You are on page 1of 16

TINJAUAN PRIMAL-DUAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Oleh : Lusi Melian


Staf Pengajar Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer
Universitas Komputer Indonesia


ABSTRAK

Suatu program linear dengan bentuk asli disebut sebagai primal, sedangkan bentuk
kedua yang berhubungan disebut dual yang merupakan sebuah bentuk alternatif
suatu program linear yang berisi informasi mengenai nilai-nilai sumber yang
biasanya merupakan pembatas dari suatu model. Dual merupakan bentuk alternatif
model sebagai pengembangan bentuk primal. Bentuk dual dirumuskan dan
diinterpretasikan untuk mendapatkan informasi tambahan setelah menentukan
solusi optimal suatu masalah program linear. Tabel simpleks yang diperoleh dari
pemecahan masalah program linear primal mengandung informasi ekonomi
tambahan yang tidak kalah penting daripada solusi optimum masalah tersebut,
sehingga suatu solusi terhadap primal juga memberikan solusi pada bentuk
dualnya. Analisis pada bentuk primal akan menghasilkan solusi-solusi dalam bentuk
jumlah laba yang diperoleh, sedangkan analisis pada bentuk dual akan memberikan
informasi mengenai harga dari sumber daya yang menjadi kendala tercapainya
laba tersebut. .



I. HUBUNGAN PRIMAL & DUAL
a. Masalah Primal-Dual Simetrik
Suatu program linear
dikatakan berbentuk simetrik jika
semua konstanta ruas kanan pembatas
bernilai non negatif dan semua
pembatas berupa pertidaksamaan,
dimana pertidaksamaan dalam
masalah maksimasi berbentuk s, dan
pertidaksamaan dalam minimasi
berbentuk >.
Dalam notasi matriks masalah
primal-dual simetrik adalah:
Primal :
Maksimasi Z = cX
dengan pembatas
AX

b
X 0
Dual :




Minimasi W = Yb
dengan pembatas

YA c
Y 0
dimana c adalah vektor baris 1xn, X
adalah vektor kolom nx1, A adalah
suatu matriks mxn, b adalah vektor
kolom mx1, dan Y adalah vektor baris
1xm.

Atau lebih jelasnya:
Primal :
Maksimasi
Z = c
1
X
1
+ c
2
X
2
+ + c
n
X
n

a
11
X
1
+ a
12
X
2
++ a
1n
X
n
b
1
a
21
X
1
+ a
22
X
2
++ a
2n
X
n
b
2

.
.
a
m1
X
1
+ a
m2
X
2
++ a
mn
X
n
b
n


1,
X
2 , ,
X
n
0
Dual :
Minimum
W = b
1
Y
1
+ b
2
Y
2
+ + b
m
Y
m

a
11
Y
1
+ a
21
Y
2
+ + a
m1
Y
m
c
1
a
12
Y
1
+ a
22
Y
2
+ + a
m2
Y
m
c
2
.
.
a
1n
Y
1
+ a
2n
Y
2
+ + a
mn
Y
m
c
n

Y
1 ,
Y
2 , ,
Y
m
0


Bila masalah primal dibandingkan
dengan masalah dual, terlihat
beberapa hubungan sebagai berikut:
1. Koefisien fungsi tujuan masalah
primal (c) menjadi konstanta ruas
kanan pembatas dual. Sebaliknya,
konstanta ruas kanan pembatas
dual menjadi koefisien fungsi
tujuan dual.
2. Tanda pertidaksamaan pembatas
dibalik (pada primal s, pada dual
>)
3. Tujuan berubah dari min (maks)
pada primal menjadi maks (min)
pada dual.
4. Setiap kolom pada primal
berhubungan dengan suatu baris
(kendala) dalam dual. Sehingga
banyaknya pembatas dual akan
sama banyaknya dengan variabel
keputusan primal.
5. Setiap baris (pembatas) pada
primal berhubungan dengan suatu
kolom dalam dual. Sehingga
setiap pembatas primal ada satu
variabel keputusan dual.
6. Bentuk dual dari dual adalah
primal.

Contoh dari bentuk primal-
dual simetrik adalah sebagai berikut:

Primal:
Maks
Z = 40000x
1
+ 50000x
2
+ 40000x
3

4x
1
+ 4x
2
+ 6x
3
600
8x
1
+ 4x
2
+ 6x
3
800
x
1
, x
2
,x
3
0

Dual:
Min W = 600y
1
+ 800y
2

4y
1
+ 8y
2
40000
4y
1
+ 4y
2
50000
6y
1
+ 6y
2
40000
y
1
, y
2
0

Apabila persoalan primal
tersebut diselesaikan dengan metode
simpleks maka diperoleh tabel
simpleks optimum sebagai berikut:

VB
40000 50000 40000 0 0
RK
x1 x2 x3 S1 S2
50000x2 1 1 3/2 1/4 0 150
0S2 4 0 0 -1 1 200
Zj-Cj 10000 0 35000 12500 0
7500000
Z 50000 50000 75000 12500 0

Berdasarkan tabel tersebut
kita peroleh solusi optimum x
1
=0,
x
2
=150 dan x
3
=0. Adapun nilai-nilai
variabel slack adalah S
1
=0 dan
S
2
=200, sedangkan nilai Z optimal
adalah 7500000. Adapun tabel
simpleks optimum untuk persoalan
dual adalah sebagai berikut:

VB
600 800 0 0 0 M M M
RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
0S3 0 0 0
-
3/2
1 0 3/2 -1 35000
0S1 0 -4 1 -1 0 -1 1 0 10000
600y1 1 1 0
-
1/4
0 0 1/4 0 12500
Zj-Cj 0
-
200
0
-
150
0
-
M
150-
M
-M
7500000
Z 600 600 0
-
150
0 0 150 0


Berdasarkan tabel diatas kita
peroleh solusi optimum y
1
= 12500
dan y
2
= 0 adapun nilai-nilai variabel
slack adalah S
1
= 10000, S
2
= 0 dan
S
3
= 35000, sedangkan nilai Z optimal
adalah 7500000.
Apabila kita menelaah solusi
optimum primal dan solusi optimum
dual terdapat hasil yang menarik
yaitu:

Variabel Slack Primal S1 S2
Koef. Pers. Zj-Cj pada
optimum primal
12500 0
Variabel keputusan dual
yang berhubungan
y1 y2

Kemudian perhatikan :
Variabel Slack Dual S1 S2 S3
Koef. Pers. Zj-Cj pada
optimal dual (dikalikan
-1)
0 150 0
Variabel keputusan
primal yang
berhubungan
x1 x2 x3


Terlihat bahwa solusi
optimum primal memberikan solusi
terhadap permasalahan dual yang
berhubungan, begitu juga sebaliknya
solusi optimum dual akan
memberikan solusi terhadap
permasalahan optimalnya. Sehingga
dengan memecahkan salah satu
persoalan baik primal maupun dual,
kita dapat menentukan solusi
optimum dari permasalahan
kawannya.
Selain itu keterkaitan antara
solusi optimum primal dan solusi
optimum dual pun dapat ditunjukan
oleh kedua tabel berikut:

Variabel basis awal Primal S1 S2
Koef. Pers. Zj-Cj pada
optimum primal
12500 0
Variabel keputusan dual
yang berhubungan
y1 y2





Kemudian perhatikan:
Variabel basis awal
dual
R1 R2 R3
Koef. Pers. Zj-Cj pada
optimal dual (dengan
menghilangkan M)
0 150 0
Variabel keputusan
primal yang
berhubungan
x1 x2 x3


Kedua tabel tersebut
memberikan kesimpulan yang sama,
yaitu bahwa solusi optimum primal
memperlihatkan solusi optimum dual,
begiru juga sebaliknya.
Hal lain yang dapat kita lihat
dari tabel solusi optimum primal dan
dual adalah nilai optimum fungsi
tujuannya yang bernilai sama yaitu Z
= W = 7500000. Hal tersebut sesuai
dengan Main Duality Theorem yang
menyatakan bahwa Jika baik
masalah primal maupun dual adalah
layak, maka keduanya memiliki solusi
demikian hingga nilai optimum fungsi
tujuannya adalah sama .
Selain itu solusi optimum
primal dan dual dapat diperoleh
melaui penerapan metode Revised
simpleks :

Z = W = CB.B
-1
.b
Dimana:
C
B

= matrik koefisien fungsi tujuan dari
variabel basis (VB) pada iterasi
yang bersangkutan
B
-1
= matriks dibawah variabel basis
awal pada iterasi yang
bersangkutan
C
B
.B
-1
= optimum simpleks multiplier.
b = vektor baris koefisien fungsi tujuan

Penerapan rumus diatas pada
masalah primal-dual yang sedang
dibahas adalah sebagai berikut ; pada
tabel simpleks optimum primal
diperoleh variabel basis optimum
adalah x
2
dan S
2
, sedangkan variabel
basis awalnya adalah S
1
dan S
2

sehingga optimum simpleks
multipliernya adalah:

x
2
S
2
S
1
S
2

c
B
.B
-1
= |50000 | 0

1
4
1

(

(
1
0

y
2
y
1

= |12500 | 0

Terlihat bahwa y
1
= 12500
dan y
2
= 0 sesuai dengan solusi
optimum dual dan nilai fungsi tujuan
dual adalah W = 600(12500) + 800(0)
= 7500000.
Sedangkan apabila ditinjau
dari tabel optimum dual diperoleh
variabel basis optimum adalah S
3
, S
1
,
dan y
1
, adapun variabel basis awalnya
adalah R
1
, R
2
, dan R
3
, sehingga
optimum simpleks multiplier-nya:

S
3
S
1
y
1
R
1
R
2
R
3

C
B
.B
1
=| |
(
(
(


0 4 / 1 0
0 1 1
1 2 / 3 0
600 0 0

= | | 0 150 0
x
1
x
2
x
3


Terlihat bahwa

x
1
= 0
,
x
2
=
150 , dan x
3
= 0 memenuhi kendala
primal dan nilai fungsi tujuan primal
adalah Z = 40000 (0) + 50000 (150)
+ 40000 (0) = 7500000.

b. Masalah primal-dual asimetrik
Misalkan masalah primal
yang tidak simetrik adalah sebagai
berikut:
Maks Z = 2x
1
+ 4x
2

+ 3x
3

x
1
+ 3x
2
+ 2x
3
60
3x
1
+ 5x
2
+ 3x
3
120
x
1
,x
2
,x
3
0
Tabel di bawah ini
menyajikan hubungan primal-dual
untuk semua masalah program linear.
Sehingga bentuk dual dari primal
tersebut adalah:
Min W = 60y
1
+ 120y
2
y
1
+ 3y
2
2
3y
1
+ 5y
2
4
2y
1
+ 3y
2
3


y
1
0
y
2
0
Apabila persoalan bentuk
primal diselesaikan dengan metode
simpleks maka selain variabel slack
dibutuhkan juga artificial variabel R
pada kendala kedua , variabel R
merupakan variabel buatan dimana
nilainya selalu nol, maka diperoleh
tabel simpleks optimum primal
sebagai berikut:

VB
2 4 3 0 0
-
M RK
x
1
x
2
x
3
S
1
S
2
R
1

0S
2
0 4 3 3 1 -1 60
2x
1
1 3 2 1 0 0 60
Z
j
-
C
j

0 2 1 2 0 M
120
Z
j
2 6 4 2 0 0


Berdasarkan tabel optimum
tersebut kita peroleh solusi optimum x

1
= 60
,
x
2
= 0 , dan x
3
= 0, adapun
nilai-nilai variabel slack S
1
dan S
2

berturut-turut adalah 0 dan 60 dengan
nilai optimal 120.
Untuk memperlihatkan
keterkaitan antara solusi optimum
primal dan solusi optimum dual pada
hubungan primal-dual asimetrik,
sebelumnya masalah primal yang
asimetrik perlu ditransformasikan
kedalam bentuk simetrik, dalam hal
ini karena bentuk primal adalah
maksimasi maka semua pembatas
harus bertanda , maka pembatas
kedua 3x
1
+ 5x
2
+ 3x
3
120 dikalikan
dengan bilangan -1 agar pembatas
bertanda .
3x
1
+ 5x
2
+ 3x
3
120 (-1)
-3x
1
- 5x
2
- 3x
3
-120
Sehingga bentuk primal persoalan
tersebut menjadi:
Maks Z = 2x
1
+ 4x
2

+ 3x
3

x
1
+ 3x
2
+ 2x
3
60
-3x
1
- 5x
2
- 3x
3
-120
x
1
,x
2
,x
3
0

Tabel Hubungan Primal-Dual
Primal Dual
A elemen matriks kendala Transpose elemen matriks
b vektor sisi kanan Koefisien fungsi tujuan
c koefisien fungsi tujuan Vektor sisi kanan
Kendala ke-i berupa persamaan Variabel dual Y
i
tak terbatas
X
j
tak terbatas Kendala ke-
j
berupa persamaan
I. Maksimasi Minimasi
Kendala ke-i jenis Variabel dual Yi

0
Kendala ke-i jenis Variabel dual Yi

0
X
j
0 Kendala ke-j jenis
X
j
0 Kendala ke-j jenis
II. Minimasi Maksimasi
Kendala ke-i jenis Variabel dual Yi

0
Kendala ke-i jenis Variabel dual Yi

0
X
j
0 Kendala ke-j jenis
X
j
0 Kendala ke-j jenis

Sumber : Mulyono, Sri, Operations Research,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1999

Bentuk primal yang baru ini
tampaknya tidak sesuai dengan
persyaratan simpleks karena terdapat
nilai konstanta ruas kanan pembatas
bernilai negative , padahal dalam
suatu program linear simetrik semua
konstanta ruas kanan pembatas
bernilai non negative. Akan tetapi,
nilai konstanta ruas kanan pembatas
negative tersebut tidak perlu
dipermasalahkan karena perubahan
bentuk tersebut bukan untuk maksud
diselesaikan melainkan untuk maksud
perubahan kedalam bentuk dual. Nilai
konstanta ruas kanan pembatas primal
membentuk koefisien-koefisien fungsi
tujuan dual yang nilainya boleh
negative. Maka bentuk dual dari
model ini diformulasikan sebagai :
Min W = 60y
1
- 120y
2
y
1
- 3y2 2
3y
1 -
5y
2
4
2y
1 -
3y
2
3


y
1,
y
2
0
Maka tabel simpleks
optimum dari dual tersebut adalah:

VB
60
-
120
0 0 0 M M M
RK
y
1
y
2
S
1
S
2
S
3
R
1
R
2
R
3

0S
3
0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1
60
y
1

1 -3 -1 0 0 1 0 0 2
0
S
2

0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2
W 0 -60
-
60
0 0
60-
M
-
M
-
M
120

Dari tabel tersebut solusi optimal dual
y
1
= 2
,
y
2
= 0 , nilai variabel slack S
1
=
0 , S
2
= 2 , dan S
3
= 1 dan nilai W
optimal 120.
Dengan cara yang sama
seperti telah ditunjukan pada contoh
hubungan primal-dual simetrik,
hasilnya adalah:



Variabel basis awal primal S1 R1
Koef. Pers. Zj-Cj pada
optimum primal
2 M
Var. kep dual yang
bersangkutan
y1 y2

Jika M diabaikan , koefisien
persamaan Zj-Cj adalah 2 dan 0 yang
menunjukan solusi optimum pada
masalah dual, yaitu nilai y
1
=2 dan y
2
= 0.
Pengamatan yang sama
terhadap solusi optimum dual
memberikan informasi sebagai
berikut:

Variabel basis awal dual R1 R2 R3
Koef. Pers. Zj-Cj optimal
dual (dengan
mengabaikan M)
60 0 0
Var. keputusan primal
yang berhubungan
x1 x2 x3

Hasil dari koefisien persamaan Z
j
-C
j

memberikan solusi optimum primal x
1
= 60
,
x
2
= 0

dan x
3
= 0.
Melalui penerapan revised
simpleks method pada contoh ini
dengan cara mencari optimum
simpleks multiplier seperti telah
dicontohkan sebelumnya, akan
memberikan kesimpulan yang sama
bahwa suatu solusi optimum primal
(dual) juga merupakan solusi
optimum masalah dual (primal).

Contoh berikut merupakan contoh
lain masalah primal-dual asimetrik,
dimana pada contoh berikut akan
diperlihatkan suatu bentuk primal
dengan pembatas bertanda =.
Maks Z = 5x
1
+ 2x
2

+ 3x
3

x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
= 30
x
1
- 5x
2
- 6x
3
40
x
1
, x
2
, x
3
0
Apabila bentuk primal ini
dianalogikan dengan persoalan
sebelumnya , maka apabila bentuk
primal ini akan diubah kedalam
bentuk dual untuk kemudian
diselesaikan dengan metode simpleks,
maka langkah pertama yang perlu
dilakukan adalah mengubah bentuk
primal asimetrik menjadi bentuk
primal simetrik. Pembatas kedua
dalam contoh tersebut merupakan
suatu persamaan x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
= 30
dan harus diubah kedalam bentuk .
Persamaan ini ekuivalen
dengan dua pembatas berikut ini:
x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
30
x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
30
Artinya jika nilai pembatas
lebih besar atau sama dengan 30 dan
kurang dari atau sama dengan 30,
maka kuantitas yang memenuhi kedua
pembatas tersebut adalah 30. Tetapi
pada pembatas tersebut tanda masih
tetap ada, dan pembatas ini dapat
diubah dengan cara mengalikannya
dengan (-1).
x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
30 x(-1)
-x
1
- 5x
2
- 2x
3
-30
Sehingga model primal dalam bentuk
normal adalah:
Maks Z = 5x
1
+ 2x
2

+ 3x
3

x
1
+ 5x
2
+ 2x
3
30
- x
1
- 5x
2
- 2x
3
-30
x
1
- 5x
2
- 6x
3
40
x
1
,x
2
,x
3
0
Bentuk dual dari model ini
diformulasikan sebagai:
Min W = 30y
1
30 y
2
+ 40y
3

y
1
y
2
+ y
3
5
5y
1
5y
2
5y
3
2
2y
1
2y
2
6y
3
3
y
1
, y
2
, y
3
0

Tetapi bentuk dual ini pun
tidak sesuai dengan ketentuan
hubungan primal-dual yang telah
dikemukakan pada awal bagian ini.
Ketidaksesuaian tersebut terletak pada
jumlah pembatas primal asimetrik
yang tidak sesuai dengan jumlah
koefisien fungsi tujuan dual, padahal
pada hubungan primal-dual setiap
pembatas pada primal berhubungan
dengan satu kolom dalam dual,
sehingga setiap pembatas primal
terdapat satu variabel keputusan dual.
Sedangkan dalam contoh ini pada
bentuk primal asimetrik terdapat 2
pembatas tetapi setelah bentuk primal
asimetrik ini ditransformasikan
menjadi primal normal lalu kemudian
dibuat bentuk dualnya, ternyata pada
bentuk dual tersebut terdapat 3
variabel keputusan.
Untuk menyelesaikan
masalah tersebut, maka bentuk dual
dapat dibentuk dari primal asimetrik
tanpa harus mentrasnsformasikannya
terlebih dahulu menjadi primal
normal. Maka dengan mengikuti
aturan tabel hubungan primal dual
bentuk dual dari primal asimetrik itu
adalah:
Min W = 30y
1
+ 40 y
2

y
1
+ y
2
5
5y
1
5y
2
2
2y
1
6y
2
3
y
1
tidak terbatas tanda
y
2
0
Karena y
1
tidak terbatas tanda, maka
y
1
digantikan dengan y
1
y
1
(y
1
=
y
1
y
1
) dimana y
1
dan y
1
0,
sehingga bentuk dualnya menjadi:
Min W = 30(y
1
y
1
) 40 y
2


(y
1
y
1
) + y
2
5
5(y
1
y
1
) 5y
2
2
2(y
1
y
1
) 6y
2
3
(y
1
y
1
) = y
1

y
2
0

atau
Min W = 30y
1
30y
1
40 y
2

y
1
y
1
+ y
2
5
5y
1
5y
1
5y
2
2
2y
1
2y
1
6y
2
3
y
1
0
y
1
0
y
2
0
Apabila diamati bentuk dual
dari primal simetrik dengan bentuk
dual dari primal asimetrik memiliki
bentuk yang hampir sama. Tabel
solusi primal asimetrik adalah:

VB
5 2 3 0 -M
RK
x
1
x
2
x
3
S
1
R
1

5 x
1
1 5 2 0 1 30
0S
1
0 -10 -8 1 -1 10
Z
j
-
C
j

0 23 7 0 5+M 150

Sedangkan tabel solusi optimum
dualnya adalah:
Table 1
VB
30 -30 40 0 0 0 M M M
RK
y1 y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
0S3 0 0 8 -2 0 1 2 0 -1 7
30 y1 1 -1 1 -1 0 0 1 0 0 5
0 S2 0 0 10 -5 1 0 5 -1 0 23
Wj - Cj 0 0 -10 -30 0 0
30-
M
-M -M 150

Dari tabel solusi optimum
dual tersebut didapat y
1
= 5 , y
1
= 0
( y
1
= y
1
- y
1
= 5 0 = 5) dan y
2
= 0
dengan nilai-nilai variabel slack
berturut-turut S
1
= 0 , S
2
= 23 , S
3
= 7
dan nilai W = Z = 150.
Hasil-hasil yang menarik
terungkap dengan mengamati tabel
optimum pimal dan dual. Sekarang
perhatikan koefisien persamaan Z
j
-C
j
pada tabel optimum primal, hasilnya
adalah:
Variabel basis awal primal R
1
S
1

Koef. Pers. Z
j
-C
j
pada
optimum primal (abaikan M)
5 0
Var. keputusan dual yang
berhubungan
y
1
y
2


Lalu perhatikan koefisien W
j
-C
j
pada
tabel optimum dual:

Variabel basis awal dual R
1
R
2
R
3

Koef. pers.W
j
-C
j
pada
optimum dual (abaikan
M)
30 0 0
Var. keputusan primal
yang berhubungan
x
1
x
2
x
3

Contoh-contoh tersebut telah
menunjukan bahwa setiap masalah
program linear dapat diselesaikan
dengan merumuskan baik bentuk
primal maupun dual. Sehingga tidak
perlu menyelesaikan kedua bentuk,
cukup salah satunya saja karena solusi
primal dapat menunjukan solusi dual
begitu juga sebaliknya.
Pada umumnya suatu
program linear dengan jumlah
pembatas yang lebih sedikit daripada
jumlah variabel keputusan lebih
mudah diselesaikan dibandingkan
masalah dengan jumlah pembatas
yang lebih banyak daripada variabel
keputusan. Untuk itu jika akan
menyelesaikan salah satu dari
masalah primal atau dual, lebih
mudah jika memilih dari kedua
bentuk tersebut yang jumlah
pembatasnya lebih sedikit dari
variabel keputusan.

II. SIFAT-SIFAT PRIMAL-DUAL
Untuk lebih memahami sifat-sifat
primal-dual, pehatikanlah contoh
primal-dual berikut ini:
Primal :
Maks Z = 2x
1
+ 4x
2
+ 3x
3

x
1
+ 3x
2
+ 2x
3
60
3x
1
+ 5x
2
+ 3x
3
120
x
1
, x
2
, x
3
0

Bentuk standar persoalan tersebut
adalah :
Maks
Z = 2x
1
+ 4x
2
+ 3x
3
+ 0S
1
- 0

S
2
-
MR
1

x
1
+ 3x
2
+ 2x
3
+ S
1
= 60
3x
1
+ 5x
2
+ 3x
3
S
2
+ R
1
= 120
x
1
, x
2
, x
3
0

Cat : V
mb
= Variabel masuk basis
V
kb
= Variabel keluar basis


Iterasi 0
VB
2 4 3 0 0 - M
RK
x
1
x
2
x
3
S
1
S
2
R
1

0S
1
1 3 2 1 0 0 60
-
MR
1

3 5 3 0 -1 1 120
Z
j
-C
j
-3M-2 -5M-4 -3M-3 0 M 0
-120M
Z -3M -5M -3M 0 M -M
V
mb
V
kb


Iterasi 1
VB
2 4 3 0 0 - M
RK
x1 x2 x3 S1 S2 R1
4x2 1/3 1 2/3 1/3 0 0 20
-MR1 4/3 0 -1/3 -5/3 -1 1 20
Zj-Cj -4/3M-2/3 0 1/3M-1/3 5/3M+4/3 M 0
-20M+80
Z
-
4/3M+4/3
4 1/3M+8/3 5/3M+4/3 M -M
V
mb
V
kb


Iterasi 2
VB
2 4 3 0 0 - M
RK
x
1
x
2
x
3
S
1
S
2
R
1

4x
2
0 1 3/4 3/4 1/4 -1/4 15
2x
1
1 0 -1/4 -5/4 -3/4 3/4 15
Z
j
-C
j
0 0 -1/2 1/2 -1/2 +M
90
Z 2 4 5/2 1/2 -1/2 1/2
V
kb
V
mb


Iterasi 3 (solusi optimal primal)
VB
2 4 3 0 0 - M
RK
x1 x2 x3 S1 S2 R1
0S2 0 4 3 3 1 -1 60
2x1 1 3 2 1 0 0 60
Zj-Cj 0 2 1 2 0 M
120
Z 2 6 4 2 0 0

Solusi optimal persoalan primal
adalah
x
1
= 60
x
2
= x
3
= 0
S
1
= 0
S
2
= 60
Z = 120.
Setelah bentuk primal
ditransformasikan ke dalam bentuk
normalnya, maka dual dari persoalan
diatas adalah:
Dual : Min W = 60y
1
120 y
2

y
1
3y
2
2
3y
1
5y
2
4
2y
1
3y
2
3
y
1
, y
2
0
Bentuk standar persoalan dual
tersebut adalah :
Min W = 60y
1
120 y
2
0S
1
0S
2

0S
3
+ MR
1
+ MR
2
+ MR
3

y
1
3y
2
S
1
+ R
1
= 2
3y
1
5y
2
S
2
+ R
2
= 4
2y
1
3y
2
S
3
+ R
3
= 3

y
1
, y
2
0

Iterasi 0
VB

60 -120 0 0 0 M M

M
RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
MR1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2
MR2 3 -5 0 -1 0 0 1 0 4
MR3 2 -3 0 0 -1 0 0 1 3
Wj-Cj 6M-60
-
11M+120
-M -M -M 0 0 0
9M
W 6M -11M -M -M -M M M M
V
mb
V
kb


Iterasi 1
VB
60 -120 0 0 0 M M M
RK
y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
MR1 0 -4/3 -1 1/3 0 1 -1/3 0 2/3
60Y1 1 -5/3 0 -1/3 0 0 1/3 0 4/3
MR3 0 1/3 0 2/3 -1 0 -2/3 1 1/3
Wj-Cj 0 -M+20 -M M-20 -M 0
-
2M+20
0
M+80
W 60 -M -M M -M M -M+20 M
V
mb
V
kb










Iterasi 2
VB
60 -120 0 0 0 M M M
RK
y1 y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
MR1 0 -3/2 -1 0 1/2 1 0 -1/2
60Y1 1 -3/2 0 0 -1/2 0 0 1/2 3/2
0S2 0 1/2 0 1 -3/2 0 -1 3/2 1/2
Wj-
Cj
0
30-
3/2M
-M 0
-
30+1/2M
0
-
M
30-
3/2M
90+1/2M
W 60
-90-
3/2M
-M 0
-
30+1/2M
M 0
30-
1/2M
V
mb
V
kb


Iterasi 3 (solusi optimal dual)
VB
60 -120 0 0 0 M M M
RK
y1 Y2 S1 S2 S3 R1 R2 R3
0S3 0 -3 -2 0 1 2 0 -1 1
60Y1 1 -3 -1 0 0 1 0 0 2
0S2 0 -4 -3 1 0 3 -1 0 2
Wj-
Cj
0 -60 -60 0 0 60-M -M -M
120
W 60 -180 -60 0 0 60 0 0

Solusi optimal persoalan dual tersebut
adalah :
y
1
= 2
y
2
= S
1
= 0
S
2
= 2
S
3
= 1
W = 120

Contoh primal-dual diatas selanjutnya akan
digunakan sebagai contoh penerapan sifat-
sifat primal-dual yang akan dibahas pada
bagian selanjutnya
Sifat 1:
Menentukan koefisien persamaan
Z
j
-C
j
pada variabel-variabel basis
awal pada suatu iterasi.
Pada setiap iterasi baik primal
maupun dual, koefisien persamaan Z
j
-
C
j
variabel-variabel basis awal dapat
dicari dengan cara:
W
B
= C
B
.B
-1
- C
W


dimana:
W
B
= matriks koefisien persamaan
Z
j
-C
j
dibawah variabel-
variabel basis awal pada
iterasi yang bersangkutan.
C
B

= matriks

koefisien fungsi
tujuan dari variabel-variabel
basis pada iterasi yang
bersangkutan
B
-1
= matriks dibawah variabel-
variabel basis awal pada
iterasi yang bersangkutan.
C
B
.B
-1
= simpleks multiplier
C
W
= matriks koefisien fungsi
tujuan variabel-variabel
basis awal

Sebagai contoh lihat tabel
primal. Dalam persoalan tersebut
variabel basis awalnya adalah S
1
dan
R
1
dengan koefisien fungsi tujuan
variabel basis awal 0 dan M atau
C
W

= [0 -M]

Untuk iterasi 0 : Variabel basis pada
iterasi nol atau awal adalah S
1
dan R
1
W
B
= C
B
.B
-1
- C
W

= | | M 0
(

1 0
0 1
| | M 0
S
1
R
1
S
1
R
1

= | | | | M M 0 0
= | | 0 0
S
1
R
1


Sekarang lihat tabel optimum
dual, misalnya untuk iterasi 3,
variabel basis awal bentuk dual
adalah R
1
, R
2
, dan R
3
dengan
koefisien fungsi tujuanvariabel basis
awal masing-masing adalah M atau
C
w
= [ M M M ] sedangkan
variabel basis pada iterasi 3 adalah S
3
,
y
1
dan S
2
dengan koefisien fungsi
tujuan variabel basis iterasi 3 masing-
masing 0, 60, dan 0 atau C
B
= [ 0 60
0 ] sehingga koefisien persamaan W
j

C
j
pada variabel basis awal iterasi 3
adalah:
W
B
= C
B
.B
-1
C
W

=| | 0 60 0
(
(
(

0 1 3
0 0 1
1 0 2
| | M M M
S
3

1
y S
2
R
1
R
2
R
3
= | | | | M M M 0 0 60
= | | M M M 60
R
1
R
2
R
3

Sifat 2:
Menentukan koefisien persamaan
Z
j
-C
j
pada variabel-variabel non
basis awal suatu iterasi.
Pada setiap iterasi baik primal
maupun dual, koefisien Z
j
-C
j
pada
variabel-variabel non basis awal dapat
dicari dengan cara:

W
B
= SM . a
n
- C
n


dimana:
W
B
= matriks koefisien persamaan
Z
j
-C
jj
dibawah variabel-
variabel non basis awal pada
iterasi yang bersangkutan.
SM = C
B
.B
-1
= simpleks multiplier
pada itersi yang
bersangkutan.
a
n
= matriks dibawah variabel-
variabel non basis pada
iterasi awal
C
n
= matriks koefisien fungsi tujuan
variabel-variabel non basis
awal.
Sebagai contoh, lihat
optimum primal. Dalam persoalan
tersebut variabel non basis awalnya
adalah x
1
, x
2
, x
3
dan S
2
dengan
koefisien fungsi tujuan masing-
masing 2 , 4 , 3 dan 0 atau C
n
= [ 2 4
3 0 ]
Untuk iterasi 0 : SM pada iterasi 0
adalah [ 0 M ]
W
B
= SM .
n
a C
n

=
| | | | 0 3 4 2
1 3 5 3
0 2 3 1
0
(

M
x
1
x
2
x
3
S
2

= | | M M M M 3 3 4 5 2 3
x
1
x
2
x
3
S
2


Sekarang lihat tabel optimum
dual, misalkan untuk iterasi 3,
variabel non basis awal bentuk dual
adalah y
1
, y
2
, S
1
, S
2
, dan S
3
dengan
koefisien fungsi tujuan variabel non
basis awal masing-masing adalah 60,
-120, 0, 0, 0 atau C
n
= [ 60 -120 0 0
0 ] sedangkan SM pada iterasi 3
adalah [ 60 0 0 ] sehingga koefisien
persamaan W
j
-C
j
pada variabel non
basis awal iterasi 3 adalah :
W
B
= SM . a
n
- C
n

=
| |
(
(
(




1 0 0 3 2
0 1 0 5 3
0 0 1 3 1
0 0 60

y
1
y
2
S
1
S
2
S
3


| | 0 0 0 120 60
= | | 0 0 60 60 0
y
1
y
2
S
1
S
2
S
3

Sifat 3:
Menentukan ruas kanan (RK) dari
variabel-variabel basis suatu iterasi
Pada setiap iterasi baik primal
maupun dual, nilai ruas kanan dari
variabel-variabel basis suatu iterasi
dapat diperoleh dengan rumus :
RK = B
-1
.b

Dimana:
RK = matriks ruas kanan dari
variabel-variabel basis suatu
iterasi.
b = matriks ruas kanan pada iterasi
awal.
Sebagai contoh, lihat iterasi
ke-3 solusi primal. Diketahui
sebelumnya bahwa matriks ruas
kanan pada iterasi awal primal adalah
(

120
60
maka ruas kanan pada iterasi
ke-3 :
RK = B
-1
.b
=
(

=
(


60
60
120
60
0 1
1 3

Untuk contoh pada dual,
pandang iterasi ke-1 tabel solusi dual,
diketahui bahwa matriks ruas kanan
pada iterasi awal dual adalah
(
(
(

3
4
2

maka ruas kanan pada iterasi ke-1
adalah :
RK = B
-1
.RK
=

0
0
1

3
2
3
1
3
1


(
(
(

(
1
0
0
(
(
(

3
4
2
=
(
(
(

3
1
3
4
3
2

Sifat 4:
Menentukan koefisien pembatas
variabel non basis suatu iterasi
Pada setiap iterasi baik primal
maupun dual, koefisien pembatas
variabel non basis suatu iterasi
ditentukan menggunakan rumus:
Y
i
= B
-1
.a
i

Dimana:
Y
i
= matriks koefisien pembatas
variabel non basis awal pada
iterasi yang bersangkutan.
a
i
= matriks koefisien pembatas
variabel non basis awal pada
iterasi awal.

Sebagai contoh, lihat iterasi ke-
3 persoalan primal




Untuk x
1
Y
1
= B
-1
.a
1

=
(


0 1
1 3

(

3
1

=
(

1
0

x
2
Y
2
= B
-1
.a
2

=
(


0 1
1 3
(

5
3

=
(

3
4

hal yang sama dapat dilakukan pada
variabel-variabel non basis awal yang
lain baik pada iterasi ke-3 maupun
iterasi sebelumnya.
Untuk contoh dual,
perhatikan iterasi ke-2 solusi
persoalan dual
Untuk y
1
Y
1
= B
-1
.a
1


=
(
(
(

2 / 3 1 0
2 / 1 0 0
2 / 1 0 1
(
(
(

2
3
1
=
(
(
(

0
1
0

y
2
Y
2
= B
-1
.a
2


=
(
(
(

=
(
(
(

(
(
(

2
1
2
3
2
3
3
5
3
2 / 3 1 0
2 / 1 0 0
2 / 1 0 1

Dengan mempelajari keempat
sifat ini kita dapat menentukan nilai
variabel-variabel tertentu dengan cara
yang lebih mudah.
III. CONTOH KASUS
Untuk menjelaskan konsep
dualitas, cara yang paling mudah
adalah dengan memberikan contoh
setelah teori-teori diberikan. Berikut
ini merupakan contoh yang
memperlihatkan bagaimana bentuk
dual dari bentuk suatu model primal
dikembangkan.
Sebuah garment PT. Bintang
memproduksi dua jenis pakaian yaitu
pakaian wanita dan pakaian pria. Tiap
produksi 1 unit pakaian wanita
memberikan keuntungan sebesar Rp
100.000,- dan tiap produksi 1 unit
pakian pria memberikan keuntungan
sebesar Rp. 80.000,-. Produksi
pakaian pria dan wanita dihitung atas
dasar harian. Tabel berikut
memperlihatkan sumber-sumber daya
yang terbatas beserta kebutuhan
sumber-sumber berupa jumlah bahan
kain, jumlah tenaga kerja dan luas
gudang penyimpanan untuk
memproduksi setiap unit pakaian
wanita dan pria:
Table 2
Sumber
Daya
Kebutuhan sumber daya Jumlah yang
tersedia/hari Wanita Pria
Kain
Tenaga
Kerja
Gudang
Penyimpa
nan
3m
4orang
12m
2

3m
2orang
18m
2

72m
40 orang
240m
2

Keuntung
an
Rp
100.000,-
Rp
80.000,-

Untuk mengetahui berapa
banyak pakaian wanita dan pria yang
harus diproduksi untuk
memaksimalkan keuntungan, maka
diformulasikan suatu model
matematika sebagai berikut :
Maks
Z = 100.000x
1
+ 80.000x
2
keuntungan
3x
1
+ 3x
2
s 72m bahan kain
4x
1
+ 2x
2
s 40orang tenaga kerja
12x
1
+18x
2
s 240m
2
gudang
penyimpanan

Diketahui
x
1
= Jumlah pakaian wanita yang
diproduksi
x
2
= Jumlah pakaian pria yang
diproduksi

Model matematika tersebut
merupakan model primal. Adapun
model dual dari primal ini adalah:
Min
W =72y
1
+ 40y
2
+ 240y
3

3y
1
+ 4y
2
+ 12y
3
> 100.000
3y
1
+ 2y
2
+ 18y
3
> 80.000
y
1
, y
2
, y
3
> 0

Setelah model dual dikembangkan
dari model primal, langkah
selanjutnya adalah menentukan arti
dual model tersebut.
Arti model dual dapat
diinterpretasikan dengan cara
mengamati solusi optimal dari bentuk
primal model yang bersangkutan.
Model primal diatas apabila
dipecahkan dengan metode simpleks,
maka solusi optimal ditunjukkan pada
tabel berikut ini :
VB
100.000 80.000 0 0 0
RK
x1 x2 S1 S2 S3
0S1 0 0 1 -3/8 -1/8 27
100.000x1 1 0 0 3/8 -1/24 5
80.000x2 0 1 0 -1/4 1/12 10
Zj-Cj 0 0 0 17500 2500
1.300.000
Z 100.000 80.000 0 17500 2500
Berdasarkan solusi optimal
simpleks untuk model primal kita
mendapatkan:
x
1
= 5 pakaian wanita
S
2
= 0 keuntungan
x
2
= 10 pakaian pria
S
3
= 0 gudang
S
1
= 27m kain
Z = Rp 1.300.000,- keuntungan
Keuntungan setiap satu buah pakaian
wanita adalah Rp 100.000,-, karena
diproduksi sebanyak 5 buah pakaian
wanita (x
1
=5) maka keuntungan total
dari produksi pakaian wanita adalah 5
x Rp 100.000,- = Rp 500.000,- ,
sedangan keuntungan setiap satu buah
pakaian pria adalah Rp 80.000,- ,
karena diproduksi sebanyak 10
pakaian pria (x
2
=10) maka
keuntungan total dari produksi
pakaian pria adalah 10 x Rp 80.000,-
= Rp 800.000,- sehingga keuntungan
total yang diperoleh PT. Bintang
sebesar Rp 500.000,- + Rp 800.000,-
= Rp 1.300.000,-
Tabel optimal ini memuat
informasi mengenai primal,
sedangkan S
1
=27 m kain merupakan
jumlah kain yang tersisa dalam
memproduksi pakaian-pakaian
tersebut, adapun S
2
=0 mencerminkan
tenaga kerja yang tidak terpakai dan
S
3
=0 mencerminkan gudang
penyimpanan yang dimiliki
PT.Bintang telah habis digunakan
dalam produksi pakaian wanita dan
pria sehingga tidak ada kelebihan
(slack) tenaga kerja maupun gudang
penyimpanan yang tersisa.
Analisis lebih lanjut pada
tabel optimal ini pun memuat
informasi mengenai dual, nilai baris
Zj-Cj sebesar 17.500 dan 2500
dibawah kolom S
2
dan S
3
secara
berurutan merupakan nilai marginal
(marginal value) dari tenaga kerja
(S
2
) dan gudang penyimpanan (S
3
).
Dalam solusi tersebut S
2
dan
S
3
bukan merupakan variabel basis
sehingga keduanya sama dengan nol.
Jika kita memasukkan S
2
atau S
3
ke
dalam variabel basis maka S
2
atau S
3

tidak akan bernilai nol lagi. Sebagai
contoh, jika satu orang tenaga kerja
dimasukkan kedalam solusi (S
2
=1)
maka satu orang tenaga kerja yang
sebelumnya digunakan menjadi tidak
digunakan atau tidak bekerja
(menganggur). Hal ini akan
menyebabkan penurunan keuntungan
sebesar Rp 17.500,- tetapi jika tenaga
kerja ini bekerja kembali (S
2
=0) yang
berarti mengeluarkan lagi S
2
dari
variabel basis maka keuntungan
PT.Bintang akan naik sebesar Rp
17.500,- Dengan demikian, jika kita
dapat membayar 1 orang tenaga kerja,
kita hanya bersedia membayar sampai
setinggi Rp 17.500,- per orang karena
sebesar itulah jumlah yang dapat
meningkatkan keuntungan.
Selain itu, pada tabel solusi
optimal primal memperlihatkan
bahwa nilai Zj-Cj pada kolom S
1

adalah nol. Hal tersebut berarti bahwa
bahan baku kain memiliki nilai
marginal nol yaitu kita tidak akan
bersedia membayar apapun untuk
setiap unit kelebihan bahan baku kain.
Pada tabel yang sama memperlihatkan
solusi bahwa S
1
=27m yang berarti
masih tersisa kain sebanyak 27 m
setelah memproduksi 5 pakaian
wanita dan 10 pakaian pria. Hal
tersebut menunjukkan bahwa
perusahaan tidak dapat menggunakan
seluruh kain yang saat ini tersedia,
alasan mengapa penambahan kain
tidak memiliki nilai marginal karena
kain bukan merupakan kendala dalam
memproduksi pakaian wanita dan
pria.
Nilai-nilai marginal sering
dianggap sebagai shadow prices
(harga bayangan) karena
mencerminkan ongkos maksimum
yang bersedia dibayar oleh
perusahaan untuk menambah satu unit
sumber-sumber daya.
Pada tabel ini pun
memperlihatkan bahwa keuntungan
yang diperoleh perusahaan adalah
sebesar Rp 1.300.000,-. Hal ini dapat
dihubungkan dengan kontribusi
sumber-sumber daya terhadap
keuntungan sebesar Rp 1.300.000,-.
Biaya yang dikeluarkan perusahaan
tidak dapat melebihi keuntungan yang
dihasilkan oleh sumber-sumber daya
tersebut. Apabila ongkos yang
dikeluarkan perusahaan untuk
mendapatkan sumber-sumber daya
melebihi Rp 1.300.000,- maka
perusahaan akan mengalami kerugian.
Nilai dari sumber-sumber daya sama
dengan laba optimal.
Analisis lebih lanjut dapat
dilihat sebagai berikut pandanglah
pembatas tenaga kerja 4x
1
+ 2x
2
s 40
orang, dari tabel primal didapat solusi
optimal x
1
=5 pakaian wanita, x
2
=10
pakaian pria dan nilai satu orang
tenaga kerja adalah Rp 17.500,-
Karena satu pakaian wanita
memerlukan 4 tenaga kerja dan setiap
tenaga kerja bernilai Rp 17.500,-
maka jika memproduksi 5 pakaian
wanita, biaya yang akan dikeluarkan
adalah Rp 17.500,- x 5 x 4 orang = Rp
350.000,- sedangkan satu pakaian pria
memerlukan 2 orang tenaga kerja dan
setiap tenaga kerja bernilai Rp
17.500,- maka jika memproduksi 10
pakaian pria, biaya yang akan
dikeluarkan adalah Rp 17.500,- x 10 x
2 = Rp 350.000,-
Dengan menjumlahkan biaya
tenaga kerja yang digunakan untuk
memproduksi pakaian wanita dan pria
akan menghasilkan biaya total tenaga
kerja Rp 350.000,- + Rp 350.000,- =
Rp 700.000,-
Analisis yang sama dapat
digunakan untuk menentukan biaya
total gudang penyimpanan dalam
memproduksi pakaian wanita dan
pria. Pandanglah pembatas gudang
penyimpanan 12x
1
+ 18x
2
s 240m
2

dan biaya setiap m
2
gudang
penyimpanan adalah Rp 2500,-
Maka biaya gudang penyimpanan
untuk pakaian wanita adalah :
Rp 2500,- x 5 x 12 = Rp 150.000,-
dan biaya gudang penyimpanan untuk
pakaian pria adalah :
Rp 2500,- x 10 x 18 = Rp 450.000,-
Dengan menjumlahkan biaya
gudang penyimpanan untuk pakaian
wanita dan pria menghasilkan biaya
total gudang penyimpanan:
Rp 150.000,- + Rp 450.000,- = Rp
600.000,-
Maka dengan menjumlahkan
biaya total tenaga kerja dan gudang
penyimpanan menghasilkan Rp
700.000,- (tenaga kerja) + Rp
600.000,- (gudang penyimpanan) =
Rp 1.300.000,- yang sama dengan
keuntungan total yang diperoleh PT.
Bintang.
Adapun disini tidak
diperhitungkan mengenai biaya bahan
kain karena telah dibahas sebelumnya
bahwa masih tersisa bahan kain
sebanyak 27 m, maka bahan kain
memiliki nilai marginal nol; yaitu PT.
Bintang tidak akan bersedia
membayar apapun untuk satu meter
ekstra dari bahan kain. Karena
perusahaan masih mempunyai 27 m
bahan kain yang tersisa, dalam hal ini
satu meter ekstra bahan kain tidak
mempunyai nilai tambahan;
perusahaan bahkan tidak dapat
menggunakan seluruh bahan kain
yang saat ini tersedia.

Bentuk dual dari model ini adalah :
Min W = 72y
1
+ 40y
2
+ 240y
3

3y
1
+ 4y
2
+ 12y
3
> 100.000
3y
1
+ 2y
2
+ 18y
3
> 80.000
y
1
, y
2
, y
3
> 0

Variabel-variabel keputusan
dual mewakili nilai marginal sumber-
sumber daya:
y
1
= nilai marginal 1 m kain = 0
y
2
= nilai marginal 1 orang tenaga
kerja = Rp 17.500,-
y
3
= nilai marginal 1 m
2
gudang = Rp
2.500,-
Model dual tersebut apabila
dipecahkan dengan metode simpleks,
maka solusi optimal dual ditunjukkan
oleh tabel berikut :






Table 3
VB
72 40 240 0 0
RK
y1 y2 y3 S1 S2
40y2 3/8 1 0 -3/8 1/4 17.500
240y3 1/8 0 1 1/24 -1/12 2.500
Wj-Cj -27 0 0 -5 -10
1.300.000
W 45 40 240 -5 -10
Pembahasan mengenai
batasan-batasan dual adalah sebagai
berikut; pandanglah batasan dual yang
pertama
3y
1
+ 4y
2
+ 12y
3
> 100.000
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai
variabel kedalam pembatas diatas
akan menghasilkan
3(0)+4(17.500)+ 12(2.500) 100.000
100.000 100.000
Pembatas ini menunjukkan bahwa
nilai dari ketiga sumber daya yang
digunakan dalam memproduksi
pakaian wanita paling sedikit harus
sebesar atau sama dengan laba yang
diperoleh pakaian wanita.
Dengan cara yang sama, apabila
dibahas mengenai pembatas kedua:
3y
1
+ 2y
2
+ 18y
3
> 80.000
3(0) + 2(17.500) +18(2.500) 80.000
80.000 80.000
Dengan kata lain, Rp 80.000-, yaitu
nilai sumber-sumber yang digunakan
untuk memproduksi sebuah pakaian
pria, sedikitnya adalah sebesar atau
sama dengan Rp 80.000,- yaitu laba
dari pakaian pria.
Adapun penjelasan untuk
fungsi tujuan dual adalah sebagai
berikut:
Min W =72y
1
+ 40y
2
+ 240y
3

dimana koefisien-koefisien fungsi
tujuan dual mencerminkan total
kuantitas sumber yang tersedia. jadi
jika nilai-nilai marginal dari satu unit
sumber daya dikalikan dengan masing
koefisien-koefisien tersebut, kita akan
mendapatkan nilai total sumber:
W=72(0)+40(Rp17.500)+240(Rp 2.500)
= Rp 1.300.000,-
Jika kita lihat ternyata nilai total
sumber ini sama dengan keuntungan
yang didapat dari nilai optimal Z
dalam primal. Z= Rp 1.300.000,- = W
Untuk itu nilai dari sumber-sumber
tidak dapat melebihi keuntungan yang
diperoleh dari penggunaan sumber-
sumber tersebut.
IV. KESIMPULAN
Setelah model dual
didefinisikan secara lengkap, dapat
dikatakan bahwa model dual
dikembangkan dari model primal
sepenuhnya. Hal tersebut dapat berarti
bahwa operasi simpleks tidak perlu
dilakukan untuk mengetahui
informasi tentang dual karena solusi
dual dapat ditentukan dari solusi
primal.
Solusi optimum primal
memberikan informasi mengenai
banyaknya jumlah laba yang
diperoleh, sedangakan solusi optimum
dual yang juga didapat dari solusi
terhadap suatu masalah primal
memberikan informasi yang tidak
kalah penting dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dual akan
memberikan informasi mengenai
nilai-nilai sumber yang biasanya
merupakan pembatas dari suatu model
sehingga dapat membantu
pengambilan keputusan dalam
menentukan harga dari sumber daya
yang menjadi pembatas bagi
tercapainya laba tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Hiliier, & Lieberman,. (1990).
Pengantar Riset Operasi.
Jakarta : Erlangga
Mulyono, Sri. (1999). Operations
Research. Jakarta : Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia
Siagian, P. (1987). Penelitian
Operasional. Jakarta : UI-Press
Tarliah, Tjutju. (2003). Operations
Research. Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Taylor, Bernard. W. (2001). Sains
Manajemen. Jakarta : Salemba
Empat

You might also like