You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Infeksi pada faring merupakan infeksi yang terjadi mukosa faring, jaringan limfoid, otot,

disekitar jaringan lemak dan jaringan ikat. Infeksi faring akut adalah salah satu dari kasus yang
sering datang ke pelayanan kesehatan. Sekitar sepertiga dari pasien dengan infeksi saluran napas
atas mengeluhkani sakit tenggorokan sebagai keluhan utama.1
Infeksi virus merupakan penyebab yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa,
sedangkan untuk bakteri lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan dewasa. Virus
dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri
streptococcus hemolitikus grup A dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena
bakteri melepaskan toksin yang dapat menimbulkan demam rematik, kerusakan katup jantung,
glomerulonefritis akut akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. Bakteri ini banyak
menyerang anak usia sekolah, dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun. Infeksi
ditransmisikan melalui sekresi pernapasan dan masa inkubasi selama 2-5 hari.2,3
Pada umumnya, faringitis akut disebabkan oleh infeksi virus yang melibatkan jaringan
limfoid faringeal termasuk tonsil. Pada beberapa pasien, temuan klinis pada faring dan tonsil
sulit dan tidak akurat karena tampilan peradangan pada tonsil seolah-olah juga melibatkan
jaringan limfoid faringeal.4
Gejala klinis infeksi pada faring biasanya meliputi sakit pada tenggorokan dengan nyeri
tenggorokan dan nyeri menelan. Hal ini juga dapat disertai dengan demam, suara serak, hidung
tersumbat, halitosis dan lelah tergantung pada etiologinya. Walaupun memiliki kemungkinan
diagnosis yang banyak, namun perjalanan penyakit, gejala klinis dan pemeriksaan fisik dapat
mempersempit diagnosis banding. Oleh karena itu, dibutuhkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang tepat untuk mempersempit diagnosis banding.
1.2

Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang Tonsilitis dan Faringitis.

1.3

Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang infeksi pada tonsil dan faring

1.4

Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk pada berbagai
literatur.

1.5

Manfaat Penulisan
Melalui penulisan makalah ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan informasi
dan pengetahuan tentang Tonsilitis dan Faringitis.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1

Anatomi dan Fisiologi Faring


Faring merupakan suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong (besar

pada bagian atas, sempit pada bagian bawah). Kantong ini mulai dari dasar tengkorak ke
esofagus setinggi vertebra servikal VI. Di bagian atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana dan pada bagian depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring, berhubungan melalui aditus laring serta bagian bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih
14 cm, bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. 2
Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur
faring meliputi mukosa, palut lendir (mucus blanket) dan otot.1

Gambar 1. Faring sagittal section

Mukosa
Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Nasofaring memiliki mukosa
bersilia karena fungsinya untuk saluran respirasi, sedangkan epitelnya torak berlapis yang
mengandung sel goblet. Orofaring dan laringofaring memiliki epitel gepeng berlapis dan tidak
bersilia. 2
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid yang terletak dalam
rangkaian ikat yang termasuk dalam sistem retikuloendotelial. 2

Palut lendir (mucous blanket)


Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui hidung. Dibagian
atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak diatas silia dan bergerak sesuai dengan
arah gerak silia ke belakang. Palut lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang
terbawa oleh udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzim lyzozyme yang penting
untuk proteksi. 2
Otot
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot sirkular terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior
yang terletak disebelah luar. Disebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan
dibelakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring (Raphe Pharyngis). Kerja otot
konstriktor untuk mengecilkan lumen faring. Otot ini dipersarafi oleh N. vagus (N.X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m. stilofaring dan m. palatofaring yang terletak
disebelah dalam. M. stilofaring berfungsi untuk melebarkan faring dan menarik laring,
sedangkan m.palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring
dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator dan penting pada waktu menelan. M.
stilofaring dipersarafi oleh n. IX dan M. palatofaring dipersarafi oleh n. X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu dalam satu sarung fasia
dari mukosa yaitu m. levator veli palatini, m. tensor veli palatini, m. palatoglosus, m. paatofaring
dan m. azigos uvula.
M. levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan berfungsi untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.
X. M. tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan berfungsi untuk mengencangkan
bagian anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius, dipersarafi oleh N.X. M.
palatoglosus membentuk arkus anterior faring, bekerja untuk menyempitkan ismus faring,
dipersarafi oleh n. X. M. palatofaring membentuk arkus posterior faring, dipersarafi oleh N. X.
M. azigos uvula merupakan otot yang kecil dan bekerja untuk memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n. X.1,2
5

Gambar 2. Otot-otot faring


Perdarahan
Faring mendapat perdarahan utama dari cabang a. karotis eksterna dan cabang a. maksila
interna yaitu cabang palatina superior.5
Persarafan
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n. vagus, cabang n. glosofaring, dan serabut
simpatis. Cabang faring n. vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring ini keluar cabangcabang untuk otot-otot faring kecuali m. stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang n.
glosofaring (n.IX).5
Kelenjar getah bening
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar getah
bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar
getah bening servikal dalam bawah. 1,5

Berdasarkan letaknya faring dibagi atas:

Gambar 3. Faring
Nasofaring
Batas nasofaring bagian atas adalah dasar tengkorak dan dibagian bawah adalah palatum
mole, bagian depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur
penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang
disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional
hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba
Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius
spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum
dan muara tuba Eustachius. 2
Jaringan limfoid adenoid terletak pada dasar nasofaring yang biasanya mempunyai
ukuran terbesar pada usia 5-7 tahun. Hal ini dapat mengakibatkan obstruksi antara kavum nasi
dan nasofaring pada rinore, sleep apnea dan adenoid facies.1
Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawah adalah tepi atas epiglotis, kedepan adalah rongga mulut, sedangkan ke belakang adalah
vertebra servikal. Bagian lateral dibatasi oleh tonsil faringeal yang ditunjang oleh
m.palatofaringeus dan m. palatoglosus. Struktur struktur yang terdapat di rongga orofring adalah

dinding posterior faring, tonsil palatina, fosa tonsil, serta arkus faring anterior dan posterior,
uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. 2
Dinding posterior faring
Dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau radang kronik
faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan otot posterior
faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan n. vagus.2

Gambar 4. Dinding posterior faring


Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah m.
konstriktor faring superior. Pada batas atas (upper pole) terdapat ruang kecil yang disebut fosa
supra tonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang.2
Faring memiliki fungsi antara lain :
a. Fungsi menelan
Terdapat tiga fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal, dan fase esofagal.
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Fase faringeal yaitu pada waktu transpor
8

bolus makanan melalui faring. Fase esofagal, pada waktu bolus makanan bergerak secara
peristaltik di esofagus melalui lambung.
Fase faringeal terdapat kontraksi otot faringeal secara otomatis:6

Palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior sehingga mencegah refluks
makanan ke rongga hidung.

Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling
mendekat sehingga membentuk ceah sagital yang harus dilewati makanan untuk masuk
ke dalam faring posterior.

Pita suara menjadi sangat berdekatan dan laring tertarik ke atas dan anterior oleh otot-otot
leher sehingga mencegah masuknya makanan kedalam hidung dan trakea

Gerakan laring keatas menarik dan melebarkan pembukaan ke esofagus dan mengangkat
glotis keluar dari jalan utama makanan

Setelah laring terangkat dan sfingter faringoesofageal mengalami relaksasi, seluruh otot
dinding faring berkontraksi melintasi daerah media dan inferior yang mendorong
makanan kedalam esofagus melalui proses peristaltik.
b. fungsi faring dalam proses bicara
fungsi faring pada proses bicara meliputi resonansi suara dan atikulasi. Pada saat

berbicara dan menelan, terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring. Gerakan ini
antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang faring.
c. Pernapasan
2.2

Anatomi dan Fisiologi Tonsil


Tonsil adalah organ yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus didalamnya.


Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkatan yang disebut dengan cincin Waldeyer. Tonsil
palatina sering disebut tonsil saja terletak dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil, seringkali
ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil
9

biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan media tonsil memiliki celah yang disebut kriptus.
Epitel yang melapisi tonsil adalah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Permukaan lateral
tonsil melekat pada fasia faring yang disebut erat pada dengan kapsul tonsil. Kapsul ini tidak
melekat erat pada otot faring sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Sumber
perdarahan tonsil dari a. palatina minor, a. palatina asendens, cabang tonsil a. maksila eksterna,
a. faring asendens, dan a. lingualis dorsal.1,2

Gambar 5. Tonsil

Aliran limfatik tonsil utama adalah servikal superior dalam dan nodus limfe jugular yang
dapat meradang ketika terjadi infeksi. Persarafan sensorik berasal dari n. glossofaringeus dan
beberapa cabang dari n palatine minor melalui ganglion sfenopalatina. Struktur histology tonsil
berkaitan dengan fungsinya sebagai organ imun. Epitel sistem kripti berfungsi sebagai sistem
imun untuk antigen inhalasi dan ingestif. Kripti tersusun oleh sistem antigen presenting cells di
stroma tonsilar. 1
.
10

Laringofaring
Laringofaring dimulai dari os hioid sampai ke batas bawah kartilago krikoid, terdiri dari
sinus piriformis, daerah postkrikoid dan dinding posterior faring. Batas laringofaring di sebelah
superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas inferior adalah esofagus,
serta batas posterior adalah vertebra servikal. Pada pemeriksaan laringoskop indirek, struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula/ kantong pil. Di bawah valekula
terdapat epiglotis yang berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman ataupun
bolus makanan pada saat menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior
berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.1

11

BAB III
FARINGITIS
3.1

Faringitis Akut

Gambar 6. Faringitis Akut


3.1.1 Faringitis viral
Virus merupakan penyebab tersering faringitis akut .7 Rinovirus menimbulkan gejala
rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis.2
Gejala
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan dan konjungtivitis.2,7
Pemeriksaan fisik1
Tampak

faring

dan

tonsil

hiperemis.

Virus

influenza,

coxsachievirus

dan

cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular


di orofaring dan lesi kulit berupa muculopapular rash. Epstain Bar virus (EBV) menyebabkan
faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar
limfa diseluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.2
Terapi
Istirahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat,tidak dianjurkan memberilan
obat kumur antiseptic tidak dianjurkan, analgetik jika perlu. Anti virus metisoprinol
12

(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB dibagi
dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5 tahun diberikan 50
mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.2,7

3.1.2 Faringitis Bakterial


Faringitis streptococcus grup A dominan terjadi pada masa remaja. 50% pasien dari umur
5-15 tahun. Puncak insiden yaitu selama beberapa tahun pertama sekolah. Streptococcus grup A
merupakan bakteri pathogen yang paling seringpada pasien diatas umur 3 tahun. . Faringitis
streptococcus grup A jarang pada anak < 3 tahun.2 Infeksi grup A Streptococcus hemoliticus
merupakan penyebab Faringitis terbanyak pada dewasa dan anak-anak. Streptococcus Bhemolitikus grup A atau yang dikenal dengan piogen streptococcus, satu-satunya pathogen yang
memerlukan pemberian antibiotic.2,7,8
Penularan
Streptococcus grup A menyebar ketika seseorang yang telah terinfeksi batuk atau bersin
yang berisikan droplet infektif ke udara yang kemudian berkontak dengan membrane mukosa
orang lain. Tempat-tampat umum meningkatkan kemungkinan terinfeksi.
Masa inkubasi 1-4 hari, dengan resiko paling tinggi penularan terjadi selama fase aktif. Tingkat
penularan streptococcus grup A pada pasien yang tidak diobati berkisar 35% pada kontak erat
seperti anggota keluarga/ sekolah.9
Gejala dan tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi, jarang disertai batuk. Streptococcus mempunyai masa inkubasi 1-4 hari, setelah onset
nyeri tenggorok dan odinofagia dengan demam, malaise dan gejala gastrointestinal seperti nyeri
perut dan muntah
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tosil hiperemis dan terdapat
eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.2,8
4 gejala klasik infeksi streptococcus grup A:7
13

Eksudat Faring/tonsil

Pembengkakan nodus servikal anterior

Riwayat demam >38 C

Tidak ada batuk

Diagnosis
Penelitian yang telah dilakukan menyatakan tidak mungkin untuk memisahkan gejala
streptococcus grup A dengan viral hanya dengan berdasarkan anamnesis dan penemuan klinis.
Tanda klinis dan gejala tidak spesifik. Diagnosis harus ditegakkan dengan swab tenggorok.
Swab tenggorok: standar diagnostic untuk faringitis bakteri. sensitivitasnya 90-95%. Walaupun
begitu, terkadang dibutuhkan swab ulangan pada hasil (-) untuk pasien yang tidak diobati.
Rapid Antigen Tes: sebagian besar tes memiliki spesifitas tinggi tapi sensitivitas rendah. Hasil
negative belum bisa menyingkirkan infeksi streptococcus grup A. karena itu dibutuhkan
pemeriksaan swab tenggorok karena spesifitas yang rendah dan karena pengobatan antibiotic
untuk

faringits

streptococcus

grup

bisa

saja

ditunda,

pemeriksaan

ini

tidak

direkomendasikan.7,10
Terapi
-

Terapi antibiotic empiric tidak disarankan tapi clinical practice Gurdeline menyatakan
bila pada kondisi tertentu (akses labor terbatas, pasien tidak follow up, adanya efek
toksik) pasien sudak menunjukkan 4 gejala klasik bisa diberikan antibiotic secara
empiric.

Disarankan pemberian antibiotic 10 hari untuk mencegah demam rematik akut.7,8,10

a. Antibiotik2
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A streptococcus
hemoliticus. Penisilin G Banzatin 50.000 u/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin 50
mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10
hari atau eritromisin 4x500mg/hari.2
b. Kortikosteroid : dexametason 8-16 mg, IM, 1 kali. Pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB, 1 kali2
c. Analgetika2
d. Kumur dengan air hangat atau antiseptic2
14

Manajemen pada pasien yang tidak respon terhadap antibiotic yang masih menunjukkan
gejala setelah 72 jam diterapi, pasien sebaiknya dievakuasi kembali faktor-faktor seperti:7
-

Komplikasi akut faringitis, streptococcus grup A (contohnya abses peritonsil)

Infeksi virus yang terjadi secara bersamaan

Kepatuhan minum obat

Manajemen pada kasus relaps:7,10


-

Terapi penisilin bisa gagal dikarenakan produksi -laktamase oleh anaerob oral

Bila timbul gejala akut pada hari ke2- ke 7 setelah diterapi tuntas dengan antibiotic, swab
tenggorok ulang perlu dilakukan

Jika hasil kultur (+) untuk streptococcus grup A, pertimbambangan untuk memberikan
inhibitor seperti agen B-laktan/ Blaktamase. Amoxicillin, klawlanat, atau antibiotic non-
laktan seperti klindamisin/ eritromisin (jika tidak diberikan terapi lini pertama)

3.1.3 Faringitis Fungal


Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring. C.albicans merupakan
komensal normal dalam rongga mulut, biasanya tidak menimbulakan gejala . Faringitis jamur
bisa terjadi pada semua umur biasnya pada pasien dengan sistem imun yang turun seperti pada
pasien HIV dan pasien yang menggunakan steroid dalam jangka waktu yang panjang. Infeksi
jamur ini merupakan infeksi opurtunistik.2,8

Gejala dan tanda


Nyeri tenggorokdan, nyeri menelan, rasa seperti terbakar . Pada pemeriksaan tampak plak
putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. Jika dilakukan pemeriksaan dengan
KOH akan ditemukan pseudo hifa.2,8

15

Gambar 7. Tonsilitis Fungal


Terapi2
Nystasin 100.000 400.000 2 kali/hari. Analgetik

3.1.4 Faringitis Gonorea


Kasus ini faringitis Gonorea jarang terjad, ,mungkin hanya terdapat <1%, .terdapat pada
pasien yang melakukan kontak orogenital.2,8
Gejala 3
Pasien datang dengan keluhan tonsilitis , termasuk sakit tenggorokan ,disfagia .
odynophagia . dan gatal tenggorokan

16

Gambar 8. Faringitis Gonorea


Pada pemeriksaan dapat ditemukan trauma orofaringeal . eritematosa faringitis , dan
eksudat keputihan - kuning

Terapi
Sefalosporin generasi ke-3, ceftriakson 250 mg, IM.

3.2

Faringitis Kronik2
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor

predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh
rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain
penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui mulut karena
hidungnya tersumbat.

17

Gambar 9. Faringitis Kronik


3.2.1 Faringitis Kronik Hiperplastik2
Pada Faringitis kronis Hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata, bergranular.
Gejala
Pasien mengelu mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak
Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras
argenti atau dengan zat listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur.
Jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran. Penyakit di hidung dan
sinus paranasal harus diobati.
3.2.2 Faringitis Kronik Atrofi2
Faringitis Atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara
pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbukan rangsangan serta
infeksi pada faring
Gejala dan tanda
Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pdaa pemeriksaan
tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Terapi
18

Pengobatn ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi
ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut
3.3

Faringitis spesifik

3.3.1 Faringitis leutika


Treponema palidum dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit
lues di organ lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau
tertier, biasanya gejala di faring pada stadium primer dan sekunder. Penyakit ini biasanya
ditularkan melalui oral seks.2,8
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil dan dinding
posterior faring berbentuk bercak keputihan. Bila infeksi terus berlangsung maka timbul ulkus
pada daerah faring seperti ulkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga didapatkan pembesaran
kelenjar mandibular yang tidak nyeri tekan.1 Biasanya pada mucul ulcus setelah masa inkubasi 390 hari ( rata-rata 3 minggu). Karena ulkus yang muncul tidak nyeri maka pasien tidak
mengetahui dan tidak diobati.8
Stadium sekunder1
Stadium ini jarang ditemukan. Terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke
arah laring.
Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan palatum. Jarang pada
dinding posterior faring. Guma pada dinding posterior faring dapat meluas kevertebre servikal
dan bila pecah dapat menyebakan kematian.guma yang terdapat di palatum mole apabila sembuh
dapat meninggalkan jaringan parut yang dapat mengganggu fungsi palatum.2

19

Gambar 10. Faringitis Leutika


Diagnosis.
Ditegakkan dengan cara pemeriksaan serologic. Terapi penisilin dalam dosis tinggi
merupakan pilihan utama.2,8
3.3.2 Faringitis tuberculosis1
Merupkan proses sekunder dari tuberculosis paru. Cara infeksi eksogen yaitu kontak
dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara. Cara infeksi
endogen yaitu penyebaran melalui darah pada tuberculosis miliaris
Gejala
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksia dan odinofagia. Nyeri yang hebat pada
tenggorok, nyeri ditelnga atau otalgia serta pembesaran kelenjar limva servikal
Diagnosis
Diperlukan pemeriksaan sputum basil tahan asam, foto thorax untuk melihat TB paru dan
biopsy jaringan yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman
basil tahan asam di jaringa.
Terapi
sesuai dengan terapi TB paru

20

BAB IV
TONSILITIS
4.1

Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlachs tonsil). 2

4.2

Epidemiologi
Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, terutama berusia 5-10 tahun , dan pada

dewasa muda berusia 15-25 tahun.11 Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets) dan
tangan melalui alat makan dan makanan.2
4.3

Etiologi
Tonsilitis disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri. Penyebab Infeksi virus yang

paling sering adalah Epstein Barr Virus (EBV). Sedangkan bakteri penyebab tonsillitis antara
lain kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus viridian dan
Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza, namun terkadang ditemukan bakteri
golongan gram negatif.1
4.4

Patofisiologi
Tonsil dibungkus oleh suatu kapsul yang sebagian besar berada pada fosa tonsil yang

terfiksasi oleh jaringn ikat longgar. Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut
folikel. Setiap folikel memiliki kanal (saluran) yang ujungnya bermuara pada permukaan tonsil.
Muara tersebut tampak oleh kita berupa lubang yang disebut kripta.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat
yang akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai
kotoran putih atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus terdiri atas kumpulan
leukosit polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsillitis akut
21

dengan detritus yang jelas disebut Tonsilitis Folikularis. Tonsillitis akut dengan detritus yang
menyatu lalu membentuk kanal-kanal disebut Tonsilitis Lakunaris.2

Gambar 11. Patofisiologi tonsillitis akut

Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripti tonsil .Karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripti akan
melebar, ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus (akumulasi epitel yang
mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna
kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar submandibula.1

22

Skema 1. Patogenesis tonsillitis kronik


4.5

Klasifikasi

Skema 2. Klasifikasi tonsillitis

23

Macam-macam tonsillitis2
1.

Tonsillitis akut

Gambar 12. Tonsilitis akut


Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :2
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling
tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus yang
dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus
piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus . Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
Tonsilitis Folikularis : Adalah tonsillitis akut dengan detritus yang jelas
Tonsilitis Lakunaris : Bila bercak detritus ini memjadi satu membentuk alur- alur .

24

Gambar 13. Perbedaan tonsillitis bakteri dan viral

Gambar 14. Dari kiri ke kanan, tonsillitis folikularis dan tonsillitis lakunaris

2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
Sering dituemukan pada anak berusia < 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2 5
tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini .
25

Gambar 15. Tonsilitis Difteri

b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara
pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa
demam sampai 39 C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.
2.

Tonsilitis kronik
Stafilococcus Aureus dan Hemophilus influenza merupakan agen bakteri patogen yang

menjadi factor penyebab tonsillitis kronik. 5 Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah
rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman
penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman
golongan gram negatif.2

26

Gambar 16. Tonsilitis kronik

4.6

Manifestasi Klinis2
Tonsillitis akut :
-

Tenggorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)

Nyeri saat menelan (menelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga
menjadi malas makan

Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga

Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, dan nyeri otot

Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,
pembesaran kelenjar getah bening di sekitar leher

Tonsilitis membranosa :

27

Angina Plaut Vincent :


Demam sampai 39C, nyeri kepala, badan lemah dan terkadang terdapat gangguan
pencernaan, rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah .
Tonsilitis kronik :
-

Kadang tanpa ada radang akut, suhu normal atau subfebris, lesu, nafsu makan
kurang/anoreksia, bisa anemia ringan

Sakit menelan ringan atau tidak ada kecuali saat eksaserbasi akut kadang hanya rasa
gatal atau ganjal

Foetor ex ore (mulut berbau oleh karena detritus)

4.7

Diagnosis

a.

Anamnesis
Keluhan kelainan umumnya adalah nyeri tenggorok, nyeri menelan, rasa banyak dahak di

tenggorokan, sulit menelan, terasa ada yang mengganjal atau menyumbat. Anamnesis ditanyakan
secara sistematis dan runut mulai dari onset keluhan, intensitas keluhan, progresifitas, dan
keluhan lain yang menyertainya. 12,13

b.

Pemeriksaan fisik2,14
Tonsilitis akut :
Tonsilitis tampak hiperemis, membengkak, detritus (+) berbentuk folikel atau lacuna atau
tertutup membrane semu, kelenjar submandibular membengkak dan nyeri tekan .
Tonsilitis membranosa :
Tonsil membengkak ditutupi bercak putih, KGB membengkak (bull neck), kelumpuhan
otot palatum dan pernafasan, demam, nyeri kepala, badan lemah, hipersaliva, gigi dan
gusi mudah berdarah, nyeri tenggorok .
Tonsilitis kronik :
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronis yang
mungkin tampak, yakni :

28

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar,
kripta yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripta yang melebar dan ditutupi
eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

Garis
paramedian

Garis median

T1

T4

T3

T2

Gambar 17. Grading Pembesaran Tonsil


Ukuran tonsil dibagi menjadi : 15
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris

29

T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis paramedian (pilar
posterior)
T3 : Sudah melewati garis paramedian, belum melewati garis median
T4 : Sudah melewati garis median

4.8

Penatalaksanaan2,14

Tonsilitis akut
- Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut ) selama 10 hari, jika
mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
- Jika penyebab viral, diistirahatkan, minum cukup, berikan analgetik dan antivirus bila
gejala berat.
Tonsilitis membranosa
- Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur, dengan dosis
20.000 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit.
- Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 14
hari.
- Kortikosteroid 1,2 mg/kgbb/hari
Tonsilitis Kronik
- Medikamentosa : pemberian antibiotic penisilin
- Tindakan irigasi tenggorokan
- Usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi
- Terapi Radikal : Tonsilektomi

Tonsilektomi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring
yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Tonsilektomi merupakan suatu prosedur
pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi). Jenis

30

tindakan ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali didokumentasikan secara
ilmiah oleh Lague dari Rheims (1757).14
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu :1,16
a.

Obstruksi :
Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
Sleep apnea atau gangguan tidur.
Kegagalan untuk bernafas.
Corpulmonale.
Gangguan menelan.
Gangguan bicara.
Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.

b. Infeksi
Tonsilitis kronika / sering berulang.
Tonsilitis dengan :
o

Absces peritonsilar.

Absces kelenjar limfe leher.

Obstruksi Akut jalan nafas.

Penyakit gangguan klep jantung.

Tonsilitis yang persisten dengan :


o

Sakit tenggorok yang persisten.

Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap terapi.


Otitis Media Kronika yang berulang.
c.

Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck
Surgery : 14
1. Indikasi absolut:

Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap,
gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar

Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis


31

Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi

Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

2. Indikasi relatif :

Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun meskipun
dengan terapi yang adekuat

Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak
responsif terhadap terapi media

Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang resisten
terhadap antibiotik betalaktamase

Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

Kontraindikasi:14
1. Kontraindikasi relatif
a.

Palatoschizis

b.

Radang akut, termasuk tonsilitis

c.

Poliomyelitis epidemica

d.

Umur kurang dari 3 tahun

2. Kontraindikasi absolut
a.

Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik, hemofilia

b.

Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit jantung, dan


Sebagainya.

32

Gambar 18. Tonsilektomi


4.9

Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar

atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai
komplikasi yang biasanya ditemui adalah sebagai berikut :

Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.

Abses Peritonsilar (Quinsy)


Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari
penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan
penjalaran dari infeksi gigi.

Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening atau pembuluh
darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe
faringeal, os mastoid dan os petrosus.

Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3
bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.

Kista Tonsil

33

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini
menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan,
biasanya kecil dan multipel.

Obstructive Sleep apnea syndrome (OSAS)


Obstructive Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya episode

apnea atau hipopnea pada saat tidur. Apnea dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif
jalan nafas, atau campuran. Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran udara pada hidung
dan mulut walaupun dengan usaha nafas, sedangkan central apnea adalah penghentian
pernafasan yang tidak disertai dengan usaha bernafas akibat tidak adanya rangsangan nafas.
Obstruktif hipoventilasi disebabkan oleh obstruksi parsial aliran udara yang menyebabkan
hipoventilasi dan hipoksia. Istilah obstruktif hipoventilasi digunakan untuk menunjukkan
adanya hipopnea, yang berarti adanya pengurangan aliran udara. 17
Istilah OSAS dipakai pada sindrom obstruksi total atau parsial jalan nafas yang
menyebabkan gangguan fisiologis yang bermakna dengan dampak klinis yang bervariasi.
34

Istilah primary snoring (mendengkur primer) digunakan untuk menggambarkan anak dengan
kebiasaan mendengkur yang tidak berkaitan dengan obstruktif apnea, hipoksia atau
hipoventilasi.

17

Guilleminault dkk mendefinisikan sleep apnea sebagai episode apnea

sebanyak 30 kali atau lebih dalam 8 jam, lamanya paling sedikit 10 detik dan terjadi baik
selama fase tidur rapid eye movement (REM) dan non rapid eye movement (NREM). 18
Meskipun secara klinis terdapat banyak kesamaan antara OSAS pada anak-anak dan
dewasa, namun terdapat sejumlah perbedaan yang perlu diketahui, yaitu:
Tabel 1. Perbedaan Klinis OSA Anak-Anak dan Dewasa

35

BAB V
KESIMPULAN

Faringitis dapat terjadi pada segala umur. Faringitis dapat terjadi secara akut dan kronis
serta pada kasus-kasus spesifik seperti faringitis leutika dan faringitis TB. Penyebab
Faringits tersering adalah infeksi virus. Untuk kasus faringitis dengan etiologi bakteri,
diamana bakteri yang paling sering menyebabkan faringitis adalah streptococcus grup A
yang pada umumnya menyerang usia remaja 5-15 tahun. Faringitis juga juda dapat
disebabkan oleh bakteri lain seperti gonore. Selain bakteri dan virus, faringitis juga
disebabkan oleh jamur. Dimana kasus-kasus ini biasanya terjadi pada pasien dengan
imunitas turun sperti pada pasien dengan HIV dan juga pasien yang menggunakan steroid
dalam jangka panjang.

Manifestasi faringitis tergantung pada lamanya infeksi dan juga etiologi dari faringitis.
Dimana setiap etiologi memberikan gambaran yang berbeda-beda.

Pengobatan dari faringitis juga berbeda-beda tergantung etiologinya. pada kasus tertentu
seperti faringitis gonore dan leutika, karena kasus ini biasanya ditularkan melalui oral
seks, jadi kita juga perlu mencari vocal infeksi sehingga kita konsulkan pasien ke bagian
kulit dan kelamin. Begitupun kasus lainnya seperti faringitis jamur yang kita curigai
dengan HIV.

Prognosis faringitis pada umumnya baik. Dengan pengobatan yang tepat dan
pengendalian faktor resiko bisa mencegah terjadinya faringitis berulang, kecuali kasuskasus yangs sedikit sulit untuk dikendalikan seperti pasien yang sistem imun turun

Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil palatina yang merupakan
bagian dari Cincin Waldeyer. Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, penyebaran
infeksi melalui udara (air borne droplets) dan tangan melalui alat makan dan makanan

Tonsilitis disebabkan oleh adanya infeksi virus atau bakteri. Penyebab Infeksi virus yang
paling sering adalah Epstein Barr Virus (EBV). Sedangkan bakteri penyebab tonsillitis
antara lain kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A, Pneumokokus, Streptokokus
viridian dan Streptokokus piogenes, Stafilokokus, Hemophilus influenza, namun
terkadang ditemukan bakteri golongan gram negatif.

36

Tonsil terdiri dari banyak jaringan limfoid yang disebut folikel. Saat folikel mengalami
peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang akan mengalir dalam
saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih atau
bercak kuning yang disebut detritus.

Tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut, membranosa, dan kronik. Gejala yang timbul
biasanya berupa nyeri tenggorokan, demam, sulit menelan, dan gangguan lain pada
daerah tonsil dan tenggorokan. Diagnosis tonsilitis biasanya didapatkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik dengan melihat tonsil secara langsung dengan pemeriksaan pada
orofaring.

Penatalaksanaan

pada

tonsilitis

akut

meliputi

antibiotik

peroral,

antipiretik,

kortikostreroid jika perlu untuk mengurangi edema, dan tonsilektomi dilakukan sesuai
indikasi .

Komplikasi yang biasa ditimbulkan antara lain terjadinya peradangan pada daerah sekitar
tonsil seperti abses peritonsiler, abses parafaring, dan abses retrofaring. Tonsilitis kronis
dengan hipertrofi tonsil dapat menyebabkan berbagai gangguan tidur, seperti mendengkur
sampai dengan terjadinya apnea obstruktif sewaktu tidur Obstructive Sleep apnea
syndrome (OSAS).

37

You might also like