You are on page 1of 2

Compo 

Sampari
Mei 2, 2010 at 3:52 am (Beranda, Kepingan Sejarah Dan Budaya Bima, Uncategorized)

Bima memang penuh romantika. Sejarahnya, Budayanya, Pesona Alamnya, Adat dan

Tradisinya, serta upacara-upacara Daur Hidupnya yang penuh makna kehidupan. Salah satunya adalah Prosesi

Compo Sampari atau menyarungkan Keris pada anak-anak yang akan dikhitan. Tujuan dari menyarungkan keris ke

pinggang anak-anak itu adalah agar anak diberikan hak untuk memakai keris dalam rangka menanamkan harga diri,

keperkasaan, keuleta dan keberanian sebagai seorang pria kstaria yang harus berani menantang segala cobaan.

Karena senjata seperti parang, tombak serta keris itu merupakan lambang harga diri orang Bima yang digunakan

dalam aktifitas keseharian secara positif untuk menunjang segala pekerjaannya.

Yang melakukan Compo Sampari biasanya adalah tokoh terhormat dan berpangkat, kemudian digilir pada

kesempatan berikutnya oleh orang-orang yang dianggap dihormati dan disegani di wilayah itu. Sebelum Compo

Sampari dilakukan ucapan salawat kepada Rasulullah sebanyak tiga kali. Sedangkan Keris itu diarahkan mengelilingi

tubuh anak-anak sebelum disarungkan pada pinggangnya. Dan setelah itu, anak-anak dibawa ke ruang khitan

dengan menggunakan sarung. Biasanya sarung yang digunakan berwarna kuning untuk menanti pelaksanaan

khitan.

Pada masa lalu, pelaksanaan khitan diiringi atraksi Gendang dan Serunai yang gemuruh. Irama gendang dan serunai

itu memberikan semangat kepada anak-anak yang dikhitan untuk menahan rasa sakit pada saat dikhitan. Setelah

dikhitan biasanya anak diberikan satu butir telur rebus dan segenggam nasi dalam bahasa Bima Sapore Oha yang

dianggap sebagai obat. Hingga kini Sapore Oha masih merupakan symbol kekuatan dan kesehatan bagi yang sakit.

Usai khitan biasanya dilakukan atraksi Maka semacam atraksi menari dengan Keris. Salah seorang yang berbadan

kekar maju dengan memegang keris terhunus. Lalu dia melakukan atraksinya dengan memainkan keris dengan

aroma muka yang menunjukkan semangat keberanian dan kejantanan. Pada masa lalu, dalam acara khitanan juga

dilakukan upacara Ndoso yaitu memotong Gigi dengan cara anak menggigit sekerat batang jarak kemudian oleh

penghulu atau beberapa orang tua lainnya berganti-ganti menggosokkan pecahan periuk pada keratin jarak yang

digigit anak tadi. Prosesi pemotongan itu dilakukan secara simbolis.

Kini prosesi Compo Sampari memang masih eksis di Bima dan Dompu.ini adalah salah satu warisan leluhur yang

syarat makna bagi proses kehidupan seorang anak yang akan melewati masa remaja hingga dewasa kelak.

You might also like