You are on page 1of 2

Tanggal : 2014-03-19

Penulis : Web RSUA


Kategori : Berita

Hipertensi Pada Gagal Jantung


Berita :
Oleh : Gusti Ayu Rai Prawishanti, dr.
Hipertensi masih merupakan masalah kesehatan utama pada masyarakat yang dihubungkan dengan
morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Adanya hipertensi meningkatkan resiko terjadinya penyakit
jantung koroner lebih dari dua kali lipat dan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif
lebih dari tiga kali lipat. Penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi jantung yang abnormal
meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, dan akhirnya gagal jantung.Ada dua
mekanisme mengenai hubungan hipertensi dengan peningkatan resiko terjadinya gagal jantung. Pertama,
hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya infark miokard akut yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi sistolik ventrikel kiri dan gagal jantung. Kedua, hipertensi menyebabkan terjadinya hipertrofi
ventrikel kiri yang dihubungkan dengan terjadinya disfungsi diastolik dan meningkatkan resiko gagal
jantung.Manifestasi klinis penderita hipertensi dengan gagal jantung diastolik tidak berbeda dengan gagal
jantung sistolik. Sesak nafas, kelelahan, berkurangnya toleransi latihan, dan edema merupakan gejala
yang umumnya muncul. Hospitalisasi dapat dicetuskan oleh edema paru. Pada pemeriksaan fisik sering
didapatkan peningkatan tekanan darah, distensi vena jugularis, kardiomegali, kongesti paru, irama gallop,
hepatomegali dan edema tungkai.Penderita hipertensi sering memiliki struktur dan fungsi jantung yang
abnormal meliputi hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, dan akhirnya gagal
jantung. Secara keseluruhan, sekitar 20% EKG penderita gagal jantung menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiri, dan 60-70% menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dari ekokardiografi. Parameter disfungsi
diastolik pada ekokardiografi penderita hipertensi yang memiliki tekanan darah tertinggi menunjukkan
bahwa 2/3 pasien memiliki abnormal relaksasi ventrikel kiri, 4 % memiliki pengisian restriktif, 1/8 memiliki
pengisian pseudonormal dan hanya 1/6 pasien memiliki pengisian yang normal.Terapi hipertensi pada
gagal jantung harus memperhitungkan tipe gagal jantung yang muncul: disfungsi sistolik, dimana kelainan
primernya berupa gangguan kontraktilitas jantung; atau disfungsi diastolik dimana terjadi keterbatasan
pengisian ventrikel akibat gangguan relaksasi dan menurunnya compliance ventrikel kiri. Memastikan tipe
dari gagal jantung yang muncul sangat penting karena akan menentukan pilihan obat hipertensi yang akan
digunakan. Outcome dari penderita hipertensi pada gagal jantung akan meningkat dengan memberikan
terapi hipertensi yang tepatTerapi hipertensi pada gagal jantung tidak hanya bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah (untuk mencapai target < 130/80 mm Hg), tetapi juga untuk menghambat sistem
neurohormonal yang bertanggungjawab terhadap kerusakan jantung, memperbaiki remodeling ventrikel,
menghambat progresivitas penyakit sehingga pada akhirnya menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat
gagal jantung. Penurunan tekanan darah yang adekuat umumnya memerlukan dua atau lebih obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda. ACE inhibitor, β-blocker dan Mineralocorticod Receptor Antagonis
(MRA) adalah obat-obat yang terbukti dapat menurunkan hospitalisasi dan mortalitas gagal jantung.
Sementara pengggunaan diuretik terutama bertujuan untuk memperbaiki gejala akibat retensi cairan dan
sebagai obat tambahan apabila tekanan darah belum terkontrol dengan menggunakan ACE inhibitor,
β-blocker dan MRA. ARB terutama digunakan apabila penderita tidak tolerir dengan ACE inhibitor.
CCB non dihydropyridine (diltiazem dan verapamil) dikontraindikasikan pada gagal jantung sistolik, tetapi
pemberian obat ini dapat dipertimbangkan pada gagal jantung diastolik. CCB non dihydropyridine
(amlodipin atau felodipin) dapat diberikan pada penderita gagal jantung sistolik yang tekanan darahnya
belum terkontrol dengan pemberian ACE inhibitor, β-blocker dan MRA pada dosis optimal.
Akhirnya, kombinasi hidralasin dan isosorbid dinitrat dapat diberikan apabila ACE inhibitor dan ARB
menjadi kontraindikasi.
Rumah Sakit Universitas Airlangga :

Page 1

Tanggal : 2014-03-19
Penulis : Web RSUA
Kategori : Berita

http://rumahsakit.unair.ac.id
Email : rsua@unair.ac.id
Kampus C Universitas Airlangga
Jl. Mulyorejo Surabaya, Jawa Timur, Indonesia - Kodepos : 60115
Phone Help Desk :
031.81153153 (Rawat Inap),
031.5916290 (UGD),
031.77338118 (UGD),
031.5916287 (Poli),
Fax : 031.5916291

Page 2

You might also like