You are on page 1of 9

Perkembangan Arsitektur Dinasti Usmaniah

Kesultanan Turki Usmani merupakan sebuah dinasti besar yang berkuasa pada
akhir abad ke-13 sampai awal abad ke-20. Dibawah kepemimpinan Sultan Selim I
dan Sultan Sulaiman pada abad ke-16 dinasti Turki Usmani berhasil mencapai
puncak kejayaannya. Saat itu wilayah kedaulatannya membentang dari Aljazair
sebelah barat, hingga Azerbizan disebelah timur dan Yaman disebelah selatan
sampai Hungaria disebelah utara . Dengan kata lain, kurang lebih 43 negara dari
tiga benua yang ada saat ini pernah dikuasai dinasti Turki Usmani, puncak
kejayaan Turki Usmani mengantarkannya pada periode klasik, pada periode
inilah dinasti Turki Usmani memfasilitasi kesultanannya dengan berbagai sarana
pemerintahan dan sarana publik berupa bangunan-bangunan bernilai tinggi.
Sampai detik ini, jejak-jejak era keemasan Usmani masih bisa dirasakan melalui
karya-karya arsitektur yang tersebar diberbagi penjuru wilayah kedaulatannya,
terutama di Turki.
Proyek pembangunan dinasti Turki Usmani pada era tersebut tidak lepas dari
peran jenius seorang arsitek bernama Mimar Sinan yang kala itu menjabat
sebagai kepala arsitek dan teknik sipil kesultanan. Ia melaksanakan tugasnya
pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman, Sultan Salim I, Sultan Salim II dan
Sultan Murad III. Merujuk pada tulisan Sei Mustafa Celebi yang berjudul Tezkiretul
Ebniye yang penulis kutip dari koran Republika rubrik Arsitektur Islam Digest
semasa hidupnya Mimar Sinan telah mengepalai pendirian 476 buah bangunan .
Terdiri dari, 94 bangunan masjid besar, 57 gedung sekolah, 52 bangunan masjid
kecil, 48 tempat pemandian, 35 istana, 22 makam, 20 caravanserai, 17 dapur
umum, delapan jembatan, delapan gudang penyimpanan, tujuh madrasah, enam
pengatur air, dan tiga rumah sakit. Karyanya yang paling terkenal adalah Masjid
Sulaiman di Istanbul dan Masjid Selimiye di Edirne. Meski karya-karyanya telah
berumur hampir lima abad, namun tak kurang dari 196 bangunan yang dibangun
dan disupervisinya masih tetap eksis hingga saat ini. Sedangkan bila merujuk
pada tulisan Samsul Nizar yang dikutip dari Philip K. Hitti, Mimar Sinan telah
mampu menyelesaikan 235 buah bangunan . Yaitu berupa mesjid, sekolah,
pemandian, istana, jembatan, madrasah, rumah sakit, kuburan dan sarana
lainnya.[3] Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh Ahmad Syalabi dalam
tulisannya yang menyatakan bahwa pada masa Sultan Sulaiman banyak
dibangun di kota-kota besar dan kota-kota lainnya misalnya bangunan-bangunan
masjid, sekolah, rumah sakit,gedung, jambatan,villa dan permandian umum.[4]
Dimasa dinasti Usmani ini perkembangan corak dan seni arsitektur banyak
dipengaruhi dan mengalami perpaduan dengan corak dan seni lokal. Motif ini
terjadi karena para arsitektur muslim belum bisa melepaskan diri dari pengaruh
corak arsitektur bangunan tradisional Byzantium dan Romawi yang pada saat itu
dijadikan kiblat para arsitekur muslim untuk mengembangkan corak dan seni
arsitekturnya.[5] Makanya tidak heran pada pelaksanaannya para birokrasi
penguasa dinasti saat itu sering melibatkan arsitek dari Yunani, Romawi dan
Byzantium dalam penggarapan berbagai bangunan masjid, tata kota serta
bangunan lainnya. Didalam perkembangannya bangunan arsitektur pada masa
dinasti Turki Usmaniyah tidak hanya merupakan bangunan baru, tetapi ada juga
diantaranya yang merupakan alih fungsi dari bangunan yang sudah ada sebelum
dinasti Usmaniyah berkuasa. Contohnya Hagia Sofia/Aya Sofia, bangunan ini
semula merupakan katedral atau gereja di Konstantinopel, namun ketika usmani

menaklukan kerajaan ini, Hagia Sofia atau Aya Sofia diubah menjadi masjid.
Kurang lebih selama 916 tahun Hagia Sofia menjadi gereja dan 481 tahun
sebagai masjid . Dan pada tahun 1935 Mustafa Kemal Attarturk, penguasa Turki
modern saat itu mengubah fungsi Hagia Sofia menjadi Musium, hingga sekarang
ini. Dengan alasan, kebijakan Attaturk mengalih fungsikan Hagia Sofia dari
masjid menjadi museum merupakan alternatif yang terbaik waktu itu, ia
mencoba menampilkan toleransi umat Islam yang demikian tinggi bagi upaya
normalisasi hubungan Islam-Kristen.
D. Corak Seni Arsitektur Dinasti Usmaniah
a. Arsitektur Mesjid
pada umumnya seni arsitektur yang di kembangan pada masa dinasti
usmaniah mengambil corak yang sedikit berbeda dengan seni arsitektur
sebebelumnya perkembangan tersebut dapat dilihat dari bentuk arsitektur
masjid, istana, kuburan, rumah sakit, sekolah dan tempat permandian.
1.

Arsitektur masjid

Corak seni arsitektur masjid pada masa pemerintahan dinasti usmaniah


mengambil tiga bentuuk yaitu tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan
masjid kubah. Arsitektur Masjid Istanbul sebagai pusat pemerintahan kerajaan
memiliki ratusan masjid yang bentuk arsitekturnya hampir seragam. Ciri khas
masjid di Turki terletak pada kubahnya yang indah yang dikelilingi menara yang
langsing dan tinggi, seolah-olah muncul dari lengkung kubah dan melesat lepas
ketinggian.pada masjid juga dibangun kolam hias yang sangat indah didalam
ruang masjid terdapat empat ruangan yaitu:mihrab, mimbar, iwan dan shahn.
Disamping mengambil bentuk kaligrafi, corak arsitektur interior masjid
mengambil bentuk relif-relif yang berasal dari kebudayaan lokal. Corak yang
demikian anggun dan tertata rapi tidak dapat dilepaskan dari kepiawian arsitek
interior dinasti ini yang bernama hairuddin Ia telah menata interior masjid Aya
Shofhia yang sebelumnya merupakan gereja menjadi sebuah masjid yang
memiliki nilai arsitektur islam yang demikian tinggi dan menkjubkan. Ketinggian
nilai seninya bahkan imampu bertahan dan dapat dinikmati sampai dengan saat
ini.[6] Sementara itu keistimewaan arsitektur ekstorior masjid Aya Shofia
terletak dari bentuk kubahnya yang sangat besar dan tinggi dengan diameter
30x54 m.interiornya dihiasi mozaik dan fresco yang demikian menkjubkan.
Tiang-tiangnya terbuaat dari batu pualam yang berwarna. kapitelnya dihiasi
berbagai ukiran dan kaligrafi ayat-ayat al-Quran.pada kempat penjurunya
didirikan menara yang meruncing dan menjulang tinggi. Bahkan untuk
memperindah bentuknya, Sinan membangun dua buah kubah yang besar.
Bentuk arsitektur Masjid Aya Shofia yang demikian kemudian menjadi model dan
acuan arsitektur masjid dinasti Usmaniah lainnya.[7]
Pada umumnya arsitektur yang dikembangkan dinasti usmaniyah dipadu
dengan corak interior melalui paduan warna yang harmonis dan tulisan kaligrafi.
Arsitek yang terkenal pada masa ini adalah Musa azami ia telah menghias
interior masjid Sulaiman, Masjid Abi ayyub al-anshary, Masjid Muhammad alfatih, Masjid salimiyah dan mengubah hiasan kristiani menjadi Masjid Aya Shofia,
dengan keindahan seni kaligrafi yang demikian indah.[8]
2.

Masjid Selimiye/Salimiah

Masjid ini digarap dan diarsiteki oleh Mimar Sinan, masjid ini salah satu
karya monumental yang diakui oleh Mimar Sinan sendiri sebagai karyanya paling
masyur. Masjid Selimiye dibangun dikota Edirne, menurut catatan Evliya Celebi
seorang penjelajah asal Kesultanan Usmani, dipilihnya Edirne sebagai tempat
pembangunan masjid tersebut didasarkan pada mimpi Sultan Selim II, didalam
mimpinya Nabi Muhammad SAW memerintah sang Sultan untuk membangun
sebuah masjid besar di Edirne, kota yang menurut mimpi itu dilindungi oleh nabi
Muhammad SAW. Alasan lainnya bahwa para Sultan terdahulu telah mendirikan
begitu banyak masjid besar di Turki wilayah timur, sedangkan baru sedikit saja
yang berada di wilayah sebelah barat, padahal daerah ini memiliki peran yang
sangat penting, khususnya kota Edirne yang menjadi gerbang penghubung
antara daratan Turki dan Benua Eropa. Oleh karena itu dipilihnya Edirne sebagai
tempat pembangunan masjid ini dianggap sebagai pilihan yang sangat bijak.
Sultan Selim II sebagai pemrakarsa masjid mempercayakan perancangan dan
proses pembangunannya kepada Mimar Sinan. Sang arsitek sampai
membutuhkan waktu delapan tahun untuk menyendiri dan memikirkan
rancangan masjid yang akan menjadi karya terbesarnya itu. Pembuatan
fondasinya saja membutuhkan waktu dua tahun. Hal ini dilakukan untuk
menstabilkan permukaan dan tekstur tanah di lokasi pendirian masjid. Proyek
pembangunan masjid ini dikerjakan oleh 14.400 pekerja dan menghabiskan dana
sebesar 4,58 juta keping emas. Pengerjaannya dimulai pada tahun 1568 dan
selesai pada 27 November 1574, tetapi masjid baru dibuka untuk umum pada
tanggal 14 Maret 1575, tiga bulan setelah Sultan Salim II mangkat, sang sultan
tidak sempat meresmikan masjid yang telah diprakarsainya itu.
Dahulu terdadapat sebuah ungkapan dari kalangan arsitek Kristen yang
menyatakan bahwa tidak akan ada seorangpun arsitek Muslim yang dapat
membangun kubah sebesar kubah Hagia Sofia di Istanbul, pandangan negatif
inilah yang menjadi motivasi Mimar Sinan untuk membangun Masjid Selimiye.
Dengan berdirinya masjid ini, akhirnya ejekan dari para arsitek Kristen pun
terpatahkan, Mimar Sinan berhasil mendirikan masjid Selimiye yang memiliki
kubah berdiameter 31 meter, lebih lebar satu meter dibandingkan kubah Hagia
Sofia yang hanya berdimeter 30 meter. Tinggi kubah utama dari lantai dasar
masjid Selimiye adalah 42 meter. Kubah utama ini memiliki penampang
berbentuk persegi delapan yang masing-masing sudutnya ditopang delapan pilar
besar. Bagian antara dasar kubah dengan kedelapan pilar tersebut diisi oleh
muqarnas (ornamen berbentuk stalaktit), dibawahnya empat buah half-dome
(kubah terpotong) ditempelkan pada keempat sisi penampang kubah utama dan
sebuah half-dome lainnya menaungi ruang mihrab. Dengan demikian, apabila
dilihat dari atas, rangkaian kubah terpusat masjid Selimiye terlihat seperti seekor
kura-kura. Jumlah half-dome dan kubah kecil yang menaungi ruang shalat utama
masjid terbilang sangat sedikit. Hal ini membuat kubah raksasa yang berada di
pusat bangunannya terlihat sangat dominan.[9]
Seperti masjid bergaya Usmani lainnya, masjid Selimiye memiliki halaman
berbentuk persegi panjang dengan sebuah tempat wudhu berupa air mancur
(sardivan) ditengahnya. Area terbuka ini dikeliling oleh portico (teras berpilar)
yang beratapkan 18 kubah. Portico masjid Selimiya memiliki 16 pilar, menurut
para ilmuwan, pilar-pilar tersebut berasal dari Mesir, Syprus, Syria dan Turki.

Halaman dengan gaya seperti ini mengadopsi bentuk peri-style pada halaman
bergaya Romawi kuno atau bentuk sahn pada bangunan-bangunan di Timur
Tengah dan Afrika Utara. Pada keempat sudut masjid berdiri empat buah menara
setinggi 84 meter. Masing-masing menara memiliki tiga buah balkon. Dua
menara diantaranya memiliki tiga buah pintu tangga yang menuju langsung
pada ketiga balkonnya. Artinya, terdapat tiga jalur tangga yang berbeda pada
sebuah menara. Hal tersebut merupakan bukti lain dari kejeniusan seorang
Mimar Sinan. Ruang utama masjid teridir atas dua lantai, yaitu lantai dasar
sebagai tempat shalat utama dan lantai atas berupa balkon yang mengelilingi
ruangan utama. Rancangan seperti ini adalah ciri khas masjid berasitektur Turki
Usmani.
Masjid Selimiye diterangai oleh 384 buah jendela, ratusan jendela itu
terbagi kedalam lima tingkatan. Jendela-jendela pada tingkat terbawah dan
tingkat kedua menerangi lantai dasar dan balkon masjid. Barisan jendela pada
tingkat ketiga dan keempat merupakan jendela-jendela clerestory (jendela pada
dinding atas) yang cukup banyak membiaskan cahaya alami kedalam masjid.
Pada tingkat kelima terdapat deretan jendela kubah yang menerangi interior
kubah masjid, Sinan menggunakan kaca jendela berwarna terang untuk
memberikan efek pencahayaan yang maksimal pada interiornya. Interior masjid
didominasi oleh marmer berwarna putih dan coklat muda dari pulau Marmara,
serta ubin-ubin keramik yang berasal dari kota Iznik. Selain masjid diatas adalah
masjid yang dirancang agar berfungsi ganda, seperti dilengkapi dengan ruangan
dapur umum, rancangan masjid serupa ini husus di rancang untuk tempat
memberi makan anak yatim.[10]
3.

Masjid Nusretiye

Masjid Nusretiye merupakan salah satu bangunan tempat ibadah peninggalan


kejayaan dinasti Turki Usmani (Ottoman) diwilayah Istanbul, Turki. Masjid ini
dibangun pada tahun 1823 M hingga 1826 M, sebagai bagian dari proyek
pembangunan kembali barak militer di kawasan Tophane, sebelah barat selat
Bosphorus. Proyek tersebut digagas penguasa Ottoman saat itu, Sultan Mahmud
II (1784-1839 M). Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk Arsitektur
Masjid dan Monumen Sejarah Muslim memaparkan, Sultan Mahmud II memilih
lokasi tempat pembangunan masjid di lokasi yang sebelumnya Sultan Selim III
(1761-1808 M) mendirikan masjid kecil berdinding kayu. Masjid yang didirikan
oleh sultan Selim III ini musnah terbakar dalam peristiwa kebakaran pada 1823,
dikenal dengan tragedi Firuzaga. Sejak berdiri, bangunan masjid Nusretiye
pernah mengalami beberapa kali renovasi. Pemerintah Turki melakukan restorasi
pertama kali terhadap keseluruhan bangunan masjid antara 1955 dan 1958.
Kemudian, antara 1980 dan 1982 dilakukan renovasi terhadap beberapa bagian
bangunan masjid. Sultan Mahmud II menunjuk Krikor Amira Balyan sebagai
arsitek yang akan merancang dan mendisain bangunan masjid baru ini. Keluarga
Balyan dikenal sebagai keluarga arsitek berdarah Armenia pada abad ke-18 M
hingga 19 M. Sejarah mencatat sembilan anggota keluarga Balyan pernah
ditunjuk menjadi arsitek resmi kesultanan Ottoman. Krikor merupakan generasi
pertama dari keluarga Balyan yang menjadi arsitek kerajaan Ottoman.
Arsitektur masjid yang dibangun pada abad ke-29 M ini terlihat mengalami
perubahan besar. Perubahan tersebut kemungkinan terjadi karena pengaruh
westernisasi yang gencar dilakukan oleh sultan Selim III dan Mahmud II. Yang

paling menonjol adalah pengaruh baroque suatu gaya arsitektur yang tumbuh
setelah masa renaisans yang begitu sarat dengan dekorasi dan ornamen.
Ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas gaya baroque memenuhi seluruh
bagian bangunan masjid, termasuk dinding, jendela, serta garis-garis batas
antara satu bidang dan bidang yang lainnya. Namun, sang arsitek berupaya
melakukan terobosan baru dengan tidak menggunakan bentuk ornamen baroque
yang lurus-lurus, namun lebih banyak berbentuk lengkung-lengkung yang
terlihat seperti gelombang air dan mengikuti bentuk sinusoida.
Dari segi denah atau tata letak, pengaruh eropa juga menonojol pada masjid ini,
terutama bentuk denah yang sudah tidak lagi hypostyle. Teras depan atau
portico masjid diapit oleh unit yang menjorok kedepan dengan bagian ujung kiri
dan kanannya beratap limasan, yang merupakan adopsi arsitektur Eropa klasik.
Dalam arsitektur islam, konstruksi seperti ini merupakan elemen baru yang tidak
ditemui pada bangunan-bangunan masjid sebelumnya. Pada bagian portico ini
terdapat pintu masuk menuju keruang solat utama. Pintu masuk berukuran 4 x
21 M ini bergaya baroque dan terbilang mewah. Sementara itu, dua unit
bangunan yang menjorok dinamakan hunkar kasri, yang berarti kediaman raja.
Kedua unit bangunan ini juga memiliki pintu masuk yang terhubung dengan
bagian belakang solat utama dan beranda masjid.
Sebuah pintu masuk yang khusus diperuntukkan sultan terletak bagian selatan
bangunan masjid yang berhadapan langsung dengan pemandangan laut. Bagian
dinding bangunan hunkar kasri ini dihiasi dengan aneka motif tanaman
berwarna-warni serta tulisan kaligrafi pada bagian pintu masuk. Tulisan kaligrafi
tersebut merupakan hasil karya ahli kaligrafi muslim terkenal di era ottoman,
Mustafa Rakim (1757-1826). Masjid ini memiliki menara kembar, masing-masing
dilengkapi dengan dua buah balkon. Kedua menara ini tampak menjulang
dibelakang kedua unit yang menjorok kedepan tadi. Bentuk menara ini tidak jauh
berbeda dengan menara pada bangunan masjid lainnya dijaman Ottoman. Yang
membedakan hanyalah pada dekorasinya. Landasan minaret berbentuk seperti
kuncup bunga melati dengan batang menara beralur-alur dan penampang balkon
tidak berbentuk lingkaran melainkan segi delapan. Kubah masjid
mengedepankan bentuk setengah bola dan berdiri diatas tambour dimana
terdapat deretan jendela yang keseluruhannya berjumlah 20 buah. Diantara
masing-masing jendela terdapat semacam pilaster dengan profil tegak
berbentuk huruf s. Jendela-jendela yang terdapat pada bagian kubah ini
merupakan contoh terakhir dari pengaturan jendela gaya arsitektur Ottoman
klasik. Pada sudut luar dari kubah terdapat semacam kolom, tetapi sangat tebal
dibagian luar dan mencuat keatas. Kolom tersebut berbentuk seperti kuncup
sebuah bunga. Bentuk kolom seperti ini merupakan hal yang baru dan belum
pernah ada sebelumnya. Bagian dinding masjid bercorakan garis-garis batas
pelengkung. Garis-garis batas tersebut dihias tidak saja dengan molding, tetapi
dengan hiasan geometris, lengkung, bundar-bundaran dan lain-lain sehingga
sangat ramai memenuhi seluruh permukaan bagian-bagian bangunan.
b. Arsitektur Istana
bentuk arsitektur bangunan istana era ini menampilkan bentuk yang
memiliki ciri arsitektur tersendiri. Corak hias istana didasarkan pada pola
ornamen arabesk dengan hiasan geometris marmar yang berwarna. Dalam
istana terdapat hiasan berupa lukisan-lukisan yang menggambarkan mahluk

hidup bahkan terkadang dilukiskan alam bentuk relif.[11] Untuk mendesain


istana agar memiliki nilai arsitektur yang tunggi, sultan Sulaiman umpamanya
bahkan mendatangkan para plukis Eropa, seperti Mechior Lorkdan Peter Goek
van Alos untuk melukis gambarnya semenjak itu, perkembangan seni melukis
menjadi bagian tak terpisahkan dari arsitektur dinasti Usmaniyah. Salah seorang
pelukis terkenal pada masa ini adalah Taifik Fasha dan Ibrahim Fasha, mereka
bahkan mampu memadukan seni lukis Barat dengan seni lukis Islam. Melalui
harmonosasi ini mereka akhirnya menampilkan corak seni lukis yang lebih kreatif
dan memiliki nilai seni yang tinggi.[12]
Secara spesifik, tidak ada yang menonjol dalam itektur Islam, kecuali
pada bangunan tempat ibadah (masjid). Di sini, nuansa arsitektur Islam yang
terlihat pada masjid sangat jelas dan menonjol. Namun demikian, secara
keseluruhan, arsitektur Islam juga dipengaruhi olehbudaya dan seni arsitektur
tempat berkembangnya agama Islam. Masing-masing wilayah itu memiliki seni
arsitektur tersendiri yang menggambarkan ciri khusus dari wilayah
bersangkutan.
1. Istana Topkapi
Istana Topkapi adalah istana kesultanan Turki Usmani yang berdiri sejak lima
ratusan tahun lalu dan masih kokoh berdiri di pusat kota Istanbul, Turki. Istana
para sultan pada kesultanan Turki Usmani itu berada di titik strategis dengan
dikelilingi tiga perairan yaitu, Selat Bosphorus, Tanjung Tanduk Emas (Golden
Horn), dan Laut Marmara. Lokasi istana tersebut letaknya tidak jauh dari Masjid
Sultan Ahmet atau yang biasa disebut Masjid Biru dan Musium Hagia Sofia atau
Aya Sofia.
Adalah sultan Muhammad II atau sultan Muhammad Alfatih yang membangun
Istana seluas 700 meter persegi pada tahun 1453 Masehi. Istana yang dikelilingi
tembok pertahanan sepanjang 5 kilometer itu ditempati oleh 24 sultan yang
memimpin kesultanan Turki Usmani. Istana Topkapi merupakan tempat kediaman
sultan-sultan Turki selama tiga abad hingga 1839 M. Setelah Sultan Mahmud II
meninggal, penguasa yang menggantikannya lebih memilih tinggal dalam
beberapa istana gaya Eropa, seperti Istana Dolmabahce dan Ciragan yang
dibangun di tepi Sungai Bosphorus.
Ketika memasuki istana Topkapi, kami para pengunjung disuguhi taman yang
luas dan indah. Taman itu juga dipenuhi oleh pepohonan yang sudah berumur
ratusan tahun dan rimbun. Beberapa bangunan yang berada di dalam komplek
istana Topkapi dihiasi dengan taman-taman yang indah menawan dan air
mancur. Pintu dan jendela bangunan-bangunan di lingkungan istana itu
menghadap ke halaman yang merupakan taman istana untuk menciptakan
suasana yang terbuka dan menyediakan udara dingin selama musim panas. Di
kawasan istana tersebut terdapat asrama, taman, perpustakaan, sekolah, masjid
dan pengadilan. Istana itu juga digunakan bukan hanya untuk tempat tinggal,
namun juga digunakan untuk kantor administrasi dan kantor penerima tamu
agung dari berbagai kerajaan. Istana itu juga dilengkapi dengan gedung yang
diperuntukan untuk keluarga sultan. Para arsitek yang merancang bangunan itu
harus memastikan bahwa di dalam istana, sultan dan keluarganya dapat
menikmati privasi dan kebijaksanaan.

Istana ini sempat masuk dalam situs cagar budaya UNESCO PBB pada tahun
1985. Istana yang memiliki ribuan kamar dan ruang ini kini di bawah pengelolaan
Departemen Budaya dan Pariwisata pemerintah Republika Turki dan dijaga oleh
tentara militer Turki. Saat ini, istana Topkapi dijadikan musium dan untuk
memasukinya setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 20 Turki Lira (TL) atau
setara dengan Rp. 140 ribu dengan kurs 1 TL sama dengan Rp. 7 ribu.[13]
2. Istana Dolmabahce
Istana Dolmabahce merupakan istana kesultanan Turki Usmani. Letaknya sangat
stategis. Istana itu langsung berhadapan dengan laut Bosporus. Dari atas kapal
laut kita dapat melihat kemegahan istana itu dari kejauhan. Istana itu banyak
menyimpan barang-barang pemberian dari para raja dari berbagai kerajaan.
Dolmabahce merupakan bangunan terakhir yang dibangun oleh penguasa Turki
Usmani, Sultan Abdul Majid I yang memimpin Turki Usmani dari 1839-1861.
Istana yang terletak di atas lahan seluas 110 ribu meter persegi itu dibangun
pada 1843-1856.
Pembangunan gedung bernuansa barat itu menghabiskan dana sebesar lima juta
pound emas Usmani atau setara dengan 35 ton emas. Sebanyak14 ton emas
dalam bentuk emas digunakan untuk menghiasi 45 ribu meter persegi langitlangit monoblock istana. Yang bertanggung jawab atas pekerjaan konstruksi Haci
Said Aga, sementara proyek ini direalisasikan oleh arsitek Garabet Balyan. Istana
itu memilik tiga lantai termasuk lantai bawah tanah. Dolmabahce memiliki 285
kamar dan 46 ruang, 6 kamar mandi khas Turki, 1.427 jendela, 68 toilet dan
karpet yang menutupi lantai. Hingga kini, banguan dan segala isinya masih
terjaga keasliannya. Di area Istana Dolmabahce itu terdapat 16 bangunan yang
terletak di samping bangunan utama, seperti; pabrik, toko kaca, pengecoran,
apotek dan dapur. Selain itu juga terdapat dua gerbang yang monumental, yakni
Gerbang Jam Gadang, serta gerbang sepanjang 600 meter di pinggir dermaga
sepanjang laut.
Tata letak istana dan dekorasinya mencerminkan pengaruh peningkatan standar
budaya Eropa pada akhir kesultanan Turki Usmani. Dolmabahce merupakan
istana terbesar di Turki, mengingat bahwa daerah monoblock menempati
bangunan 45 ribu meter persegi. Sebelumnya, Sultan dan keluarganya tinggal di
Istana Topkapi, namun karena Istana Topkapi kurang menarik saat itu, maka
sultan Abdul Majid I memutuskan untuk membangun Istana Dolmabahce.[14]
c. Arsitektur Rumah Sakit
Turki adalah salah satu negara muslim dengan jumlah penduduk muslim
terbesar. Negara ini merupakan pusat pemerintahan kerajaan atau dinasti Turki
Usmani (Ottoman). Selama pemerintahan dinasti Turki Usmani, negara ini
berkembang pesat dalam berbagai bidang termasuk arsitektur. Sejumlah
bangunan bersejarah terdapat dinegeri ini mulai dari bangunan Hagia Sofia/Aya
Sofia, istana Topkapi hingga mesjid Biru. Satu hal yang sering kali luput dari
perhatian adalah rumah sakit. Sebagai pusat kesehatan pemerintah Turki Usmani
menaruh perhatian besar dalam bidang ini. Sejumlah rumah sakit dibangun
untuk membantu rakyat dalam menjaga kesehatan. Salah satu rumah sakit yang
berdiri megah dan kokoh adalah Rumah Sakit Bayezid II dikawasan Edirne.

Edirne atau sering disebut Adrianopel (Adrianople) adalah sebuah kota


diseberang utara selat Bosphorus yang secara geografis menjadi bagian dari
benua Eropa. Kota ini berhasil dikuasai oleh orang-orang Turki dibawah
pemerintahan Murad I (1360-1389 M), penguasa kerajaan Turki Usmani. Pada
1362, Murad I berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga kekawasan
Eropa dengan merebut antara lain kota Edirne dari tangan kekaisaran Byzantium
(Romawi Timur). Sejak saat itu, kekuasaan Turki Usmani menjadikan kota Edirne
sebagai pusat pemerintahannya. Sebab, kawasan ini terletak di tempat yang
sangat strategis dalam jalur utama yang menghubungkan Eropa sampai ke Turki.
Hampir 100 tahun Edirne menjadi pusat pemerintahan kesultanan Turki Usmani.
Selanjutnya, kota ini tidak lagi berfungsi sebagai ibu kota, meskipun demikian,
dalam sejarah kekuasaan Turki Usmani seperti yang ditulis dalam Andrew
Petersen dalam bukunya, A Dictionary of Islamic Architecture, Edirne tetap
menjadi kota penting bagi kekhalifahan islam tersebut dimana para Sultan Turki
Usmani bermukim.
Sebelum dijadikan ibukota pemerintahan Ottoman (Turki Utsmani), Edirne sudah
ramai sebagai pusat perdagangan dan juga budaya Muslim. Hal ini ditandai
dengan banyaknya bangunan yang dibangun oleh penguasa Muslim di kota ini.
Salah satunya adalah Rumah Sakit (RS) Bayezid II. Rumah sakit ini berada di
dalam Kompleks (Kulliye) Bayezid II. RS Bayezid II dibangun atas perintah Sultan
Bayezid II. Proses pembangunan Kulliye Bayezid II berikut bangunan rumah
sakitnya memakan waktu empat tahun, dari 1484 M hingga 1488 M. Hingga
abad ke-19 M, para dokter dididik di rumah sakit yang sekaligus menjadi sekolah
kedokteran itu.
Pada umumnya corak arsitektur bangunan rumah sakit pada masa ini memiliki
corak husus yaitu debentuk sesuai dengan bayangan masjid setiap pintunya
dibentuk melengkung seperti qubah bentuk bangunan ini memberikan corak
arsitektur di lembaga ini lebih bernuansa islami termasuk di dalamnya bangunan
arsitektur sekolah.[15]
d. Arsitektur Kuburan (Maqbarah)
Bentuk arsitektur lain yang muncul pada masa dinasti Usmaniyah adalah
kuburan yang memakai corak bangunan berkubah, sementara sekat-sekat
dipasang disekelilingi bangunan kuburan yang merupakan bangunan yang
beratap .[16] Batu nisan sederhana sudah dikenal sejak pertengahan abad
ketujuh di Mesir. Kemudian di wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani batu-batu
nisan yang lebih canggih banyak digunakan untuk menandai kuburan para
anggota kelas penguasa. Batu-batu nisan ini berukir pada puncaknya dalam
bentuk hiasan kepala sang mendiang, yang menunjukkan peringkat di tengah
masyarakat penguasa. Disekeliling kuburan dipasang sekat-sekat yang
membentuk bangunan beratap. Bahan maupun desain sekat ini beragam;
misalnya, sekat pada kuburan akhir abad ke-13 berupa masyrabiyah dari kayu,
sekat pada abad ke-20 kerap kali digunakan dari bahan logam.
e. Arsitektur Pemandian Umum (Hammam)
Bangunan lainnya yang menjadi cirri khas arsitektur pada zaman Turki Usmani
adalah tempat pemandian umum (hammam). Bangunan hammam ini di desain
dengan arsitektur yang khusus. Bangunannya berbentuk persegi dengan atap
rata bagian depannya dan beratap kubah pada bagian sumber airnya.[17]

Keberadaan pemandian umum pada masa itu ditujukkan guna melayani


keperluan mandi bersuci sebelum melaksanakan shalat, khususnya shalat
Jumat. Karenanya tak mengherankan jika bangunan hammam selalu
ditempatkan didekat bangunan masjid. Umumnya disetiap lokasi masjid
dibangun dua buah hammam, yang masing-masing ditujukan bagi jemaah lakilaki dan perempuan seperti hammam yang ada di masjid Sultan Ahmed,
Istanbul.
f. Tata Kota
Khusus di bidang arsitektur tata kota, pada masa pemerintahan Turki
Usmani, para arsitek muslim saat itu selalu diperintahkan untuk melakukan studi
banding ke Eropa guna mempelajari desain tata kota yang lebih baik. Setelah
kembali, mereka melakukan serangkaian perombakan tata kota dinasti
Usmaniyah. Hasil akumulasi desain tata kota dari Eropa dipadukan dengan nilai
seni yang berdasarkan islam. Akulturasi ini menghasilkan desain tata kota dinasti
Usmaniyah yang asri dan indah.[18] Salah satu contoh arsitek muslim pada
masa dinasti Turki Usmani yang sukses merombak tatanan dan struktur kota
dinasti Usmani ialah Mimar Sinan dan Ali Acemi. Ali Acemi pada masa itu
diangkat sebagai kepala arsitek istana pada tahun 1525 M. Karyanya mencakup
bangunan masjid Coban Mustafa Pasha dan kompleks (kulliye) Coban Mustafa
Pasha. Jonathan Bloom dan Sheila Blair dalam buku Islamic Arts and Architecture
mengatakan, gaya arsitektur Ali Acemi sangat mengandalkan presisi, contohnya
kompleks Coban Mustafa Pasha didekorasi dengan hiasan panel serta berbahan
marmer . Selain Ali Acemi tampil pula tokoh lainnya, Mimar Sinan. Ia dikukuhkan
sebagai salah satu arsitek terbesar pada zaman Turki Usmani.
Dia pernah menjabat arsitek kepala dan insinyur teknik sipil. Sinan berjasa dalam
membangun kota Istanbul dalam masa kepemimpinan Sultan Salim I, Sultan
Sulaiman I, Sultan Salim II dan Sultan Murad III. Istana itu merupakan rumah bagi
enam sultan dari 1856, ketika pertama kali dihuni, sampai penghapusan
kekhalifahan pada 1924. Keluarga kerajaan yang terakhir tinggal di tempat itu
adalah Sultan Abdul Majid Efendi. Undang-undang yang mulai berlaku pada 3
Maret 1924 menyebutkan bahwa kepemilikan istana dipindahkan dan menjadi
warisan nasional Republik Turki baru. Mustafa Kemal Ataturk, pendiri dan
Presiden pertama Republik Turki, menggunakan istana kepresidenan sebagai
tempat tinggal selama musim panas. Ataturk juga menghabiskan hari-hari
terakhir perawatan medis di istana itu. Ia meninggal pada 10 November 1938.

You might also like