Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nama : Jefrinka Nelza Emania
NIM
: 141710101109
Kelas : THP -A
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tembakau secara sederhana dapat dikatakan sebagai bentuk komoditas ekspor
yang menjanjikan, daun tembakau atau disingkat dengan sebutan tembakau
terdapat diberbagai belahan dunia, seperti kawasan Amerika Latin (Kuba, Brazil,
Kosta Rika), dan kawasan Asia (Indonesia) hal ini dikarenakan produksi
tembakau hanya dihasilkan oleh daerah-daerah selintasan khatulistiwa. Persebaran
produksi tembakau di dunia didominasi oleh dua perkebunan tembakau, di daerah
Amerika Latin dan Indonesia.
Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan salah satu komoditi yang
strategis dari jenis tanaman perkebunan semusim dan merupakan salah satu
komoditi yang penting bagi Indonesia. Selama ini produksi tembakau Indonesia
bersifat fluktuatif. Berdasarkan informasi dari Departemen Pertanian (2013),
produksi tembakau nasional pada tahun 2008 dan 2009 berturut-turut 168.037 ton
dan 176.186 ton, menurun pada tahun 2010 menjadi 135.678 ton dan meningkat
kembali pada tahun 2011 menjadi 214.524 ton.
Indonesia sebagai salah satu negara agraris memiliki lahan dan usaha
perkebunan yang cukup potensial, hal ini terlihat dari banyaknya unit usaha
perkebunan yang dimiliki oleh pemerintah maupun pihak swasta. Perkebunan di
Indonesia telah mencapai tingkat yang memuaskan, hal ini terlihat pada beberapa
swasembada yang terjadi terhadap hasil-hasil perkebunan, seperti tembakau, gula,
karet dan lain sebagainya. Hasil-hasil perkebunan Indonesia seperti tembakau
bahkan telah menembus pasaran internasional dan diakui sebagai tembakau
dengan kualitas terbaik.
Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah penghasil tembakau NO yang
umumnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan cerutu. Salah satu
industry cerutu di kabupaten Jember adalah PTPN X (PERSERO) Unit Industri
Bobbin Candijati, Arjasa, Jember. Peranan industri cerutu dalam kehidupan
masyarakat Jember (terutama petani) cukup besar sebab memberikan lapangan
kerja dan pendapatan bagi masyarakat Jember.
Gambar 1. Cerutu
Menurut Djojosudiro (1991) dalam Hikmah (2010), setiap bagian cerutu
memerlukan jenis tembakau dengan suatu persyaratan dan suatu mutu tertentu.
Berikut persyaratan mutu tembakau yang digunakan dalam pembuatan cerutu:
lainnya.
Isi rendah : daun bermutu rendah Nampak dari warna yang kotor dan
tidak sehat, tanpa isi, bau kurang segar dan sangat kurang unsur-unsur
mutu lainnya.
yaitu
proses
pembungkusan
cerutu
dengan
bahan
h. Aging
Aging merupakan proses penyimpanan cerutu di gudang penyimpanan
(gudang pemanasan). Perbedaannya dengan steaming yaitu steaming bersifat
sementara sedangkan aging bersifat jangka panjang.
i. Sortasi (selecting)
Sortasi merupakan tahap akhir yaitu memisahkan cerutu dengan warna
yang sama dan cerutu dengan bentuk yang baik.
j. Finishing
Finishing yaitu tahap pemberian label jenis dan tanggal pembuatan cerutu.
2.3 Jenis Jenis Cerutu
Jenis cerutu yang umumnya diproduksi di Indonesia terutama wilayah
Jember adalah jenis cerutu berbatang pendek (small cigar), sedang (soft filler),
dan panjang (long filler).
a. Cerutu Berbatang Panjang (Long Filler)
Long filler biasanya khusus cerutu premium, yang dibuat dari
kumpulan daun tembakau utuh yang digulung menjadi satu, dengan satu
lapisan binder dan ditutup oleh wrapper. Abu dari sisa pembakarannya
biasanya bisa bertahan lebih dari 1 inci sebelum akhirnya jatuh sendiri.
Cerutu Long filler merupakan cerutu yang dibuat menggunakan filler/isian
berupa tembakau utuh.
Gambar 3. Cerutu Long Filler
omblad,
dan
filler.
Dekblad
merupakan
wrapper/daun
Argopuros Cs
A1, A3, I 5-2, AKT.10, AKT.24
Bali Cs
Bali Barong (BB), Bali Kecak (BK), Bali Djanger Deluxe (BDLX),
Bali Djanger special (BDS), Bali Djanger (BD), Gold Medal Djanger
(GMD), Bali Medal Deluxe (BLLX), Bali Legong Lights (BLL), Bali
Legong (BL), Gold Medal Legong (GML), Bali Tip (BT), Bali Puri
(BP), Bali Stupa (BS), Bali Djanger Batang (BDBT), Bali Legong
Batang (BLBT), Cadenza Fine (CF), Cadenza Spirit (CS), Cardinal 1,
Cardinal 5.
tanaman adalah pengendalian secara terpadu. Dalam hal ini yang penting adalah
melakukan pengamatan perkembangan populasi hama atau penyakit. Apabila
populasi hama dan penyakit melewati titik kritis ambang ekonomi maka harus
dilakukan pengendalian baik secara fisik, mekanik, biologis, teknik budidaya
maupun secara kimia.
e. Pemetikan
Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-daunnya telah
cukup umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan. Untuk golongan
tembakau cerutu maka pemungutan daun yang baik pada tingkat tepat
masak/hampir masak hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan.
Sedangkan untuk golongan sigaret pada tingkat kemasakan tepat masak/masak
sekali, apabila pasar menginginkan krosok yang halus maka pemetikan dilakukan
tepat masak. Sedangkan bila menginginkan krosok yang kasar pemetikan
diperpanjang 5-10 hari dari tingkat kemasakan tepat masak
f. Kadar Nikotin
Tembakau mutu tinggi pada umumnya mengandung nikotin dan senyawa
aromatisnya tinggi. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kadar nikotin
antara lain tipe tanah, ketinggian tempat, kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk
dan jenis lahan. Tembakau yang ditanam pada tanah berat berkadar nikotin lebih
rendah dibanding yang ditanam di tanah lempung. Kadar nikotin tembakau
cenderung meningkat bila ditanam di daerah yang lebih tinggi. Semakin banyak
populasi tanaman per hektar kadar nikotin semakin rendah, dan semakin tinggi
dosis pemupukan nitrogen kadar nikotin semakin tinggi. Kadar nikotin tembakau
yang ditanam di lahan sawah lebih rendah dibanding di lahan tegal (Mipanesia,
2010).
g. Tenunan Daun
Sifat tenunan daun pada beberapa jenis tembakau mempunyai arti penting
dalam penilaian mutu. Tenunan halus dikehendaki untuk tembakau cerutu
pembalut maupun pembungkus, karena diharapkan menghasilkan aroma yang
baik, dan rasa ringan. Pada tembakau pengisi, tenunan daun tidak banyak
berpengaruh.
h. Kepadatan Jaringan
Kepadatan jaringan merupakan suatu keadaan struktur dan tekstur daun.
Keadaan kering menyebebkan terbentuknya sel-sel yang kecil dan tersusun secara
mampat, dengan ruang sel yang kecil. Dikatakan mempunyai tekstur yang
mampat. Tekstur yang mampat kurang dikehendaki, karena sifat bakarnya
cenderung kurang baik.
i. Berat per Satuan Luas
Berat per satuan luas ini berpengaruh pada hasil rendemen yaitu
perbandingan antara berat tembaku kering setelah mengalami pengeringan dengan
tembakau basahnya. Berkurangnya rendemen akan menyebabkan penurunan
mutu.
j. Keelastisan atau Kelentingan
Merupakan kemampuan tembakau yang dalam keadaan cukup lembab
dapat direntangkan sampai batas tertentu tanpa menjadi robek. Keelastisan juga
menunjukkan ketahanan terhadap pemempatan pada waktu perajangan sehingga
mampu mengembang kembali. Sifat ini penting untuk tembakau sebagai pengisi
cerutu atau sebagai tembakau rajangan. Faktor yang berpengaruh terhadap
keelstisan adalah varietas, keadaan lingkungan, teknik budidaya, letak daun pada
batang, kemasakan, dan kadar air krosok.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Profil Perusahaan
Pabrik cerutu milik Koperasi Karyawan (Kopkar) Kartanegara PTPN X
(PERSERO) berdiri pada tanggal 12 Desember 1968. Pabrik cerutu milik
Koperasi Karyawan (Kopkar) Kartanegara PTPN X (PERSERO) berkedudukan di
Desa Candijati, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember. Toko beserta tempat
produksinya berada di Jalan Melati No. 5 Jelbuk, Jember. Bentuk struktur
organisasi Kopkar Kartanegara PTPN X (PERSERO) Candijati, Kecamatan
c
d
e
tiga kebun yang tersebar di Jember dan Klaten. Ketiga kebun tembakau tersebut
menanam tembakau jenis TBN, VBN, FIN, FIK, BESNO, VORSTNO,
VIRGINIA, MADURA dan VNO untuk dijadikan cerutu. Adapun beberapa jenis
daun tembakau yang tidak dibudidayakan PTPN X, namun digunakan sebagai
bahan baku dalam pembuatan cerutu diperoleh dari petani setempat, Madura dan
di beberapa wilayah Jawa Timur. Jenis daun tembakau untuk bahan baku cerutu
small cigar, soft filler dan long filler berbeda-beda. Jenis tembakau yang
digunakan untuk filler antara lain 101, Asepan, Kedu, 104, VNO, VFC Lbk, VBN
Cmpr, Lum VO, Madura, Wleri, Temanggung, Paiton, Kasturi, Bojonegoro,
Boyolali, dan Snag. Jenis tembakau yang digunakan sebagai omblad antara lain
VNO dan 101. Sedangkan jenis tembakau yang digunakan sebagai dekblad antara
lain FIK, VNO, VBN, 101, TBN.
3.2 Perbandingan Proses Pembuatan Cerutu
Cerutu pada umunya dihasilkan dari bahan baku utama yaitu daun tembakau.
Secara teori dijelaskan bahwa pembuatan cerutu mulai dari langkah awal
pembuatan sampai dengan finishing dijelaskan secara rinci namun terdapat
perbedaan pembuatan cerutu ketika kunjungan lapang dilakukan. Tahap
pembuatan cerutu secara teori adalah sebagai berikut:
a. Peracikan isi (filler).
Peracikan isi merupakan kegiatan membuat bahan baku tembakau untuk
pengisi (filler). Setiap proses peracikan tergantung dari jenis cerutu yang akan
diproduksi dan setiap jenis cerutu mempunyai komposisi bahan filler yang
berbeda.
b. Steaming
Pada tahap steaming, filler yang sudah ditentukan komposisinya di steam
dengan tujuan untuk menghilangkan bau menyengat dari bahan tembakau,
mencegah hama dan menyatukan aroma tembakau yang bermacam-macam
tersebut.
c. Weighting
i. Sortasi (selecting)
Sortasi merupakan tahap akhir yaitu memisahkan cerutu dengan warna
yang sama dan cerutu dengan bentuk yang baik.
j. Finishing
Finishing yaitu tahap pemberian label jenis dan tanggal pembuatan cerutu.
Sedangkan tahap pembuatan cerutu pada Unit Industri Bobbin adalah
sebagai berikut:
a. Fumigasi
Bahan baku dalam pembuatan cerutu yaitu bahan setengah jadi berupa
lembaran tembakau yang sudah dalam keadaan kering. Daun tembakau yang
sudah kering tersebut dilakukan pengolahan terlebih dahulu sehingga dapat
digunakan dalam proses pembuatan cerutu. Daun yang diterima dilakukan
fumigasi selama 7-10 hari untuk mencegah terjadinya serangan hama Lasioderma
serricorne yang dapat menyebabkan kerusakan berupa lubang pada daun
tembakau.
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan daun tembakau dilakukan untuk mengecek kualitas daun
tembakau yang telah difumigasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh
Kopkar Kartanegara. Pemeriksaan dilakukan karena tidak semua jenis tembakau
memiliki kualitas dan kegunaan yang sama.
Pemeriksaan di Kopkar Kartanegara hanya melakukan pemeriksaan
mengenai warna, jenis dan kondisi fisik daun tembakau. Namun tidak melakukan
pemeriksaan mengenai daya bakar dan kadar air. Hal ini sangat disayangkan
karena kadar air merupakan parameter yang penting untuk menentukan kualitas
daun tembakau pada pembuatan cerutu. Daya bakar merupakan parameter untuk
menentukan mudah atau tidaknya daya sulut api sedangkan kadar air digunakan
untuk menentukan flavor dari cerutu.
Daun tembakau yang telah dilakukan pemeriksaan kemudian dilakukan
proses sortasi. Proses sortasi dilakukan dengan cara meletakkan daun tembakau di
dalam sebuah bak dan memisahkan daun tembakau yang berlubang maupun cacat
untuk dijadikan sebagai filler sedangkan daun tembakau yang utuh digunakan
sebagai omblad dan dekblad.
c. Penyiapan Filler
Daun tembakau yang akan digunakan sebagai filler perlu dilakukan proses
stripping terlebih dahulu. Daun tembakau untuk filler small cigar dan soft filler
mengalami proses stripping (pencacahan) dengan ukuran cacahan + 0,5 cm (small
cigar) dan + 1-2 cm (soft filler). Sedangkan daun tembakau untuk filler cerutu
long filler tidak mengalami proses stripping.
Setelah proses stripping selesai, daun tembakau selanjutnya mengalami
proses blanding yaitu proses pencampuran berbagai macam daun tembakau sesuai
dengan merk cerutu yang dihasilkan. Proses ini dilakukan secara manual
menggunakan tangan pada sebuah bak pencampuran. Selanjutnya, dilakukan
proses steaming (pengukusan) selama 1-2 jam. Proses steaming dilakukan untuk
mengurangi debu maupun kotoran serta membunuh jamur yang menempel pada
daun. Selain itu juga untuk memunculkan aroma khas daun tembakau.
Proses selanjutnya adalah pengeringan daun tembakau dengan cara
dikering-anginkan sampai kadar air + 14%. Filler kemudian dilakukan
penambahan saus rasa vanilla dan nagka. Penambahan saus dilakukan untuk
cerutu small cigar. Penambahan saus dilakukan per 5 kg daun tembakau dan
dilakukan penambahan sebanyak 350 cc/5 kg untuk cerutu merek Macho Jepang
Glove. Sedangkan untuk cerutu merek Macho Jepang Vanila memerlukan
sebanyak 900 cc saus vanilla per 5 kg. Saus vanilla bersifat lebih mudah menguap
sehingga diperlukan takaran yang lebih banyak dibanding saus nangka yang
bersifat lebih lengket dan berminyak.
Filler yang telah dilakukan penambahan saus lebih mudah menguap
sehingga dibutuhkan takaran yang lebih banyak dibandingkan dengan saus nangka
yang bersifat lebih lengket dan berminyak. Filler yang telah ditambahkan saus
dilakukan pemeraman selama 1 malam dengan tetap dalam kemasan sehingga
dapat mengoptimalkan saus meresap ke dalam rajangan filler. Kemudian, filler
dilakukan penjemuran sampai kadar air + 14% dan dimasukkan ke dalam
kemasan plastic kedap udara dan dilakukan proses fumigasi selama 6 hari
pembuatan
kepompong,
penimbangan
kepompong,
pencetakan
sesuai ketentuan ukuran. Pada small cigar, misalnya merek macho ukuran omblad
yaitu + 9 cm x 5,5 cm. Proses pemotongan omblad dilakukan dengan cara
melakukan proses birbir terlebih dahulu. Proses bir-bir merupakan proses
membuka lipatan daun tembakau yang sebelumnya telah dibasahi dengan kain
basah. Proses ini dilakukan diatas meja kaca sehingga mempermudah proses
pemotongan omblad. Pemotongan dilakukan dengan menggunakan roller cutter.
Proses pemotongan dilakukan secara cermat dan hati-hati sehingga setiap
potongan daun memiliki satu urat daun.
b. Pembuatan kepompong
Pembuatan kepompong dimulai dengan proses pelintingan cerutu. Pada
pembuatan kepompong cerutu small cigar dan soft filler digunakan alat pelinting
(mesin binder), sedangkan pembuatan kepompong cerutu long filler dilakukan
secara manual. Proses pelintingan kepompong small cigar dan soft filler dimulai
dengan menyisipkan filler ke dalam mesin binder sambil diratakan. Filter dengan
ukuran panjang + 1,5 cm disisipkan disisi kiri filler (untuk rokok dengan filter).
Selanjutnya filler beserta filter digulung dengan sebagian tarikan alat pelinting.
Lalu disisipkan omblad pada alat pelinting dan ditarik kembali tuas pelinting
dengan tangan kanan, sementara tangan kiri mempertahankan omblad supaya
tidak terlipat saat proses pelintingan berlangsung. Adapun proses pelintingan
kepompong long filler dilakukan dengan menggulung campuran filler utuh
dengan daun tembakau, kemudian ujung gulungan direkatkan menggunakan lem
CMC.
c. Penimbangan kepompong
Proses penimbangan kepompong dilakukan untuk memeriksa kesesuaian
berat cerutu yang telah dibuat dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Penimbangan kepompong ini dilakukan pada cerutu jenis small cigar, sedangkan
kepompong cerutu jenis soft filler dan long filler tidak ditimbang melainkan
langsung mengalami proses pencetakan kepompong. Hal ini menyebabkan cerutu
jenis soft filler dan long filler yang diproduksi memiliki berat yang tidak seragam,
sehingga memungkinkan terjadinya penurunan pada mutu cerutu. Untuk cerutu
jenis small cigar, rata-rata berat per batangnya adalah 1,1 gram 1,3 gram.
Ujung kepompong ditutup dengan daun tembakau yang dibentuk lingkaran kecil
(disebut kubah) dengan diameter lingkaran + 2 cm. Pencetakan lingkaran ini
menggunakan alat yang terbuat dari besi.
f. Perataan cerutu
Perataan cerutu dilakukan menggunakan papan perata yang terbuat dari
kayu. Proses ini bertujuan untuk merapikan cerutu sehingga permukaannya
tampak lebih halus dan batang cerutu menjadi padat.
g. Pemotongan cerutu
Proses pemotongan cerutu dilakukan menggunakan gunting dan alat
pemotong (disesuaikan dengan ukuran cerutu yang hendak diperoleh) baik pada
bagian atas maupun bagian bawah cerutu sehingga diperoleh cerutu dengan
bentuk padat dan sama rata. Sisa potongan dapat diambil fillernya untuk
kemudian didaur ulang sebagai pengisi cerutu jenis small cigar.
h. Aging (fermentasi cerutu)
Proses ini bertujuan untuk memberikan kesempatan pada tembakau untuk
terfermentasi sehingga akan dihasilkan aroma. Aging dilakukan kurang lebih
selama 2 minggu untuk mendapatkan aroma tembakau cerutu yang maksimal dan
kering merata. Dalam proses aging, cerutu diikat sebanyak 20 buah per ikat.
Aging ini dilakukan pada tempat terkontrol atau ruangan tertutup pada suhu 27 0C320C dan kelembapan 60%-70%. Selama proses aging diduga terjadi proses
fermentasi yang diakibatkan oleh adanya reaksi pencoklatam enzimatis.
Fermentasi ini terjadi pada daun tembakau secara alamiah dengan tujuan
memperoleh kematangan daun tembakau.
Terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis pada daun tembakau diduga
diakibatkan oleh adanya aktivitas enzim polifenol oksidase. Reaksi pencoklatan
enzimatis yang terjadi pada proses ini memiliki dampak baik karena menurut
Fennema (1996) reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan
flavor yang terbentuk.
i. Pengeringan
Pengeringan adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan
sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu
nilai rendah yang dapat diterima. Menurut Pinem (2004), kelembapan udara
pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 5060%. Proses pengeringan
cerutu bertujuan untuk menurunkan kadar air cerutu hingga 13%. Proses
pengeringan cerutu dilakukan di dalam ruang pengeringan dengan suhu 27-30 0C
dan kelembapan 70% selama 3-4 hari. Di dalam ruang pengeringan diletakkan
lampu bohlam dengan daya 60 watt dan 300 watt dan disesuaikan dengan kondisi
cuaca. Penggunaan bohlam ini berfungsi sebagai pengatur suhu ruang
(mempertahankan suhu ruangan) sehingga cerutu lambat laun mengalami
penurunan kadar air (mengering).
Selain itu di dalam ruang pengeringan juga diletakkan kertas yang dilapisi
hormon betina hama L. serricorne sehingga diharapkan pejantan L. serricorne
tidak berkesempatan untuk hinggap pada cerutu dan bereproduksi. Kelembapan
ruang pengering tidak sesuai dengan kelembapan yang dianjurkan dalam referensi
yakni sebesar 50-60%. Kelembapan yang kurang sesuai dapat menurunkan
kualitas cerutu terutama terkait dengan kadar air cerutu yang tidak terukur dengan
tepat. Proses utama yang terjadi dalam pengeringan adalah penguapan. Uap air
yang terjadi dipindahkan dari tempat pengeringan melalui aliran udara. Dalam
proses pengeringan cerutu ini diduga terjadi proses konveksi secara bebas (tanpa
bantuan dari luar) yaitu pengaliran udara yang menyebabkan terjadinya
penguapan hanya bergantung pada perbedaan tekanan yang disebabkan oleh
perbedaan densitas udara. Akibatnya walau cerutu tidak dikeringkan dengan cara
dipapar langsung pada sinar matahari atau digunakan suhu yang tinggi, proses
pengeringan tetap dapat terjadi karena secara alamiah terjadi proses konveksi
bebas melalui aliran udara di dalam ruang pengeringan. Pengeringan cerutu selain
menurunkan kadar air juga memberikan warna kecoklatan pada cerutu. Diduga
selama proses pengeringan ini terjadi reaksi maillard.
13%, maka cerutu memiliki sifat lembek (kurang kering) dan berdampak pada
daya bakar yang menurun. Sedangkan jika kadar air cerutu berada dibawah 13%,
maka cerutu akan terasa pahit. Hal ini menjadi kelemahan cerutu produksi kopkar
Kartanegara terutama dalam hal cita rasa cerutu. Tembakau sebagai bahan baku
cerutu mengandung senyawa golongan alkaloid dengan nikotin berkadar 95-97%
sebagai bahan aktif dengan jumlah terbesar.
j. Fumigasi cerutu
Cerutu mudah terserang hama L. serricorne sehingga diperlukan proses
fumigasi untuk mencegah bereproduksinya hama tersebut. Larva berwarna putih,
bentuknya bengkok, dilengkapi dengan bulu-bulu, dan sering dijumpai pada
tumpukan daun-daun tembakau kering. Kumbang dewasanya berwarna cokelat
cerah, dilengkapi dengan sedikit bulu. Telur diletakkan tertutup dalam bahan
makanan simpanan. Siklus hidupnya berkisar 4263 hari. Sampai menjelang
berkepompong, larva (ulat) tinggal di dalam substrat tersebut dan juga dapat
berpindah ke tempat lain. Untuk mencegah dan mengatasi serangan hama
tersebut, para eksportir dan pihak-pihak yang berhubungan dengan dunia
pertembakauan, khususnya tembakau bahan cerutu melakukan fumigasi terhadap
bal-bal tembakau, baik selama penyimpanan, sebelum pengapalan, maupun
selama pengapalan dengan menggunakan phostoxin. Proses fumigasi merupakan
suatu tindakan perlakuan (atau pengobatan) terhadap suatu komoditi dengan
menggunakan fumigan tertentu, didalam ruang kedap udara, pada suhu dan
tekanan tertentu. Kopkar kartanegara melakukan tindakan fumigasi demi
mencegah kerugian akibat terjadinya kerusakan karena hama daun. Tahap pasca
proses meliputi sortasi dan pengemasan.
k. Sortasi cerutu
Cerutu disortasi berdasarkan ukuran panjang dan diameter cerutu, kadar
air, warna dan ada tidaknya kerusakan. Berdasarkan ukuran panjang dan diameter,
cerutu harus memiliki ukuran sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan warna, small cigar diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu
MM (warna tembakau merah terang), M (warna merah gelap), BB (warna biru
muda), dan B (warna biru tua). Sortasi berdasarkan warna ini telah dilakukan
dengan baik oleh kopkar Kartanegara karena proses ini hanya dilakukan oleh
pakarnya. Sortasi berdasarkan warna ini termasuk sulit dilakukan karena secara
sekilas warna antara small cigar satu dengan lainnya cenderung sama (tidak
mudah dibedakan). Selain sortasi berdasarkan warna, kopkar Kartanegara juga
melakukan pengecekan panjang dan diameter cerutu untuk menyesuaikan dengan
standar. Cerutu yang memiliki panjang berlebih dapat dirapikan kembali,
sedangkan cerutu dengan panjang yang kurang serta diameter yang tidak sesuai
akan disortir dan kemudian didaur ulang.
Cerutu juga diperiksa ada tidaknya kerusakan (rusak dek atau rusak L.
serricorne). Apabila cerutu mengalami kerusakan dek misalnya robek, maka
cerutu akan mengalami proses daur ulang kembali. Sedangkan cerutu yang
mengalami kerusakan karena hama L. serricorne cerutu digolongkan dalam
kategori afkir. Kerusakan akibat hama L. serricorne dapat menyebabkan cerutu
berlubang. Apabila kopkar Kartanegara mendapati cerutu yang terkena hama L.
serricorne, maka cerutu tersebut akan segera dimusnahkan dengan cara dibakar.
Hal ini untuk mencegah menjalarnya persebaran hama L. serricorne pada daun
tembakau maupun cerutu yang telah siap dipasarkan. Cerutu hasil sortasi memiliki
ciri-ciri yaitu batang cerutu utuh, tidak ada cacat (baik cacat dek maupun akibat
hama), panjang dan diameter cerutu sesuai dengan ketentuan untuk setiap merek
cerutu.
l. Packing (pengepakan)
Cerutu yang telah dikemas dengan plastik dimasukkan ke dalam kemasan
karton yang disesuaikan dengan merek masing-masing cerutu. Cerutu yang sudah
dikemas dalam plastik dimasukkan ke dalam kemasan karton dengan isi 1, 3, 5, 10
atau 12 batang cerutu per kemasan. Untuk merek tertentu cerutu jenis soft filler,
batang cerutu yang dikemas dengan plastik kemudian dikemas didalam kemasan
bambu dengan isi 10 batang per kemasan.
m. Pemasangan pita cukai
Ketentuan pemasangan pita cukai berdasarkan aturan pemerintah yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 236/PMK.04/2009 ayat (2) yang menyatakan
bahwa pelekatan pita cukai dilakukan dengan carasedemikian rupa sehingga pita
cukai harus rusak ketika kemasan dibuka. Pita cukai yang dipasang pada kotak
pengemas cerutu memuat nominal harga jual eceran. Pemasangan pita cukai di
kopkar kartanegara telah dilakukan dengan baik, sehingga pita cukai mudah
disobek ketika kemasan dibuka.
Selain itu, pita cukai yang diberikan pada kotak pengepak di kopkar
kartanegara telah memuat nominal harga jual eceran. Proses pemasangan pita
cukai dilakukan oleh 1 orang dengan target 1000 cukai / hari. Kopkar kartanegara
melakukan pemasangan pita cukai pada kemasan cerutu yang dipasarkan didalam
negeri, sedangkan cerutu yang dipasarkan diluar negeri dikenai pajak ekspor.
Bentuk pita cukai beragam, ada yang berbentuk persegi panjang dan ada pula
yang berbentuk persegi (disesuaikan dengan bentuk dan ukuran kotak pengemas).
n. Pengemasan pak dengan plastik
Cerutu yang telah dipack kemudian dikemas dengan plastik yang
ukurannya telah disesuaikan untuk masing-masing merek.
o. Tahap Penyimpanan
Cerutu
yang
telah
dikemas,
kemudian
disimpan
dalam
ruang
Selain itu, dilakukan pula proses fumigasi di dalam ruang penyimpanan. Fumigasi
dilakukan menggunakan petrogud pada lantai ruang penyimpanan. Cara
fumigasinya yaitu sebanyak 500 ml petrogud dilarutkan ke dalam 1500 ml air.
Kemudian cairan tersebut dimasukkan ke dalam sprayer dan disemprotkan
secukupnya ke dalam ruangan.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A dan Soedarmanto. 1982. Budidaya Tembakau. CV Yasaguna: Jakarta.
Nasional.
1989.
Mutu
dan
Cara
Uji
Cerutu.
http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2001-0393-1989.pdf.
[18 Mei 2016]