You are on page 1of 6

PENATALAKSANAAN

RHINITIS ATROFIK
(OZAENA)

Nama
NIM

: Raga Manduaru
: 1061050135

Kepaniteraan Ilmu Farmasi

Definisi
Rhinitis ozaena atau rhinitis atrofi adalah suatu penyakit infeksi hidung dengan tanda
adanya atrofi progresif tulang dan mukosa konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan
sekret kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta berbau busuk.
Lebih sering mengenai wanita pada usia antara 1-35 tahun, terbanyak pada usia pubertas.
Secara histopatologik tampak mukosa hidung menjadi tipis, silia menghilang. Metaplasia epitel
torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, kelenjar-kelenjar bergenerasi dan atrofi
serta jumlahnya berkurang dan berbentuk menjadi kecil.
Etiologi
Teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis ozaena sampai sekarang belum dapat
diterangkan dengan memuaskan, ada beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya, antara
lain :
1. Infeksi kuman spesifik, yang tersering ditemukan adalah spesies Klebsiela, terutama
Klebsiela ozaena. Kuman lainnya antara lain Staphylokokus, Streptokokus dan
Pseudomonas aeruginosa.
2. Beberapa faktor yang mungkin menimbulkan penyakit ini adalah sinusitis kronis, trauma
yang luas pada mukosa, sifilis.
3. Oleh karena penyakit ini mulai timbul pada usia remaja (pubertas) dan lebih banyak
ditemukan pada wanita, maka diduga ketidakseimbangan endokrin juga berperan sebagai
penyebab penyakit ini.
4. Gizi buruk, biasanya karena defisiensi vitamin A, vitamin C dan zat besi.
5. Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun.
6. Herediter.
7. Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan
ataupun iatrogenik, yaitu efek lanjut pembedahan, sedangkan terapi radiasi pada hidung
segera merusak pembuluh darah dan kelenjar penghasil mukus.

Diagnosis
Untuk mendiagnosis rhinitis atrofi dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesa :
Keluhan yang biasa timbul adalah : Foetor ex nasi atau bau busuk dari dalam hidung.
Gejala ini termasuk salah satu penyebab seorang pasien mencari pertolongan pada dokter.
Namun pada rhinitis atrofi, foetor ex nasi tidak dirasakan oleh penderita, melainkan dirasakan
oleh orang sekitarnya sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi semua orang. Terlebih
lagi penyakit ini lebih sering menyerang perempuan sehingga menimbulkan keluhan tersendiri
bagi pasien. Adanya krusta (pembentukan sekret kehijauan yang kental dan tebal yang cepat
mengering). Hidung tersumbat, Gangguan Penghidu, Sakit kepala dan epistaksis.
Pemeriksaan Fisik :
Hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konkha inferior dan media menjadi
atrofi, ada sekret purulen dan krusta berwarna hijau.
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsy konkha media, Pemeriksaan
mikrobiologi untuk menentukan kuman penyebab, Pemeriksaan Radiologi sinus paranasalis. Dan
juga CT-Scan, dimana pada pemeriksaan ini ditemukan : Penebalan mukoperiostium sinus
paranasal, Kehilangan ketajaman dan kompleks sekuder osteomeatal untuk meresorbsi bula
etmoid dan proses uncinate, Hipoplasia sinus maxillaries, Pelebaran kavum hidung dengan
erosi dan membusurnya dinding lateral hidung, Resorpsi tulang dan atrofi mukosa pada konkha
media dan inferior.

Penatalaksanaan
Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat paliatif. Termasuk
dengan irigasi dan membersihkan krusta yang terbentuk, terapi sistemik dan lokal dengan
endokrin; steroid; dan antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan lokal ringan seperti
alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha

langsung mengecilkan rongga hidung, dan dengan demikian juga memperbaiki suplai darah
mukosa hidung. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan faktor etiologi/ penyebab dan
menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong
dilakukan operasi.
Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci hidung, dan
simptomatik
1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai tandatanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada pengobatan dengan
Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.
2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan
menghilangkan bau. Antara lain :
a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
b. Campuran :

NaCl

NH4Cl

NaHCO3 aaa 9

Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat

c. Larutan garam dapur


d. Campuran :

Na bikarbonat 28,4 g

Na diborat 28,4 g

NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan
kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali sehari.
Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena) biasanya dengan pemberian preparat Fe.
3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam gliserin
untuk membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti

ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali sehari masing-masing
tiga tetes.
4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.
5) Preparat Fe.
6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski melaporkan
ekstrak plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2 tahun dan
injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan 93,3% perbaikan pada periode
waktu yang sama. Ini membantu regenerasi epitel dan jaringan kelenjar. Samiadi dalam
laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat,
cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urine seminggu sekali
untuk melihat efek samping obat, pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci
hidung diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan pada 6
dari 7 penderita.
Terapi Operatif
Tujuan operasi pada rhinitis ozaena antara lain untuk : menyempitkan rongga hidung
yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta dan mengistirahatkan mukosa
sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi. Teknik bedah dibedakan menjadi dua kategori
utama :
1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan
2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah dalam.
Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak menunjukkan perbaikan,
pasien dirujuk untuk dilakukan operasi penutupan lubang hidung. Prinsipnya mengistirahatkan
mukosa hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi normal kembali selama 2 tahun.
Atau dapat dilakukan implantasi untuk menyempitkan rongga hidung.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan, Edisi III, editor : H. Dr. Efianty Arsyad Soepardi, Sp.THT, Fak.
Kedokteran UI, Jakarta, 1997, Hal : 89-95 ; 113-115.
2. Adams, Boeis higler, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Hal : 221-222.
3. A. Mansyoer, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Satu, FK UI, Jakarta, Hal :
100-101.
4. Asnir,A.R.2004. RinitisAtrofi. Available from : http://www.kalbe.co.id. Accessed : 2008,
April 12. Sumber :CerminDuniaKedokteranNo.144,2004.Hal57.

You might also like