You are on page 1of 19

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN

1. PRINSIP TEKNIK PENGUKURAN


Sistem

pengukuran

atau

instrumentasi

berkembang

cepat

seiring

dengan

berkembangnya tekhnologi material dan elektronik. Penggunannya tidak saja pada


bidang teknik, bidang kedokteran ataupun bidang lainnya turut memmanfaatkannya.
Pemanfaatan teknik pengukuran dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai monitoring
dan sebagai pengontrol. Kriteria umum komponen dari sistem pengukuran dibedakan
menjadi 4 kelompok, yaitu : elemen sensor, transmitter, controller dan output
(display/actuator). Hubungan ketiga elemen tadi dapat dilihat pada gbr 1 berikut :

DISPLAY

SENSOR

TRANSMITTER

CONTROLLER

ACTUATOR

Gbr. 1 Skema sistem pengukuran

1.1. SENSOR
Sensor merupakan elemen yang bersinggungan langsung dengan media yang diukur
besarannya. Efek atau respon dari sensor bermacam-macam, tergantung dari jenis
sensor yang dipakai. Efek yang diterima atau ditangkap oleh sensor dapat berupa
besaran mekanis, electric maupun optik. Sedangkan outputnya bisa berupa besaran
mekanis atau listrik. Signal yang dikeluarkan oleh sensor ordenya masih sangat
rendah, sehingga perlu dikuatkan atau diubah sehingga dapat dibaca atau digunakan
untuk keperluan lain.

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


1.2. TRANSMITTER / TRANDUCER
Transmitter/Tranducer dalam teknik pengukuran berfungsi untuk merubah atau
menguatkan sinyal yang dihasilkan oleh sensor. Tujuan/fungsi transmitter secara
prinsip dibedakan menjadi 3,yaitu :

Sebagai transmitter berfungsi menyalurkan/mentransmisikan sinyal


kepada rangkaian berikutnya

Sebagai Op Amp berfungsi untuk menguatkan sinyal

Sebagai Converter, berfungsi merubah satu besaran ke besaran lain.

1.3. CONTROLLER
Controller berfungsi untuk mengolah sinyal dari transmitter menjadi bentuk output
yang diinginkan. Sinyal output ini dapat berupa besaran analog maupun signal
digital, tergantung aplikasi selanjutnya. Dalam controller semua sinyal dari
transmitter tadi diubah menjadi sinyal digital dan diproses sesuai program yang
diinginkan. Secara prinsip untuk proses pengukuran yang digunakan pada sistem
pengaturan, program dalam controller umumnya berupa fungsi aritmatika yang
bertujuan untuk menghitung sinyal input sebagai sensing terhadap suatu constanta
atau besaran lain (feedback). Program aritmatik tersebut bisa\berupa fungsi Adder,
Subtractor, Multliply, Devider atau PID, dll. Sehingga akan diperoleh suatu besaran
pada sinyal output sesuai yang diinginkan (process value). Secara sederhana proses
pengukuran pada sistem pengaturan dapat dilihat pada gambar berikut :
Output
Input

Plant

CONTROLLER

ACTUATOR

Feedback
Gbr.2. Proses pengukuran untuk sistem pengaturan
Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


1.4. DISPLAY/ACTUATOR
Display/Actuator merupakan bagian akhir sistem pengukuran. Display merupakan
bagian sistem pengukuran yang digunakan untuk fungsi monitoring, sedangkan pada
actuator digunakan sebagai bagian dari sistem pengaturan dimana sensor sebagai
input dan aktuator sebagai outputnya.
Umumnya display bisa berupa Seven Segmen Led atau meter analog. Namun
perkembangan software pada komputer memungkinkan menampilkan semua
besaran tersebut

pada layar monitor sekaligus memberikan komando pada

controller, sehingga kita kenal dengan istilah HMI (Human Machine Interface)

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


2. SENSOR
Sensor adalah bagian yang berhubungan langsung dengan media yang akan diukur
besarannya. Besaran yang dideteksi oleh sensor pada umumnya berupa besaran
phisik. Dari jenis besaran itulah suatu sensor dapat dibedakan. Implementasi dalam
pengukuran memungkinkan besaran/parameter yang dideteksi belum tentu besaran
yang akan diukur. Dua klasifikasi yang mendasar dari sensor adalah sensor yang
langsung mendeteksi dan tidak langsung mendeteksi. Klasifikasi sensor menurut
media yang diidentifikasi dibedakan menjadi 3, yaitu :

Sensor panas (thermal)

Sensor mekanis

Sensor optik

2.1. Sensor Panas (Thermal)


Sensor panas (thermal) adalah sensor yang mendeteksi besaran panas dari suatu
media atau material. Sensor panas pada prinsipnya menyentuh langsung dari media
yang akan diukur. Umumnya prinsip kerja sensor panas berdasarkan teori pemuaian.
Berdasarkan teori tersebut, maka sensor panas ini dapat dibedakan menjadi 3
kelompok, yaitu : cair, padat dan gas. Pada ketiga jenis zat tersebut perubahan
volumenya diidentifikasi dengan perubahan panjang karena perubahan volume pada
luas yang konstan. Kelompok sensor ini dalam teknik pengukuran dipresentasikan
sebagai thermometer cair, padat dan gas.

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


2.1.1. Thermometer Cair
Thermometer cair yang umum digunakan menggunakan air raksa (Hg), red oil atau
alkohol. Prinsip kerjanya merupakan pemuaian volume, dengan formulasi :
Vt Vo (1 .T )

Dimana :
Vt

: Volume setelah pemuaian.

Vo

: Volume awal

: Koefesien muai volumetris

: Perubahan temperatur.

Perubahan volume yang terjadi dialokasikan pada penampang tetap sehingga


perubahan yang dapat diamati adalah perubahan panjang.
2.1.2. Thermometer Padat
Prinsip kerja thermometer padat lebih banyak dikarenakan adanya perubahan
panjang akibat pemuaian. Formulasinya sebagai berikut :
Lt Lo(1 .T )

Dimana :
Lt

: Panjang setelah pemuaian

Lo

: Panjang awal

: Koefesien muai panjang

: Perubahan temperatur

Thermometer padat banyak digunakan pada pengukuran tempertur tinggi, namun


memiliki ketelitian yang rendah.

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


2.1.3. Thermometer Gas
Thermometer gas prinsip kerjanya menggunakan hukum Gay-Lussac dari formulasi :
P1.V 1
P 2.V 2

T1
T2

Pada tekanan konstan apabila terjadi perubahan temperatur maka akan terjadi
perubahan volume. Perubahan volume dengan luasan konstan sehingga variable
yang dapat diamati berupa perubahan panjang.
Sensor thermal dimana outputnya merupakan signal electric dibedakan menjadi 4
macam, yaitu :

Thermocouple

RTD

Thermistor

IC

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


2.1.4. Thermocouple
Prinsip thermocouple adalah menyambung dua logam yang berbeda dalam dua
junction. Berdasarkan efek Seebeck & Peltier apabila junction tersebut dipanaskan
akan menimbulkan beda tegangan. Jenis thermocouple dan range temperaturenya
dapat dilihat pada tabel berikut :
JENIS THERMOCOUPLE
B (Platinum 30% vs Platinum 6% Rhodium

RANGE TEMPERATURE
0 s/d 590 C
600 s/d 1190 C
1200 s/d 1810 C
-260 s/d 340 C

E ( Chromega vs Contantan)
J (Iron vs Contantan)

K (Chromega vs Alomega)

N (Nicrosil vs Nisil)

R (Platinum 13% Rhodium vs Platinum)

350 s/d 990 C


-200 s/d 490 C
500 s/d 1190 C
-260 s/d 290 C
300 s/d 840 C
850 s/d 1370C
-260 s/d 490 C
500 s/d 1290 C
-40 s/d 540 C
550 s/d 1140 C
1150 s/d 1760 C
-40 s/d 540 C

S (Platinum 10% Rhodium vs Platinum)

550 s/d 1140 C

T (Cooper vs Contantan)

1150 s/d 1760 C


-260 s/d 390 C

2.1.5. RTD (Resistance Temperature Detector)

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


RTD pada dasarnya adalah suatu tahanan (resistor) yang apabila dipanaskan maka
harga tahanannya akan meningkat. Parameter sebagai pertimbangan dalam teknik
pengukuran adalah sensitivitas (o). Sehingga muncul beberapa jenis RTD, yaitu PT
50, PT 100, dll.
2.1.6. Thermistor
Prinsip kerja Thermistor mirip dengan RTD. Karakteristik yang membedakan adalah
pada thermistor jika dipanaskan maka harga tahanannya menurun. Thermistor
termasuk jenis semiconductor, dimana perubahan temperatur akan mempengaruhi
tahanan jenis material.
2.1.7. IC LM335
Sensor jenis ini termasuk dalam IC dimana jika dipanaskan pada outputnya akan
mengeluarkan tegangan/arus tergantung dari bentuk rangkaiannya. IC LM335
mempunyai range temperature pengukuran rendah antara 10 s/d 120 C

2.2. Sensor Mekanis


Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Sensor mekanis pada prinsipnya mengukur atau mendeteksi perubahan posisi.
Berdasarkan perubahan posisi tersebut dapat dikembangkan untuk mengukur
kecepatan, percepatan, gaya, tekanan maupun flowrate. Sensor mekanis dibagi
dalam dua jenis, yaitu langsung dan tidak langsung. Sensor mekanis langsung
dipakai secara konvensional seperti manometer Bourden, Pitot Tube, dll. Kriteria
sensor mekanis berdasarkan fungsi antara lain untuk mengukur posisi, kecepatan,
dan sebagainya.
2.2.1. Sensor Posisi
Prinsip kerja sensor posisi adalah mengukur perubahan posisi atau panjang. Jenis
sensor ini antara lain :

Potensiometer

Capasitor

LVDT (Linier Variable Differential Transforner)

2.2.2. Sensor Flowrate & Kecepatan


Prinsip kerja sensor ini ada dua macam, pertama mendeteksi beda tekanan
sedangkan yang lainnya mendeteksi frekuensi/putaran. Jenis sensor ini antara lain:

Turbin flow meter

PMG

Pulse detector, dll

2.3. Sensor Optik


Sensor optik bekerja berdasarkan prinsip optis gelombang elektromagnetik. Aplikasi
dalam teknik pengukuran dibedakan menjadi 3 macam, yaitu energi, interferensi dan
radiasi panas.
a) Efek energi dengan memanfaatkan energi photon. Penggunaan pada photo diode
digunakan untuk mengukur batas posisi tertentu.

Tim SCADA UBP. Saguling

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


b) Efek interferensi lebih banyak menggunakan frekuensi. Parameter yang disensor
adalah kecepatan berdasarkan frekuensi yang terjadi, sehingga kecepatan dapat
diukur dengan formula
V . f

Dimana,
V

: Kecepatan

: Panjang gelombang

: Frekuensi.

c). Efek Radiasi panas pada umumnya digunakan untuk mengukur temperatur.
Berdasarkan energi yang diradiasikan dapat diketahui temperatur sumber panasnya.

Tim SCADA UBP. Saguling

10

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


3. PENGKONDISI SIGNAL
Pengkondisi signal dalam teknik pengukuran bertujuan untuk mengkondisikan sinyal
dari sensor sehingga dapat dipergunakan oleh peralatan lain baik untuk monitoring
maupun untuk pengaturan. Mekanisme pengkondisian signal sebenarnya dilakukan
secara bertingkat mulai dari sensor sampai pada bagian controller. Telah dijelaskan
diatas bahwa Transmitter/Tranducer merupakan alat yang berfungsi untuk merubah
sinyal dari sensor (phisik) ke bentuk sinyal lain (elektrik). Berdasarkan kriteria
tersebut maka tranducer/transmitter didalamnya terdapat pengkondisi signal yang
dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu sistem analog dan digital.
3.1. PENGKONDISI SIGNAL ANALOG
Sinyal keluaran dari sensor pada umumnya masih merupakan besaran analog yang
memiliki orde sangat kecil sehingga untuk dihubungkan pada perangkat lain masih
perlu dikondisikan terlebih dahulu. Pengkondisian signal disini mengandung maksud
mengkondisikan signal input (dari sensor) menjadi suatu bentuk signal yang
diinginkan pada outputnya. Ada 3 macam metoda pengkondisian signal :

Dikuatkan ( melalui rangkaian Op Amp)

Difilter ( melalui rangkaian filter )

Diubah ( melalui rangkaian converter )

Dalam prakteknya metoda diatas bisa digunakan salah satu atau gabungan dari
ketiga-nya, tergantung jenis output sinyal yang diinginkan. Output sinyal

analog ini

umumnya berupa besaran arus (4 20 mA, 0 20 mA) atau besaran tegangan (0-5
V, 0 10 V). Pengkondisian signal analog dibagi kedalam dua cara, yaitu
pengkondisian signal pasif dan aktif.

Tim SCADA UBP. Saguling

11

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


3.1. Pengkondisian Signal Pasif
Pengkondisian signal pasif dalam proses bekerjanya tidak membutuhkan power
supply dari luar dan umumnya hanya menggunakan komponen-komponen pasif.
Penggunaan cara ini mempunyai kekurangan, yaitu karena signal yang dikondisikan
menjadi satu dengan power supply-nya. Adapun macam pengkondisi signal pasif
antara lain :
A. Penguat Frekuensi Tinggi dan Frekuensi Rendah
Penguat frekuensi umumnya disebut filter, baik frekuensi rendah maupun
frekuensi tinggi. Frekuensi kritisnya sebesar RC dengan harga penguatan
minimal 0.707. Bentuk rangkaiannya dapat dilihat pada gbr 3.1 dan 3.2
R 10 Ohm

C 1 mF

C 1mF

R 10 Ohm

Gbr.3.1. Filter Frekuensi Rendah

Gbr.3.2. Filter Frekuensi tinggi

Filter frekuensi diformulasikan sebagai penguatan fungsi ratio ratio ferkuensi


( x = f/fr ) sebagai berikut:
Frekuensi rendah :
VLr

Frekuensi tinggi

1
(1 x)

Tim SCADA UBP. Saguling

VHr

x
(1 x)

12

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Dimana :
VLr = rasio tegangan filter frekuensi rendah
VHr = rasio tegangan filter ferkuensi tinggi
X

= rasio frekuensi

B. Voltage Devider
Voltage Devider atau pembagi tegangan mempunyai karakteristik hampir
sama dengan penguat frekuensi dimana nilai penguatannya ( gain )
maksimum sama dengan inputnya. Bentuk phisiknya berupa dua buah resistor
(potensiometer). Input devider berupa tegangan baik DC maupun AC. Dari
gambar 3.3 dapat dilihat bahwa harga outputnya sangat tergantung pada nilai
resistornya.

Vr
Vin
Vout

Gbr.3.3. Voltage Devider

Formulasinya sebagai berikut :


Vout = R2/R1+R2 x Vin

3.2.

Pengkondisian Signal Aktif

Pengkondisian signal aktif

adalah suatu pengkondisi sinyal dimana pada

rangkaiannya memerlukan power supply luar dan umumnya menggunakan


+vcc

Tim SCADA UBP. Saguling

13

Non Inverting Input

+
Vout
Inverting input

- Vcc

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


komponen semikonduktor (Transistor/IC). Dalam aplikasinya pengkondisian aktif
dapat berupa rangkaian Op Amp maupun converter. Nilai penguatannya tergantung
pada nilai tegangan operasi (Voltage Swing) serta jenis komponen yang digunakan.
Simbolnya dapat dilihat pada gbr. 3.4

Gbr. 3.4. Symbol Op-Amp

Sifat dasar Op Amp ideal adalah :

Mempunyai penguatan yang cukup besar ( 10.000 s/d 100.000 kali )

Mempunyai Impedansi Input (Zin) yang sangat besar (mendekati )

Mempunyai Impedansi keluaran (Zout) yang kecil

Op Amp pada kondisi kerjanya membutuhkan komponen tahanan atau resistor


sebagai kompensator. Pada kondisi tanpa feedback (Rf tidak ada) maka antara Vin
dan Vout akan terjadi perbedaan polaritas, tetapi besarnya Vout tidak dapat
dikendalikan besarnya. Penambahan resistor Rf sebagai feedback mengakibatkan
penjumlahan arus yang seimbang dengan besarnya tahanan feedback.

Adapun jenis Op Amp menurut aplikasinya dapat dibagi menjadi beberapa fungsi,
antara lain :
a. Inverting Amplifier
b. Non Inverting Amplifier
c. Penjumlah (summing amplifier)
d. Intregator
e. Differentiator
A. Inverting Amplifier
Tim SCADA UBP. Saguling

14

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Inverting Amplifier

berfungsi untuk merubah polaritas signal input. Gambar

rangkaian Inverting Amplifier dapat dilihat pada gambar 3.5. berikut :


Rf
I1

R1

If

Vout

I2

+
Vin

RL

Gbr.3.5. Inverting Amplifier

Dari gambar rangkaian diatas dapat diformulasikan bahwa :


Vout = - ( Rf/R1 x Vin )

B. Non Inverting Amplifier


Rf

I1

R1

If
Vout

I2
B

+
RL

Vin

Tim SCADA UBP. Saguling

15

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Gbr. 3.6. Non Inverting Amplifier

Dari rangkaian diatas dapat diformulasikan sebagai berikut :


Vout = ( 1 + Rf/R1 ) Vin
C. Rangkaian Penjumlah (Summing Amplifier)
Rf
R1
V1
R2
V2

Vout

R3
V3

RL

Gbr. 3.7. Rangkaian Penjumlah (Summing Amplifier)

Formulasi totalnya adalah sebagai berikut :


Vout = -(Rf/R1. V1 + Rf/R2. V2 + Rf/R3. V3)
Jika R1 = R2 = R3, maka :

Tim SCADA UBP. Saguling

Vout = -(V1+V2+V3)

16

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


D. Rangkaian Integrator
C1

R1
Vout
Vin
RL

Gbr. 3.8. Rangkaian Integrator

Formulasinya adalah sebagai berikut :


I1 + I2 = 0
I2 = - I1
C

dVout
Vin

dt
R

Vout

Vin
dt
RC

E. Rangkaian Differentiator
R1

C1
Vin

Vout

RL

+
Tim SCADA UBP. Saguling

17

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Gbr. 3.9. Rangkaian Differentiator

Formulasinya adalah sebagai berikut :


I1 + I2 = 0
I2 = - I1
Vout
dVin
C
R
dt

3.3.

Vout RC

dVin
dt

Pengkondisian Signal Digital

Pengkondisian signal digital merupakan hal yang sangat penting dalam teknik
pengukuran, hal ini dikarenakan tekhnologi sekarang hampir semuanya memakai
sistem digital, baik itu untuk keperluan sistem monitoring maupun sistem pengaturan.
Pada prinsipnya ada dua metoda pengkondisian signal digital, yaitu Analog to Digital
Converter (ADC) dan Digital to Analog Converter (DAC). Pada aplikasinya tidak
semua sinyal analog harus dikondisikan menjadi sinyal digital atau sebaliknya,
karena umumya konversi sinyal tersebut sudah dapat dilakukan didalam controllernya, kecuali untuk keperluan-keperluan tertentu tanpa menggunakan controller,
pengkondisian ini perlu dilakukan.

3.1. Digital to Analog Converter (DAC)


DAC berfungsi untuk merubah sinyal digital menjadi sinyal analog. Sinyal yang
dirubah oleh DAC outputnya berupa besaran tegangan. Parameter yang menjadi
acuan dalam penggunaan DAC adalah tegangan reverence (Vr), bit (binary word
DAC) dan ketelitian atau resolusi. Hasil konversi atau output dari DAC diformulasikan
sebagai berikut :
n

Vout Vr
i 1

Tim SCADA UBP. Saguling

1
i
2
18

PENGANTAR TEKNIK PENGUKURAN


Dimana :
Vout

: Tegangan output

Vr

: Tegangan reference

: nilai bit DAC

Besarnya harga Vout maksimum adalah sebesar Vr. Adapun resolusi atau tingkat
keteletiannya diformulasikan sebagai berikut :

V Vr 2 n

3.4.

Analog to Digital Converter (ADC)

ADC berfungsi untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital. Formulasi yang
diperlukan identik dengan DAC dimana variabel inputnya adalah tegangan analog.
n

2
i 1

Tim SCADA UBP. Saguling

Vout
Vr

19

You might also like