Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Azmi Adi
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Sindrom gangguan pernapasan akut (c - ARDS) merupakan manifestasi cedera akut
paru-paru, biasanya akibat sepsis, trauma, dan infeksi paru berat. Secara klinis, hal ini
ditandai dengan dyspnea, hipoksemia, fungsi paru-paru yang menurun, dan infiltrat difus
bilateral pada radiografi dada (Udobi et al, 2003).
Sindrom distres respiratorik akut merupakan bentuk edema pulmoner yang
menyebabkan gagal respiratorik akut dan disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas
membran alveolokapiler. Cairan terakumulasi dalam interstisium paru-paru dan ruang
alveolar. ARDS parah bisa menyebabkan hipoksemia yang sulit disembuhkan dan fatal,
tetapi pasien yang sembuh mungkin hanya mengalami sedikit kerusakan paru-paru atau
tidak sama sekali (Farid, 2006).
B. ETIOLOGI
Beberapa penyebab terjadinya akut respiratori distres sindrom ialah
Syok sepsis , hemoragis, kardiogenik dan analfilatik
Trauma ; kontusio pulmonal dan non pulmonal
Infeksi : pneumonia dan tuberculosis
Koagulasi intravaskuler diseminata
Emboli lemak
Aspirasi kandungan lambung yang sangat asam
Menghirup agen beracun, asap dan nitrogen oksida dan atau bahan korosif
Pankreatitis
Toksisitas oksigen
Penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika
Sindrom sepsis tampaknya menjadi faktor resiko paling umum, tetapi secara
keseluruhan risiko akan meningkat secara multifaktor. Transfusi darah merupakan risiko
independen faktor. Usia lanjut dan rokok berhubungan dengan peningkatan risiko ARDS,
sementara konsumsi alkohol tampaknya tidak memiliki pengaruh. Sebuah studi menunjukkan
bahwa kematian akibat ARDS pertahun mengalami penurunan, tetapi pria dan orang kulit
hitam memiliki angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dan groups. ras
lainnya (Udobi et al, 2003).
Tabel 1 Kondisi Klinis yang berkaitan dengan kejadian ARDS
Cedera paru-paru langsung
Pneumonia
Aspirasi gaster
Trauma inhalasi
Tenggelam
Kontusi paru
Emboli lemak
Reperfusi edema paru pasca
Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS,
muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama
pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler
alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar
untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik
padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan
interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler
terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar
dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi
kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh
akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak,
menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan
diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari
kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010)
Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting)
interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan
peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas
pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase
awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang
melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).
2. Fase Proliferatif
Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang
terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan
organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara
mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak
dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas
dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial
menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah
merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk
menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I.
Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil
dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin
dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang
intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al, 2007).
3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis)
Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan
dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit.
Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal
penyakit akan mengalami perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang
intensif. Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan
terjadinya perubahan mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar.
Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang
pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan
hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan
perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks,
reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner
(Price & Wilson, 2002).
D. MANIFESTASI KLINIS
ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal
pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas.
Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan
yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas
pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen.
Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing
(Farid, 2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO 2 sangat
rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batasbatas jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat
(Farid, 2006)
E. KOMPLIKASI
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi
1. Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif
2. Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat
3. Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)
Farmakologi
1. Inhalasi NO2 (nitric oxide) memberi efek vasodilatasi selektif pada area
paru yan terdistribusi, sehingga menurunkan pirau intrapulmoner dan
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi
arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat yang refrakter
2. Kortikosteroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih
menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang berlangsung.
3. Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesisleukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS
Non-farmakologi
1. Ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan ventilator,
mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
2. Pembatasan cairan. pemberian cairan harus menghitung keseimbangan antara :
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Airway :
DS : Pasien mengeluh sesak nafas
DO: Terlihat pasien kesulitan bernafas, mungkin terjadi crakles, ronchi, dan suara
nafas bronkhial.
2. Breathing:
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO: pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot bantu
pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring, meskipun
kadar oksigen tinggi. Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi
crakles, ronchi, dan suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area
konsolidasi. Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan
fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara palpasi.
Sputum encer, berbusa.
3. Circulation :
DS: pasien mengeluh sesak nafas
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Aspiration Control
..pasien
menunjukkan keefektifan jalan
nafas dibuktikan dengan
kriteria hasil :
Mendemonstrasikan batuk
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak
ada suara nafas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
dan
mencegah faktor yang
penyebab.
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC:
Respiratory Status : Gas
exchange
Keseimbangan asam Basa,
Elektrolit
Respiratory
Status
:
ventilation
Vital Sign Status
NIC :
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan bronkodilator ;
-.
-.
Barikan pelembab udara
Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed
lips)
Tanda tanda vital dalam
rentang normal
tambahan,
retraksi
otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
Observasi
sianosis
khususnya
membran mukosa
Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan
tujuan penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Perfusi jaringan
kardiopulmonal tidak efektif
b/d gangguan afinitas Hb oksigen,
penurunan konsentrasi Hb,
Hipervolemia, Hipoventilasi,
gangguan transport O2, gangguan
aliran arteri dan vena
DS:
- Nyeri dada
- Sesak nafas
DO
- AGD abnormal
- Aritmia
- Bronko spasme
- Kapilare refill > 3 dtk
- Retraksi dada
- Penggunaan otot-otot tambahan
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
Cardiac pump
Effectiveness
Circulation status
Tissue Prefusion :
cardiac, periferal
Vital Sign Statusl
Setelah dilakukan asuhan
selamaketidakefektifan
perfusi jaringan
kardiopulmonal teratasi dengan
kriteria hasil:
Tekanan systole dan
diastole dalam rentang
yang diharapkan
CVP dalam batas normal
Nadi perifer kuat dan
simetris
Tidak ada oedem perifer
dan asites
Denyut jantung, AGD,
ejeksi fraksi dalam batas
normal
Bunyi jantung abnormal
tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Kelelahan yang ekstrim
tidak ada
Tidak ada
ortostatikhipertensi
NIC :
Monitor nyeri dada (durasi,
intensitas dan faktor-faktor
presipitasi)
Observasi perubahan ECG
Auskultasi suara jantung
dan paru
Monitor irama dan jumlah
denyut jantung
Monitor angka PT, PTT
dan AT
Monitor elektrolit
(potassium dan
magnesium)
Monitor status cairan
Evaluasi oedem perifer dan
denyut nadi
Monitor peningkatan
kelelahan dan kecemasan
Instruksikan pada pasien
untuk tidak mengejan
selama BAB
Jelaskan pembatasan intake
kafein, sodium, kolesterol
dan lemak
Kelola pemberian obatobat: analgesik, anti
koagulan, nitrogliserin,
vasodilator dan diuretik.
Tingkatkan istirahat (batasi
pengunjung, kontrol
stimulasi lingkungan)
DO/DS:
Insomnia
Kontak mata kurang
Kurang istirahat
Berfokus pada diri sendiri
Iritabilitas
Takut
Nyeri perut
Penurunan TD dan denyut nadi
Diare, mual, kelelahan
Gangguan tidur
Gemetar
Anoreksia, mulut kering
Peningkatan TD, denyut nadi, RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam pembicaraan
Sulit berkonsentrasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
NOC :
- Kontrol kecemasan
- Koping
Setelah
dilakukan
asuhan
selama
klien
kecemasan teratasi dgn kriteria
hasil:
Klien
mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
gejala
cemas
Mengidentifikasi,
mengungkapkan
dan
menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
Vital sign dalam batas
normal
Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
NIC :
Anxiety Reduction
(penurunan kecemasan)
Gunakan
pendekatan
yang menenangkan
Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku
pasien
Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan prognosis
Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien
Instruksikan pada pasien
untuk
menggunakan
tehnik relaksasi
Dengarkan dengan penuh
perhatian
Identifikasi
tingkat
kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan
Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
Kelola pemberian obat
anti cemas:........
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block) yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun
intra alveolar.
Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsungmelu
kai paru-paru seperti: Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung,
inhalasi
asap
berlebih,
inhalasi
toksin,
menghisap
O2
konsentrasi
tinggi
3.2 Saran
Seluruh perawat agar meningkatkan pemahamannya terhadap kasus ARDS dan juga
diharapkan agar perawat bisa menindaklanjuti asuhan keperawatan pada pasien ARDS
melalui kegiatan riset sebagai dasar untuk pengembangan Evidence Based Nursing Practice di
Lingkungan Rumah Sakit
DAFTAR PUSTAKA
Amin Zulkifli, Purwoto J. (2007). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Dalam :
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam FKUI
Farid
(2006).
Acute
Respiratory
Distress
Syndrome.
Maj
Farm
vol
(12).
april 2013
Guntur AH. (2007). Sepsis Dalam : buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II; Edisi IV. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam : FKUI
Harman
EM.
(2011).
Acute
Respiratory
Distress
Syndrome
Overview.
http://emedicine.medscape.com/article/165139-overview diakses pada 01 april 2013
Udobi KF, Touijer K. (2003). Acute Respiratory Distress Syndrome. Am Fam Physician. Vol.
67 (2) :315-322. http://www.biomedcentral.com/1471-230X/11/35 diakses pada 01 april
2013
Ware LB, Matthay MA.(2000) The Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med vol
(342) 1334-1349. www.nejm.org
Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic,
Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.