You are on page 1of 30

BAB 3 PENYELESAIAN KASUS

Berikut ini adalah penyelesaian tentang kasus yang diambil dalam pelaksanaan Kerja Praktek (KP) yang menjadi salah satu mata kuliah wajib pada Jurusan Teknik Industri Universitas Andalas. Bab ini berisi mengenai pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitan, penyelesaian kasus, analisis, dan penutup.

3.1

Pendahuluan

Pendahuluan penyelesaian kasus ini terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan, dan batasan masalah yang dilakukan pada penelitian ini.

3.1.1

Latar Belakang

Persaingan yang semakin pesat akan memicu para pengusaha untuk berlomba lomba untuk memperoleh strategi yang efektif untuk menghasilkan keuntungan yang optimal. Pencapaian keuntungan yang optimal tentu memerlukan daya saing yang tinggi dan tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen adalah harga produk yang murah, mutu produk yang tinggi, dan waktu pengiriman yang tepat. Salah satu cara untuk memenuhi faktor faktor kepuasan pelanggan adalah dengan melakukan perbaikan tata fasilitas pabrik. Tata letak fasilitas yang baik adalah memiliki jarak pemindahan bahan yang minimum, kemudahan dalam menemukan bahan baku atau produk. Jarak pemindahan bahan baku atau produk yang kecil dan kemudahan dalam menemukan bahan baku atau produk akan memperkecilkan waktu dan tentu akan memperkecil bahan baku.

PT. Krakatau Steel adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan produk baja di indonesia. Pengolahan bahan baku yang tepat tentu menjadi prioritas utama pada setiap divisi yang ada pada PT. Krakatau Steel, termasuk pada divisi Billet Steel Plant (BSP). Pabrik ini memiliki masalah dalam proses pengaturan bahan baku, dimana terdapat perbedaan antara proses actual charging dan data proses target charging yang menyebabkan perbedaan antara yield yang dihasilkan. Charging merupakan proses pengisian bahan baku ke dalam dapur pada proses Billet Arc Furnace. Salah satu penyebab perbedaan adalah tidak adanya pengaturan penyusunan bahan baku dalam gudang penyimpanan, sehingga menimbulkan indikasi bahwa bahan baku yang paling banyak dimasukkan adalah bahan baku yang memilki letak paling dekat dan mudah dicari sehingga hal ini membuat perbedaan dengan target charging yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini tentu dapat menimbulkan kerugian seperti tidak tercapainya kualitas yang diinginkan dan akan mengurangi keuntungan perusahaan dan akan meningkatkan biaya produksi.

Akibat yang ditimbulkan diatas, maka perusahaan perlu melakukan suatu penelitian ulang untuk mengidentifikasi masalah dalam tata letak digudang, sehingga memperoleh penyusunan perencanan letak yang tepat untuk masing - masing bahan baku. Jika gudang dibuat sesuai dengan kebutuhan maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih baik dan karyawan yang bekerja akan lebih nyaman dalam melakasanakan pekerjaan.

3.1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perumusan masalahnya adalah apakah terdapat perbedaan antara actual charging dengan target charging, apakah terdapat perbedaan antara yield aktual dan yield teoritis dan bagaimana perencanaan letak bahan baku pada area penyimpanan untuk menghindari terjadinya perbedaan antara actual charging dengan target charging.

33

3.1.3

Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di perusahaan bertujuan untuk mengetahui penyebab perbedaan antara actual charging dengan target charging dengan mengatur perencanaan letak bahan baku pada area penyimpan. Secara lebih jelasnya tujuan penelitian Kerja Praktek ini antara lain: 1. Membandingkan dan menganalisis perbedaan bahan baku yang digunakan pada proses actual charging dengan target charging direncanakan. 2. Membandingkan dan menganalisis perbedaan yield aktual dan yield teoritis 3. Mengatur tata letak perencanaan bahan baku pada area penyimpanan. yang telah

3.1.4 Batasan Masalah Batasan masalah pada pembuatan laporan Usulan Perbaikan Tata Letak Gudang Bahan Baku Berdasarkan Analisis Perbedaan Actual Charging Dan Target Charging adalah untuk menghindari perbedaan antara actual charging dengan target charging adalah: 1. Pengamatan dilakukan pada divisi Billet arc Furnace (EAF) pada pabrik Billet Steel Plant di PT.Krakatau Steel. 2. Pengamatan dilakukan untuk enam jenis grade yaitu KS 1006 EI, KS1008, KS 1015, KS 1012, KS 1082 BA, dan KS 1067 B. 3. Data yang digunakan adalah data actual charging dan target charging 1 Desember 2013 31 Desember 2013 pada dapur 1,2 dan 4.. 4. Data yield yang dipakai hanya data yield yang berasal dari data sampling untuk masing masing grade. 5. Analisa tata letak hanya untuk menata tata letak bahan baku scrap pada area penyimpanan. 6. Penelitian mempertimbangkan luas gudang yang ada di PT.Krakatau Steel. 7. Penelitian mempertimbangkan material handling yang digunakan.

34

8. Metode yang digunakan untuk menganalisis tata letak penyimpanan adalah metode share stored.

3.1.5. Asumsi Asumsi yang digunakan pada pembuatan laporan Usulan Perbaikan Tata Letak Gudang Bahan Baku Berdasarkan Analisis Perbedaan Actual Charging Dan Target Charging adalah 1. Letak bahan baku spons tidak dapat diubah karena menggunakan konveyor. 2. Material yang digunakan adalah crane, sehinngga ukuran gang untuk material handling dapat diabaikan. 3. Lebar pintu masuk tidak dapat diubah, sehingga tidak ada perhitungan gang terhadap ukuran truck. 4. Luas gudang tidak terjadi perluasan luas gudang.

3.2

Landasan Teori

Landasan teori pada penyelesaian kasus terdiri dari penjelasan mengenai charging, bahan baku, tata letak pabrik, gudang, fungsi gudang, tipe tipe gudang, metode perencanaan pabrik.

3.2.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan pada pembuatan billet Divisi Pabrik Billet Baja PT. Krakatau Steel terbagi dalam beberapa bagian sesuai dengan proses pembuatan yang ada dan proses-proses tersebut meliputi proses peleburan, proses ladle furnace, dan proses pengecoran.

35

3.2.1.1.Peralatan Pada Proses Peleburan

Proses peleburan terjadi di dalam dapur busur listrik atau disebut Electric Arc Furnace (EAF). EAF merupakan peralatan utama untuk meleburkan sponge dan scrap sebagai bahan baku baja, temperatur yang digunakan mencapai 1620 0C sampai 1700 0C. Dengan temperatur yang tinggi tersebut, maka diperlukan suatu peralatan yang dapat bekerja dan bertahan pada temperatur tersebut, agar peralatan yang digunakan tidak ikut melebur.

Adapun peralatan yang digunakan pada proses peleburan adalah sebagai berikut: 1. Electroda Grafit Elektroda merupakan pembangkit panas utama busur listrik yang menghasilkan panas dari loncatan bunga api listrik, dimana dihubungkan dengan sebuah transformator berkapasitas 30 MVA untuk dapur satu dan dua serta 60 MVA untuk dapur tiga dan empat, elektroda tersebut terbuat dari grafit dan konsep kerja dari elektroda ini adalah seperti pada pengelasan listrik yang biasa digunakan dalam bengkel automotif. 2. Dapur (EAF) Merupakan tempat peleburan bahan baku baja (sponge iron, scrap, dan kapur bakar sebagai bahan aditif). Berbentuk silinder yang melengkung bagian bawahnya, terbuat dari plat baja yang dilapisi refractory (bata tahan api) dan Water Cooling Panel ( WTP ). 3. Ladle Merupakan tempat menampung baja cair dari dapur (EAF). Pada bagian dasar ladle juga dilengkapi dengan dua buah lubang. Pertama sebagai tempat mengalirnya gas argon atau nitrogen untuk proses bubling (purging cone) dan kedua untuk mengalirnya baja cair pada saat pengecoran atau continuous casting. 4. Bucket Sebagai tempat ditampungnya bahan baku pembuatan baja sebelum dilebur ke dalam dapur. Terdapat beberapa jenis bucket yaitu bucket sponge iron dan bucket scrap.

36

5. Belt Conveyor Merupakan suatu alat angkut yang tersusun dari belt atau sabuk karet yang digerakkan oleh motor induksi. Motor induksi yang digunakan

menggunakan daya sebesar 4 kW dengan kapasitas 40 ton/jam menuju ke 4 buah dapur listrik (EAF).

3.2.1.2.Peralatan Pada Proses Ladle Furnace

Peralatan Ladle Furnace (LF) tidak banyak berbeda dengan peralatan pada proses peleburan (EAF). Adapun peralatan yang digunakan pada proses ladle furnace sebagai berikut: 1. Ladle Pada LF, ladle disini lebih mirip seperti gelas yang merupakan suatu tempat untuk menampung baja cair yang dihasilkan oleh dapur busur listrik (EAF). Bentuk ladle furnace adalah silinder yang terbuat dari plat baja yang bagian dalamnya dilapisi oleh batu refractory. Pada bagian dasar ladle dilengkapi dengan sebuah nozzle yang berfungsi sebagai jalan keluarnya baja cair saat dilakukan proses pengecoran di dalam Continuous Casting Machine. Selain itu, pada bagian bawah ladle juga terdapat lubang yang digunakan untuk mengalirkan gas Argon atau Nitrogen saat proses pengadukan (bubbling) dalam mempercepat pencampuran komposisi baja cair. Kapasitas ladle adalah 65 ton baja cair. 2. Electrode grafit Dalam proses LF ini juga digunakan electrode sebagai pembangkit panasnya. Bentuk dan fungsinya tidak banyak berbeda dengan electrode yang digunakan pada proses peleburan, hanya saja spesifikasinya sedikit berbeda. 3. Turret Merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menyangga dan menjepit ladle. Ladle turret memiliki 2 stand ( pemegang ladle ), yang posisinya berlawanan dan bisa berputar 180o.

37

3.2.1.3. Peralatan Pada Proses Continous Casting (Pengecoran)

Proses pengecoran berlangsung dalam suatu peralatan yang dinamakan continuous casting machine (CCM). Adapun peralatan yang digunakan pada proses pengecoran ini adalah sebagai berikut ini : 1. Ladle Merupakan ladle yang berasal dari proses LF sebagai tempat baja cair. Disini nozzle ladle akan dibuka begitu posisi ladle tepat diatas tundish. Ladle diberi tutup untuk menjaga temperatur baja cair. Ladle ini dipindahkan dari LF dengan menggunakan ladle crane dan ditempatkan di turret. 2. Turret Merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menyangga ladle. Kapasitas dari turret dapat menyangga 2 buah ladle. Selain itu turret berfungsi untuk menjaga posisi ladle agar tetap berada diatas tundish. 3. Tundish Tundish merupakan wadah penampungan sementara baja cair sebelum masuk ke cetakan (mould). Fungsi dari tundish adalah memberikan kesempatan pada slag dalam baja cair agar terangkat dan mendistribusikan baja cair menjadi beberapa strand (jalur) melalui nozzle dibawahnya. Tundish mempunyai kapasitas 10 ton dan terbuat dari baja yang bagian dalamnya dilapisi refractory. Pada bagian bawahnya terdapat 4 buah nozzle dengan diameter lubang 13.5 mm. 4. Mould Mould dapat dikatakan sebagai pencetak baja cair dari tundish menjadi billet sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Biasanya terbuat dari tembaga yang dilapisi NiCr (nikel chrom) sebagai lapisan bahan gesek (anti friction) bagian luar dilingkupi mould jacket yang merupakan tempat aliran fluida pendingin. Pada umumnya, mould berbentuk konus antara 0,4 - 0,9% terhadap penampang atas. Hal ini disesuaikan dengan sifat baja cair yang makin rendah temperaturnya makin berkurang volumenya. Mould ini juga berfungsi pengubah arah aliran baja cair pertama dari arah vertical ke horizontal. Secara umum terdiri dari 3 bagian yaitu:

38

a. Mould Tube Saluran yang terbuat dari tembaga sebagai tempat mengalirnya baja cair dengan bentuk penampang segi empat dan memiliki luas tertentu. Saluran ini juga berfungsi untuk membentuk baja cair menjadi billet. b. Mould Jacket Merupakan lapisan penutup mould tube yang juga berfungsi sebagai pendingin karena berisi air pendingin agar mould tube tidak rusak. c. Mould Housing Sebagai rumah atau kerangka dari semua bagian mould. 5. Strand guide Suatu alat yang terdiri dari rol-rol sebagai pengarah billet yang keluar dari mould yang awalnya vertikal menjadi horizontal, dilengkapi dengan pipapipa air pendingin yang dibagi menjadi dua zona yang masing-masing terdiri dari : 1. Zona I disebut primary cooling. 2. Zona IIa dan IIb disebut secondary cooling 6. Cooling chamber Alat pendingin yang terdapat pada strand guide yang terdiri dari pipa-pipa saluran air pendingin, pendinginan ini berupa semprotan air dari nozzlenozle yang berada disepanjang stran guide yang berada dalam cooling chamber. Diharapkan setelah keluar dari cooling chamber, baja sudah beku seluruhnya dan siap untuk diluruskan. 7. Dummy bar Merupakan alat yang berbentuk batang untuk mengikat dan menarik billet yang terbentuk pertama kali pada awal proses pengecoran. Dipasang dalam cetakan pada bagian bawah mould untuk menahan logam cair yang masuk ke mould hingga membeku kemudian menariknya keluar melewati strand guide. 8. Withdrawl unit Withdrawal/penarik berfungsi untuk menarik dummy bar guna

dimasukkan ke dalam mould pada saat operasi pertama,dan menarik billet yang keluar dari mould melalui strand guide menggunakan motor DC yang memiliki daya sebesar 0,3 - 3,3 kW.

39

9. Straightener unit Straightener/pelurus berfungsi untuk meluruskan billet atau bertahap dan menjaga ferrostatic selama proses dalam posisi horizontal dengan menggunakan motor DC pelurus. 10. Pinch rool Alat yang digunakan untuk menarik dummy bar agar dapat naik ke dalam strand guide dan masuk ke dalam mould pada awal persiapan casting. 11. Oxygen Cutting Berfungsi sebagai alat potong billet yang menggunakan kombinasi antara gas alam dan oksigen dengan komposisi tertentu. Untuk oksigen tekanannya antara 14 20 bar, sedangkan gas alam tekanannya antara 2 6 bar. 12. Roller Table dan Cooling bed Roller table berfungsi untuk membawa billet yang keluar dari mesin potong (oxygen cutting). Pada area roller table ini billet juga mengalami pendinginan dengan semprotan air menuju cooling bed yang merupakan tempat untuk mendinginkan billet yang sudah terbentuk dengan bantuan udara lingkungan dan air.

3.2.1.4. Peralatan Pendukung Proses Pembuatan Billet Baja

Selain peralatan-peralatan yang telah disebutkan di atas, ada peralatan pendukung yang digunakan dalam proses pembuatan billet baja ini, diantaranya : 1. Crane Merupakan pesawat angkut yang digunakan pada pabrik billet baja. Crane digunakan untuk mengangkat ladle, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan billet baja dan pengangkatan billet pada area finishing billet. 2. Alat Berat Disini ada beberapa bentuk sesuai dengan fungsinya masing-masing, diantaranya : a. Alat yang digunakan pada proses skimming yang berfungsi untuk membersihkan slag yang terdapat di atas baja cair setelah proses pouring. 40

b. Alat yang digunakan untuk membongkar refractory yang ada pada ladle. c. Alat yang digunakan untuk memindahkan ladle. d. Alat yang digunakan untuk mengangkut slag. 3. Refractory Merupakan bata tahan panas, tahan terhadap beban berat, dan tahan terhadap reaksi kimia yang digunakan untuk melapisi ladle dan dapur. Bata tersebut dibuat dari bahan magnesia carbon.

3.2.2. Bahan Baku Pembuatan Billet

Pembuatan billet di Divisi Pabrik Billet Baja PT Krakatau Steel digunakan bahan baku maupun paduan-paduan tertentu demi memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Adapun beberapa bahan dan paduan dasar yang digunakan dalam pembuatan billet di Divisi Pabrik Billet Baja PT. Krakatau Steel adalah sebagai berikut : 1. Besi Spons (Sponge Iron) Besi Spons merupakan salah satu bahan baku utama dalam pembuatan billet dimana besi spons ini dihasilkan dari proses Dirrect Reduction dan juga biasa disebut Dirrect Reduction Iron (DRI). Besi spons ini dihasilkan atau dibuat oleh Pabrik Besi Spons (Dirrect reduction plant) (Hojalata Y Lamina) I maupun III PT. Krakatau Steel. 2. Besi Tua (Scrap) Besi tua (Scrap) juga merupakan bahan utama pembuatan besi billet sebagai sumber unsur besi yang cukup besar dari limbah besi bekas rumah tangga maupun industri. Scrap ini diperoleh dari pemasok besi tua, dan dikelompokkan antara besi tua yang kaya unsur besinya dan yang miskin unsur besinya sebelum dicampur kedalam dapur (furnace). Scrap dikelompokkan berdasarkan kaya unsurnya sebagai berikut : a. Home Scrap adalah scrap yang berasal dari sisa pemotongan b.Lokal Scrap adalah scrap yang berasal dari dalam negri. Lokal scrap terdiri dari lokal curah dan lokal non curah. c. Import Scrap adalah scrap yang berasal dari luar negri. HYL

41

d.Scrap Recovery adalah scrap yang berasal dari proses pembersihan Slag. Scrap Recorvery terbagi menjadi empat jenis berdasarkan ukuran yaitu : a) Tipe A berukuran 100 x 50 cm b) Tipe C berukuran 50 x 50 cm c) Tipe D berukuran 35 x 35 cm d) Tipe E berukuran kecil dari 35 x 35 cm 3. Kapur Bakar (Lime Stone) Kapur bakar merupakan unsur yang sengaja ditambahkan pada proses peleburan di dalam dapur. Tujuan penambahan unsur kapur bakar disini adalah sebagai pengatur basisitas baja cair ( CaO/SiO2 : 1.8 2.2 ) selain pembentuk terak (Slag) yang mengikat unsur-unsur pengotor yang tidak diharapkan seperti phosphor dan sulphur. Slag ini kemudian akan terangkat keatas dan keluar terbuang melalui pintu slag ( pintu kerja ) pada electric arc furnace (EAF). 4. Unsur-unsur paduan Unsur-unsur paduan biasanya ditambahkan pada proses sekunder (Ladle Furnace). Unsur paduan tersebut diantaranya adalah alumunium yang berfungsi sebagai pengikat oksigen supaya pada saat proses pengadukan logam cair, oksigen-oksigen yang ada di dalam logam cair bisa bereaksi dengan alumina sehingga tidak ada oksigen yang terperangkap dalam logam cair karena dapat menimbulkan cacat. Unsur-unsur lainnya yang ditambahkan diantaranya ferro alloys (SiMn, FeMn, FeSi, FeV, FeCr, dan FeMg), CaO, CaC2 dan Al (Sebagai slag synthesis pada proses LF).

3.2.3. Proses Pembuatan Billet Baja

Secara umum proses pembuatan billet baja terbagi menjadi 4 tahapan utama yaitu pemasukan bahan baku (charging), proses peleburan (melting), proses ladle furnace dan proses pengecoran (casting). Secara lengkap proses-proses tersebut adalah sebagai berikut :

42

Gambar 3.1 Alur proses pembuatan billet baja

3.2.3.1.Proses Pemasukan Bahan Baku (Charging)

Charging adalah proses pemasukan bahan baku pembuat baja yang telah ditempatkan (dalam bucket) ke dalam dapur listrik (EAF). Bahan baku utama pembuat billet terdiri dari scrap (besi tua), Besi spons (DRI) dan paduan lainnya serta kapur bakar (CaO) yang berfungsi untuk mengatur basisitas baja cair (CaO/SiO2 = 1.8 2.2) pembentukan slag (terak), mengikat unsur unsur yang tidak berguna, misalnya phospor (P) dan sulfur (S).

Dalam setiap heat (proses) jumlah Ton Charge Total (TCT) nya adalah sekitar 72 ton, untuk mencapai kapasitas 65 ton baja cair didapur EAF yang ada. Komposisi bahan baku utamanya adalah scrap sebesar 60% dan besi spons (DRI) sebesar 40%. Sistem pemasukan bahan baku ke dalam dapur busur listrik ada dua macam yaitu Charge Conventional Feeding System dan Charge Continous Feeding System. 1. Charge Conventional Feeding System Charge (pengisian) yang dilakukan pertama kali secara bergantian sesuai jumlah bucket bahan baku yang akan di charge kedalam dapur. Misalkan dalam proses pemasukan bahan baku dengan kapasitas dapur 72 Ton, dengan pemakaian kapur bakar 2 5 ton , total charge pertama adalah 52 ton, sehingga kekurangannya adalah 20 ton. 20 ton inilah yang nantinya akan ditambahkan ke dalam dapur melalui Continous Feeding Charge setelah muatan di dalam dapur lebur 75 %.

43

2. Charge Continous Feeding System Merupakan penambahan bahan baku secara terus menerus dengan menggunakan belt conveyor, yang dimasukkan adalah berupa besi spons dan kapur bakar. Besi spons yang ditambahkan ke dapur melalui conveyor mempunyai kecepatan antara 10 50 ton perjam, sedangkan kecepatan penambahan batu kapur ke dalam dapur adalah 2 ton per jam.

3.2.3.2.Proses Peleburan (Melting)

Proses peleburan adalah proses mencairkan logam dari bahan baku padat dengan menggunakan elektroda tiga phasa yang dilakukan dalam dapur busur listrik (EAF). Peleburan didalam dapur EAF (electric arc furnace), terdiri dari berbagai proses berikut ini : 1. Preparing Preparing merupakan proses persiapan untuk mengatur komposisi bahan baku utama yaitu scrap (besi bekas) dengan CaO. 2. Penetration. Merupakan proses masuknya elektroda pada muatan scrap dan sponge di dalam furnace. Penetrasi dilakukan dengan menggunakan tiga buah elektroda dan arus listrik sebesar 19 MW. 3. Melting Merupakan proses peleburan kelanjutan dari proses penetrasi untuk mendapatkan sistem peleburan dari bawah ke atas dalam dapur oleh busur listrik (arc) yang akan digunakan sebagai pelebur bahan baku baja hingga menjadi cair dengan suhu sekitar 1530 oC 1550 oC. 4. Refining Merupakan pemurnian logam cair dalam dapur dengan mengendalikan kandungan unsur Carbon dan unsur yang tidak diharapkan seperti phosphor (P) dan sulphur (S). Kandungan phospor dan sulfur yang diperbolehkan dalam baja cair sekitar 0,04 % - 0,05%. Refining mulai dilakukan pada temperatur 1600C dengan daya listrik yang digunakan 38 40 MW. Refining dilakukan yaitu dengan proses injeksi grafit atau injeksi oksigen. 44 dan campuran biji besi (sponge)

5. Pouring

Gambar 3.2 Proses Pouring Merupakan proses penuangan baja cair ke dalam ladle. Pada saat pouring harus diperhatikan beberapa hal yaitu : a. Posisi elektroda harus naik (half dept), power trafo harus dimatikan b. Tebal slag yang melapisi baja cair sesudah tertampung di dalam ladle sekitar 4 6 inchi, tujuannya untuk menjaga temperatur baja konstan. c. Pengisian ladle tidak boleh terlalu penuh, sehingga baja cair dan slag tidak tumpah (dapat merusak ladle) d. Penuangan dilakukan secara perlahan lahan hingga kemiringan 42. Penuangan jangan terlalu lambat / pelan, tujuannya untuk menghindari baja cair bereaksi dengan udara. Rata rata temperatur penuangannya 1620C e. Penyiapan ladle dengan preheating (pemanasan awal) ladle agar saat baja cair dituang ke ladle tidak mengalami drop temperatur f. Pengambilan sample komposisi baja cair agar diketahui sebelum dituang ke dalam ladle g. Pembersihan lubang taping agar saat baja cair di pouring dapat mengalir lancar. h. Setelah dilakukan pouring, usahakan slag dan sisa baja cair harus dibuang supaya bottom dapur busur listrik bersih dan untuk menghindarakan terjadinya kerusakan. 6. Skimming Merupakan proses pembersihan kotoran baja cair (slag) di dalam ladle dengan cara memiringkan ladle pada kemiringan sekitar 20oC kemudian

45

mengeruk slag yang ada di permukaan baja cair dengan menggunakan alat berat (charging machine).

3.2.3.3.Proses Ladle Furnace (LF)

Proses Ladle Furnace berfungsi dalam homogenisasi temperatur dan komposisi baja cair. Ladle furnace merupakan tempat yang sangat vital dalam proses pembentukan billet. Hal ini dikarenakan di dalam ladle furnace ada beberapa proses yang dilakukan terhadap baja cair yang berasal dari EAF sebelum masuk continuous casting machine. Proses tersebut antara lain : 1. Reheating Proses pemanasan kembali untuk menjaga agar suhu tetap stabil pada suhu 1620oC, proses ini dilakukan dengan menggunakan tiga buah elekroda dengan kapasitas trafo 15 MVA. 2. Homogenisasi Komposisi dan Temperatur Proses ini dilakukan dengan cara menambahkan material ferro alloys sesuai dengan komposisi yang diinginkan. Penambahan ferro alloys itu dilakukan dengan cara membuka kotak penampung (bunker) yang berisi masing-masing material ferro alloys yang dibutuhkan, adapun jumlahnya ada 8 bucket. Jenis-jenis material ferro alloys yang ditambahkan diantaranya SiMn, FeMn, FeSi, FeV, FeCr, dan FeMg. 3. Syntetis Slag Dalam proses ini dilakukan penambahan CaO, CaC2 dan Al mix agar baja bersifat basa. Hal ini dilakukan agar baja cair tidak merusak refractory. 4. Bubling Bubbling (pengadukan) pada baja cair dilakukan dengan cara

menyemprotkan gas Argon (Ar) atau Nitrogen (N) yang berasal dari purging cone di bawah ladle. Penggunaan gas mulia ini dilakukan karena gas terebut bersifat sukar bereaksi dengan senyawa kimia lainnya. Selain itu proses ini dilakukan untuk mempercepat homogenisasi komposisi serta temperatur baja cair.

46

Gambar 3.3 Ladle furnace

3.2.3.4.Proses Pengecoran (Casting)

Proses pengecoran merupakan proses terakhir yang menentukan produksi billet, pada proses inilah logam cair akan dibentuk billet dengan proses yang disebut Continous Casting.

Gambar 3.4 Proses Continous Casting Proses ini dilakukan setelah proses di dalam ladle furnace selesai, dimana kondisi baja cair sudah homogen, ladle tersebut dipindahkan dengan ladle crane menuju turret dan ditutup agar suhu baja cair tidak berubah, kemudian ladle turret diputar menuju mesin pengecoran kontinu (continuous casting machine).

47

Berada tepat di atas tundish, nozzle di bagian bawah ladle dibuka (melalui kaseet), baja cair akan mengalir ke bawah kedalam tundish. Bila level baja cair di dalam tundish telah mencapai standard, maka nozzle tundish dibuka, baja cair akan mengalir terbagi menjadi 4 bagian dan dialirkan ke dalam 4 buah mould. Baja cair yang keluar dari tundish memiliki suhu sekitar 1000oC.

Di dalam mould, baja cair mengalami pencetakan atau pembentukan menjadi billet yang disertai dengan pendinginan mula. Billet yang terbentuk akan ditarik keluar menggunakan dummy bar, yang kemudian akan mengarahkan billet yang sudah terbentuk masuk ke strand guide. Suhu baja cair pada saat keluar dari mould sekitar 9000C.

Strand guide akan melengkungkan billet sesuai standard dan terjadi penurunan suhu menjadi 7000C, setelah itu billet akan masuk ke withdrawl unit berupa motor DC yang berfungsi menarik billet dari strand guide. Lalu masuk ke straightener unit berupa motor DC yang berfungsi untuk meluruskan billet. Billet yang keluar dari straightener unit akan berjalan terus melalui alat pemotong (oxycutting), billet akan otomatis terpotong setelah panjang billet sesuai dengan yang diharapkan. Oxy-cutting (Oxygen cutting) ini dikendalikan oleh operator didalam ruang operator. Untuk pemotongan dengan oxy-cutting maka temperature billet harus berkisar antara 500-6000C, jika temperatur billet kurang dari itu, maka pemotongan dilakukan dengan cara manual yaitu dengan mesin potong/blander. Jika suhu lebih dari 6000C maka baja cair yang masih terdapat di tengah-tengah billet yang belum memadat akan tersebar keluar.

Setelah melalui oxy-cutting, billet akan bergerak menuju ke cooling bed, dengan bantuan pinch rol. Di cooling bed ini baja mengalami pendinginan normal dengan udara bebas kemudian billet akan ditempatkan/dipindahkan ke tempat penyimpanan sementara (billet yard) dengan magnetic crane. Sebelum akhirnya didistribusikan pada pabrik pengerolan.

48

Gambar 3.5 Proses Casting Billet

Gambar 3.6 Billet Baja

3.2.4 Performance Yield

Yield adalah suatu ukuran dari hasil produksi yang dikeluarkan (output) dibandingkan dengan jumlah material bahan baku yang digunakan (input). Input pada pabrik Billet Steel Plant disebut dengan Ton Charge Total (TCT) yang merupakan tonase total dari bahan baku peleburan, sedangkan output disebut dengan Ton Liquid Steel (TLS) yang merupakan baja cair hasil peleburan bahan baku.

3.2.5 Tata Letak Pabrik

Perancangan tata letak didefinisikan sebagai perancangan tata letak pabrik sebagai perencanaan dan integrasi aliran komponen-komponen suatu produk untuk 49

mendapatkan interelasi yang paling efektif dan efisien antar operator, peralatan, dan proses transformasi material dari bagian penerimaan sampai ke bagian pengiriman produk ( James M. Apple, Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, diterjemahkan oleh Nurhayati Mardiono, ITB, Bandung, 1990).

Perencanaan tata letak fasilitas produksi merupakan suatu persoalan yang penting, karena pabrik atau industri akan beroperasi dalam jangka waktu yang lama, maka kesalahan di dalam analisis dan perencanaan layout akan menyebabkan kegiatan produksi berlangsung tidak efektif dan tidak efisien. Perencanaan tata letak merupakan salah satu tahap perencanaan fasilitas yang bertujuan untuk mengembangkan suatu sistem produksi yang efektif dan efisien sehingga tercapai suatu proses produksi dengan biaya yang paling ekonomis. elemenelemen cost perencanaan tata letak pabrik yaitu conctruction cost, installation cost, material handling cost, production cost, safety cost, in-process storage cost. Disamping itu, perencanaan yang teliti dari layout fasilitas akan memberikan kemudahankemudahan saat diperlukannya ekspansi pabrik atau kebutuhan supervisi.

3.2.6 Gudang

Menurut David E Mulcahy, (Warehouse and Distribution Operation Handbook International Edition, Mc Graw Hill, New York, 1994) gudang adalah suatu fungsi penyimpanan berbagai macam jenis produk yang memiliki unit penyimpanan dalam jumlah yang besar maupun yang kecil dalam jangka waktu saat produk dihasilkan oleh pabrik (penjual) dan saat produk dibutuhkan oleh pelanggan atau stasiun kerja dalam fasilitas produksi. Gudang sebagai tempat yang dibebani tugas untuk menyimpan barang yang akan dipergunakan dalam produksi, sampai barang tersebut diminta sesuai dengan jadwal produksi.

Gudang atau strorage pada umumnya akan memiliki fungsi yang cukup penting didalam menjaga kelancaran operasi produksi suatu pabrik. Disini ada tiga tujuan utama dari departemen ini yang berkaitan dengan pengadaan barang (Wignjosoebroto,2003),yaitu sebagai berikut:

50

1. Pengawasan, yaitu dengan sistem administrasi yang terjaga dengan baik untuk mengontrol keluar masuknya material. Tugas ini juga menyangkut keamanan dari material, yaitu jangan sampai hilang. 2. Pemilihan, yaitu aktifitas pemeliharaan agar material yang disimpan di dalam gudang tidak cepat rusak dalam penyimpanan. 3. Penimbunan/penyimpanan, yaitu agar sewaktu-waktu diperlukan maka material yang dibutuhkan akan tetap tersedia sebelum dan selama proses berlangsung. 4. Perencanaan tata letak mesin dan departemen dalam pabrik.

3.2.7 Fungsi Gudang

Menurut Purnomo Hari (2004), sebagian orang beragapan pergudangan hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan barang, padahal banyak aktivitas yang ada pada pergudangan bukan hanya sekadar menaruh material ke dalam dan mengeluarkan dari dalam gudang tersebut. Pergudangan dapat di bedakan menjadi tiga fungsi dasar, yaitu: 1. Movement (perpindahan) material yang terdiri dari: a. Receiving (penerimaan). b. Transfer (perpindahan). c. Order selection (melakukan penyeleksian barang). d. Shipping (pengiriman). 2. Storage (penyimpanan) a. Temporare (sementara). b. Semi-permanen. c. Trasfer informasi.

Menurut aliran kerja dari pergudangan, fungsi pergudangan merupakan adalah rangkaian dari aktivitas-aktivitas berikut ini: 1. Receiving, yaitu melakukan penerimaan barang dari pemasok. 2. Prepackaging.yaitu Setiap barang yang diterima setelah dilakukan administarasi (pencatatan material masuk) selanjutnya dilakukan 51

pengepakan. Pengepakan dapat dilakukan satu per satu dari suatu komponen, bisa saja di kombinasikan dengan komponen yang lainya. 3. Put-away yaitu Material yang sudah dilakukan pengepakan (kemasan) ditempatkan pada tempat penyimpanan sebelum dilakukan proses selanjutnya. 4. Storage atau gudang, merupakan proses penahanan barang sambil menunggu permintaan. Bentuk gudang tergantung ukuran dan kuantitas item didalam persediaan dan karakter dari proses pemindahan atau penangaan produk. 5. Order packing, merupakan proses pemindahan atau pengambilan komponen dari tempat penyimpanan (misal dari pallet rak), memilih dan mengetahui sejauh mana barang sesuai dengan permintaan. 6. Pengepakan dan pemberian harga. Proses ini dilakukan setelah pemungutan atau pengambilan barang dari tempat penyimpanan. Sama halnya dengan aktivitas prepacking, item-item barang baik secara individu maupun kombinasi dari berbagai item barang dilakukan pengepakan. Kemudian dilakukan penetapan harga barang. 7. Sortation, merupakan proses penyortiran barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi pesanan. 8. Proses pemuatan dan pengiriman. Sebelum dilakukan pengepakan dan pengiriman ke pelanggan, maka terlebih dahulu dilakukan pengecekan barang yang akan dilempar ke pasar. Kemudian di pak kedalam kontainer yang sesuai, meneliti dokumen-dokumen pengiriman termasuk packing list, pelabelan alamat Dan bill of loading. Tugas ini adalah menimbang berat untuk menentukan biaya pengiriman, dan memuatnya ke dalam alat angkut.

3.2.8 Tipe Tipe Gudang

Menurut Purnomo Hari (2004), gudang terdiri dari beberapa tipe yaitu: 1. Gudang Pabrik Gudang pabrik adalah gudang yang mempertemukan produksi dengan wowsaler. Gudang ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 52

a. Termasuk dalam jumlah pesanan yang kecil yang dipilih dalam basis harian. b. Untuk gudang pabrik, informasi lanjutan untuk komposisi pesanan sangat dibutuhkan. c. Fokus pada biaya dan akurasi pesanan sangat tinggi. d. Respon sangat tergantung pada jadwal produksi. 2. Gudang Distribusi Eceran Gudang distribusi eceran adalah melayani sejumlah unit eceran yang ditahan. Ciri- cirri utama utama gudang distribusi eceran adalah sebagai berikut: a. Membutuhkan info lanjutan tentang komposisi pesanan. b. Pemilihan karton dan item dilakukan dari area depan. c. Lebih banyak pesanan per shift daripada jalur gabungan atau pengiriman. d. Berfokus pada biaya akurasi dan nilai pengepakan. e. Respon lebih bergantung pada jadwal perjalanan truk. f. Poin krisis akan ada jika unit-unit eceran tidak untuk ditahan, maka respon yang ada menjadi persoalan yang penting sekali. 3. Gudang Katalog Eceran Gudang katalog eceran adalah tipe gudang yang berkaitan dengan

pengisian pesanan dari katalog penjualan. Ciri-ciri umumnya adalah sebagai berikut: a. Pesanan kecil dalam jumlah besar, sering kali pesanan jalur tunggal dipilih. b. Dalam bentuk item dan kadang dalam bentuk karton. c. Tidak mengenal pesanan dalam komposisi harian. d. Hanya tersedia informasi statistik. e. Menekankan pada biaya dan respon waktu. 4. Gudang Pendukung Informasi Manufaktur Gudang pendukung informasi manufaktur adalah gudang ini melayani tujuan dari ruang stock yang menyediakan bahan baku dan barang work in process ke operasi manufaktur. Ciri-ciri utama gudang ini adalah: a. Berisi banyak pesanan kecil. b. Hanya tersedia informasi statistik tetang pesanan. 53

c. Kebutuhan waktu yang keras untuk respon waktu. d. Berfokus pada respon waktu tapi juga pada akurasi dan biaya.

3.2.9

Analisis Hubungan Aktivitas

Perancangan tata letak analisis hubungan aktivitas diperlukan untuk menentukan derajat kedekatan hubungan antar departemen dipandang dari dua aspek yaitu kualitatif dan kuantitatif. Untuk aspek kualitatif akan lebih dominan dalam menganalisis derajat hubungan aktivitas dan biasanya ditunjukkan oleh Activty Relantioship Chart (ARC) sedangkan untuk aspek kuantitatif lebih dominan pada analisis aliran material.

Untuk membantu menentukan aktivitas yang harus diletakkan pada suatu departemen, telah ditetapkan suatu pengelompokan derajat hubungan, yang diikuti dengan tanda bagi setiap derajat tersebut. Menurut Richard Muther berbagai hubungan tersebut antara lain: A = Mutlak perlu aktivitas-aktivitas tersebut didekatkan (berhampiran satu sama lain). E = Sangat penting aktivitas-aktivitas tersebut berdekatan. I = Penting bahwa aktivitas- aktivitas berdekatan. O = Biasanya (kedekatannya), dimana saja tidak ada masalah. U = Tidak perlu adanya keterkaitan geografis apapun. X = Tidak diinginkan aktivitas-aktivitas tersebut berdekatan

54

Gambar 3.7 Diagram Hubungan Aktifitas

3.2.10 Diagram Hubungan Aktivitas (Activity Relationship Diagram)

Diagram hubungan aktivitas untuk mengkombinasikan antara derajat hubungan aktivitas dan aliran material. Pada ARD derajat kedekatan antar fasilitas dinyatakan dengan kode huruf dan garis yang mana arti dari lambang tersebut dapat dijelaskan pada tebel berikut: Tabel 3.1 Keterangan Arti Lambang Derajat Kedekatan

Tiap kode huruf tersebut kemudian disertakan kode alasan yang menjadi dasar penentuan penulis menentukan derajat kedekatan, misalnya seperti: 1. Kebisingan, debu, getaran, bau dan lain-lain. 2.Penggunaan mesin atau peralatan, data informasi, material handling equipment secara bersama-sama.

55

3.Kemudahan aktivitas supervisi. 4.Kerjasama yang erat kaitannya dan operator masing-masing departemen yang ada.

3.2.11 Diagram Hubungan Ruangan

Pada tahap ini dilakukan proses evaluasi luas area yang dibutuhkan untuk semua aktivitas perusahaan dan area yang tersedia. Rancangan tata letak fasilitas kerja, idealnya dibuat terlebih dahulu, sedangkan bangunan pabrik didirikan sesuai rancangan tata letak fasilitas yang telah dibuat.namun dalam beberapa kasus, seiring terjadi proses tata letak pabrik dilakukan setelah bangunan pabrik berdiri. Hal ini bisa terjadi pada proyek perancangan tata letak ulang ,disebabkan karena dana yang terbatas untuk pendirian pabrik baru, terbentur masalah waktu. Diagram hubungan ruangan dapat dilakukan setelah dilakukan analisis terhadap luasan yang dibutuhkan dan dikombinasikan dengan ARD.

3.2.12 Metode Perencanaan Gudang

Heragu (2008) menjelaskan ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyimpan barang di gudang. Metode tersebut antara lain: 1. Metode Dedicated Storage Metode ini setiap produk ditempatkan pada suatu lokasi penyimpanan yang tetap. Jika suatu produk akan disimpan atau diambil, maka dapat dengan mudah tempatnya diketahui. Kekurangan dari metode ini adalah utilisasi ruang yang rendah, dikarenakan tempat yang disediakan untuk setiap produk tidak dapat digunakan untuk penyediaan produk yang lain. Penyediaan tempat untuk setiap produknya dapat diketahui dari persediaan maksimumnya. 2. Metode Randomized Storage Metode ini mengatasi kekurangan dari metode Dedicated Storage, yaitu utilisasi ruang yang rendah. Pada metode ini tidak ada penempatan lokasi yang harus untuk suatu produk, sehingga barang yang akan datang 56

ditempatkan ditempat sembarang yang terdekat dengan pintu masuk dan pintu keluarnya. Kekurangannya adalah jika jumlah produk yang dialokasikan banyak dan bermacam- macam jenisnya maka waktu pencarian dan pengambilan produk menjadi lama. 3. Metode Class Based Storage Metode ini merupakan gabungan dari metode Dedicated Storage dan Randomized Storage. Pada metode ini produk dibagi menjadi beberapa kelas. Jika pembagiannya sama dengan produk, maka akan menjadi metode Dedicated Storage. Tetapi jika hanya dibagi ke dalam satu kelas, maka akan menjadi metode Randomized storage. Pembagian kelas berdasarkan nilai rasio antara Throughput (T) dengan Storage (S). 4. Metode Shared Storage Location Metode ini digunakan untuk mengatasi Dedicated Storage dan Randomized Storage dengan mengenali dan memanfaatkan perbedaan lama waktu penyimpanan pada pallet tertentu yang menetap di gudang. Untuk menerapkan metode ini, sebelumnya harus mengetahui kapan produk akan masuk dan kapan akan keluar, sehingga lokasi produk dapat disesuaikan tempatnya.

3.3

Metodologi Penelitian

Sistem metodologi merupakan struktur jelas serta terarah mengenai proses penelitian yang akan sangat membantu proses suatu penelitian. Penelitian yang dilakukan secara terstruktur dan jelas akan membantu agar penulis lebih fokus terhadap apa yang ingin diamati sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Tahapan metodologi pada penelitian ini yaitu : studi lapangan, studi literatur, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, dan penutup.

57

3.3.1

Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengunjungi PT. Krakatau Steel khusus nya pada pabrik billet steel baja untuk melihat proses pembuatan billet baja. Untuk mengetahui proses pembuatan billet baja tersebut, kegiatan awal yang dilakukan adalah dengan melakukan plant tour yang bertujuan untuk melihat secara langsung proses produksi billet baja dari bahan baku sampai menjadi bahan jadi. Kegiatan pengamatan pendahuluan juga meliputi aktivitas wawancara, diskusi serta penelusuran berbagai data yang menjadi faktor acuan terhadap permasalahan utama yang diangkat menjadi topik utama ini. Pengamatan pendahuluan ini bertujuan untuk mengamati kegiatan produksi yang berlangsung pada perusahaan secara umum. Setelah itu dilakukan pengidentifikasian masalah yaitu permasalahan mengenai tata letak gudang yang belum maksimal dari PT. Krakatau Steel khususnya pabrik billet steel plant.

3.3.2 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mengidentifikasi dan mempelajari referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dimana akan berguna dalam penyelesaian masalah. Literatur yang digunakan mengacu pada pembahasan masalah yang berkaitan dengan analisis perbedaan actual charging dengan target charging dan proses perencanaan tata letak bahan baku di area penyimpanan pada pabrik Billet Steel Plant yang sangat bermanfaat dalam penyusunan materi landasan teori.

3.3.3 Identifikasi Masalah

Tahap ini dilakukan identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada perusahaan. Permasalahan yang terjadi pada perusahaan ini salah satunya adalah tentang perbedaan actual charging dengan target charging yang disebabkan karena pengaturan tata letak bahan baku yang salah pada gudang.

58

3.3.4 Perumusan Masalah

Tahap

selanjutnya

merumuskan

masalah

yang

dikembangkan

dari

identifikasi masalah. Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi masalah maka dapat dirumuskan perumusan masalahnya adalah apakah terdapat perbedaan antara actual charging dengan target charging, apakah terdapat perbedaan antara yield aktual dan yield teoritis dan bagaimana perencanaan letak bahan baku pada area penyimpanan untuk menghindari terjadinya perbedaan antara actual charging dengan target charging.

3.3.5 Pengumpulan Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan orang-orang yang terlibat langsung dengan sistem produksi dan bagian gudang. Data primer yang dikumpulkan yaitu data mengenai penyebab perbedaan proses actual charging dan target charging. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini yaitu data penelitian yang diperoleh penulis secara tidak langsung tetapi diperoleh dari data yang ada dan dicatat oleh PT.Krakatau Steel. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain adalah data proses actual charging dan target charging pada bulan Desember, data TBB dan TCT bulan Desember, luas gudang, susunan scrap pada bucket, interval kedatangan dan lama bahan baku didalam gudang, dimensi ukuran scrap.

3.3.6 Pengolahan Data

Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah tahap pengolahan data. Pengolahan data diawali dari proses rekapitulasi data proses actual charging dan data proses target charging, rekapulasi data TBB dan TCT, menghitung jumlah yield teori dan yield actual, menentukan ARC, menentukan ARD, menentukan space kebutuhan ruangan dan membuat layout usulan.

59

3.3.7

Analisis

Tahap analisis yang dilakukan meliputi analisis mengenai analisis total bahan baku actual charging setiap heat pada tiap grade, analisis perbedaan charging target dan actual charging, analisis total penggunaan jenis scrap, analisis perbandingan nilai yield aktual dan teoritis analisis lay out gudang awal PT.Krakatau Steel, analisis activty relationship chart (ARC) dan activty relationship diagram (ARD), analisis kebutuhan space dan analisis perencanaan layout gudang usulan.

3.3.8

Penutup

Tahap akhir dalam penelitian ini adalah penutup yaitu mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dari kerja praktek yang dilakukan serta memberikan beberapa saran untuk perbaikan penelitian ini ke depannya. Secara garis besar langkah langkah yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:

60

Start

Pengamatan Pendahuluan Mengamati proses pembuatan billet dari awal sampai akhir untuk melihat masalah yang ada

Studi Literatur Studi literatur digunakan untuk mengidentifikasi dan mempelajari referensi yang berhubungan dengan penelitian. Literatur yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Peralatan yang digunakan pada proses billet 2. Bahan baku pembuatan billet 3. Proses pembuatan billet 4. Performance yield 5. Tata letak pabrik 6. Gudang 7. ARC dan ARD 8. Kebutuhan Space 9. Metode perencanaan gudang

Identifikasi Masalah Permasalahan yang terjadi pada perusahaan ini salah satunya adalah tentang perbedaan actual charging dengan target charging yang disebabkan karena pengaturan tata letak bahan baku yang salah pada gudang.

Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan antara actual charging dengan target charging, apakah terdapat perbedaan antara yield aktual dan yield teoritis dan bagaimana perencanaan letak bahan baku pada area penyimpanan untuk menghindari terjadinya perbedaan antara actual charging dengan target charging.

Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan yaitu: 1.Data primer yaitu data mengenai penyebab perbedaan proses actual charging dan target charging. 2.Data sekunder data proses actual charging dan target charging pada bulan Desember, data TBB dan TCT bulan Desember, luas gudang, susunan scrap pada bucket, interval kedatangan dan lama bahan baku didalam gudang, dimensi ukuran scrap.

Landasan Teori

Pengolahan Dta

Menganalisis layout awal

Perhitungan total charging per heat tiap grade

Menghitung yield teoritis dan aktual

Membuat ARC dan ARD

Perbandingan penggunaan jenis bahan baku charging aktual dan target

Membandingkan yield teoritis dan aktual

Menentukan space kebutuhaan

Membuat Layout berdasarkan share stored

Analisis 1.Analisis total bahan baku actual charging setiap heat pada tiap grade 2.Analisis perbedaan charging target dan actual charging 3.Analisis total penggunaan jenis scrap 4.Analisis perbandingan nilai yield aktual dan teoritis 5.Analisis layout gudang awal PT.Krakatau Steel 6.Analisi activty relationship chart (ARC) dan activty relationship diagram (ARD) 7.Analisis kebutuhan space dan analisis perencanaan layout gudang usulan.

Penutup Berisi kesimpulan dan Saran

Finish

Gambar 3.8 Flowchart Metodologi Penelitian 61

You might also like