Professional Documents
Culture Documents
Zaki Aditya
Seorang
wanita
gaul
bertanya
pada
seorang
pemuda
yang
soleh:
Wanita: "Kenapa sih kamu nggak mau bersentuhan tangan denganku? Emangnya aku ini hina ya?"
Pemuda: "Bukan begitu Mba, Justru saya lakukan itu karena saya sangat menghargai Mba sebagai seorang wanita"
Wanita: "Maksudmu?"
Pemuda: "Coba saya tanya sama Mba, apakah boleh seorang rakyat jelata menyentuh tangan putri keraton yang dimuliakan?"
Wanita: (Sambil mengernyitkan dahi) "T..Tentu gak boleh sembarangan dong!"
Pemuda: "Nah, Islam mengajarkan bagaimana kami menghormati semua wanita layaknya ratu yang ceritakan tadi. Hanya
pangeran saja yang layak menyentuh tuan putri".
Wanita: (Sambil agak malu) "Oh.. Terus kenapa sih mesti pakai menutup tubuh segala, pake kerudung lagi, jadi gak keliatan
seksinya"
Pemuda : (Membuka sebuah rambutan, lalu memakannya sebagian. Dan mengambil sebuah lagi sambil menyodorkan 2 buah
rambutan itu pada wanita tersebut) "Kalau Mba harus memilih, pilih rambutan yang sudah saya makan atau yang masih
belum terbuka"
Wanita: (Sambil keheranan dan sedikit merasa jijik) "Hi.. Ya saya pilih yang masih utuh lah, mana mau saya makan bekas
Mas".
Pemuda : (Sambil tersenyum) "Tepat sekali, semua orang pasti memilih yang utuh, bersih, terjaga begitu juga dengan wanita.
Islam mensyariatkan wanita untuk berhijab dan menutup aurat semata-mata untuk kemuliaan wanita juga".
Wanita: "Terimakasih ya, aku semakin yakin untuk berhijab dan menutup aurat, Islam memang sangat memuliakan wanita.
Subhanallah. Ngomong-ngomongMas sudah punya pacar belum?"
Pemuda: "Mmm.. Saya belum punya dan bertekad tidak akan punya pacar."
Wanita : (Kebingungan) "Loh, kenapa? Bukannya semua muda-mudi sekarang punya temen istimewa"
Pemuda: "Begini Mba, kira-kira kalau Mba diberi hadiah handphone, ingin yang bekas atau yang masih baru??"
Wanita: "Ya jelas yang baru lah"
Pemuda: "Kalau suatu saat Mba menikah, mau pakai baju loakan yang harganya Rp.50.000/3 potong atau gaun istimewa
yang harganya Rp.20 juta keatas"
Wanita: "Ih.. Mas ini. Ya pasti saya pilih gaun istimewa, mana mau saya pakai baju loakan, udah bekas dipegang orang, gak
steril lagi. hi..."
Pemuda: "Nah, begitu juga Islam memandang pacaran Mba. Kami, diajarkan untuk menjunjung ikatan suci bernama
pernikahan. menjadi pasangan yang saling mencintai karenaNya. Yang menjaga kesucian dan kehormatan dirinya sebelum
akad suci itu terucap. Karena kami hanya ingin mempersembahkanyang terbaik untuk pasangan kami kelak"
Wanita: (Hatinya berdebar-debar tak menentu, kata-kata pemuda tadi menjadi embun bagi hatinya yang selama ini hampa.
Matanya pun menetes) "Mas, aku semakin merasa banyak dosa. Masihkah ada pintu taubat untukku dengan semua yang
sudah aku lakukan?"
Pemuda: (Matanya berbinar, perkataannya berat) "Mba, jikalah diibaratkan seorang musafir kehilangan unta beserta makanan
dan minumannya di gurun pasir yang tandus. Maka kebahagiaan Allah menerima taubat hambanya lebih besar dari
kebahagiaan musafir yang menemukan untanya kembali. Kalaulah kita datang dengan membawa dosa seluas langit, Allah
akan mendatangi kita dengan ampunan sebesar itu juga. Subhanallah".
Wanita: (Berderai air matanya, segera ia usap dengan tisunya) "Terimakasih Mas, saya banyak mendapatkan pencerahan
hidup. Semoga saya bisa berubah lebih baik
Pemuda: Aamiin
dari
kita
kembali
mungkin
buat
sudah
pernah
saudara-saudara
membaca
kita
yang
cerita
belum
ini
tapi
apa
pernah
salahnya
membaca
saya
cerita
ini
dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat
Suatu
kanak
pohon
masa
lelaki
dahulu,
begitu
tersebut,
beristirahat
lalu
terdapat
gemar
bermain-main
memetik
terlelap
sebatang
di
pohon
di
apel
sekitar
serta
memakan
perdu
pohon
pohon
apel
apel
yang
apel
ini
sepuas-puas
tersebut.
Anak
amat
besar.Seorang
setiap
hatinya,
lelaki
hari.
dan
tersebut
Dia
kanakmemanjat
adakalanya
begitu
dia
menyayangi
tempat permainannya.
Pohon
besar
di
apel
dan
sekitar
itu
menjadi
pohon
juga
menyukai
seorang
apel
anak
remaja.
tersebut.
Dia
Namun
tersebut.
tidak
begitu,
Masa
lagi
berlalu
menghabiskan
suatu
hari
anak
masanya
dia
datang
lelaki
setiap
kepada
itu
hari
sudah
bermain
pohon
apel
bukan
lagi
kanak-kanak,
aku
tidak
lagi
gemar
bermain
dengan
engkau,
jawab
remaja
itu.
Aku
mau
yang sedih.
permainan.
Aku
perlu
uang
untuk
membelinya,
tambah
remaja
itu
dengan
nada
Lalu
pohon
Juallah
apel
untuk
itu
berkata,
mendapatkan
Kalau
begitu,
uang.
Dengan
gembiranya
memetik
petiklah
itu,
kau
semua
apel
apel-apel
dapat
yang
ada
membeli
padaku.
permainan
yang
kauinginkan.
Remaja
itu
dengan
di
pohon
itu
dan
pergi
dari
situ.
Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
tiada
membina
waktu
untuk
rumah
bermain.
sebagai
Aku
tempat
terpaksa
perlindungan
bekerja
untuk
untuk
mendapatkan
keluargaku.
uang.
Bisakah
Aku
kau
ingin
menolongku?
aku.
yang
besar
Lalu,
remaja
dengan
Aku
ini
tidak
dan
yang
mempunyai
kau
buatlah
semakin
dewasa
gembiranya.
Pohon
rumah.
rumah
itu
apel
itu
Tetapi
daripadanya.
memotong
pun
ke
kau
boleh
Pohon
apel
itu
dahan-dahanku
memberikan
dahan
pohon
gembira
tetapi
kemudiannya
menemui
pohon
apel
turut
semua
memotong
apel
itu
cadangan.
dan
merasa
pergi
sedih
hari
yang
panas,
adalah
anak
lelaki
yang
seorang
pernah
lelaki
datang
bermain-main
dengan
pohon
apel
itu.
itu.
Dia
Dia
telah
sebenarnya
matang
dan
sekitarmu.
Aku
dewasa.
Marilah bermain-mainlah di sekitarku, ajak pohon apel itu.
Maafkan
sudah
aku,
tetapi
dewasa.
aku
Aku
bukan
lagi
mempunyai
anak
cita-cita
lelaki
yang
untuk
suka
belayar.
bermain-main
Malangnya,
di
aku
tidak
mempunyai
tidak
mempunyai
pohon
ini
perahu
untuk
untuk
dijadikan
diberikan
perahu.
Kau
kepada
akan
kau.
dapat
Tetapi
belayar
kau
dengan
boleh
memotong
gembira,
kata
itu
merasa
amat
gembira
dan
menebang
batang
pohon
apel
itu.
Dia
kemudian
pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun
begitu,
pada
suatu
hari,
seorang
lelaki
yang
semakin
di
menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
mamah
usia,
datang
Maafkan
aku.
memberikan
perahu.
Aku
buahku
Aku
tidak
ada
untuk
kau
ada
tunggul
hanya
apa-apa
jual,
lagi
dahanku
dengan
untuk
untuk
diberikan
kau
buat
kepada
rumah,
akar
yang
hampir
mati
sudah
tiada
bergigi
untuk
kau.
batangku
kata
Aku
untuk
pohon
sudah
kau
apel
itu
buat
dengan
nada pilu.
Aku
tidak
dahanmu
aku
mahu
apelmu
kerana
tidak
aku
berupaya
karena
sudah
untuk
aku
tua
untuk
belayar
memotongnya,
lagi,
aku
aku
merasa
memakannya,
tidak
lelah
dan
mahu
ingin
aku
batang
tidak
mahu
pohonmu
istirahat,
jawab
kerana
lelaki
tua
itu.
Jika
begitu,
istirahatlah
di
perduku,
kata
pohon
apel
itu.
Lalu
lelaki
tua
itu
duduk
beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah
kamu.
kedua-dua
kita
ibu
Sebenarnya,
bapak
meningkat
tinggalkan
Namun
gembira
apel
dan
kita
apel
kita
yang
masih
perlukan
hanya
kembali
meminta
menolong
kita
hidup.
Anda
mungkin
terfikir
tetapi
fikirkanlah,
itu
kita
bantuan
tetap
itu,
dimaksudkan
muda,
mereka
dalam
pohon
Saat
remaja,
mereka,
begitu,
kita.
pohon
dan
di
suka
dalam
bermain
mereka
untuk
pertolongan
apabila
melakukan
bahwa
apa
anak
hakikatnya
bagaimana
dengan
itu
kita
di
itu
kita
bersikap
kebanyakan
Ketika
hidup.
dalam
asalkan
adalah
mereka.
meneruskan
saja
lelaki
cerita
Kita
kesusahan.
bahagia
kejam
anak-anak
dan
terhadap
masa
kini
jasa
ibu
bapak
kepada
kita.
Jangan
hanya
kita
menghargai
mereka
semasa
perintahkan
bapaknya,
susah
Ya
berikan
saleh
kepada
ibunya
payah
sehingga
kepada
dia
Tuhanku,
yang
anak
telah
dewasa
aku
dan
kepada
Engkau
ridhai;
cucuku.
berbuat
dengan
Mengandungnya
tunjukilah
kepadaku
supaya
mengandungnya
(pula).
apabila
manusia
sampai
dan
untuk
ibu
susah
Sesungguhnya
payah,
sampai
mensyukuri
berilah
dan
dan
supaya
bertaubat
dua
empat
Engkau
kepadaku
tiga
puluh
aku
yang
dapat
Engkau
bulan,
ia
berdoa:
telah
Engkau
berbuat
amal
(memberi
dan
ibu
dengan
puluh
tahun
dengan
kepada
orang
melahirkannya
adalah
nimat
kebaikan
aku
kepada
menyapihnya
umurnya
bapakku
baik
yang
kebaikan)
sesungguhnya
ada
kata
terlambat
untuk
kembali
berbakti
kepada
kedua
orang
tua
kita
biarpun
mereka sudah tidak ada di dunia fana ini. salah satu kunci supaya bahagia di dunia dan di akhirat ialah dengan berbakti
kepada Orang Tua. Jika tidak percaya . . . ?? Tes aja sendiri ^_^
Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: Bangun dan shalatlah. Suara itupun
terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan
menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam
mulutku.
Aku berteriak.berteriaktapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas
terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat.kuucapkan AsyhaduAsyhaduaku tidak
mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari
mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku.
Akupun berhenti bergerakinilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemahdan di sisiku
ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi
mempersiapkan diri untuk shalat.
Saat aku terbangun, tentara itu berkata:Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini. Kemudian dia langsung beranjak pergi
dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka
tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi
sebagaimana engkau lihat, kata mereka.
Akupun bertanya kepada mereka: Bagaimana kalian melihatku di air? Mereka menjawab,Sementara kami di tepi pantai,
kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut
hadir dan mengeluarkanmu dari laut.
Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara
jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam
tadi berlangsung dalam beberapa menit.
Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang
telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat
teman-temanku berada dalam penyelaman di laut
Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah
yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan
sekarang dia menelepon?
Aku menjawab.beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali.
Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin
shalat.
Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama
dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya.
Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di
rumah dan ayahku ada di sana.
Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: Kemari, aku merindukanmu! Akupun
mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa
yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata.
Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi
padaku. Kemudian beliau berkata:Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam
keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah.
Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa
menguasai diriku hingga aku berdoa untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manusia mendengar doaku.
Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar
dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai
anakku, engkau teledor terhadap shalat
Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah
keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu.
Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari
peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Taala kemudian karena doa ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari
sentuhan-sentuhan kematian
Allah Taala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuat dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang
paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Taala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat
kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka
dengan rahmat-Mu.
Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban ibadah kita walaupun kelihatannya
sepele.
Sebelum
Sebelum
Sebelum
Sebelum
khatam Al-Quran.
menjadikan para nabi bersyafaat untukmu di hari kiamat.
para muslimin meridhai engkau.
engkau melaksanakan haji dan umrah.
Jantung Ke DUA
Zaki Aditya
Cerita ini adalah kisah nyata dari sahabatnya sahabatku, yang tidak ingin disebutkan nama aslinya. Ia memintaku untuk
menuliskan perjalanan cintanya dalam sebuah cerita. Semoga ini juga menjadi pembelajaran untuk kita semua dan bisa
memetik hikmah dari sebuah peristiwa, walau pengalaman yang datang dari orang lain.
Cinta adalah sesuatu yang lembut dan halus. Mencintai dan dicintai adalah keinginan setiap orang, karena dengan saling
mencintailah kebahagian itu akan tercipta. Mencintai tapi tak dicintai, adalah hal yang wajar karena cinta adalah perasaan
yang tidak bisa dipaksa. kebahagiaan tak akan terasa ada jika terjalin dari keterpaksaan. Tapi, bagaimana jika dua insan
saling mencintai tetapi salah satunya tersakiti? Masihkah itu bisa disebut dengan cinta? Silahkan anda temukan jawabannya
dalam kisah cinta di bawah ini. "JANTUNG KE DUA"....selamat membaca....
Kisah cinta ini berawal ketika aku mengenalnya lewat memori hujan di sudut kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah
pulang kerja, aku terdesak untuk mengikuti mata pelajaran tambahan di kampus. Tetapi naas, motor yang kukendarai dengan
kecepatan tinggi jatuh terhempas di jalanan membuatku tak sadarkan diri. Entah bagaimana akhirnya, wanita itu
membawaku ke rumah sakit terdekat.
Tiga hari aku dirawat di sana, dia lah yang menjagaku, karena aku sebatang kara di kota itu. Keluargaku ada di kota sebelah,
orang tuaku asli warga Banjarmasin dan menetap di sana. Sementara, aku kuliah di Palangkaraya sebagai anak kost dan
bekerja di Pall Mall sebagai kasir. Meskipun sebenarnya aku anak orang berada, tetapi aku lebih memilih hidup mandiri. Kuliah
dari hasil pekerjaanku sendiri serta bantuan beasiswa yang kuterima dari Universitas Palangkaraya. Aku ingin jadi lelaki
mandiri
agar
kelak
bisa
berdiri
tanpa
bergantung
pada
orang
lain,
terutama
pada
orang
tuaku
sendiri.
"Lize" nama wanita itu. Senyumnya menggetarkan jiwaku. Wajahnya cantik, secantik hatinya. Satu kata mulai terlahir dari
hatiku yang mungkin terlalu cepat. Aku jatuh cinta padanya, saat pertama kali melihatnya. Gadis cantik itu bernama, Lize
Kristiani. Keturunan Chines yang memilik wajah oriental suku Dayak Palangka. Setelah kami saling berkenalan dan bertukar
nomer hp aku sangat terkejut, ternyata dia seorang mahasiswi yang satu kampus denganku. Kondisiku yang belum sembuh
betul karena luka yang cukup serius membentur tulang kakiku masih terasa pedih kurasakan, membuatku harus dituntun
sampai ke dalam mobil.
Lize, mengantarku sampai tempat aku kost ke jalan Krakatau. Mulai saat itu, aku selalu merasa berhutang budi padanya.
Setiap hari, kami selalu pulang dan pergi ke kampus bersama. Pertemanan kami berakhir dengan berawalnya kisah cinta. Aku
tak dapat menghindari perasaan ini, semakin aku menjauh darinya, semakin hatiku sakit. Aku telah terpanah busur cintanya,
walau sudah beberapa kali kupikirkan untuk menjauhinya, ternyata hanya membuat hatiku semakin terluka. Akhirnya,
kuputuskan untuk kuteruskan saja cinta ini. Walau kutahu, aku telah salah memilih tambatan hati. Aku seorang Muslim, dan
dia seorang Kristen.
Lize. Dia sangat mencintaiku, seperti itu pula cintaku padanya. Cinta ini lahir begitu saja tulus dari hati, sampai tak ada
wanita lain yang bisa menggeser posisinya di hatiku. Sekian lama kebersamaanku dengannya, keluarganya pun turut merestui
hubungan kami. Mereka juga tahu, kami dari agama yang berbeda. Sudah hampir empat tahun cinta kami terjalin, sudah
lebih sepuluh kali aku membujuknya memeluk agama Islam. Tapi, sudah sepuluh kali juga tiap aku memintanya untuk
meninggalkan agamanya, dia malah memilih untuk memutuskan jalinan cinta yang kami bina. Semua itu membuat aku
sangat terpukul.
Pernah satu kali dia memutuskan cinta, lalu meninggalkanku seminggu ke Jakarta, hatiku sungguh sangat terluka. "Padahal
hanya seminggu" Aku, seperti orang gila yang terlihat normal. Tak ada satu orang pun yang bisa membuatku tersenyum.
Teman-temanku yang berusaha menghiburku dengan menghadirkan wanita lain di hadapanku juga tak ada gunanya. Baru
kusadari cintaku pada Lize bukanlah cinta biasa.
Aku, kembali merasakan butir-butir kebahagiaan setelah ia ada di hadapanku, datang membawakan segelas lemon tea dan
nasi rawon kesukaanku. Dia tahu, aku selalu telat makan. Lize menyuapiku tanpa bicara sepatah kata pun. Airmata mengalir
di pipiku meruntuhkan derajat kelelakianku, tapi aku tak peduli itu. Aku pun memeluknya dengan sangat erat dan meminta
maaf padanya.
Rifky, aku mencintaimu, tapi aku tak pernah memaksamu untuk meninggalkan Tuhanmu" matanya berkaca-kaca memandangi
wajahku dengan sendu.
"Maaf kan... aku... Ay... ( panggilan kesayanganku untuknya) aku janji tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Aku
mencintaimu, kumohon jangan pernah tinggalkan aku lagi."
Kuliah selesai, dan kami pun mengadakan Wisuda. Lize memintaku untuk segera melamarnya, aku pun tak menolak untuk
hidup bersamanya. Aku pulang ke Banjarmasin dan berjanji akan kembali datang untuk melamarnya, setelah mendapatkan
pekerjaan tetap.Tetapi, masalah besar justru hadir setelah kepulanganku. Cintaku ditentang keras oleh orang tuaku. Ayah dan
Ibuku ternyata telah menyiapkan jodoh untukku, yaitu putri sahabat Ayah seorang gadis muslimah dari Martapura,
Kalimantan Selatan. Wanita salehah yang juga cantik rupanya itu bernama, Ikhma. Aku tidak tertarik dengan wanita
keturunan gadis Banjar-Arab itu. Bagaimana mungkin aku akan bahagia nantinya, jika aku harus menikah dan hidup bersama
dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai?
Aku tak berdaya menolak paksaan kedua orang tuaku ,untuk segera menikah dengan Ikhma. Aku juga tak punya kekuatan
untuk terlepas dari kuatnya cinta pada wanita pertama yang hadir di hidupku. Lize, dialah wanita yang menorehkan cinta
teramat dalam di hatiku, yang menyesakan dadaku dengan menghadirkan kenangan manis yang selalu membuat aku rindu.
Wanita yang sering membuatku menangis karena takut kehilangan cintanya. Bagaimana mungkin aku bisa terlepas begitu
saja untuk meninggalkannya? Sementara hatiku telah terkurung dalam penjara cintanya. Empat tahun bukanlah waktu yang
singkat untuk menyayangi seseorang dalam kebersamaan, lantas melepaskannya begitu saja. Tentunya bukan hal yang
mudah untuk kehilangan orang yang teramat dicintai.
****
Rasa berdosa kepada pengantin wanita di sebelahku, dan kepada wanita yang sedang menungguku terus memburu ke dalam
hatiku. Kusebut nama yang salah dalam proses ijab kabul, yang akhirnya diulang berkali-kali membuat Ikhma nampak
kecewa kepadaku. Hatiku haru biru. Kesekian kalinya aku mendapat bimbingan, akhirnya kata sah keluar dari saksi kedua
mempelai. Ikhma, dia resmi menjadi Istriku.
Setelah selesai shalat Isya berjamaah. Tak ada malam pertama setelah kami menikah, aku berdalih tak enak badan pada
Ikhma. Padahal malam pertama, adalah malam terindah yang selalu dinantikan sepasang pengantin muda. Tapi tidak bagiku,
pedih dan sedih mengumpat di dadaku. Ikma buatkan aku secangkir teh hangat dan membujukku untuk makan, aku
menolak. Bahkan, aku tak meminum sedikit pun teh yang disiapkannya untukku hingga dingin.
Malam-malam selanjutnya kulakukan tugasku sebagai suami, meskipun saat melakukannya yang kubayangkan hanya wajah
Lize. Wajah itu selalu membayang-bayangi di setiap hariku. Aku yang sebenarnya periang dan penyayang. kini berubah
menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup. Di rumah aku hanya bicara seperlunya, dan sekarang aku menjadi seorang lelaki
yang mudah marah, walau aku tak pernah memukul wanita.
Sedikit saja Ikhma berbuat salah, aku selalu memakinya, memarahinya dengan meledak-ledak dan mengeluarkan kata-kata
kasar. Kalaupun dia tidak salah, aku selalu berusaha mencari-cari kesalahannya. Berulang kali kucoba ingin menceraikannya,
selalu tak ada kekuatan untuk melakukannya. Tak ada dukungan dari siapapun, selain hatiku sendiri yang menentang.
Pastinya orang tua dan keluargaku akan marah, karena mereka menganggap Ikhma wanita terbaik untuk hidupku dan masa
depanku. Meskipun Ikhma sering mendapatkan perlakuan yang tak enak dariku, ia selau sabar menghadapi tingkahku, walau
ia tak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri.
Setiap kali aku menghubungi Lize via telpon hatiku terasa sangat sakit, karena banyak kebohongan-kebohongan tercipta
setelah aku menikah. Aku, yang sebenarnya telah bekerja di perusahaan besar di Banjarmasin dengan jabatan yang cukup
tinggi, mengaku belum mendapatkan pekerjaan tetap. Sehingga, aku belum bisa menemui Lize ke Palangka untuk memenuhi
janjiku yang tertunda, yaitu menikahinya.
Ikhma, sebenarnya ia wanita yang baik dan cantik, tapi hatiku tak pernah tergerak untuk mengakuinya sebagai istri. Sebelum
berangkat ke kantor, Ikhma selalu menyiapkan segala keperluanku. Mulai dari menyiapkan makan, sampai memakaikan
sepatu dan jasku. Terkadang, ia juga menyelesaikan tugas-tugas kantor yang belum sempat kuselesaikan. Sebelum
berangkat kerja ia selalu mencium tanganku dengan lembut, tapi aku tak pernah mengecup keningnya. Aku tahu, ia sangat
mengharapkan kelembutan hatiku, merindukan sentuhan hangat juga merindukan kecupan kasih sayang dariku. Layaknya
wanita lain yang mendapatkan kemesraan dari setiap pasangannya.
Sewaktu makan siang pun, ia selalu mengantarkan rantang makanan nasi rawon kesukaanku, walau tak pernah kusentuh
masakan itu. Saat pulang kerja, aku tak pernah tersenyum menemui istriku yang membukakan pintu dengan dandanan yang
cantik, bahkan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi sore beserta baju gantiku. Pahitnya, hatiku tak pernah tersentuh.
Yang kutahu, apa yang ia lakukan untukku selalu salah di mataku. Aku, tak bisa membedakan mana yang hitam dan putih
lagi.,
yang
kutahu,
ia
selalu
salah
dan
salah.
Walau
pun
ia
benar,
di
mataku
ia
tetap
salah.
Lize. Aku pun tak punya pilihan lain. Dia, mengancam akan meninggalkanku, bila tidak segera menikahinya.
***
Tak ada wanita yang ingin dimadu, tapi tak ada juga lelaki yang ingin hidup satu atap dengan wanita yang tak pernah dicintai.
Setiap kali aku memaksa diri untuk belajar menerima Ikhma dalam hidupku, namun apalah daya cinta itu tak pernah terasa
ada. Terluka dan terluka, itulah rasa yang telah tertoreh di dalam hatiku. Hanya sakit yang mengganjal didadaku, saat cinta
bicara dengan orang yang salah bukan dari pilihan hati. Akhirnya aku harus berbohong pada Ikhma, akan ada tugas keluar
kota untuk dua bulan ke depan untuk rencana pernikahan keduaku.
''Kuputuskan untuk menikahi Lize dengan cara Islam, walau pun aku telah melanggar hukum dan syariat Islam di dalamnya.
Aku juga mengetahui larangan Allah dalam Firman-Nya:
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walau pun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik
meskipun
ia
menarik
hatimu
(Qs
Albaqarah
:221).
Dua bulan berlalu, aku kembali ke Banjarmasin bukan kaena Ikhma, tapi karena tanggung jawab pekerjaanku. Setelah empat
bulan kepulanganku dari Palangka, Lize datang ke rumahku dan bertemu dengan keluarga serta istriku. Ia datang sebagai
istri keduaku yang tidak hanya sendiri, tapi dengan jabang bayi yang ada di rahimnya hasil buah cinta kami. Lize sempat
pingsan dua kali saat aku mengakui kebohonganku, bahwa Ikhma adalah istri pertamaku. Aku membopongnya tubuhnya yang
tak sadarkan diri ke kamar. Saat aku dihakimi oleh keluargaku dan istri keduaku, kulihat Ikhma lah yang paling tegar. Tak ada
setitik air mata mengalir di wajah sendunya, malahan ia sibuk menenangkan ibuku yang tak henti menangis dan memakiku.
Padahal aku tahu, pasti dia lah orang yang paling terluka hatinya kala itu.
"Ay, bangun ay... " Aku menyodorkan segelas air putih dan meminumi Lize yang mulai sadar. Kugenggam erat tangan Lize
sambil memeluk erat tubuhnya. Aku tahu, Lize akan marah besar padaku saat ia tersadar nanti, karena aku membohonginya
selama ini. Aku sama sekali tidak mempedulikan Ikhma, yang memanadangiku di balik pintu kamar dengan air mata yang
menggenang di sudut matanya dari wajahnya nampak kelam dan suram.
Setelah Lize sadar, ia menangis menghambur ke pelukanku sekaligus memukul-mukul dadaku. Dalam pelukanku,
kutenangkan ia agar berhenti menangis. Kusuapi ia, agar mau makan. Kubujuk Lize, untuk bisa memaafkanku. Kuceritakan
semua yang terjadi dengan sebenar-benarnya, bahwa pernikahanku dengan Ikhma bukanlah keinginanku. Lize, ia menerima
kenyataan itu pastinya juga dengan hati yang sangat terluka. Malam itu, aku tidur dengan Lize. Sementara, aku tidak tahu
Ikhma tidur di kamar mana. Yang kutahu, ia tidak mau kukembalikan pada orang tuannya.
Hidup satu atap dengan dua wanita bukanlah hal yang mudah, apalagi ada orang tuaku yang selalu menyertai di dalamnya.
Kesukaran demi kesukaran terjadi. Orang tuaku yang menentang cintaku, terutama ibu, yang selalu menyalahkan Lize
sebagai perebut suami orang. Dan konyolnya, ibu percaya kalau aku telah terkena guna-guna (ilmu hitam) dari Lize, gadis
keturunan Suku Dayak asli sehingga aku tak pernah bisa melepaskannya.
Lize, ia diperlakukan orangtuaku dengan tidak adil. Seperti apa yang kulakukan kepada Ikhma, begitu juga yang dilakukan
orangtuaku pada Lize. Aku mengancam Ibu akan keluar dari rumah, jika tidak menghormati Lize sebagai istriku. Tentunya Ibu
tidak akan rela jika aku meninggalkannya, karena aku anak satu-satunya. Tetapi, ibu juga membuat hatiku risau. Ibu
mengancamku tak akan memaafkanku, jika aku tidak membagi cintaku dengan adil kepada dua istri yang keduanya masih
sah sebagai istriku. Terutama istri pertamaku, yang selama ini kusia-siakan. Ini hal yang tersulit yang harus kuhadapi. Tak
ada wanita yang ingin digilir cintanya, apalagi dengan keadaan Lize yang sedang hamil muda.
Malam keempat, saat aku seranjang dengan Ikhma, aku tak dapat tidur. Bayanganku ada pada Lize yang berbaring di kamar
sebelah. Mungkin ia sedang menangis atau kedinginan, karena tak ada aku di sampingnya menyelimuti tubuhnya, membelai
rambutnya dan mencium keningnya sebelum tidur, hal yang tak pernah kulakukan pada Ikhma. Aku juga tidak tahu wanita
mana yang paling terluka hatinya. Di antara dua wanita ini hanya satu cinta yang kupunya, tentunya untuk Lize. Entah
kapankah, aku akan bisa menjadi suami yang adil.
"A,
aku
rela
kau
madu
dan
membagi
cintaku
,asal
jangan
kau
ceraikan
aku..."
Ikhma memohon di hadapanku dengan airmata yang tak dibuat-buat. Aku hanya tertegun mendengar kata-kata itu, rasanya
hatiku hampa sekali. Tak ada jawaban dariku, karena aku memang tak ingin menjawabnya. Dan untuk kesekian kalinya,
kutorehkan luka di dadanya dengan caraku yang tak pernah lembut memperlakukannya.
Bahkan,
aku
lebih
sering
tidur
dengan
Lize
dari
pada
dengan
Ikhma,
jika
tak
ada
orang
tuaku
di
rumah.
Pada malam selanjutnya yang dulunya tak pernah kukehendaki terjadi juga. Karena saat itu orang tuaku ada di rumah, aku
pun haus bersikap lembut kepada Ikhma. Harusnya aku hanya tidur dengan Ikhma malam itu, tapi karena Lize mengatakan ia
sedang tak enak badan, ia pun meminta untuk tidur bertiga di dalam kamar Ikhma, aku pun tak dapat menolak. Kulihat
Ikhma memalingkan tubuhnya, setelah aku mengecup kening Lize di hadapannya. Aku baru bisa tertidur, setelah Lize ada di
sebelah kiriku sambil menenangkanku. Seperti biasa, setiap lewat dari jam satu malam menuju dini hari, Ikhma shalat
tahajud. Entah do'a apa yang ia minta pada Allah, sampai air matanya menetes di pipi. Kudengar samar-samar, ia inginkan
agar aku bisa mencintainya dan memberi kasih yang sama, seperti orang ketiga yang hadir dalam cinta kami. Wanita yang
telah kusakiti untuk kesekian kali, malam itu bagai terlahir seperti bidadari surga, walau aku mulai tak mengerti dengan
perasaanku. Entah dari mana datangnya, hatiku mulai tersentuh dengan cintanya. Malam itu, aku menggaulinya dengan
sepenuh
hatiku.
Kupandangi
wajahnya
yang
teramat
cantik
malam
itu
dengan
rasa
kasih
yang
luar
biasa.
"Mamah...kau terlihat sangat cantik malam ini sepertinya... aku... telah... jatuh hati... padamu..."
"Katakah
sekali
lagi
A...
aku
ingin
mendengarnya.."
hanya sekedar tidur dengan Ikhma, membuatnya sangat cemburu. Seakan, ia tak dapat menerima dan tak sanggup lagi
hidup denganku.
Pagi tiba. Lize, memasukan baju-bajunya ke dalam koper. Aku merasa terpukul sekali. Aku membujuknya untuk tetap
bersamaku sambil meminta maaf, aku juga menjelaskan padanya, apa yang telah aku lakukan tadi malam hanyalah sebuah
kekhilafan yang terjadi di luar kendaliku. Aku makin jadi serba salah, Ikhma menangis mendengar kata-kataku, bahwa tadi
malam
yang
kami
lakukan
hanyalah
suatu
"kekhilafan."
Dan
baru
kali
ini,
aku
juga
peduli
pada
Ikhma.
Aliran darahku seakan berhenti, saat Lize meminta aku menceraikannya dan ia akan menggugurkan anakku yang ada di
dalam kandunganya. Ia merasa sudah tak tahan hidup denganku, dengan cinta yang tak adil untuknya. Ikhma menuntun Lize
masuk ke dalam rumah, untuk bicara baik-baik bertiga. Karena hari itu hari Minggu, hanya ada kami bertiga di rumah. Aku
sedang libur kerja, sementara orang tuaku telah berangkat ke luar kota setelah shalat subuh.
" Lize, jangan kau tinggalkan Mas Rifky, karena ia tak bisa hidup tanpamu ...,"
"Mungkin kau bisa tegar menghadapi semua ini, tapi aku tidak ! Kau, telah merebut ia dariku. Aku sangat benci padamu
,Ikhma. Juga padamu, Rifky. Mengapa harus ada anak ini di rahimku, sementara kau sakiti aku dengan cintamu"
Lize menangis dengan emosi yang membara...
"Aku, tidak pernah merebut Mas Rifky darimu. Aku, menikah dengan mas Rifky karena perjodohan yang tak pernah ku
tentang. Jika kutahu dia milikmu, pastinya aku tak akan menerima perjodohan itu. Ia lelaki pertama di hidupku, yang
membuatku terikat dalam tali perkawinan. Ku pikir, dengan adanya ikatan pernikahan akan ada kehidupan cinta di dalamnya,
tapi sampai kini aku tak pernah menemui semua itu"
Mata Ikhma berkaca-kaca walau kelihatan nampak tegar.
"Mengapa kau tidak minta cerai darinya Ikhma, bukankah kau tak pernah bahagia selama hidup dengannya? kau, adalah
racun yang mematikan dalam cinta kami"
"Demi Allah Lize, perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah walau diperbolehkan. Mas Rifky, adalah jodoh yang diberikan
Allah yang ternyata bukan hanya untukku, tapi juga untukmu.
Untuk kujaga dan kuhormati pangkatnya dalam istana hatiku, yang selalu aku terima setiap perlakuan apa pun darinya
dengan Ikhlas. Aku belajar mencintainya, seperti Tuhan mencintaiku. Aku tak pernah merasa tersakiti dalam keadaan apa
pun, selama aku bersamanya. Mungkin, aku yang belum beruntung dalam menjalani kehidupan cintaku. Kau beruntung, telah
mendapatkan cinta yang besar darinya dan mendapatkan keturunan darinya. Aku turut bahagia dengan semua itu"
"Mengapa kau bisa setegar ini Ikhma, maafkan aku baru ku sadari, aku lah yang menjadi duri dalam daging untuk kehidupan
cintamu, aku akan pergi dari kehidupan kalian.."
"Tidak Lize, kau akan tetap di sini, bersama aku dan Mas Rifky. Iya kan, Mas?''
Aku hanya mengangguk, tak percaya ada wanita setegar Ikhma di dunia ini. Mungkin, ia adalah bidadari yang benar adanya,
dan hatinya serupa dengan malaikat yang tak bersayap?
***
Sembilan bulan berlalu. Saat jam bekerja Ikhma menelponku mengabarkan kado bahagia, yang membuat hatiku bersuka cita.
Akhirnya,
Lize
melahirkan
sorang
putri
yang
cantik
jelita,
itu
artinya
aku
telah
menjadi
seorang
ayah.
Kupandangi wajah istriku yang masih lemas di dalam kamar bersalin. Segera aku datangi Lize dan mencium keningnya. Aku
meminta Ikhma dan Lize, tetap menjadi istri yang rukun dan ibu yang baik buat anak-anakku nantinya. Dan Ikhma pun,
dengan perasaan suka menyetujuinya. Lize juga senang mendengar kabar kehamilan Ikhma, yang ternyata sudah memasuki
bulan kedua.
Saat perjalanan pulang ke rumah bersama keluarga besarku. Kulihat senyuman itu manis sekali tengah memangku putri
kecilku. Wajah Ikhma terlihat sangat cantik, dan tak bosan-bosan aku memandangnya. Cinta kurasakan hari itu teramat besar
padanya, walau bukan terlambat untuk mencintainya. Tetapi setidaknya, aku sempat memberi cintaku padanya melebihi cinta
yang kurasakan pada Lize sebelumnya.
Lize, tersenyum ke arahku dengan tatapan bahagia. Bahagia kerana telah menjadi seorang ibu dan bisa menerima kemelut
cinta yang telah kami hadapi bersama. Tapi, tak pernah ku sangka senyuman itu menjadi detik terakhir untuk kunikmati di
hari bahagia dan keindahnya. Tuhan, telah memberikan jalan lain untukku.
Ia mengambil semua keindahan cinta di saat aku baru mengecap kisah kasih yang sempurna. Sebuah mobil datang dari arah
pertigaan kota, lalu bertabrakan dengan mobil yang kukendarai. Kecelakaan maut itu telah merenggut nyawa istriku yang
pertama. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia mengucapakan dua kalimat syahadat dengan fasihnya dan sempat
berpesan padaku:
"A Rifky... Kau telah menjadi Ayah. Anak Lize, adalah anakku juga. Jagalah anak kita dan sahabatku, Lize. Jangan pernah kau
sakiti hatinya, dan cintailah ia dengan cinta yang seutuhnya. Aku titip mereka padamu..."
"Iya, Mah... Air mataku mengalir sambil merangkul tubuhnya. Kupeluk dan kuciumi wajahnya yang bersimbah darah di
kepala.
"Jangan tinggalkan aku, Mah. Kau wanita yang kuat... Kau akan bisa bertahan, Mah..." teriakku dengan airmata yang
membanjir.
Tuhan kiranya berkehandak lain. Jodoh, kehidupan, dan kematian, Tuhan lah pemilik dan pengaturnya. Sampai di penghujung
nafasnya, ia mengucapkan kalimat syahadat dengan begitu fasihnya. Rohnya melayang pergi meninggalkan jasadnya. Ikhma
pun tiada.
Penyesalanku memang tak berguna, tapi setidaknya aku sempat memberikan cinta yang besar padanya kurang lebih satu
tahun sebelum kepergiannya, dengan cinta yang tak dapat kutebus untuk seumur hidupku. Karena setelah kepergiannya, aku
tak pernah bisa berhenti untuk mencintainya. Dia, memberiku kehidupan sebagai jantung kedua di hidupku. Mungkin jika saat
itu orang tuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita setegar dia, aku tak akan bisa bersama kembali dengan orang yang
juga sangat kucintai, Lize.
"Jika Lize adalah cinta pertamaku, maka Ikhma telah menjadi cinta terakhirku
Jika Lize adalah cinta matiku, maka Ikhma lah sebagai cinta yang hidup dalam jiwaku
Jika lize adalah cinta suciku, maka Ikhma adalah cinta sejati di hidupku
Dan aku menunggu hari-hari indah itu kembali
Mengharapkan satu saat nanti...
Aku bertemu dengan anak dan istriku berkumpul kembali, di surga yang abadi ..."
Maafkan aku Ikhma... yang tak sempat memberimu cinta, dari separu usiaku yang tertinggal. Semoga, kau diterima di sisiNya dan mendapatkan kebahagiaan abadi yang dikelilingi malaikat-malaikat putih yang menghias tidur panjangmu, dengan
taman kehidupan wangi surgawi yang tak pernah pudar. Kusimpan cintamu dalam kasih yang abadi di dalam kenanganku.
Pertemuan yang kurindukan itu akan ada, setelah aku menyusulmu.
Aku, menunggu jantung keduaku untuk bisa segera bersamamu. Kita akan bertemu di sana bersama anak-anak kita. Di sini,
kami selalu berdo'a kebaikan untukmu dan selalu merindukanmu. Tidurlah yang damai, dan bersimpuhlah di keharibaan
Tuhan yang selalu kau bangakan keagungan-Nya. Semoga, kau telah di tempatkan di surga firdaus-Nya. Amiin...