You are on page 1of 16

Dialog Wanita Gaul dengan Pemuda Soleh

Zaki Aditya
Seorang

wanita

gaul

bertanya

pada

seorang

pemuda

yang

soleh:

Wanita: "Kenapa sih kamu nggak mau bersentuhan tangan denganku? Emangnya aku ini hina ya?"

Pemuda: "Bukan begitu Mba, Justru saya lakukan itu karena saya sangat menghargai Mba sebagai seorang wanita"
Wanita: "Maksudmu?"
Pemuda: "Coba saya tanya sama Mba, apakah boleh seorang rakyat jelata menyentuh tangan putri keraton yang dimuliakan?"
Wanita: (Sambil mengernyitkan dahi) "T..Tentu gak boleh sembarangan dong!"
Pemuda: "Nah, Islam mengajarkan bagaimana kami menghormati semua wanita layaknya ratu yang ceritakan tadi. Hanya
pangeran saja yang layak menyentuh tuan putri".
Wanita: (Sambil agak malu) "Oh.. Terus kenapa sih mesti pakai menutup tubuh segala, pake kerudung lagi, jadi gak keliatan
seksinya"
Pemuda : (Membuka sebuah rambutan, lalu memakannya sebagian. Dan mengambil sebuah lagi sambil menyodorkan 2 buah
rambutan itu pada wanita tersebut) "Kalau Mba harus memilih, pilih rambutan yang sudah saya makan atau yang masih
belum terbuka"
Wanita: (Sambil keheranan dan sedikit merasa jijik) "Hi.. Ya saya pilih yang masih utuh lah, mana mau saya makan bekas
Mas".
Pemuda : (Sambil tersenyum) "Tepat sekali, semua orang pasti memilih yang utuh, bersih, terjaga begitu juga dengan wanita.
Islam mensyariatkan wanita untuk berhijab dan menutup aurat semata-mata untuk kemuliaan wanita juga".
Wanita: "Terimakasih ya, aku semakin yakin untuk berhijab dan menutup aurat, Islam memang sangat memuliakan wanita.
Subhanallah. Ngomong-ngomongMas sudah punya pacar belum?"
Pemuda: "Mmm.. Saya belum punya dan bertekad tidak akan punya pacar."
Wanita : (Kebingungan) "Loh, kenapa? Bukannya semua muda-mudi sekarang punya temen istimewa"
Pemuda: "Begini Mba, kira-kira kalau Mba diberi hadiah handphone, ingin yang bekas atau yang masih baru??"
Wanita: "Ya jelas yang baru lah"
Pemuda: "Kalau suatu saat Mba menikah, mau pakai baju loakan yang harganya Rp.50.000/3 potong atau gaun istimewa
yang harganya Rp.20 juta keatas"
Wanita: "Ih.. Mas ini. Ya pasti saya pilih gaun istimewa, mana mau saya pakai baju loakan, udah bekas dipegang orang, gak
steril lagi. hi..."
Pemuda: "Nah, begitu juga Islam memandang pacaran Mba. Kami, diajarkan untuk menjunjung ikatan suci bernama
pernikahan. menjadi pasangan yang saling mencintai karenaNya. Yang menjaga kesucian dan kehormatan dirinya sebelum
akad suci itu terucap. Karena kami hanya ingin mempersembahkanyang terbaik untuk pasangan kami kelak"

Wanita: (Hatinya berdebar-debar tak menentu, kata-kata pemuda tadi menjadi embun bagi hatinya yang selama ini hampa.
Matanya pun menetes) "Mas, aku semakin merasa banyak dosa. Masihkah ada pintu taubat untukku dengan semua yang
sudah aku lakukan?"
Pemuda: (Matanya berbinar, perkataannya berat) "Mba, jikalah diibaratkan seorang musafir kehilangan unta beserta makanan
dan minumannya di gurun pasir yang tandus. Maka kebahagiaan Allah menerima taubat hambanya lebih besar dari
kebahagiaan musafir yang menemukan untanya kembali. Kalaulah kita datang dengan membawa dosa seluas langit, Allah
akan mendatangi kita dengan ampunan sebesar itu juga. Subhanallah".
Wanita: (Berderai air matanya, segera ia usap dengan tisunya) "Terimakasih Mas, saya banyak mendapatkan pencerahan
hidup. Semoga saya bisa berubah lebih baik
Pemuda: Aamiin

Kisah Pohon Apel


Zaki Aditya
Sebagian
muat

dari

kita

kembali

mungkin

buat

sudah

pernah

saudara-saudara

membaca

kita

yang

cerita
belum

ini

tapi

apa

pernah

salahnya

membaca

saya

cerita

ini

dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat
Suatu
kanak
pohon

masa
lelaki

dahulu,
begitu

tersebut,

beristirahat

lalu

terdapat

gemar

bermain-main

memetik
terlelap

sebatang

di

pohon

di

apel

sekitar

serta

memakan

perdu

pohon

pohon

apel

apel

yang
apel

ini

sepuas-puas

tersebut.

Anak

amat

besar.Seorang

setiap

hatinya,
lelaki

hari.
dan

tersebut

Dia

kanakmemanjat

adakalanya
begitu

dia

menyayangi

tempat permainannya.
Pohon
besar
di

apel
dan

sekitar

itu
menjadi
pohon

juga

menyukai

seorang
apel

anak

remaja.

tersebut.

Dia

Namun

tersebut.
tidak
begitu,

Masa

lagi

berlalu

menghabiskan

suatu

hari

anak

masanya

dia

datang

lelaki
setiap
kepada

itu
hari

sudah
bermain

pohon

apel

tersebut dengan wajah yang sedih.


Marilah bermain-mainlah di sekitarku, ajak pohon apel itu.
Aku

bukan

lagi

kanak-kanak,

aku

tidak

lagi

gemar

bermain

dengan

engkau,

jawab

remaja

itu.
Aku

mau

yang sedih.

permainan.

Aku

perlu

uang

untuk

membelinya,

tambah

remaja

itu

dengan

nada

Lalu

pohon

Juallah

apel

untuk

itu

berkata,

mendapatkan

Kalau

begitu,

uang.

Dengan

gembiranya

memetik

petiklah

itu,

kau

semua

apel

apel-apel
dapat

yang

ada

membeli

padaku.

permainan

yang

kauinginkan.

Remaja

itu

dengan

di

pohon

itu

dan

pergi

dari

situ.

Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.

Marilah bermain-mainlah di sekitarku, ajak pohon apel itu.


Aku

tiada

membina

waktu

untuk

rumah

bermain.

sebagai

Aku

tempat

terpaksa

perlindungan

bekerja
untuk

untuk

mendapatkan

keluargaku.

uang.

Bisakah

Aku

kau

ingin

menolongku?

Tanya anak itu.


Maafkan

aku.

yang

besar

Lalu,

remaja

dengan

Aku

ini

tidak

dan

yang

mempunyai

kau

buatlah

semakin

dewasa

gembiranya.

Pohon

rumah.

rumah
itu

apel

itu

Tetapi

daripadanya.

memotong
pun

ke

kau

boleh

Pohon

apel

itu

dahan-dahanku

memberikan

dahan

pohon

gembira

tetapi

kemudiannya

menemui

pohon

apel

turut

semua

memotong

apel

itu

cadangan.
dan

merasa

pergi
sedih

karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.


Suatu

hari

yang

panas,

adalah

anak

lelaki

yang

seorang
pernah

lelaki

datang

bermain-main

dengan

pohon

apel

itu.

itu.
Dia

Dia

telah

sebenarnya
matang

dan

sekitarmu.

Aku

dewasa.
Marilah bermain-mainlah di sekitarku, ajak pohon apel itu.
Maafkan
sudah

aku,

tetapi

dewasa.

aku

Aku

bukan

lagi

mempunyai

anak

cita-cita

lelaki

yang

untuk

suka

belayar.

bermain-main

Malangnya,

di

aku

tidak

mempunyai

perahu. Bolehkah kau menolongku? Tanya lelaki itu.


Aku
batang

tidak

mempunyai

pohon

ini

perahu

untuk

untuk

dijadikan

diberikan

perahu.

Kau

kepada
akan

kau.
dapat

Tetapi
belayar

kau
dengan

boleh

memotong

gembira,

kata

pohon apel itu.


Lelaki

itu

merasa

amat

gembira

dan

menebang

batang

pohon

apel

itu.

Dia

kemudian

pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun

begitu,

pada

suatu

hari,

seorang

lelaki

yang

semakin

di

menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.

mamah

usia,

datang

Maafkan

aku.

memberikan
perahu.

Aku

buahku

Aku

tidak

ada

untuk

kau

ada

tunggul

hanya

apa-apa

jual,

lagi

dahanku

dengan

untuk

untuk

diberikan

kau

buat

kepada

rumah,

akar

yang

hampir

mati

sudah

tiada

bergigi

untuk

kau.

batangku

kata

Aku

untuk

pohon

sudah

kau

apel

itu

buat
dengan

nada pilu.
Aku

tidak

dahanmu
aku

mahu

apelmu

kerana

tidak

aku

berupaya

karena

sudah
untuk

aku

tua

untuk

belayar

memotongnya,

lagi,

aku

aku

merasa

memakannya,

tidak

lelah

dan

mahu
ingin

aku

batang

tidak

mahu

pohonmu

istirahat,

jawab

kerana

lelaki

tua

itu.
Jika

begitu,

istirahatlah

di

perduku,

kata

pohon

apel

itu.

Lalu

lelaki

tua

itu

duduk

beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah

kamu.

kedua-dua
kita

ibu

Sebenarnya,
bapak

meningkat

tinggalkan
Namun
gembira

apel

dan

kita

apel

kita

yang

masih

perlukan

hanya

kembali

meminta

menolong

kita

hidup.

Anda

mungkin

terfikir

tetapi

fikirkanlah,

itu

kita

bantuan

tetap

itu,

dimaksudkan

muda,

mereka

dalam

pohon

Saat

remaja,

mereka,

begitu,

kita.

pohon

dan

di

suka

dalam

bermain

mereka

untuk

pertolongan

apabila

melakukan

bahwa

apa

anak

hakikatnya

bagaimana

dengan

itu

kita

di

itu

kita

bersikap

kebanyakan

Ketika

hidup.

dalam

asalkan

adalah

mereka.

meneruskan

saja

lelaki

cerita

Kita

kesusahan.
bahagia

kejam

anak-anak

dan

terhadap
masa

kini

melayani ibu bapak mereka.


Hargailah

jasa

ibu

bapak

kepada

kita.

Jangan

hanya

kita

menghargai

mereka

semasa

menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.


Allah SWT berfirman :
Kami

perintahkan

bapaknya,
susah

Ya
berikan
saleh
kepada

ibunya
payah

sehingga

kepada

dia

Tuhanku,

yang
anak

telah

dewasa
aku

dan

kepada

Engkau

ridhai;

cucuku.

berbuat

dengan

Mengandungnya

tunjukilah

kepadaku

supaya

mengandungnya

(pula).

apabila

manusia

sampai

dan

untuk
ibu

susah

Sesungguhnya

payah,

sampai

mensyukuri

berilah

dan

dan

supaya

bertaubat

dua

empat

Engkau

kepadaku

tiga

puluh

aku

yang

dapat

Engkau

bulan,

ia

berdoa:

telah

Engkau

berbuat

amal

(memberi
dan

ibu
dengan

puluh

tahun

dengan

kepada

orang

melahirkannya

adalah

nimat

kebaikan
aku

kepada

menyapihnya

umurnya

bapakku

baik

yang

kebaikan)
sesungguhnya

aku termasuk orang-orang yang berserah diri [Q.S 46:15]


Belum

ada

kata

terlambat

untuk

kembali

berbakti

kepada

kedua

orang

tua

kita

biarpun

mereka sudah tidak ada di dunia fana ini. salah satu kunci supaya bahagia di dunia dan di akhirat ialah dengan berbakti
kepada Orang Tua. Jika tidak percaya . . . ?? Tes aja sendiri ^_^

Kisah Nyata : DISAAT SHALAT IMAM MASJID MENDENGAR JERITAN


ANAKNYA YANG SEDANG TENGGELAM DI LAUT
Zaki Aditya
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
Umur siapa yang tahu, demikian juga seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya juga tak bisa mengelak dari hal tersebut.
Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah disiarkan oleh Radio Al Quran di Makkah al Mukarramah. Kisah
ini terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syuaibah, yaitu daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km
di Selatan Jeddah.
Pemilik kisah ini berkata: ...
Ayahku adalah seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu memerintahkan aku untuk shalat setiap
kali datang waktu shalat. Beliau membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura seakan-akan pergi ke
masjid padahal tidak.
Bahkan aku hanya mencukupkan diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jamaah selesai menunaikan shalat. Keadaan
yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21 tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh
dari Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan shalat, aku tetap berbakti kepada kedua
orang tuaku.
Inilah sekelumit dari kisah hidupku di masa lalu ..
Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang pemuda.
Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai. Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan
siang. setelah makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam dengan tabung oksigen. sesuai
aturan, wajib ada satu orang yang tetap tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para penyelam itu
terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan.
Akupun duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di dalam kemah, sementara disamping
kami juga terdapat sekelompok pemuda yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka
mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat.
Aku terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat
bersama mereka. Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian terhadap shalat berjamaah
dengan perhatian yang sangat besar, hingga menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian.
Aku sangat mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara aku berada di daerah yang dalam. AKu
memutuskan untuk tidur diatas punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air.
Dan itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang menarikku ke bawah aku berusaha untuk naik..aku
berusaha untuk melawan.aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi aku merasa orang yang tadi
menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke
bawah.
Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang. Aku seorang diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada
lalat. Nafaspun mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu
mengapa aku ingat kepada ayahku, saudara-saudaraku, kerabat-kerabat dan teman-temanku hingga karyawan di toko pun
aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam kehidupanku terlintas dalam ingatankusemuanya pada detik-detik
yang terbataskemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!!
Mulailah aku bertanya kepada diriku sendiriapa engkau shalat? Tidak. Apa engkau puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji?
Tidak. Apa engkau bershadaqah? Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan berpisah dari
kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu?

Tiba-tiba aku mendengar suara ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: Bangun dan shalatlah. Suara itupun
terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan
menyelamatkanku. Hal ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya, sementara air masuk ke dalam
mulutku.
Aku berteriak.berteriaktapi tidak ada yang menjawab. Aku merasakan asinnya air di dalam tubuhku, mulailah nafas
terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku berusaha untuk mengucapkan syahadat.kuucapkan AsyhaduAsyhaduaku tidak
mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang tenggorokanku dan menghalangiku dari
mengucapkannya. Aku merasa bahwa nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku.
Akupun berhenti bergerakinilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada di dalam kemahdan di sisiku
ada seorang tentara dari Khafar al Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang tadi
mempersiapkan diri untuk shalat.
Saat aku terbangun, tentara itu berkata:Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini. Kemudian dia langsung beranjak pergi
dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka
tidak mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi
sebagaimana engkau lihat, kata mereka.
Akupun bertanya kepada mereka: Bagaimana kalian melihatku di air? Mereka menjawab,Sementara kami di tepi pantai,
kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut
hadir dan mengeluarkanmu dari laut.
Perlu diketahui bahwa jarak terdekat denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami, sementara
jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam
tadi berlangsung dalam beberapa menit.
Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb yang
telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat
teman-temanku berada dalam penyelaman di laut
Ketika aku bersama para pemuda yang menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata ayah
yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan
sekarang dia menelepon?
Aku menjawab.beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali.
Tentu saja aku tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan selesai aku merasa sangat ingin
shalat.
Maka aku berdiri dan shalat dua rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu aku habiskan selama
dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang jujur dan banyak menangis di dalamnya.
Aku menunggu kawan-kawanku hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan. Akupun sampai di
rumah dan ayahku ada di sana.
Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan berkata: Kemari, aku merindukanmu! Akupun
mengikutinya, kemudian beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada beliau tentang apa
yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata.
Aku merasa beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya aku menceritakan apa yang terjadi
padaku. Kemudian beliau berkata:Demi Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku dalam
keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan-akan engkau berada dalam sebuah musibah.
Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa
menguasai diriku hingga aku berdoa untukmu dengan sekeras-kerasnya sementara manusia mendengar doaku.

Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku segera keluar
dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai
anakku, engkau teledor terhadap shalat
Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah
keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah yang Dia perbuat terhadapmu.
Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari
peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Taala kemudian karena doa ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari
sentuhan-sentuhan kematian
Allah Taala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun kuat dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang
paling lemah di hadapan keperkasaan dan keagungan Allah Taala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib atas kalian taat
kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua.
ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami dan taubat mereka dan rahmatilah mereka
dengan rahmat-Mu.
Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban ibadah kita walaupun kelihatannya
sepele.

Rasulullah berpesan kepada siti Aisyah r.a :


Ya, Aisyah, jangan engkau tidur sebelum melakukan empat perkara yaitu :
1.
2.
3.
4.

Sebelum
Sebelum
Sebelum
Sebelum

khatam Al-Quran.
menjadikan para nabi bersyafaat untukmu di hari kiamat.
para muslimin meridhai engkau.
engkau melaksanakan haji dan umrah.

Bertanya siti Aisyah :


Ya Rasulullah, bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara seketika ?
Rasul tersenyum dan bersabda :
1. Jika engkau akan tidur, membacalah surat al-Ikhlas tiga kali.
Seakan-akan engkau telah meng-khatamkan Al-Quran.
Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Qulhuallaahu ahad' Allaahushshamad' lam yalid walam yuulad' walam yakul lahuu kufuwan ahad'
(3x)
2. Membacalah shalawat untukku dan untuk para nabi sebelum aku.
Maka kami semua akan memberimu syafaat di hari kiamat.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Allaahumma shallii 'alaa Muhammad wa'alaa aalii Muhammad (3x).
3. Beristighfarlah untuk para mukminin maka mereka akan meridhai engkau.
Astaghfirullaahal adziim aladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu ilaih (3x).

4. Dan perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil dan bertakbir.


Maka seakan-akan engkau telah melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Subhanallaahi Walhamdulillaahi walaailaaha illallaahu allaahu akbar (3x).
Wallahu a'lam bishawab.

Jantung Ke DUA
Zaki Aditya

Cerita ini adalah kisah nyata dari sahabatnya sahabatku, yang tidak ingin disebutkan nama aslinya. Ia memintaku untuk
menuliskan perjalanan cintanya dalam sebuah cerita. Semoga ini juga menjadi pembelajaran untuk kita semua dan bisa
memetik hikmah dari sebuah peristiwa, walau pengalaman yang datang dari orang lain.

Cinta adalah sesuatu yang lembut dan halus. Mencintai dan dicintai adalah keinginan setiap orang, karena dengan saling
mencintailah kebahagian itu akan tercipta. Mencintai tapi tak dicintai, adalah hal yang wajar karena cinta adalah perasaan
yang tidak bisa dipaksa. kebahagiaan tak akan terasa ada jika terjalin dari keterpaksaan. Tapi, bagaimana jika dua insan
saling mencintai tetapi salah satunya tersakiti? Masihkah itu bisa disebut dengan cinta? Silahkan anda temukan jawabannya
dalam kisah cinta di bawah ini. "JANTUNG KE DUA"....selamat membaca....

Kisah cinta ini berawal ketika aku mengenalnya lewat memori hujan di sudut kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Setelah
pulang kerja, aku terdesak untuk mengikuti mata pelajaran tambahan di kampus. Tetapi naas, motor yang kukendarai dengan
kecepatan tinggi jatuh terhempas di jalanan membuatku tak sadarkan diri. Entah bagaimana akhirnya, wanita itu
membawaku ke rumah sakit terdekat.

Tiga hari aku dirawat di sana, dia lah yang menjagaku, karena aku sebatang kara di kota itu. Keluargaku ada di kota sebelah,
orang tuaku asli warga Banjarmasin dan menetap di sana. Sementara, aku kuliah di Palangkaraya sebagai anak kost dan
bekerja di Pall Mall sebagai kasir. Meskipun sebenarnya aku anak orang berada, tetapi aku lebih memilih hidup mandiri. Kuliah
dari hasil pekerjaanku sendiri serta bantuan beasiswa yang kuterima dari Universitas Palangkaraya. Aku ingin jadi lelaki
mandiri

agar

kelak

bisa

berdiri

tanpa

bergantung

pada

orang

lain,

terutama

pada

orang

tuaku

sendiri.

"Lize" nama wanita itu. Senyumnya menggetarkan jiwaku. Wajahnya cantik, secantik hatinya. Satu kata mulai terlahir dari
hatiku yang mungkin terlalu cepat. Aku jatuh cinta padanya, saat pertama kali melihatnya. Gadis cantik itu bernama, Lize

Kristiani. Keturunan Chines yang memilik wajah oriental suku Dayak Palangka. Setelah kami saling berkenalan dan bertukar
nomer hp aku sangat terkejut, ternyata dia seorang mahasiswi yang satu kampus denganku. Kondisiku yang belum sembuh
betul karena luka yang cukup serius membentur tulang kakiku masih terasa pedih kurasakan, membuatku harus dituntun
sampai ke dalam mobil.
Lize, mengantarku sampai tempat aku kost ke jalan Krakatau. Mulai saat itu, aku selalu merasa berhutang budi padanya.
Setiap hari, kami selalu pulang dan pergi ke kampus bersama. Pertemanan kami berakhir dengan berawalnya kisah cinta. Aku
tak dapat menghindari perasaan ini, semakin aku menjauh darinya, semakin hatiku sakit. Aku telah terpanah busur cintanya,
walau sudah beberapa kali kupikirkan untuk menjauhinya, ternyata hanya membuat hatiku semakin terluka. Akhirnya,
kuputuskan untuk kuteruskan saja cinta ini. Walau kutahu, aku telah salah memilih tambatan hati. Aku seorang Muslim, dan
dia seorang Kristen.

Lize. Dia sangat mencintaiku, seperti itu pula cintaku padanya. Cinta ini lahir begitu saja tulus dari hati, sampai tak ada
wanita lain yang bisa menggeser posisinya di hatiku. Sekian lama kebersamaanku dengannya, keluarganya pun turut merestui
hubungan kami. Mereka juga tahu, kami dari agama yang berbeda. Sudah hampir empat tahun cinta kami terjalin, sudah
lebih sepuluh kali aku membujuknya memeluk agama Islam. Tapi, sudah sepuluh kali juga tiap aku memintanya untuk
meninggalkan agamanya, dia malah memilih untuk memutuskan jalinan cinta yang kami bina. Semua itu membuat aku
sangat terpukul.

Pernah satu kali dia memutuskan cinta, lalu meninggalkanku seminggu ke Jakarta, hatiku sungguh sangat terluka. "Padahal
hanya seminggu" Aku, seperti orang gila yang terlihat normal. Tak ada satu orang pun yang bisa membuatku tersenyum.
Teman-temanku yang berusaha menghiburku dengan menghadirkan wanita lain di hadapanku juga tak ada gunanya. Baru
kusadari cintaku pada Lize bukanlah cinta biasa.

Aku, kembali merasakan butir-butir kebahagiaan setelah ia ada di hadapanku, datang membawakan segelas lemon tea dan
nasi rawon kesukaanku. Dia tahu, aku selalu telat makan. Lize menyuapiku tanpa bicara sepatah kata pun. Airmata mengalir
di pipiku meruntuhkan derajat kelelakianku, tapi aku tak peduli itu. Aku pun memeluknya dengan sangat erat dan meminta
maaf padanya.

Rifky, aku mencintaimu, tapi aku tak pernah memaksamu untuk meninggalkan Tuhanmu" matanya berkaca-kaca memandangi
wajahku dengan sendu.
"Maaf kan... aku... Ay... ( panggilan kesayanganku untuknya) aku janji tidak akan mengulangi hal bodoh ini lagi. Aku
mencintaimu, kumohon jangan pernah tinggalkan aku lagi."

Kuliah selesai, dan kami pun mengadakan Wisuda. Lize memintaku untuk segera melamarnya, aku pun tak menolak untuk
hidup bersamanya. Aku pulang ke Banjarmasin dan berjanji akan kembali datang untuk melamarnya, setelah mendapatkan
pekerjaan tetap.Tetapi, masalah besar justru hadir setelah kepulanganku. Cintaku ditentang keras oleh orang tuaku. Ayah dan
Ibuku ternyata telah menyiapkan jodoh untukku, yaitu putri sahabat Ayah seorang gadis muslimah dari Martapura,
Kalimantan Selatan. Wanita salehah yang juga cantik rupanya itu bernama, Ikhma. Aku tidak tertarik dengan wanita
keturunan gadis Banjar-Arab itu. Bagaimana mungkin aku akan bahagia nantinya, jika aku harus menikah dan hidup bersama
dengan wanita yang sama sekali tidak aku cintai?
Aku tak berdaya menolak paksaan kedua orang tuaku ,untuk segera menikah dengan Ikhma. Aku juga tak punya kekuatan
untuk terlepas dari kuatnya cinta pada wanita pertama yang hadir di hidupku. Lize, dialah wanita yang menorehkan cinta
teramat dalam di hatiku, yang menyesakan dadaku dengan menghadirkan kenangan manis yang selalu membuat aku rindu.
Wanita yang sering membuatku menangis karena takut kehilangan cintanya. Bagaimana mungkin aku bisa terlepas begitu
saja untuk meninggalkannya? Sementara hatiku telah terkurung dalam penjara cintanya. Empat tahun bukanlah waktu yang
singkat untuk menyayangi seseorang dalam kebersamaan, lantas melepaskannya begitu saja. Tentunya bukan hal yang
mudah untuk kehilangan orang yang teramat dicintai.
****
Rasa berdosa kepada pengantin wanita di sebelahku, dan kepada wanita yang sedang menungguku terus memburu ke dalam
hatiku. Kusebut nama yang salah dalam proses ijab kabul, yang akhirnya diulang berkali-kali membuat Ikhma nampak
kecewa kepadaku. Hatiku haru biru. Kesekian kalinya aku mendapat bimbingan, akhirnya kata sah keluar dari saksi kedua
mempelai. Ikhma, dia resmi menjadi Istriku.

Setelah selesai shalat Isya berjamaah. Tak ada malam pertama setelah kami menikah, aku berdalih tak enak badan pada
Ikhma. Padahal malam pertama, adalah malam terindah yang selalu dinantikan sepasang pengantin muda. Tapi tidak bagiku,
pedih dan sedih mengumpat di dadaku. Ikma buatkan aku secangkir teh hangat dan membujukku untuk makan, aku
menolak. Bahkan, aku tak meminum sedikit pun teh yang disiapkannya untukku hingga dingin.

Malam-malam selanjutnya kulakukan tugasku sebagai suami, meskipun saat melakukannya yang kubayangkan hanya wajah
Lize. Wajah itu selalu membayang-bayangi di setiap hariku. Aku yang sebenarnya periang dan penyayang. kini berubah
menjadi pribadi yang pendiam dan tertutup. Di rumah aku hanya bicara seperlunya, dan sekarang aku menjadi seorang lelaki
yang mudah marah, walau aku tak pernah memukul wanita.

Sedikit saja Ikhma berbuat salah, aku selalu memakinya, memarahinya dengan meledak-ledak dan mengeluarkan kata-kata
kasar. Kalaupun dia tidak salah, aku selalu berusaha mencari-cari kesalahannya. Berulang kali kucoba ingin menceraikannya,
selalu tak ada kekuatan untuk melakukannya. Tak ada dukungan dari siapapun, selain hatiku sendiri yang menentang.

Pastinya orang tua dan keluargaku akan marah, karena mereka menganggap Ikhma wanita terbaik untuk hidupku dan masa
depanku. Meskipun Ikhma sering mendapatkan perlakuan yang tak enak dariku, ia selau sabar menghadapi tingkahku, walau
ia tak mendapatkan hak nya sebagai seorang istri.

Setiap kali aku menghubungi Lize via telpon hatiku terasa sangat sakit, karena banyak kebohongan-kebohongan tercipta
setelah aku menikah. Aku, yang sebenarnya telah bekerja di perusahaan besar di Banjarmasin dengan jabatan yang cukup
tinggi, mengaku belum mendapatkan pekerjaan tetap. Sehingga, aku belum bisa menemui Lize ke Palangka untuk memenuhi
janjiku yang tertunda, yaitu menikahinya.

Ikhma, sebenarnya ia wanita yang baik dan cantik, tapi hatiku tak pernah tergerak untuk mengakuinya sebagai istri. Sebelum
berangkat ke kantor, Ikhma selalu menyiapkan segala keperluanku. Mulai dari menyiapkan makan, sampai memakaikan
sepatu dan jasku. Terkadang, ia juga menyelesaikan tugas-tugas kantor yang belum sempat kuselesaikan. Sebelum
berangkat kerja ia selalu mencium tanganku dengan lembut, tapi aku tak pernah mengecup keningnya. Aku tahu, ia sangat
mengharapkan kelembutan hatiku, merindukan sentuhan hangat juga merindukan kecupan kasih sayang dariku. Layaknya
wanita lain yang mendapatkan kemesraan dari setiap pasangannya.

Sewaktu makan siang pun, ia selalu mengantarkan rantang makanan nasi rawon kesukaanku, walau tak pernah kusentuh
masakan itu. Saat pulang kerja, aku tak pernah tersenyum menemui istriku yang membukakan pintu dengan dandanan yang
cantik, bahkan sudah menyiapkan air hangat untuk mandi sore beserta baju gantiku. Pahitnya, hatiku tak pernah tersentuh.
Yang kutahu, apa yang ia lakukan untukku selalu salah di mataku. Aku, tak bisa membedakan mana yang hitam dan putih
lagi.,

yang

kutahu,

ia

selalu

salah

dan

salah.

Walau

pun

ia

benar,

di

mataku

ia

tetap

salah.

Lize. Aku pun tak punya pilihan lain. Dia, mengancam akan meninggalkanku, bila tidak segera menikahinya.

***
Tak ada wanita yang ingin dimadu, tapi tak ada juga lelaki yang ingin hidup satu atap dengan wanita yang tak pernah dicintai.
Setiap kali aku memaksa diri untuk belajar menerima Ikhma dalam hidupku, namun apalah daya cinta itu tak pernah terasa
ada. Terluka dan terluka, itulah rasa yang telah tertoreh di dalam hatiku. Hanya sakit yang mengganjal didadaku, saat cinta
bicara dengan orang yang salah bukan dari pilihan hati. Akhirnya aku harus berbohong pada Ikhma, akan ada tugas keluar
kota untuk dua bulan ke depan untuk rencana pernikahan keduaku.

''Kuputuskan untuk menikahi Lize dengan cara Islam, walau pun aku telah melanggar hukum dan syariat Islam di dalamnya.
Aku juga mengetahui larangan Allah dalam Firman-Nya:

"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka beriman (masuk islam). Sesungguhnya wanita budak yang
mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walau pun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan wanita orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik

meskipun

ia

menarik

hatimu

(Qs

Albaqarah

:221).

Benar kata pepatah, sepandai-pandainya topai melompat akan terjatuh juga.

Dua bulan berlalu, aku kembali ke Banjarmasin bukan kaena Ikhma, tapi karena tanggung jawab pekerjaanku. Setelah empat
bulan kepulanganku dari Palangka, Lize datang ke rumahku dan bertemu dengan keluarga serta istriku. Ia datang sebagai
istri keduaku yang tidak hanya sendiri, tapi dengan jabang bayi yang ada di rahimnya hasil buah cinta kami. Lize sempat
pingsan dua kali saat aku mengakui kebohonganku, bahwa Ikhma adalah istri pertamaku. Aku membopongnya tubuhnya yang
tak sadarkan diri ke kamar. Saat aku dihakimi oleh keluargaku dan istri keduaku, kulihat Ikhma lah yang paling tegar. Tak ada
setitik air mata mengalir di wajah sendunya, malahan ia sibuk menenangkan ibuku yang tak henti menangis dan memakiku.
Padahal aku tahu, pasti dia lah orang yang paling terluka hatinya kala itu.

"Ay, bangun ay... " Aku menyodorkan segelas air putih dan meminumi Lize yang mulai sadar. Kugenggam erat tangan Lize
sambil memeluk erat tubuhnya. Aku tahu, Lize akan marah besar padaku saat ia tersadar nanti, karena aku membohonginya
selama ini. Aku sama sekali tidak mempedulikan Ikhma, yang memanadangiku di balik pintu kamar dengan air mata yang
menggenang di sudut matanya dari wajahnya nampak kelam dan suram.

Setelah Lize sadar, ia menangis menghambur ke pelukanku sekaligus memukul-mukul dadaku. Dalam pelukanku,
kutenangkan ia agar berhenti menangis. Kusuapi ia, agar mau makan. Kubujuk Lize, untuk bisa memaafkanku. Kuceritakan
semua yang terjadi dengan sebenar-benarnya, bahwa pernikahanku dengan Ikhma bukanlah keinginanku. Lize, ia menerima
kenyataan itu pastinya juga dengan hati yang sangat terluka. Malam itu, aku tidur dengan Lize. Sementara, aku tidak tahu
Ikhma tidur di kamar mana. Yang kutahu, ia tidak mau kukembalikan pada orang tuannya.

Hidup satu atap dengan dua wanita bukanlah hal yang mudah, apalagi ada orang tuaku yang selalu menyertai di dalamnya.
Kesukaran demi kesukaran terjadi. Orang tuaku yang menentang cintaku, terutama ibu, yang selalu menyalahkan Lize
sebagai perebut suami orang. Dan konyolnya, ibu percaya kalau aku telah terkena guna-guna (ilmu hitam) dari Lize, gadis
keturunan Suku Dayak asli sehingga aku tak pernah bisa melepaskannya.

Lize, ia diperlakukan orangtuaku dengan tidak adil. Seperti apa yang kulakukan kepada Ikhma, begitu juga yang dilakukan
orangtuaku pada Lize. Aku mengancam Ibu akan keluar dari rumah, jika tidak menghormati Lize sebagai istriku. Tentunya Ibu
tidak akan rela jika aku meninggalkannya, karena aku anak satu-satunya. Tetapi, ibu juga membuat hatiku risau. Ibu

mengancamku tak akan memaafkanku, jika aku tidak membagi cintaku dengan adil kepada dua istri yang keduanya masih
sah sebagai istriku. Terutama istri pertamaku, yang selama ini kusia-siakan. Ini hal yang tersulit yang harus kuhadapi. Tak
ada wanita yang ingin digilir cintanya, apalagi dengan keadaan Lize yang sedang hamil muda.

Malam keempat, saat aku seranjang dengan Ikhma, aku tak dapat tidur. Bayanganku ada pada Lize yang berbaring di kamar
sebelah. Mungkin ia sedang menangis atau kedinginan, karena tak ada aku di sampingnya menyelimuti tubuhnya, membelai
rambutnya dan mencium keningnya sebelum tidur, hal yang tak pernah kulakukan pada Ikhma. Aku juga tidak tahu wanita
mana yang paling terluka hatinya. Di antara dua wanita ini hanya satu cinta yang kupunya, tentunya untuk Lize. Entah
kapankah, aku akan bisa menjadi suami yang adil.

"A,

aku

rela

kau

madu

dan

membagi

cintaku

,asal

jangan

kau

ceraikan

aku..."

Ikhma memohon di hadapanku dengan airmata yang tak dibuat-buat. Aku hanya tertegun mendengar kata-kata itu, rasanya
hatiku hampa sekali. Tak ada jawaban dariku, karena aku memang tak ingin menjawabnya. Dan untuk kesekian kalinya,
kutorehkan luka di dadanya dengan caraku yang tak pernah lembut memperlakukannya.

Bahkan,

aku

lebih

sering

tidur

dengan

Lize

dari

pada

dengan

Ikhma,

jika

tak

ada

orang

tuaku

di

rumah.

Pada malam selanjutnya yang dulunya tak pernah kukehendaki terjadi juga. Karena saat itu orang tuaku ada di rumah, aku
pun haus bersikap lembut kepada Ikhma. Harusnya aku hanya tidur dengan Ikhma malam itu, tapi karena Lize mengatakan ia
sedang tak enak badan, ia pun meminta untuk tidur bertiga di dalam kamar Ikhma, aku pun tak dapat menolak. Kulihat
Ikhma memalingkan tubuhnya, setelah aku mengecup kening Lize di hadapannya. Aku baru bisa tertidur, setelah Lize ada di
sebelah kiriku sambil menenangkanku. Seperti biasa, setiap lewat dari jam satu malam menuju dini hari, Ikhma shalat
tahajud. Entah do'a apa yang ia minta pada Allah, sampai air matanya menetes di pipi. Kudengar samar-samar, ia inginkan
agar aku bisa mencintainya dan memberi kasih yang sama, seperti orang ketiga yang hadir dalam cinta kami. Wanita yang
telah kusakiti untuk kesekian kali, malam itu bagai terlahir seperti bidadari surga, walau aku mulai tak mengerti dengan
perasaanku. Entah dari mana datangnya, hatiku mulai tersentuh dengan cintanya. Malam itu, aku menggaulinya dengan
sepenuh

hatiku.

Kupandangi

wajahnya

yang

teramat

cantik

malam

itu

dengan

rasa

kasih

yang

luar

biasa.

"Mamah...kau terlihat sangat cantik malam ini sepertinya... aku... telah... jatuh hati... padamu..."
"Katakah

sekali

lagi

A...

aku

ingin

mendengarnya.."

"Mamah, Kau... terlihat... sangat...cantik...malam ini...dan sepertinya... aku..."


Tak dapat kuteruskan kata-kata itu, mungkin karena hatiku agak sedikit tabu untuk mengakuinya. Ikhma menangis bahagia
karena terharu, walau aku tak dapat meneruskan kata-kata selanjutnya. Dan aku tahu, ia sangat ingin mendengar aku
melanjutkan kata-kata itu, tapi aku tak bisa. Lidahku terasa kelu, urat leherku terasa kaku, tapi kata-kata itu memang tulus
dari hatiku, walau pun sebelumnya aku tak dapat tidur karena terus memikirkan wanita keduaku. Lize, ia tahu aku tidak

hanya sekedar tidur dengan Ikhma, membuatnya sangat cemburu. Seakan, ia tak dapat menerima dan tak sanggup lagi
hidup denganku.

Pagi tiba. Lize, memasukan baju-bajunya ke dalam koper. Aku merasa terpukul sekali. Aku membujuknya untuk tetap
bersamaku sambil meminta maaf, aku juga menjelaskan padanya, apa yang telah aku lakukan tadi malam hanyalah sebuah
kekhilafan yang terjadi di luar kendaliku. Aku makin jadi serba salah, Ikhma menangis mendengar kata-kataku, bahwa tadi
malam

yang

kami

lakukan

hanyalah

suatu

"kekhilafan."

Dan

baru

kali

ini,

aku

juga

peduli

pada

Ikhma.

Aliran darahku seakan berhenti, saat Lize meminta aku menceraikannya dan ia akan menggugurkan anakku yang ada di
dalam kandunganya. Ia merasa sudah tak tahan hidup denganku, dengan cinta yang tak adil untuknya. Ikhma menuntun Lize
masuk ke dalam rumah, untuk bicara baik-baik bertiga. Karena hari itu hari Minggu, hanya ada kami bertiga di rumah. Aku
sedang libur kerja, sementara orang tuaku telah berangkat ke luar kota setelah shalat subuh.
" Lize, jangan kau tinggalkan Mas Rifky, karena ia tak bisa hidup tanpamu ...,"
"Mungkin kau bisa tegar menghadapi semua ini, tapi aku tidak ! Kau, telah merebut ia dariku. Aku sangat benci padamu
,Ikhma. Juga padamu, Rifky. Mengapa harus ada anak ini di rahimku, sementara kau sakiti aku dengan cintamu"
Lize menangis dengan emosi yang membara...

"Aku, tidak pernah merebut Mas Rifky darimu. Aku, menikah dengan mas Rifky karena perjodohan yang tak pernah ku
tentang. Jika kutahu dia milikmu, pastinya aku tak akan menerima perjodohan itu. Ia lelaki pertama di hidupku, yang
membuatku terikat dalam tali perkawinan. Ku pikir, dengan adanya ikatan pernikahan akan ada kehidupan cinta di dalamnya,
tapi sampai kini aku tak pernah menemui semua itu"
Mata Ikhma berkaca-kaca walau kelihatan nampak tegar.
"Mengapa kau tidak minta cerai darinya Ikhma, bukankah kau tak pernah bahagia selama hidup dengannya? kau, adalah
racun yang mematikan dalam cinta kami"
"Demi Allah Lize, perceraian adalah sesuatu yang dibenci Allah walau diperbolehkan. Mas Rifky, adalah jodoh yang diberikan
Allah yang ternyata bukan hanya untukku, tapi juga untukmu.
Untuk kujaga dan kuhormati pangkatnya dalam istana hatiku, yang selalu aku terima setiap perlakuan apa pun darinya
dengan Ikhlas. Aku belajar mencintainya, seperti Tuhan mencintaiku. Aku tak pernah merasa tersakiti dalam keadaan apa
pun, selama aku bersamanya. Mungkin, aku yang belum beruntung dalam menjalani kehidupan cintaku. Kau beruntung, telah
mendapatkan cinta yang besar darinya dan mendapatkan keturunan darinya. Aku turut bahagia dengan semua itu"

"Mengapa kau bisa setegar ini Ikhma, maafkan aku baru ku sadari, aku lah yang menjadi duri dalam daging untuk kehidupan
cintamu, aku akan pergi dari kehidupan kalian.."
"Tidak Lize, kau akan tetap di sini, bersama aku dan Mas Rifky. Iya kan, Mas?''

Aku hanya mengangguk, tak percaya ada wanita setegar Ikhma di dunia ini. Mungkin, ia adalah bidadari yang benar adanya,
dan hatinya serupa dengan malaikat yang tak bersayap?
***
Sembilan bulan berlalu. Saat jam bekerja Ikhma menelponku mengabarkan kado bahagia, yang membuat hatiku bersuka cita.
Akhirnya,

Lize

melahirkan

sorang

putri

yang

cantik

jelita,

itu

artinya

aku

telah

menjadi

seorang

ayah.

Kupandangi wajah istriku yang masih lemas di dalam kamar bersalin. Segera aku datangi Lize dan mencium keningnya. Aku
meminta Ikhma dan Lize, tetap menjadi istri yang rukun dan ibu yang baik buat anak-anakku nantinya. Dan Ikhma pun,
dengan perasaan suka menyetujuinya. Lize juga senang mendengar kabar kehamilan Ikhma, yang ternyata sudah memasuki
bulan kedua.
Saat perjalanan pulang ke rumah bersama keluarga besarku. Kulihat senyuman itu manis sekali tengah memangku putri
kecilku. Wajah Ikhma terlihat sangat cantik, dan tak bosan-bosan aku memandangnya. Cinta kurasakan hari itu teramat besar
padanya, walau bukan terlambat untuk mencintainya. Tetapi setidaknya, aku sempat memberi cintaku padanya melebihi cinta
yang kurasakan pada Lize sebelumnya.
Lize, tersenyum ke arahku dengan tatapan bahagia. Bahagia kerana telah menjadi seorang ibu dan bisa menerima kemelut
cinta yang telah kami hadapi bersama. Tapi, tak pernah ku sangka senyuman itu menjadi detik terakhir untuk kunikmati di
hari bahagia dan keindahnya. Tuhan, telah memberikan jalan lain untukku.
Ia mengambil semua keindahan cinta di saat aku baru mengecap kisah kasih yang sempurna. Sebuah mobil datang dari arah
pertigaan kota, lalu bertabrakan dengan mobil yang kukendarai. Kecelakaan maut itu telah merenggut nyawa istriku yang
pertama. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia mengucapakan dua kalimat syahadat dengan fasihnya dan sempat
berpesan padaku:
"A Rifky... Kau telah menjadi Ayah. Anak Lize, adalah anakku juga. Jagalah anak kita dan sahabatku, Lize. Jangan pernah kau
sakiti hatinya, dan cintailah ia dengan cinta yang seutuhnya. Aku titip mereka padamu..."
"Iya, Mah... Air mataku mengalir sambil merangkul tubuhnya. Kupeluk dan kuciumi wajahnya yang bersimbah darah di
kepala.
"Jangan tinggalkan aku, Mah. Kau wanita yang kuat... Kau akan bisa bertahan, Mah..." teriakku dengan airmata yang
membanjir.

Tuhan kiranya berkehandak lain. Jodoh, kehidupan, dan kematian, Tuhan lah pemilik dan pengaturnya. Sampai di penghujung
nafasnya, ia mengucapkan kalimat syahadat dengan begitu fasihnya. Rohnya melayang pergi meninggalkan jasadnya. Ikhma
pun tiada.
Penyesalanku memang tak berguna, tapi setidaknya aku sempat memberikan cinta yang besar padanya kurang lebih satu
tahun sebelum kepergiannya, dengan cinta yang tak dapat kutebus untuk seumur hidupku. Karena setelah kepergiannya, aku
tak pernah bisa berhenti untuk mencintainya. Dia, memberiku kehidupan sebagai jantung kedua di hidupku. Mungkin jika saat

itu orang tuaku tidak menjodohkan aku dengan wanita setegar dia, aku tak akan bisa bersama kembali dengan orang yang
juga sangat kucintai, Lize.
"Jika Lize adalah cinta pertamaku, maka Ikhma telah menjadi cinta terakhirku
Jika Lize adalah cinta matiku, maka Ikhma lah sebagai cinta yang hidup dalam jiwaku
Jika lize adalah cinta suciku, maka Ikhma adalah cinta sejati di hidupku
Dan aku menunggu hari-hari indah itu kembali
Mengharapkan satu saat nanti...
Aku bertemu dengan anak dan istriku berkumpul kembali, di surga yang abadi ..."
Maafkan aku Ikhma... yang tak sempat memberimu cinta, dari separu usiaku yang tertinggal. Semoga, kau diterima di sisiNya dan mendapatkan kebahagiaan abadi yang dikelilingi malaikat-malaikat putih yang menghias tidur panjangmu, dengan
taman kehidupan wangi surgawi yang tak pernah pudar. Kusimpan cintamu dalam kasih yang abadi di dalam kenanganku.
Pertemuan yang kurindukan itu akan ada, setelah aku menyusulmu.

Aku, menunggu jantung keduaku untuk bisa segera bersamamu. Kita akan bertemu di sana bersama anak-anak kita. Di sini,
kami selalu berdo'a kebaikan untukmu dan selalu merindukanmu. Tidurlah yang damai, dan bersimpuhlah di keharibaan
Tuhan yang selalu kau bangakan keagungan-Nya. Semoga, kau telah di tempatkan di surga firdaus-Nya. Amiin...

You might also like