You are on page 1of 1

The Beauty Of Architecture

Mari memutar kebelakang, kembali pada pesan-pesan dan simbol-simbol yang nenek m
oyang kita tinggalkan. Sejenak tulisan ini mengulas kembali setelah mendengar la
gu lama dari Berjebraw yang liriknya "Have we learn, from our forefathers?". Mun
gkin sebagian dari kita pernah mendengar atau belum juga tidak masalah.
Cukup untuk memecut pribadi ini merenungi kembali, ya, "Apakah kita sudah belaja
r dari peninggalan moyang kita?". Terdengar klise dan klasik memang, atau untuk
para modern-ekstrimis terlalu kuno. Tapi bagi pribadi ini, fakta yang terjadi be
rkata lain, seiring percepatan dunia kita dituntut semakin cepat dalam menanggap
i berbagai hal. Tawaran-tawaran maya menuntut kita untuk bergerak cepat, ke depa
n, ke depan, hingga lupa bahwa harta sesungguhnya berada dibelakang untuk membua
t kita mampu beribu langkah jauh melompat ke depan. Seorang kawan bercerita bahw
a kita tidak bisa menghentikan percepatan ini, kita hanya bisa mengikutinya seca
ra 'paksa'. Pribadi ini tertawa dalam hati, apa bedanya dengan Hitler - "If you
don't like the rules, you just have to follow the rules!".
Pribadi ini berusaha mencerna kembali, evaluasi kembali, agar tulisan ini terlah
ir secara murni, tidak emosional dan lebih jujur apa adanya. Jika dikembalikan k
embali ke pertanyaan, apa yang harus kita lakukan dengan adanya percepatan dunia
yang semakin cepat? Silahkan kembalikan ke dalam diri masing-masing, mengikuti
begitu saja hampir sama dengan berselebrasi. Mengacu pada perkataan Renzo Piano
bahwa Arsitektur tidak dapat merubah dunia, Arsitektur hanya dapat merayakan per
ubahan dunia. Jika benar demikian, dimana posisi Arsitektur yang katanya sebagai
penengah, penumbuh-kembang lingkungan binaan? Cukupkah menjadi sekedar respons
if? Karena responsif pun membutuhkan etika dan bagaimana etika ber-arsitektur ke
tika target dan tujuannya hanya untuk berselebrasi?
Kembalikan kepada bagaimana Arsitektur selaku cermin sikap hidup. Buka kembali h
alaman Wastu Citra karya Romo Mangunwijaya tentang Arsitektur selaku cermin sika
p hidup. Seringkali kita terlalu malas untuk membuka halaman-halaman usang tenta
ng kekunoan, banyak faktor salah satunya kuno selalu dianggap mistis dan magis.
Persepsi salah kaprah ini yang agaknya harus diarahkan sedikit, karena ternyata
mereka juga cerdas dalam menganalisa realita untuk dipecahkan segala bentuk perm
asalahan bangunan terutama Arsitekturnya. Dikatakan tidak estetis, bagaimana den
gan simbol / ornamen yang selama ini mereka tinggalkan sebagai wujud syukur? Apa
mereka kuno dalam arti tertinggal? Friedrich Nietzsche dari abad 19 pun mengung
kapkan bahwa seni terindah adalah syukur. Inilah keindahan arsitektur sesungguhn
ya, dan perlu digarisbawahi bahwa moyang kita dulu membuat segala keindahan-kein
dahannya bukan terfokus dan menomor-wahidkan keindahan tersebut, tetapi kepada h
ubungannya dengan Sang Maha Pencipta.

You might also like