adalah standar industri yang terkait dengan bahan baku, bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan, pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang dibakukan dan disusun secara konsensus oleh semua pihak terkait yang bertujuan untuk mewujudkan industri hijau. 4. Rancangan Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat RSIH adalah rumusan SIH yang disusun oleh Tim Teknis secara konsensus. Rancangan Akhir Standar Industri Hijau yang selanjutnya disingkat RASIH adalah RSIH yang siap ditetapkan menjadi SIH. 6. Penyusunan SIH adalah rangkaian kegiatan sejak pengumpulan dan pengolahan data untuk merumuskan Rancangan SIH (RSIH) sampai penetapan SIH. 7. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 2 Perencanaan Penyusunan SIH dilakukan dengan memperhatikan: a. Kebijakan nasional di bidang standardisasi; b. Perkembangan Industri dalam negeri dan luar negeri; ¢. Perjanjian internasional; dan d, Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi Pasal 3 Penyusunan SIH dilakukan dengan menerapkan prinsip: a. Transparansi dan keterbukaan; b. Konsensus dan tidak memihak; c. Bfektif dan relevan; d. Koheren; dan e. Dimensi pengembangan. Pasal 4 Penyusunan SIH harus memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar, konsisten, dan tervalidasi. 3 Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 Pasal 5 (1) RSIH disusun oleh Tim Teknis. (2) RSIH yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (i) dibahas di dalam rapat teknis. (3) Rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihadiri oleh Tim Teknis. (4) Apabila diperlukan rapat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar/ahli dari luar anggota Tim Teknis dan/atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan, (5) Hasil rapat teknis dituangkan dalam Berita Acara Rapat Teknis. Pasal 6 (1) RSIH hasil pembahasan rapat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibahas di dalam rapat pra konsensus. (2) Rapat pra konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Tim Teknis. (3) Apabila diperlukan rapat pra konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar dari luar anggota Tim Teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat digunakan —sebagai_—_bahan pertimbangan oleh anggota Tim Teknis dalam mengambil keputusan. (4) Hasil rapat pra konsensus dituangkan dalam Berita Acara Rapat Pra Konsensus. Pasal 7 (1) RSIH hasil pembahasan rapat pra __konsensus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dibahas di dalam rapat konsensus. Rapat konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dihadiri paling sedikit 2/3 (dua pertiga) anggota Tim Teknis. (2 (3) Apabila diperlukan rapat konsensus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh pakar dari luar anggota Tim Teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota Tim Teknis dalam mengambil keputusan. Pasal 8 RSIH dapat ditetapkan menjadi RASIH apabila disetujui secara aklamasi dalam rapat konsensus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. Apabila aklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penetapan RSIH menjadi RASIH dilakukan melalui voting dan disetujui paling sedikit oleh 2/3 (dua pertiga) dari anggota Tim Teknis yang hadir. a Q Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor ; 51/M-IND/PER/6/2015 (3) Apabila anggota Tim Teknis yang menyetujui penetapan RSIH_ menjadi RASIH dalam voting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai 2/3 (dua pertiga), maka SIH harus diperbaiki dengan memperhatikan masukan dan tanggapan dari peserta rapat (4) RSIH yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibahas kembali dalam rapat konsensus berikutnya untuk mendapat persetujuan untuk ditetapkan menjadi RASIH. (5) Hasil rapat konsensus dituangkan dalam Berita Acara Rapat Konsensus. Pasal 9 (1) Anggota Tim Teknis yang tidak hadir dalam rapat konsensus dapat memberikan pandangannya secara tertulis sebagai bahan pertimbangan rapat konsensus. (2) Pandangan anggota Tim Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan dalam voting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Pasal 10 RASIH ditetapkan menjadi SIH melalui Peraturan Menteri. Pasal 11 SIH wajib dipublikasikan melalui website Kementerian Perindustrian dalam bentuk file elektronik (e-file) Pasal 12 Penulisan Standar Industri Hijau, Tata Cara Penomoran Standar Industri Hijau, Berita Acara Rapat Teknis, Berita Acara Rapat Pra konsensus, dan Berita Acara Rapat Konsensus, mengacu pada Lampiran Peraturan Menteri ini. Pasal 13 Tim Teknis dapat melakukan kaji ulang SIH sesuai dengan kebutuhan seperti isu lingkungan, perkembangan_ ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebijakan pemerintah. Pasal 14 Tim Teknis dibentuk oleh pimpinan unit kerja eselon 1 yang membidangi Industri Hijau. Pasal 15, (1) Ruang lingkup Tim Teknis didasarkan pada keahlian dan kompetensi teknis komoditi industri sesuai Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. (2) Tim Teknis bertugas melaksanakan seluruh kegiatan Penyusunan SIH. Pasal 16 (1) Keanggotaan Tim Teknis terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan anggota. (2) Jumlah anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan. & Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 51/M-IND/PER/6/2015 (3) Keanggotaan tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mewakili scluruh pemangku kepentingan yang meliputi unsur produsen/asosiasi_ produsen, konsumen, regulator, dan pakar di bidang yang relevan. (4) Masa jabatan keanggotaan tim teknis sampai dengan ditetapkannya SIH oleh Menteri. Pasal 17 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Teknis dibantu oleh unit kerja eselon 2 yang membidangi Industri Hijau selaku Sekretariat Tim Tekni (2) Sekretariat Tim Teknis memiliki tugas: a, Memfasilitasi dan menjamin kelanc kegiatan Tim Teknis; b. Menyediakan seluruh bahan, referensi, dan sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan Tim Teknis. c. Memutakhirkan dan memelihara seluruh informasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan kegiatan Tim Teknis agar dapat diakses dan ditelusuri dengan mudah; dan d, Menyiapkan RASIH untuk disampaikan kepada Menteri, dilengkapi dengan informasi Pasal 18 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. an pelaksanaan Agar setiap orang mengetahuinya, _ memerintahkan pengundangan Peraturan- Menteri_— ini. dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Juni 2015 MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SALEH HUSIN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 854 Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Kemgnterian Perindustrian KepoteeBe Hukum dan Organisasi 1% y/ a. ’PRAYONO Sear Ae % Po LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR —: 51/M-IND/PER/6/2015 TANGGAL : 3 Juni 2015 ‘TATA CARA PENULISAN DAN PENOMORAN STANDAR INDUSTRI HIJAU BABI Penulisan standar Industri Hijau BABII Tata Cara Penomoran Standar Industri Hijau Lampiran: Format Berita Acara Rapat Teknis/Rapat Pra Konsensus/Rapat Konsensus MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Salinan sesuai dengan aslinya tte. Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian SALEH HUSIN Kepala Biro Hukum dan Organisasi Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor; 51/M-IND/PER/6/2015 BAB 1 PENULISAN STANDAR INDUSTRI HIJAU 1.1 Prinsip Umum 1.1.1 Tujuan Tujuan diterbitkannya SIH adalah untuk menjabarkan ketentuan secara jelas dan tidak bermakna ganda untuk memfasilitasi industri dalam mengelola ketersediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan tersebut, SIH harus: + cukup lengkap dalam batas lingkup yang telah ditentukan, + konsisten, jelas dan akurat, * memperhatikan benar kemampuan teknologi yang telah dicapai pada waktu standar dibuat, + menyediakan kerangka untuk pengembangan teknologi mendatang, * memperhatikan prinsip-prinsip perumusan SIH, dan + dapat dipahami oleh pemangku kepentingan/pihak-pihak yang tidak ikut dalam mempersiapkan SIH tersebut. 1.1.2 Pendekatan Kinerja Sedapat | mungkin persyaratan SIH harus menggambarkan kinerja perusahaan dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup. 1.1.3 Homogenitas Keseragaman struktur, gaya penulisan, dan terminologi harus dijaga, tidak hanya dalam setiap standar, tetapi juga dalam suatu seri standar yang terkait. Untuk ketentuan yang sama harus digunakan susunan kata yang sama. Istilah yang sama harus digunakan dalam setiap standar atau seri standar untuk menjelaskan suatu konsep pemikiran, Sejauh mungkin hanya satu arti untuk satu istilah. Judul prakata, daftar isi, pendahuluan, dan judul dokumen pada isi ditulis dengan jenis huruf Tahoma 12 - bold, sedangkan uraiannya ditulis dengan huruf Tahoma 11. Judul pasal dan subpasal ditulis dengan jenis huruf Tahoma 11 — bold, sedangkan uraiannya ditulis dengan huruf Tahoma 11. 1.1.4 Konsistensi Standar Untuk mencapai tujuan konsistensi keseluruhan SIH, teks setiap standar harus sesuai dengan ketentuan penulisan SIH yang relevan, khususnya untuk hal-hal berikut: Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 a. peristilahan yang dibakukan; b. besaran, satuan, dan simbolnya; c. istilah singkatan; d. acuan bibliografi; e. gambar teknik dan diagram; f, dokumentasi teknis dan; g. simbol gratis. Dalam hal SIH belum tersedia, maka harus mengacu kepada standar internasional yang relevan. Sebagai tambahan, aspek teknis tertentu harus dituliskan dengan memperhatikan ketentuan standar umum yang relevan dengan subjek berikut: * bat (limit); « toleransi dimensi dan ketidakpastian pengukuran; * metode statistik; « kondisi lingkungan dan pengujian terkait; * keselamatan; « kimia; * electromagnetic compatibility (EMC); + kesesuaian dan mutu. 1.1.5 Bahasa Penulisan SIH harus menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Istilah asing yang belum mempunyai padanan kata dalam Bahasa Indonesia, tetap menggunakan istilah asing yang ditulis dengan huruf miring (italic). Jika padanan kata dalam Bahasa Indonesia belum banyak dikenal agar ditulis dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia diikuti dengan istilah asingnya (ditulis dalam tanda kurung dan huruf miring). Penulisan dalam dua bahasa cukup dilakukan sekali saja di awal dan untuk selanjutnya menggunakan istilah dalam Bahasa Indonesia. Apabila diperlukan, SIH dapat diterbitkan dalam dua bahasa, Bahasa Indonesia dan bahasa asing. SIH yang diterbitkan dalam dua bahasa, dicetak dengan susunan teks Bahasa Indonesia pada halaman ganjil dan teks bahasa asing pada halaman genap. 1.2 Struktur 1.2.1 Umum Standar Industri Hijau mencakup ruang lingkup, istilah dan definisi, persyaratan teknis dan persyaratan manajemen pengusahaan. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015, 1.2.2 Uraian dan Penomoran Bagian, Pasal dan Subpasal Standar 1.2.2.1 Judul dan Penomoran Bagian Standar Nomor bagian harus diidentifikasi dengan angka Arab, dimulai dengan 1 dan didahului dengan tanda titik (.), misalnya, 9999.1, 9999.2, dan seterusnya, 1.2.2.2 Pasal Pasal adalah komponen dasar dalam pembagian isi standar. Pasal dalam setiap standar atau bagian dari standar harus ditulis dengan angka Arab, dimulai dengan 1 untuk pasal “Ruang lingkup’. Penomorannya berlanjut, tetapi tidak termasuk penomoran untuk lampiran. Setiap pasal harus mempunyai nomor dan judul yang ditulis dengan huruf Tahoma 11, dicetak tebal (bold) dengan jarak tiga karakter setelah nomor pasal. Uraian isi pasal ditulis pada baris berikutnya dengan jarak satu spasi dari judul pasal dan menggunakan jenis huruf Tahoma 11. Antara pasal dengan pasal lainnya diberi jarak dua spasi Setiap gambar, tabel, rumus, dan catatan kaki pada isi dokumen harus diberi nomor dan biasanya dimulai dengan 1. 1.2.2.3 Subpasal Subpasal diberi nomor mengikuti nomor pasalnya. Subpasal pertama (misalnya, 5.1.1, 5.1.2, dan seterusnya). Proses pembagian ini maksimum. sampai lima tingkat ke bawah (misalnya, 5.1.1.1.1.1, 5.1.1.1.1.2, dan seterusnya). Subpasal diberi nomor dengan angka Arab. Subpasal dapat dibuat jika sekurang-kurangnya terdiri atas dua subpasal. Misalnya, satu paragraf uraian dalam pasal 10 tidak dapat diuraikan menjadi butir 10.1” saja, kecuali jika ada “10.2” yang memuat uraian tertentu yang sesuai Setiap subpasal sebaiknya mempunyai judul yang ditulis dengan jarak tiga karakter setelah nomor subpasal. Uraian isi subpasal ditulis pada baris berikutnya dengan jarak satu spasi dari judul subpasal dan menggunakan jenis huruf Tahoma 11, Sedangkan jenis huruf untuk nomor dan judul subpasal adalah Tahoma 11 ~ bold. Antara subpasal dengan subpasal lainnya diberi jarak satu spasi. Subpasal yang kedua, disusun sesuai dengan subpasal pertama, misalnya, jika subpasal 10.1 memiliki judul, maka subpasal 10.2 juga memiliki judul. Apabila subpasal tidak berjudul, maka kata kunci atau subyek kalimat dituliskan pada awal kalimat subpasal, dan tidak dicantumkan sebagai judul dalam daftar isi Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1.2.2.4 Paragraf Paragraf adalah bagian dari isi pasal atau subpasal yang tidak bernomor. 1.2.2.5 Lampiran Lampiran harus disajikan berurutan sesuai urutan dalam teksnya. Setiap lampiran harus ditunjukkan dengan memakai kata “Lampiran” diikuti dengan penomoran lampiran dengan huruf kapital yang ditulis secara berurutan, dimulai dengan “A”, Misalnya “Lampiran A”. Nomor pasal, subpasal, tabel, gambar, dan rumus matematika dari lampiran scharusnya didahului dengan huruf yang menunjukkan lampiran terscbut dan diikuti dengan tanda titik. Lampiran tunggal ditandai dengan “Lampiran A’, Pasal-pasal dalam Lampiran A ditulis *A.1”, “A.2”, “A.3", dan seterusnya. 1.2.2.6 —_Bibliografi Bibliografi, jika ada, ditulis sesudah lampiran. 1.2.2.7 Indeks Indeks, jika ada, harus ditulis di halaman terakhir. 1.3 Penyusunan Standar 1.3.1 Unsur Pendahuluan Bersifat Informatif 1.3.1.1 Sampul Depan Sampul depan bderisikan judul SIH, nomor SIH, logo SIH, dan logo Kementerian Perindustrian. Judul harus dibuat dengan susunan kata yang cermat, ringkas, dan tidak bermakna ganda. Judul disusun sedemikian rupa untuk membedakan dengan standar lain, tanpa menjadi terlalu rinci, Setiap tambahan khusus harus diuraikan dalam ruang lingkup. Judul SIH pada sampul depan ditulis dengan huruf kapital dan jenis huruf Tahoma 18 — bold. 1.3.1.2 Daftar Isi Daftar isi adalah unsur pendahuluan yang opsional yang dimaksudkan untuk mempermudah pengguna mengetahui isi suatu standar. Pada halaman daftar isi diberi judul “Daftar isi” (jenis huruf Tahoma 12 - bold). Daftar isi berisi judul pasal dan jika perlu subpasal dengan judulnya, lampiran, bibliografi, dan indeks. Penulisan judul pasal atau subpasal dimulai setelah 3 (tiga) karakter dari angka terakhir nomor pasal atau subpasal dengan jenis huruf Tahoma 11, Semua unsur di dalam daftar isi harus dicantumkan dengan judul yang lengkap. Apabila Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 jumlah halaman dalam dokumen kurang dari 10, maka daftar isi bersifat opsional. 1.3.1.3 Prakata Prakata harus ada dalam setiap SIH, tetapi tidak mencantumkan persyaratan, gambar atau tabel. Prakata berisikan hal-hal sebagai berikut: a] Tujuan atau perlunya standar tersebut dirumuskan Tujuan diterbitkannya SIH adalah untuk menjabarkan ketentuan secara jelas dan tidak bermakna ganda untuk memfasilitasi industri dalam mengelola ketersediaan sumber daya alam dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. b] Pernyataan merevisi, mengadopsi, atau sebagai bagian dari standar berseri dalam kaitannya dengan standar lain, bila relevan Khusus untuk SIH revisi, dicantumkan pernyataan perubahan teknis yang penting dari standar edisi sebelumnya dan alasan revisi. Khusus untuk standar yang disusun dengan cara mengadopsi standar lain, agar menyebutkan judul dan nomor standar yang diadopsi, jenis adopsi (identik atau modifikasi), dan alasan penyimpangan terhadap standar yang diadopsi. 1.3.2 Unsur Umum Bersifat Normatif 1.3.2.1 Judul Judul pada halaman isi standar harus sama dengan yang tertulis pada sampul depan. Penulisan judul menggunakan huruf Tahoma 12 ~ bold dan diawali dengan huruf kapital pada awal kata pertama dan selanjutnya dengan huruf biasa. 1.3.2.2 Ruang Lingkup Unsur ini bersifat wajib dan dicantumkan sebagai pasal 1 dari standar, menguraikan tentang subjek dari standar dan aspek yang tercakup tanpa bermakna ganda, tujuan penggunaan, dan batasan penggunaan atau penerapan standar. Ruang lingkup disusun secara singkat, jelas, dan tidak berisi persyaratan. 1.3.2.3 Acuan Normatif Unsur ini bersifat opsional, menguraikan daftar dokumen normatif yang harus diacu oleh standar dan digunakan dalam penerapan standar tersebut. Standar tidak dapat digunakan jika dokumen normatif tersebut tidak tersedia. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015, 1.3.3 Unsur Teknis Bersifat Normatif 1.3.3.1 _Istilah dan Definisi Unsur ini bersifat wajib. Nomor dan istilah ditulis dengan huruf tebal. Unsur ini menguraikan definisi_ seperlunya untuk —memberikan pemahaman tentang istilah tertentu yang digunakan dalam standar. 1.3.3.2 Simbol dan Singkatan Unsur ini merupakan unsur opsional yang mencantumkan daftar simbol dan singkatan istilah yang diperlukan untuk memahami suatu standar. Kecuali ada kebutuhan daftar simbol dalam urutan khusus yang merefleksikan kriteria_ teknis, semua simbol sebaiknya _disusun berdasarkan urutan alfabet sebagai berikut: a) huruf Latin kapital diikuti dengan huruf Latin kecil (A, a, B, b, C,¢ dan seterusnya); b) huruf tanpa indeks diikuti huruf dengan indeks dan huruf dengan indeks huruf mendahului huruf dengan indeks angka (B, b, C, Cm, C2, ¢, d, dext, dint, d1 dan seterusnya); c) huruf Yunani mengikuti huruf Latin (Z, z, A, a, B, B,..., A, A, dan seterusnya); d) simbol-simbol khusus yang lain. Untuk mudahnya, unsur ini boleh digabung dengan istilah dan definisi, simbol, singkatan istilah, dan mungkin satuan yang sesuai dengan judul. Misalnya, “Istilah, Definisi, Simbol, Satuan, dan Singkatan Istilah” Semua ungkapan istilah yang berasal dari ungkapan asing dan belum ada padanannya harus ditulis dengan huruf miring (italic). CONTOHI Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator/KP), dimaksudkan apabila singkatannya belum dikenal secara umum. Apabila ada istilah atau singkatan yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, harus dikonsensuskan oleh semua tim teknis yang menggunakan. Bila tidak dicapai konsensus, maka digunakan istilah aslinya. 1.3.3.3 Persyaratan Teknis Unsur ini bersifat wajib. Persyaratan harus berisi hal-hal berikut. a) Aspek, b) Kriteria, c) Batasan, d) Metode verifikasi, merupakan kegiatan untuk memastikan bahwa kriteria dari suatu aspek memenuhi batasan yang ditentukan. Metode verifikasi dapat dilakukan dengan: Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI ‘Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1, Melihat sertifikat atau hasil uji yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang 2. Melihat bukti pelaksanaan kegiatan dan melakukan verifikasi lapangan 3. Melakukan perhitungan dengan suatu formula tertentu 1.3.3.4 Lampiran Normatif Lampiran normatif merupakan agian integral suatu— standar. Keberadaannya adalah opsional. Lampiran normatif harus dirujuk dalam teks secara jelas, dan dicantumkan dalam daftar isi dan juga pada lembar lampiran ditempatkan di bagian atas judul lampiran CONTOH Lampiran C {normatif) Penyusunan dan penyajian istilah dan definisi 1.3.4 Unsur Tambahan Bersifat Informatif 1.3.4.1 Lampiran Informatif Lampiran informatif menguraikan tambahan informasi dan dimaksudkan untuk membantu pemahaman atau penggunaan standar. Lampiran seharusnya tidak mengandung persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mengklaim kesesuaiannya dengan standar. Keberadaannya adalah opsional. Lampiran informatif harus dirujuk dalam teks secara jelas, dan dicantumkan dalam daftar isi dan juga pada lembar lampiran ditempatkan di bagian atas judul lampiran. conToH Lampiran A (informatif) Standar dasar dan acuan kerja 1.3.4.2 Bibliografi Bibliografi merupakan daftar dokumen yang digunakan sebagai sumber informasi dalam mempersiapkan standar. Unsur ini bersifat opsional. Apabila pada daftar dokumen di atas terdapat bagian yang dikutip, maka kutipan tersebut harus dimasukkan ke dalam standar dengan menyebutkan sumber dokumennya. 1.3.5 Unsur Informatif Lain 1.3.5.1 Catatan dan Contoh yang Terintegrasi dalam Teks Catatan dan contoh yang terintegrasi dalam teks standar hanya digunakan untuk memberikan informasi tambahan. Informasi tersebut dimaksudkan untuk membantu memahami atau menggunakan standar Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI pir Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 dan tidak memuat persyaratan yang perlu dipenuhi untuk mengklaim kesesuaian suatu standar. Catatan dan contoh sebaiknya dicantumkan pada bagian akhir pasal atau subpasal atau paragraf yang dirujuk. Catatan dalam pasal atau subpasal didahului dengan kata “CATATAN? (jenis huruf Tahoma 10 — bold). Uraian catatan ditulis pada jarak empat karakter dari kata CATATAN (jenis huruf Tahoma 10). Contoh dalam pasal atau subpasal didahului dengan kata “CONTOH” (enis huruf Tahoma 10 - bold) dan uraian contoh ditulis pada jarak empat karakter dari kata CONTOH (jenis huruf Tahoma 10). 1.3.5.2 Catatan Kaki Teks Catatan kaki teks menguraikan informasi tambahan dan penggunaannya harus seminimum mungkin serta tidak berisi persyaratan. Catatan kaki teks ditempatkan di bagian bawah halaman yang terkait dan dipisahkan dengan garis pendek mendatar tipis, dengan jenis huruf Tahoma 10. Catatan kaki teks dituliskan dengan diawali angka Arab, dimulai dengan angka 1 yang diikuti dengan tanda kurung tutup. Nomor catatan kaki teks berurutan sepanjang dokumen. Misalnya: 1), 2), 3), dan seterusnya. Catatan kaki harus dirujuk dalam teks dengan menyisipkan angka yang sama dengan bentuk kecil yang ditulis di atas (superscript) sesudah kata atau kalimat yang dimaksud. Misalnya: ", 2, °l, dan seterusnya Dalam hal khusus, untuk menghindari kerancuan dengan angka yang ditulis di dalam teks standar, simbol lainnya dapat pula digunakan, seperti: *, **, ***, dan seterusnya atau f, #, dan seterusnya. 1.3.6 Aturan Umum dan Unsur 1.3.6.1 Pengejaan dan Penyingkatan Nama Organisasi Pengejaan nama suatu organisasi dan singkatannya harus seperti yang digunakan oleh organisasi yang bersangkutan. Istilah yang disingkat harus digunakan secara hati-hati dan penggunaannya harus sedemikian tupa sehingga tidak membingungkan. Agar mudah dipahami oleh pembaca, pengejaan dan singkatannya harus ditulis dengan gaya yang sederhana dan seringkas mungkin. Bila standar tidak menyertakan daftar singkatan, maka pada saat pertama kali singkatan tersebut muncul, istilah kepanjangannya harus jelas tertulis mendahului singkatan tersebut. Singkatan istilah harus ditulis dengan huruf kapital, tanpa titik atau spasi yang mengikuti setiap huruf (misalnya, “OEE* untuk ‘Overall Equipment Effectiveness’). Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1.3.6.2 Penggunaan Nama Dagang Nama produk yang tepat harus disebutkan dengan jelas tanpa menyebutkan merek dagang produk, Kepemilikan nama produk (misalnya, merek dagang) untuk produk tertentu sejauh mungkin dihindari meskipun hal ini sudah menjadi kebiasaan, Kecuali, jika nama dagangnya tidak dapat dihindari, maka nama aslinya harus disebutkan. Misalnya, merek dagang dengan simbol ® untuk merek dagang yang sudah terdaftar. CONTOH Untuk mengganti “Teflon®”, tulis dengan “Politetraflouroetelina (PTFE)’. Pada prinsipnya, dokumen standar tidak dimaksudkan untuk media promosi untuk suatu merek dagang. 1.3.6.3 Hak Paten Untuk sesuatu yang dipatenkan, aturan berikut ini harus diikuti: a) Semua konsep yang disampaikan untuk mendapatkan tanggapan harus memuat tulisan (teks) berikut ini pada halaman depan. CONTOH Penerima konsep (draft) ini diminta untuk menyampaikan notifikasi (pemberitahuan), memberitahukan tentang hak paten apapun yang relevan yang diketahui, dan sekaligus memberikan dokumen penunjang yang ada b) Dokumen standar yang dipublikasikan yang dalam proses penyiapannya tidak ditemukan adanya hak paten, harus ada pemberitahuan berikut ini dalam pendahuluannya. CONTOH Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan beberapa unsur dari dokumen standar ini dapat berupa hak paten, Kementerian Perindustrian tidak bertanggung Jjawab untuk pengidentifikasian salah satu atau seluruh hak paten yang ada. c] Dokumen standar yang dipublikasikan yang selama persiapannya telah mengidentifikasikan adanya hak paten, harus memuat pemberitahuan berikut dalam pendahuluan. CONTOH Kementerian Perindustrian menyadari kenyataan bahwa kesesuaian terhadap dokumen ini dapat berkaitan dengan penggunaan paten mengenai (...hal ‘yang menjadi subjek ...) yang disebutkan /dimuat dalam (...subpasal...) Kementerian Perindustrian tidak bertanggung jawab sehubungan dengan pembuktian validitas dan ruang lingkup hak paten ini Pemegang hak paten ini telah memberikan jaminan kepada Kementerian Perindustrian bahwa pemegang hak tersebut bersedia membicarakan masalah lisensi dalam persyaratan yang wajar dan tidak diskriminasi dengan para pemohon dari seluruh Indonesia, Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan adanya beberapa unsur dalam dokumen standar ini berupa hak paten lain daripada yang telah disebutkan di atas. Kementerian Perindustrian tidak bertanggung jawab untuk pengidentifikasian sebagian atau semua hak paten tersebut. 1.3.6.4 Gambar 1.3.6.4.1 Penggunaan Gambar sebaiknya digunakan, jika hal tersebut merupakan cara yang paling efisien untuk menyajikan informasi. Pada dasarnya gambar Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015, dicantumkan dalam isi standar mengikuti narasinya. Jika jumlah gambar cukup banyak atau ukurannya besar, sebaiknya dicantumkan sebagai lampiran. 1.3.6.4.2 Bentuk Gambar harus berbentuk gambar teknik. Foto hanya dapat digunakan apabila tidak mungkin mengubahnya menjadi gambar teknik. Gambar sebaiknya dibuat dengan komputer yang dilengkapi dengan penjelasan rincian bagian-bagiannya. 1.3.6.4.3 Penomoran Gambar harus diberi nomor dengan angka Arab, dimulai dengan angka 1 dan seterusnya yang tidak tergantung pada nomor pasal dan tabel. Gambar tunggal diberi judul “Gambar 1”, Untuk penomoran gambar dalam lampiran, seharusnya didahului dengan huruf yang menunjukkan lampiran tersebut dan diikuti dengan tanda titik, “Gambar A.1” 1.3.6.4.4 Tata Letak Penempatan dan Judul Gambar ‘Tata letak penempatan dan judul gambar harus berada di tengah. Judul dan penomoran diposisikan mendatar di bawah gambar. Antara nomor gambar dan judul harus dipisahkan dengan tanda hubung, jenis huruf ‘Tahoma 11 - bold. conToH Gambar 1 - Perincian peralatan 1.3.6.4.5 Pemilihan Simbol Huruf, Jenis Huruf, dan Label Huruf kecil di bawah (subscript) dapat digunakan jika diperlukan untuk membedakan penggunaan simbol yang berbeda. Untuk simbol_berseri yang menunjukkan berbagai ukuran panjang dalam suatu gambar gunakan I], 12, 13, dan seterusnya, tetapi bukan A, B, C, dan sebagainya atau a, b, c, dan seterusnya. Huruf miring (italic) scharusnya digunakan untuk: a) simbol untuk besaran; b) huruf di bawah (subscript) yang mewakili simbol untuk besaran; ¢) simbol yang mewakili angka. Jenis huruf tegak seharusnya digunakan untuk semua huruf lainnya. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 CONTOH, Keterangan gambar: Gudang penyimpanan bahan baku Weighting feeder Raw mitt EP Homo silo Stabilizer Cerobong asap ‘Suspension Preheater Mixing chamber 10. Rotary kiln 11. Cooling 12. Coal bin 13. Clinker silo 14. CKP mill 15. Cement mill 16. Bag filter 17. Silo semen CONAN EOKE Gambar 1 - Proses produksi semen 1.3.6.4.6 Gambar Teknik Gambar teknik dipersiapkan sesuai dengan standar yang relevan. 1.3.6.4.7 Catatan Gambar Catatan gambar dibuat bebas dari catatan yang ada dalam teks, diletakkan di atas judul gambar yang bersangkutan, dan mendahului catatan kaki gambar. Lihat contoh berikut. CONTOH Gambar Keterangan gambar: Paragraf yang berisi persyaratan. CATATAN 1 CATATAN 2 “Catatan kaki gambar »Catatan kaki gambar Gambar 1 - (Judul gambar) Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 Catatan gambar didahului dengan kata “CATATAN? (jenis huruf Tahoma 10 - bold), sedangkan uraiannya ditulis pada baris berikutnya dengan jarak empat ketuk dari tepi kiri (jenis huruf Tahoma 10). Nomor catatan gambar berurutan untuk setiap gambar. Catatan gambar tidak berisi persyaratan. Tiap persyaratan yang berkaitan dengan isi gambar diberikan dalam teks standar, catatan kaki gambar, atau sebagai paragraf antara gambar dan judulnya. 1.3.6.4.8 Catatan Kaki Gambar Catatan kaki gambar dibuat bebas dari catatan kaki pada teks, dicantumkan di atas judul gambar yang dimaksud, dan mengikuti aturan catatan gambar. Catatan kaki gambar dibedakan penulisannya, yaitu menggunakan huruf kecil di atas (superscript), dimulai dengan “a” (huruf Tahoma 10). Catatan kaki scharusnya merujuk pada gambar dengan menyisipkan huruf kecil di atas yang sama. 1.3.6.5 Tabel 1.3.6.5.1 Penggunaan Tabel sebaiknya digunakan, jika hal tersebut merupakan cara yang paling efisien untuk menyajikan informasi. Pada dasarnya tabel dicantumkan dalam batang tubuh standar mengikuti narasinya. Jika jumlah tabel banyak atau ukurannya besar, sebaiknya dicantumkan sebagai lampiran. Tabel dalam tabel tidak diizinkan, begitu juga dengan pembagian tabel ke dalam subtabel. 1.3.6.5.2 Penomoran Tabel diberi nomor dengan angka Arab, dimulai dengan angka 1. Penomoran ini harus bebas dari penomoran pasal dan gambar. Tabel tunggal ditandai dengan “Tabel 1”. Untuk penomoran tabel dalam lampiran, seharusnya didahului dengan huruf yang menunjukkan lampiran tersebut dan diikuti dengan tanda titik, “Tabel A. 1”. 1.3.6.5.3 Tata Letak Judul Judul harus ditulis mendatar di tengah, di atas tabel dengan jarak 1 spasi, jenis huruf Tahoma 11 - bold dan antara nomor tabel dan judul terpisah sejauh 4 (empat) ketuk, Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M> IND/PER/6/2015 1.3.6.5.6 Catatan dalam Tabel Catatan tabel harus dibuat bebas dari catatan yang ada dalam teks, diletakkan di bawah tabel yang bersangkutan dan mendahului catatan kaki tabel Catatan dalam tabel didahului dengan kata “CATATAN” (jenis huruf ‘Tahoma 10 ~ bold), sedangkan uraiannya ditulis pada jarak empat karakter dari kata CATATAN (jenis huruf Tahoma 10). Jika ada beberapa catatan dalam tabel yang sama, seharusnya ditandai dengan CATATAN 1, CATATAN 2, dan seterusnya. Nomor catatan tabel berurutan untuk setiap tabel. Catatan tabel tidak berisi persyaratan. ‘Tiap persyaratan yang berkaitan dengan isi tabel seharusnya diberikan dalam teks standar, catatan kaki tabel, atau sebagai paragraf dalam tabel. ‘Tidak perlu memberikan acuan pada catatan tabel. . : Satuan dalam milimeter Panjang Diameter Dalam Diameter Luar | Le a L: Paragral yang berisi persyaratan. | CATATAN 1 | CATATAN 2 | | [7 Catatan kali tabel | [Le Catatan kaki tabel 00 1.3.6.5.7 Catatan Kaki Tabel Catatan kaki tabel dibuat bebas dari catatan kaki pada teks, dicantumkan di bawah catatan tabel yang dimaksud, dan mengikuti aturan catatan tabel. Catatan kaki tabel dibedakan dengan penulisannya, yaitu menggunakan huruf kecil di atas (superscript), dimulai dengan “a” (jenis huruf Tahoma 10). Catatan kaki seharusnya merujuk pada tabel dengan menyisipkan huruf kecil tersebut di atas yang sama. 1.3.6.6 Acuan 1.3.6.6.1 Umum Sebagai aturan umum, acuan ke bagian khusus teks seharusnya digunakan sebagai pengganti pengulangan sumber materi aslinya. Karena pengulangan tersebut — mengandung_—risiko —kesalahan atau ketidakkonsistenan dan memperpanjang dokumen, Namun demikian, jika perlu mengulang suatu materi, sumbernya harus disebut dengan tepat ‘Acuan seharusnya dibuat tidak mengacu pada nomor halamannya. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1.3.6.6.2 Acuan pada Unsur dalam Teks Pencantuman acuan pada unsur dalam teks tidak perlu menggunakan istilah “Subpasal”, seperti contoh berikut: a) “berkaitan dengan pasal 3”, b) “sesuai dengan 3.1”, ¢} “seperti ditentukan dalam 3.1 bj’, 4) “uraian yang diberikan dalam 3.1.1”, ¢) “lihat Lampiran B’, f) “persyaratan yang diberikan dalam B.2”, g) “lihat catatan dalam Tabel 2”, dan h) “lihat Contoh 2 dalam 6.6.3” Jika pertu mengacu pada suatu daftar dalam suatu standar yang tidak diberi nomor, harus diikuti kalimat berikut. “seperti ditetapkan dalam SIH ..... subpasal 3.1, daftar kedua’. 1.3.6.6.3 Acuan Tabel dan Gambar Setiap tabel dan gambar di dalam standar seharusnya dirujuk dalam teks standar. Misalnya: a) “diberikan dalam Tabel 2”, b) — “(lihat Tabel B.2)”, cc) “diperlihatkan dalam Gambar A.6", dan d)— “(ihat Gambar 3)’. 1.3.6.6.4 Acuan pada Dokumen Lain Acuan dokumen lain harus mencantumkan sumber yang tertelusur. 1.3.6.7 Penyajian Angka dan Nilai Numerik 1.3.6.7.1 Tanda desimal scharusnya ditulis dalam bentuk koma. 1.3.6.7.2 Jika suatu angka bernilai kurang dari satu dan ditulis dalam bentuk desimal, tanda desimal didahului dengan nol. 1.3.6.7.3 Jika suatu angka bernilai lebih dari satu dan terdiri atas lebih dari tiga digit, maka pembacaan ke kiri atau ke kanan tanda desimal (pada setiap kelompok tiga digit) harus dipisahkan dengan satu spasi, Kecuali untuk angka empat digit yang menunjukkan tahun, atau dinyatakan lain. CONTOH — 23.456 2345 2,345 2,345.6 2,345 67 tetapi untuk tahun adalah 1997 Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1.3.6.7.4 Untuk kejelasan, tanda kali (x) lebih baik daripada tanda titik yang digunakan untuk menunjukkan perkalian angka dan nilai numerik. CONTOH Tulis 1,8 x 10° (bukan 1,8.10° atau 1,8 10%). 1.3.6.7.5 Untuk menyajikan jumlah suatu benda (sebagai pembeda dari nilai numerik suatu besaran fisik), satu sampai dengan sembilan seharusnya ditulis dengan mengikuti aturan penulisan lengkap. CONTOH 1 Rencana Strategis kurun waktu lima tahun mencakup bidang efisiensi pemakaian material CONTOH 2 Batasan energi untuk pulp terintegrasi adalah 40 GJ/ton kertas. Untuk menyajikan nilai besaran fisik, seharusnya digunakan angka Arab yang diikuti dengan simbol internasional untuk satuan 1.3.6.8 Besaran, Satuan, Simbol, dan Tanda Penulisan besaran, satuan, simbol, dan tanda mengikuti ketentuan yang berlaku secara internasional. 1.3.6.9 | Rumus Matematis 1.3.6.9.1 Jenis Persamaan Persamaan diantara besaran lebih baik dinyatakan dalam bentuk persamaan nilai numerik. Persamaan seharusnya ditampilkan dalam bentuk yang benar secara matematika, Variabel ditampilkan dengan simbol huruf dan dijelaskan artinya, kecuali jika simbol tersebut telah dituliskan dalam pasal “Simbol dan Singkatan Istilah”. Penjabaran istilah atau nama dari besaran scharusnya tidak ditulis dalam bentuk persamaan Penjelasan yang berkaitan dengan arti simbol persamaan harus dicantumkan pada baris berikutnya (di bawah persamaan tersebut), didahului kata ”Keterangan” (jenis huruf Tahoma 10 - bold). Sedangkan uraiannya ditulis pada baris berikutnya dari tepi kiri (jenis huruf Tahoma 10) Perhatikan contoh berikut ini kas = <4 oP Keterangan: KAS adalah konsumsi air spesifik; KA adalah konsumsi air untuk proses produksi, utilitas dan kantor pabrik pada periode waktu yang ditetapkan; P adalah jumlah produk pada periode 1 tahun. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 1.3.6.9.2 Penyajian Simbol yang memiliki lebih dari satu tingkat subscript atau superscript seharusnya dihindari, karena setiap simbol dari rumus yang akan berkaitan dengan pencetakan akan memerlukan lebih dari 2 jenis garis. CONTOH 1D) wnsxs lebih baik daripada Dimax CONTOH 2 Dalam teks, a/b lebih baile daripada ? 1.3.6.9.3 Penomoran Jika diperlukan penomoran pada seluruh atau sebagian rumus dalam suatu standar dengan maksud untuk acuan silang, seharusnya digunakan angka Arab dalam tanda kurung dimulai dengan angka 1. wtylen (1) Penomoran seharusnya berurutan tidak bergantung pada penomoran pasal, tabel, dan gambar. Mengenai penomoran rumus dalam lampiran, scharusnya didahului dengan huruf yang menunjukkan lampiran tersebut dan diikuti dengan tanda titik 1.3.6.9.4 Penunjukan dimensi dan toleransi Dimensi dan toleransi seharusnya diperlihatkan dengan jelas dan tidak bermakna ganda. CONTOH 1 80 mm x 25 mm x 50 mm (bukan 80 x 25 x 25 mm) CONTOH 2 10 kPa sampai dengan 12 kPa (bukan 10 sampai 12 kPa atau 10~ 12 kPa) CONTOHS —0°C sampai dengan 10°C (bukan 0 sampai 10 °C atau 0- 10°C) Untuk mencegah kesalahpahaman, toleransi dalam persentase seharusnya dinyatakan dalam bentuk yang benar secara matematis. CONTOH 4 — Tuliskan “dari 63% sampai dengan 67%" untuk menyatakan rentang, CONTOH S — Tuliskan “(65 # 2/9" untuk menyatakan nilai tengah dengan toleransi. Susunan “65 ¢ 2%" sebarusnya tidak digunakan. Derajat seharusnya dipisahkan dengan desimal, sebagai contoh ditulis 17,259 bukan dengan 17°15". 1.4 Persyaratan Penampilan 1.4.1 Ukuran Kertas Kertas yang digunakan untuk teks SIH berukuran A4 (210 mm x 297 mm). 1.4.2 Tata Cara Pengetikan 1.4.2.1 Posisi kiri Untuk penampilan teks pada kertas yang berada pada posisi kiri saat dibaca atau bernomor halaman ganjil, ukuran ruang cetak adalah «pias atas 30 mm; «pias bawah 20 mm; Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 «pias kiri 30 mm; * pias kanan 20 mm. 1.4.2.2 Posisi Kanan Untuk penampilan teks pada kertas yang berada pada posisi kanan saat dibaca atau bernomor halaman genap, ukuran ruang cetak adalah + pias atas 30 mm; «pias bawah 20 mm; «pias kiri 20 mm; pias kanan 30 mm. 1.4.3 Penomoran Standar 1.4.3.1 Sampul Depan Pemberian nomor SIH dicantumkan di bagian kanan atas sampul depan halaman luar, sejajar dengan logo SII. 1.4.3.2 Halaman Dalam Nomor halaman SIH dicantumkan sesuai ketentuan berikut. a) ditulis pada bagian bawah (posisi tengah) dari setiap halaman, b) pada unsur “Daftar isi”, “Prakata’, dan “Pendahuluan” ditulis dengan angka romawi kecil, jenis huruf Tahoma 10 - bold, misalnya i, ii, iii, dan seterusnya. ©) pada isi teks standar ditulis dengan angka Arab mulai dari angka 1, diikuti jumlah halaman keseluruhan standar, jenis huruf Tahoma 10 - bold, Misalnya, 1 dari 15, 2 dari 15, dan seterusnya. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M= IND/PER/6/2015 BAB2 TATA CARA PENOMORAN STANDAR INDUSTRI HIJAU 2.1 Struktur Penomoran Struktur penomoran SIH terdiri atas serangkaian kode dengan arti tertentu yaitu berupa kode SIH, kode KBLI, nomor seri, dan tahun penetapan. 2.1.1 Kode SIH menyatakan bahwa dokumen tersebut adalah Standar Industri Hijau. 2.1.2 Kode KBLI sebanyak 5 digit menyatakan kelompok lapangan usaha yang digunakan untuk keperluan analisis dan operasional lapangan 2.1.3 Nomor seri menunjukkan nomor urut bagian dari suatu standar yang mempunyai bagian 1.4 Tahun penetapan sebanyak 4 digit menyatakan tahun standar tersebut ditetapkan oleh Kementerian. 2.2 Tata Cara Penomoran 2.2.1 Penomoran SIH Cara menuliskan penomoran memperhatikan penggunaan tanda baca yang tepat sebagai pembatas masing-masing kode. Tanda titik (.) dituliskan diantara kode KBLI dengan nomor seri, titik dua (:) dituliskan diantara kode nomor seri dengan tahun penetapan, Penomoran SIH dinyatakan sebagai berikut: SIHspasititik<¥>titik dua Keterangan: SIH Standar Industri Hijau; XXXXX kode KBLI (dari RSIH terkait}; Y nomor seri ZLLZ tahun penetapan SIH. CONTOH 1 — SIH 24101.1:2015, Kelompok Industri Billet dan Bloom Baja Tuang Kentinyu, CONTOH 2 SIH 23941.1:2015, Kelompok Industri Semen Portland 2.2.2 Penomoran SIH revisi Penomoran SIH revisi dinyatakan dengan keterangan sebagai berikut: spasi titik<¥>titik dua Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 Keterangan: SIH Standar Industri Hijau; XXXKX —_ kode KBLI yang direvisi; Y nomor seri Z,2,Z,2, _ tahun penetapan SIH revisi. CONTOH SIH 23941.1:2017 merupakan revisi dari SIH 23941.1:2015. CATATAN Dalam hal adanya perubahan kode KBLI yang direvisi, perlu dijelaskan dalam Kepmenperin terkait. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 51/M-IND/PER/6/2015 Lampiran: Format Berita Acara Rapat Teknis/Rapat Pra Konsensus/Rapat Konsensus BERITA ACARA RAPAT TEKNIS/PRA KONSENSUS/KONSENSUS’) (tuliskan nama tim teknis secara lengkap) | 1. Judul RSIH atau SIH | 2. Status Standar : Baru/Revisi*) | 3. Hari/tanggal } | Pimpinan Sidang 1. Ketual (Institusi 2. Wakil Ketua (institusi 3. Sekretaris .. (Institusi : sete aarea (Institusi 4. Peny Jumiah seluruh anggota Tim Teknis Kehadiran anggota Tim Teknis CATATAN Daftar hadir, perhitungan kuorum dan komposisi kehadiran anggota didasarkan pada anggota yang hadir dalam rapat pada saat konsensus dicapai. orang orang | Kesepakatan dicapai melalui aklamasi/voting *) | Voting | Peserta voting . orang | Setuju seveeeeeeees OFAN | Tidak setuju orang | Abstain .. orang Kesimpulan : RSIH/SIH *) ini disetujui/tidak disetujui/untuk | ditindaklanjuti menjadi*)......... Jakarta, .. . | Ketua Tim Teknis Sekretaris Tim Teknis Keterangan *) Coret yang tidak perlu

You might also like