Professional Documents
Culture Documents
Kesultanan Turki Usmani merupakan sebuah dinasti besar yang berkuasa pada
akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Dibawah kepemimpinan Sultan Selim I
dan Sultan Sulaiman pada abad ke-16 dinasti Turki Usmani berhasil mencapai
puncak kejayaannya. Saat itu wilayah kedaulatannya membentang dari Aljazair
sebelah barat, hingga Azerbizan disebelah timur dan Yaman disebelah selatan
sampai Hungaria disebelah utara . Dengan kata lain, kurang lebih 43 negara dari
tiga benua yang ada saat ini pernah dikuasai dinasti Turki Usmani, puncak
kejayaan Turki Usmani mengantarkannya pada periode klasik, pada periode
inilah dinasti Turki Usmani memfasilitasi kesultanannya dengan berbagai sarana
pemerintahan dan sarana publik berupa bangunan-bangunan bernilai tinggi.
Sampai detik ini, jejak-jejak era keemasan Usmani masih bisa dirasakan melalui
karya-karya arsitektur yang tersebar diberbagi penjuru wilayah kedaulatannya,
terutama di Turki.
Proyek pembangunan dinasti Turki Usmani pada era tersebut tidak lepas dari
peran jenius seorang arsitek bernama Mimar Sinan yang kala itu menjabat
sebagai kepala arsitek dan teknik sipil kesultanan. Ia melaksanakan tugasnya
pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman, Sultan Salim I, Sultan Salim II dan
Sultan Murad III. Merujuk pada tulisan Sei Mustafa Celebi yang berjudul Tezkiretul
Ebniye yang penulis kutip dari koran Republika rubrik Arsitektur Islam Digest
semasa hidupnya Mimar Sinan telah mengepalai pendirian 476 buah bangunan .
Terdiri dari, 94 bangunan masjid besar, 57 gedung sekolah, 52 bangunan masjid
kecil, 48 tempat pemandian, 35 istana, 22 makam, 20 caravanserai, 17 dapur
umum, delapan jembatan, delapan gudang penyimpanan, tujuh madrasah, enam
pengatur air, dan tiga rumah sakit. Karyanya yang paling terkenal adalah Masjid
Sulaiman di Istanbul dan Masjid Selimiye di Edirne. Meski karya-karyanya telah
berumur hampir lima abad, namun tak kurang dari 196 bangunan yang dibangun
dan disupervisinya masih tetap eksis hingga saat ini. Sedangkan bila merujuk
pada tulisan Samsul Nizar yang dikutip dari Philip K. Hitti, Mimar Sinan telah
mampu menyelesaikan 235 buah bangunan . Yaitu berupa mesjid, sekolah,
pemandian, istana, jembatan, madrasah, rumah sakit, kuburan dan sarana
lainnya.[3] Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh Ahmad Syalabi dalam
tulisannya yang menyatakan bahwa pada masa Sultan Sulaiman banyak
dibangun di kota-kota besar dan kota-kota lainnya misalnya bangunan-bangunan
masjid, sekolah, rumah sakit,gedung, jambatan,villa dan permandian umum.[4]
Dimasa dinasti Usmani ini perkembangan corak dan seni arsitektur banyak
dipengaruhi dan mengalami perpaduan dengan corak dan seni lokal. Motif ini
terjadi karena para arsitektur muslim belum bisa melepaskan diri dari pengaruh
corak arsitektur bangunan tradisional Byzantium dan Romawi yang pada saat itu
dijadikan kiblat para arsitekur muslim untuk mengembangkan corak dan seni
arsitekturnya.[5] Makanya tidak heran pada pelaksanaannya para birokrasi
penguasa dinasti saat itu sering melibatkan arsitek dari Yunani, Romawi dan
Byzantium dalam penggarapan berbagai bangunan masjid, tata kota serta
bangunan lainnya. Didalam perkembangannya bangunan arsitektur pada masa
dinasti Turki Usmaniyah tidak hanya merupakan bangunan baru, tetapi ada juga
diantaranya yang merupakan alih fungsi dari bangunan yang sudah ada sebelum
dinasti Usmaniyah berkuasa. Contohnya Hagia Sofia/Aya Sofia, bangunan ini
semula merupakan katedral atau gereja di Konstantinopel, namun ketika usmani
menaklukan kerajaan ini, Hagia Sofia atau Aya Sofia diubah menjadi masjid.
Kurang lebih selama 916 tahun Hagia Sofia menjadi gereja dan 481 tahun
sebagai masjid . Dan pada tahun 1935 Mustafa Kemal Attarturk, penguasa Turki
modern saat itu mengubah fungsi Hagia Sofia menjadi Musium, hingga sekarang
ini. Dengan alasan, kebijakan Attaturk mengalih fungsikan Hagia Sofia dari
masjid menjadi museum merupakan alternatif yang terbaik waktu itu, ia
mencoba menampilkan toleransi umat Islam yang demikian tinggi bagi upaya
normalisasi hubungan Islam-Kristen.
D. Corak Seni Arsitektur Dinasti Usmaniah
a. Arsitektur Mesjid
pada umumnya seni arsitektur yang di kembangan pada masa dinasti
usmaniah mengambil corak yang sedikit berbeda dengan seni arsitektur
sebebelumnya perkembangan tersebut dapat dilihat dari bentuk arsitektur
masjid, istana, kuburan, rumah sakit, sekolah dan tempat permandian.
1.
Arsitektur masjid
Masjid Selimiye/Salimiah
Masjid ini digarap dan diarsiteki oleh Mimar Sinan, masjid ini salah satu
karya monumental yang diakui oleh Mimar Sinan sendiri sebagai karyanya paling
masyur. Masjid Selimiye dibangun dikota Edirne, menurut catatan Evliya Celebi
seorang penjelajah asal Kesultanan Usmani, dipilihnya Edirne sebagai tempat
pembangunan masjid tersebut didasarkan pada mimpi Sultan Selim II, didalam
mimpinya Nabi Muhammad SAW memerintah sang Sultan untuk membangun
sebuah masjid besar di Edirne, kota yang menurut mimpi itu dilindungi oleh nabi
Muhammad SAW. Alasan lainnya bahwa para Sultan terdahulu telah mendirikan
begitu banyak masjid besar di Turki wilayah timur, sedangkan baru sedikit saja
yang berada di wilayah sebelah barat, padahal daerah ini memiliki peran yang
sangat penting, khususnya kota Edirne yang menjadi gerbang penghubung
antara daratan Turki dan Benua Eropa. Oleh karena itu dipilihnya Edirne sebagai
tempat pembangunan masjid ini dianggap sebagai pilihan yang sangat bijak.
Sultan Selim II sebagai pemrakarsa masjid mempercayakan perancangan dan
proses pembangunannya kepada Mimar Sinan. Sang arsitek sampai
membutuhkan waktu delapan tahun untuk menyendiri dan memikirkan
rancangan masjid yang akan menjadi karya terbesarnya itu. Pembuatan
fondasinya saja membutuhkan waktu dua tahun. Hal ini dilakukan untuk
menstabilkan permukaan dan tekstur tanah di lokasi pendirian masjid. Proyek
pembangunan masjid ini dikerjakan oleh 14.400 pekerja dan menghabiskan dana
sebesar 4,58 juta keping emas. Pengerjaannya dimulai pada tahun 1568 dan
selesai pada 27 November 1574, tetapi masjid baru dibuka untuk umum pada
tanggal 14 Maret 1575, tiga bulan setelah Sultan Salim II mangkat, sang sultan
tidak sempat meresmikan masjid yang telah diprakarsainya itu.
Dahulu terdadapat sebuah ungkapan dari kalangan arsitek Kristen yang
menyatakan bahwa tidak akan ada seorangpun arsitek Muslim yang dapat
membangun kubah sebesar kubah Hagia Sofia di Istanbul, pandangan negatif
inilah yang menjadi motivasi Mimar Sinan untuk membangun Masjid Selimiye.
Dengan berdirinya masjid ini, akhirnya ejekan dari para arsitek Kristen pun
terpatahkan, Mimar Sinan berhasil mendirikan masjid Selimiye yang memiliki
kubah berdiameter 31 meter, lebih lebar satu meter dibandingkan kubah Hagia
Sofia yang hanya berdimeter 30 meter. Tinggi kubah utama dari lantai dasar
masjid Selimiye adalah 42 meter. Kubah utama ini memiliki penampang
berbentuk persegi delapan yang masing-masing sudutnya ditopang delapan pilar
besar. Bagian antara dasar kubah dengan kedelapan pilar tersebut diisi oleh
muqarnas (ornamen berbentuk stalaktit), dibawahnya empat buah half-dome
(kubah terpotong) ditempelkan pada keempat sisi penampang kubah utama dan
sebuah half-dome lainnya menaungi ruang mihrab. Dengan demikian, apabila
dilihat dari atas, rangkaian kubah terpusat masjid Selimiye terlihat seperti seekor
kura-kura. Jumlah half-dome dan kubah kecil yang menaungi ruang shalat utama
masjid terbilang sangat sedikit. Hal ini membuat kubah raksasa yang berada di
pusat bangunannya terlihat sangat dominan.[9]
Seperti masjid bergaya Usmani lainnya, masjid Selimiye memiliki halaman
berbentuk persegi panjang dengan sebuah tempat wudhu berupa air mancur
(sardivan) ditengahnya. Area terbuka ini dikeliling oleh portico (teras berpilar)
yang beratapkan 18 kubah. Portico masjid Selimiya memiliki 16 pilar, menurut
para ilmuwan, pilar-pilar tersebut berasal dari Mesir, Syprus, Syria dan Turki.
Halaman dengan gaya seperti ini mengadopsi bentuk peri-style pada halaman
bergaya Romawi kuno atau bentuk sahn pada bangunan-bangunan di Timur
Tengah dan Afrika Utara. Pada keempat sudut masjid berdiri empat buah menara
setinggi 84 meter. Masing-masing menara memiliki tiga buah balkon. Dua
menara diantaranya memiliki tiga buah pintu tangga yang menuju langsung
pada ketiga balkonnya. Artinya, terdapat tiga jalur tangga yang berbeda pada
sebuah menara. Hal tersebut merupakan bukti lain dari kejeniusan seorang
Mimar Sinan. Ruang utama masjid teridir atas dua lantai, yaitu lantai dasar
sebagai tempat shalat utama dan lantai atas berupa balkon yang mengelilingi
ruangan utama. Rancangan seperti ini adalah ciri khas masjid berasitektur Turki
Usmani.
Masjid Selimiye diterangai oleh 384 buah jendela, ratusan jendela itu
terbagi kedalam lima tingkatan. Jendela-jendela pada tingkat terbawah dan
tingkat kedua menerangi lantai dasar dan balkon masjid. Barisan jendela pada
tingkat ketiga dan keempat merupakan jendela-jendela clerestory (jendela pada
dinding atas) yang cukup banyak membiaskan cahaya alami kedalam masjid.
Pada tingkat kelima terdapat deretan jendela kubah yang menerangi interior
kubah masjid, Sinan menggunakan kaca jendela berwarna terang untuk
memberikan efek pencahayaan yang maksimal pada interiornya. Interior masjid
didominasi oleh marmer berwarna putih dan coklat muda dari pulau Marmara,
serta ubin-ubin keramik yang berasal dari kota Iznik. Selain masjid diatas adalah
masjid yang dirancang agar berfungsi ganda, seperti dilengkapi dengan ruangan
dapur umum, rancangan masjid serupa ini husus di rancang untuk tempat
memberi makan anak yatim.[10]
3.
Masjid Nusretiye
paling menonjol adalah pengaruh baroque suatu gaya arsitektur yang tumbuh
setelah masa renaisans yang begitu sarat dengan dekorasi dan ornamen.
Ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas gaya baroque memenuhi seluruh
bagian bangunan masjid, termasuk dinding, jendela, serta garis-garis batas
antara satu bidang dan bidang yang lainnya. Namun, sang arsitek berupaya
melakukan terobosan baru dengan tidak menggunakan bentuk ornamen baroque
yang lurus-lurus, namun lebih banyak berbentuk lengkung-lengkung yang
terlihat seperti gelombang air dan mengikuti bentuk sinusoida.
Dari segi denah atau tata letak, pengaruh eropa juga menonojol pada masjid ini,
terutama bentuk denah yang sudah tidak lagi hypostyle. Teras depan atau
portico masjid diapit oleh unit yang menjorok kedepan dengan bagian ujung kiri
dan kanannya beratap limasan, yang merupakan adopsi arsitektur Eropa klasik.
Dalam arsitektur islam, konstruksi seperti ini merupakan elemen baru yang tidak
ditemui pada bangunan-bangunan masjid sebelumnya. Pada bagian portico ini
terdapat pintu masuk menuju keruang solat utama. Pintu masuk berukuran 4 x
21 M ini bergaya baroque dan terbilang mewah. Sementara itu, dua unit
bangunan yang menjorok dinamakan hunkar kasri, yang berarti kediaman raja.
Kedua unit bangunan ini juga memiliki pintu masuk yang terhubung dengan
bagian belakang solat utama dan beranda masjid.
Sebuah pintu masuk yang khusus diperuntukkan sultan terletak bagian selatan
bangunan masjid yang berhadapan langsung dengan pemandangan laut. Bagian
dinding bangunan hunkar kasri ini dihiasi dengan aneka motif tanaman
berwarna-warni serta tulisan kaligrafi pada bagian pintu masuk. Tulisan kaligrafi
tersebut merupakan hasil karya ahli kaligrafi muslim terkenal di era ottoman,
Mustafa Rakim (1757-1826). Masjid ini memiliki menara kembar, masing-masing
dilengkapi dengan dua buah balkon. Kedua menara ini tampak menjulang
dibelakang kedua unit yang menjorok kedepan tadi. Bentuk menara ini tidak jauh
berbeda dengan menara pada bangunan masjid lainnya dijaman Ottoman. Yang
membedakan hanyalah pada dekorasinya. Landasan minaret berbentuk seperti
kuncup bunga melati dengan batang menara beralur-alur dan penampang balkon
tidak berbentuk lingkaran melainkan segi delapan. Kubah masjid
mengedepankan bentuk setengah bola dan berdiri diatas tambour dimana
terdapat deretan jendela yang keseluruhannya berjumlah 20 buah. Diantara
masing-masing jendela terdapat semacam pilaster dengan profil tegak
berbentuk huruf s. Jendela-jendela yang terdapat pada bagian kubah ini
merupakan contoh terakhir dari pengaturan jendela gaya arsitektur Ottoman
klasik. Pada sudut luar dari kubah terdapat semacam kolom, tetapi sangat tebal
dibagian luar dan mencuat keatas. Kolom tersebut berbentuk seperti kuncup
sebuah bunga. Bentuk kolom seperti ini merupakan hal yang baru dan belum
pernah ada sebelumnya. Bagian dinding masjid bercorakan garis-garis batas
pelengkung. Garis-garis batas tersebut dihias tidak saja dengan molding, tetapi
dengan hiasan geometris, lengkung, bundar-bundaran dan lain-lain sehingga
sangat ramai memenuhi seluruh permukaan bagian-bagian bangunan.
b. Arsitektur Istana
bentuk arsitektur bangunan istana era ini menampilkan bentuk yang
memiliki ciri arsitektur tersendiri. Corak hias istana didasarkan pada pola
ornamen arabesk dengan hiasan geometris marmar yang berwarna. Dalam
istana terdapat hiasan berupa lukisan-lukisan yang menggambarkan mahluk
Istana ini sempat masuk dalam situs cagar budaya UNESCO PBB pada tahun
1985. Istana yang memiliki ribuan kamar dan ruang ini kini di bawah pengelolaan
Departemen Budaya dan Pariwisata pemerintah Republika Turki dan dijaga oleh
tentara militer Turki. Saat ini, istana Topkapi dijadikan musium dan untuk
memasukinya setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 20 Turki Lira (TL) atau
setara dengan Rp. 140 ribu dengan kurs 1 TL sama dengan Rp. 7 ribu.[13]
2. Istana Dolmabahce
Istana Dolmabahce merupakan istana kesultanan Turki Usmani. Letaknya sangat
stategis. Istana itu langsung berhadapan dengan laut Bosporus. Dari atas kapal
laut kita dapat melihat kemegahan istana itu dari kejauhan. Istana itu banyak
menyimpan barang-barang pemberian dari para raja dari berbagai kerajaan.
Dolmabahce merupakan bangunan terakhir yang dibangun oleh penguasa Turki
Usmani, Sultan Abdul Majid I yang memimpin Turki Usmani dari 1839-1861.
Istana yang terletak di atas lahan seluas 110 ribu meter persegi itu dibangun
pada 1843-1856.
Pembangunan gedung bernuansa barat itu menghabiskan dana sebesar lima juta
pound emas Usmani atau setara dengan 35 ton emas. Sebanyak14 ton emas
dalam bentuk emas digunakan untuk menghiasi 45 ribu meter persegi langitlangit monoblock istana. Yang bertanggung jawab atas pekerjaan konstruksi Haci
Said Aga, sementara proyek ini direalisasikan oleh arsitek Garabet Balyan. Istana
itu memilik tiga lantai termasuk lantai bawah tanah. Dolmabahce memiliki 285
kamar dan 46 ruang, 6 kamar mandi khas Turki, 1.427 jendela, 68 toilet dan
karpet yang menutupi lantai. Hingga kini, banguan dan segala isinya masih
terjaga keasliannya. Di area Istana Dolmabahce itu terdapat 16 bangunan yang
terletak di samping bangunan utama, seperti; pabrik, toko kaca, pengecoran,
apotek dan dapur. Selain itu juga terdapat dua gerbang yang monumental, yakni
Gerbang Jam Gadang, serta gerbang sepanjang 600 meter di pinggir dermaga
sepanjang laut.
Tata letak istana dan dekorasinya mencerminkan pengaruh peningkatan standar
budaya Eropa pada akhir kesultanan Turki Usmani. Dolmabahce merupakan
istana terbesar di Turki, mengingat bahwa daerah monoblock menempati
bangunan 45 ribu meter persegi. Sebelumnya, Sultan dan keluarganya tinggal di
Istana Topkapi, namun karena Istana Topkapi kurang menarik saat itu, maka
sultan Abdul Majid I memutuskan untuk membangun Istana Dolmabahce.[14]
c. Arsitektur Rumah Sakit
Turki adalah salah satu negara muslim dengan jumlah penduduk muslim
terbesar. Negara ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan atau dinasti Turki
Usmani (Ottoman). Selama pemerintahan dinasti Turki Usmani, negara ini
berkembang pesat dalam berbagai bidang termasuk arsitektur. Sejumlah
bangunan bersejarah terdapat dinegeri ini mulai dari bangunan Hagia Sofia/Aya
Sofia, istana Topkapi hingga mesjid Biru. Satu hal yang sering kali luput dari
perhatian adalah rumah sakit. Sebagai pusat kesehatan pemerintah Turki Usmani
menaruh perhatian besar dalam bidang ini. Sejumlah rumah sakit dibangun
untuk membantu rakyat dalam menjaga kesehatan. Salah satu rumah sakit yang
berdiri megah dan kokoh adalah Rumah Sakit Bayezid II dikawasan Edirne.