You are on page 1of 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Energi Minyak dan Gas Bumi untuk saat ini merupakan sumber energi
yang sangat di butuhkan dan menjadi sumber energi utama dunia, tidak
mengherankan bila sampai saat ini kegiatan eksplorasi dan eksploitasi masih
gencar dilakukan oleh perusahaan - perusahaan Migas demi memenuhi kebutuhan
Energi dunia.
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih yang bertujuan untuk
mengoptimalkan perolehan Migas. Diharapkan dengan teknologi sekarang ini
yang mempunyai nilai efektif dan efisiensi yang tinggi maka kita dapat
mengoptimalkan hasil perolehan dari reservoir reservoir minyak dan gas bumi
yang ada.
Sumber Daya Manusia (SDM) yangberkualitas sangat dibutuhkan dalam
penerapan teknologi yang canggih sekarang ini, agar dapat mengelola dan
mengembangkan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia dengan hasil
yang optimal khususnya sumber energi minyak dan gas bumi.
Peningkatan kompetensi tenaga kerja dapat dilakukan melalui jalur
pendidikan dan/atau pelatihan. Pendidikan akademis yang ditunjang dengan
praktek lapangan kerja (Kerja Praktek) di dunia industri merupakan salah satu
upaya agar dapat terwujud SDM yang berkualitas dan dapat berkompetisi dalam
dunia kerja. Kerja praktek itu sendiri merupakan kuliah lapangan yang pada
dasarnya bertujuan untuk memberikan orientasi pada mahasiswa tentang kondisi
kerja di lapangan.
Kerja praktek merupakan aplikasi dari semua ilmu yang telah didapat pada
bangku kuliah dan kemudian diterapkan di lapangan pada kondisi nyata.
Diharapkan dengan kerja praktek tersebut mampu untuk memberikan sumbangan
pada kedua pihak, mahasiswa akan memperoleh pengalaman baru dan dapat
memberikan sumbangan pemikiran di dunia industri nantinya.
1

Atas dasar pemikiran tersebut, kami sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi


Minyak dan Gas Bumi Balikpapan memilih Pertamina EP ASSET 5 Tanjung
Field sebagai tempat Praktek Kerja.
1.2. Manfaat Kerja Praktek
Manfaat dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut :
1.2.1. Bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai media perkenalan dan untuk menjaga hubungan baik antar
kedua institusi.
b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi program pendidikan di Program
Studi Teknik Perminyakan untuk menghasilkan tenaga-tenaga terampil
sesuai dengan kebutuhan dalam dunia industri.
1.2.2. Bagi Perusahaan
a. Sebagai sarana untuk mengetahui kualitas pendidikan Perguruan
Tinggi di Indonesia, khususnya dalam lingkup Teknik Perminyakan.
b. Sebagai sarana untuk memberikan kriteria tenaga kerja yang
dibutuhkan oleh badan usaha yang terkait.
c. Sebagai sarana untuk mengenalkan teknologi industri khususnya di
bidang perminyakan pada dunia pendidikan.
1.2.3. Bagi Mahasiswa
a. Dapat mengenal lebih jauh realita ilmu yang telah diterima di bangku
kuliah melalui kenyataan di lapangan kerja.
b. Mahasiswa mampu memadukan dan menerapkan antara pendidikan di
bangku kuliah dengan kerja nyata dalam dunia industri.
c. Memperdalam dan meningkatkan ketrampilan serta kreatifitas
mahasiswa.
d. Menguji kemampuan mahasiswa dalam berkreasi sesuai dengan bidang
ilmu yang ditekuni.
e. Menyiapkan diri untuk menyesuaikan dengan lingkungan industri pada
masa yang akan datang.
f. Menambah wawasan dan selaku generasi yang dididik untuk siap
terjun langsung di masyarakat, khususnya di lingkungan kerja.

BAB II

PROFIL PT. PERTAMINA EP ASSET 5 TANJUNG

2.1. Sejarah Lapangan Tanjung Raya


Lapangan Tanjung Raya adalah salah satu lapangan di PT. Pertamina EP.
Lapangan Tanjung terletak disebelah timur laut Banjarmasin dan sebelah barat
daya Balikpapan, dihubungkan dengan jalan darat berjarak masing-masing kurang
lebih 240 km.
Sejarah penemuan lapangan ini diawali oleh penemuan minyak pada tahun
1898 oleh Mijn Bouw Maatschappij Martapoera dan dilakukan pemboran empat
sumur. Pada tahun 1912 lapangan ini diambil alih oleh perusahaan Belanda
lainnya Dotsche Petroleum Maatschappij (DPM). Pada tahun 1912 s/d tahun 1940
diambil alih lagi oleh NV. Bataatsche Petroleum Maatschappij atau lebih
dikenal dengan sebutan BPM. Tidak sempat eksploitasi akibat berkecamuknya
Perang Dunia II.
Sejalan dengan perkembangan teknologi serta usaha BPM yang lebih giat
melakukan eksplorasi maka pada akhirnya ditemukan berturut-turut struktur
Tanjung (1934), Warukin (1937), serta struktur Kambitin (1939). Pada pemboran
sumur Tanjung I tahun 1938 telah ditemukan minyak dengan kedalaman akhir
1920 meter. Sampai pada pertengahan tahun 1940 telah selesai dibor tujuh buah
sumur pada sruktur Tanjung tetapi tidak dieksploitasikan karena adanya Perang
Dunia II. Pengusahaan kegiatan pencarian dan eksploitasi minyak dikelola oleh
pihak Jepang sekitar tahun 1942 sampai tahun 1945 sumur minyak di lapangan
ini, setelah Jepang kalah perang maka Belanda melanjutkan kembali operasinya di
daerah Tanjung. Pada tahun 1957 BPM kembali memulai usaha perminyakan di

lapangan ini dan membangun pipa penyalur 20 inch sepanjang 246 km menuju
Balikpapan, selesai tahun 1961.
Kemudian pada tahun 1961 terjadi pengambil-alihan pengelolaan lapangan
dari perusahaan BPM kepada perusahaan PT. Shell Indonesia, sejak saat itu
kegiatan lebih digalakkan lagi karena kesulitan transportasi telah dapat teratasi
dengan selesainya pembanguan pipa penyalur 20 inch ke Balikpapan.
Lalu pada tahun 1965 lapangan tersebut diambil alih oleh Permina yang
kemudian berubah nama menjadi Pertamina. Selama dikelola oleh Pertamina
kembali dilakukan usaha-usaha pencarian lapangan minyak yang baru dan
berhasil menemukan struktur Tapian Timur pada tahun 1967 dan mulai
diproduksikan pada tahun 1977 setelah melakukan pemboran di lima buah sumur.
Lapangan Tanjung memiliki luas 9 x 3 km dan akumulasi utamanya adalah
minyak, jumlah gasnya sedikit, gas yang ditemukan hanya berupa asosiasi dan gas
bebas.
Kontrak

Enhanced

Oil

Recovery

(EOR)

Tanjung

Raya

antara

PERTAMINA dan mitra : Southern Cross (Tanjung) Ltd dan Bonham (Tanjung)
Ltd ditanda-tangani tanggal 11 Nopember 1989. Masa kontrak selama 15 tahun
berakhir tahun 2004. Pada tahun 1992 terjadi pengalihan hak dan kewajiban mitra
kepada Bow Valley (Tanjung) Ltd dan selanjutnya sejak Agustus 1994 beralih
kepada Talisman (Tanjung) Ltd. Dimana participating interest masing-masing
pihak: PERTAMINA 50% dan Talisman Energy Canada 50%.
Lapangan Tanjung disetujui untuk komersial dengan S.K. Dirut No.
0248/c0000/92-B1, tanggal 18 Februari 1992. LOU (Later Off Understanding)
tanggal 27 April 1993 pengoperasian 4 lapangan (Tapian Timur, Warukin Selatan,
Warukin Tengah dan Kambitin) diserahkan ke JOB dan biaya yang timbul menjadi
beban PERTAMINA sesuai actual cost of operation.
Persetujuan pengembangan Lapangan Tanjung proyek EOR mulai tanggal
20 Mei 1993 dengan SK Dir. EP No. 689/D0000/93-B1, tanggal 17 Mei 1993.
Pada 11 November 2004 berdasarkan SK Dirut No.Prin-848/C00000/2004S1 tgl
3 November 2004 tentang pelaksanaan alih kelola Block Tanjung pasca kontrak

EOR dari JOB PERTAMINA - Talisman (Tanjung) Ltd ke PT. PERTAMINA Unit
Bisnis EP (Tanjung).

2.2

Lokasi PT. Pertamina EP Tanjung


Secara geografis Daerah Operasi PT. Pertamina (Persero) EP ASSET 5

(Tanjung) terletak di Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya


sekitar 230 km Timur laut kota Banjarmasin atau berjarak kurang lebih 240 km
dari kota Balikpapan Kalimantan Timur.
Secara garis besar lapangan PT. Pertamina EP Tanjung terdapat beberapa
area pengelompokan yaitu sumur produksi, sumur Injeksi, Block Station, Power
Plant/WTP, dan Stasiun Pengumpul Utama Manunggul.
2.3

Visi dan Misi PT. Pertamina EP Tanjung

2.3.1

Visi PT. Pertamina EP Tanjung


Menjadi unit bisnis yang berhasil dalam prospek EOR (Enhanced Oil

Recovery) di Indonesia.
2.3.2

Misi PT. Pertamina EP Tanjung


Mengembangkan dan mengoperasikan proyek EOR (Enhanced Oil

Recovery) di lapangan Tanjung dengan efektif dan efisien sehingga mampu


memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi bangsa Indonesia dan PT.
Pertamina EP.
2.4

Geologi Struktur
Formasi Tanjung terletak pada cekungan Barito bagian Timur Laut, serta

dibatasi oleh Sunda Shelf, di bagian bawah Meratus High, di bagian Timur dan
Utara diatasi oleh Kucing High. Struktur lapangan Tanjung berbentuk suatu
asymmetric NE-SW oriented faulted anticline, yang dibatasi di Barat dan Utara
oleh patahan. Struktur ini mempunyai panjang sekitar 9 km dan lebar sekitar 3 km

dan mempunyai luas area sekitar 2973,74 Acre. Struktur lapangan Tanjung
mempunyai 6 lapisan lapisan rekah alami pretersier (lapisan P).

Gam
b
ar
2.
1.
S
tr
u
kt
u
r
P
at
a
h
a
n
p
a
d
a
L
a
p
a
n
g
a

Gambar 2.2 Kolom Stratigrafi Formasi Tanjung


2.4.1

Struktur
Aliran minyak pada lapangan Tanjung berasal dari struktur yang

merupakan bagian North East dari Barito Basin. Lapangan ini merupakan
lapangan terbesar dengan beberapa jebakan faulted anticlines, dengan lapisan
sedimen berupa pasir Eocene sebagai zona produksi yang utama yang diproduksi
oleh Pertamina EP Field Tanjung.

Lapisan ini mempunyai enam zona batu pasir yang produktif dengan
ketebalan maksimum sekitar 59 meter dan satu formasi patahan vulkanik dengan
ketebalan lebih dari 100 meter. Ada lima struktur yang dimiliki oleh Lapangan
Tanjung Raya PT. Pertamina EP Tanjung, diantaranya adalah:
1. Struktur Tanjung
2. Struktur Warukin Selatan
3. Struktur Warukin Tengah
4. Struktur Tapian Timur
5. Struktur Kambitin
6. Struktur Tanta

Gambar 2.3 Kolom Stratigrafi Cekungan Barito

2.4.2

Karakteristik Reservoir
Karakteristik reservoir pada Lapangan Tanjung terdiri dari karakteristik

batuan dan fluida berdasarkan hasil interpretasi log dan pengukuran-pengukuran


lainnya yang ada dengan rata-rata kedalaman produksi sekitar 1100 meter.
Tabel 2.1
Karakteristik Reservoir Struktur Tanjung

Struktur

Antiklin Asimetrik, 9 km x 3 km
- Zona A,B,C Batupasir dan Konglomerat

Lapisan Produktif

Fluvial-Alluvial Fan
- Zona D,E,F Batupasir Lacustrine Delta
- Zona P Batu Vulkanik, Natural Fracture

Daya Dorong

Kombinasi Solution Gas dan Water Drive

Tekanan Reservoir

Awal : 1500 psi

Temperatur Reservoir

150 F

Specific Gravity Gas

0,862
Parafanik 40 API, SG 0,822

Jenis Minyak

Wax Content : 30 % WT
Pour Point 98 F

Porositas rata-rata

21,3 %

Permeabilitas batuan

30 Md

Permeabilitas & Saturasi air

107,39 mD ; 35,33 %

2.5

Struktur Organisasi Pertamina EP Tanjung

10

Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi dan Produksi Tanjung dipimpin oleh


seorang Field Manager. Berikut bagan organisasi PT. Pertamina EP Tanjung:

Gambar 2.4 Bagan Struktur Organisasi Pertamina EP Tanjung

2.6

Kegiatan di PT. Pertamina EP Tanjung

2.6.1

Operasi
Melaksanakan berbagai kegiatan subsurface, antara lain :

Kegiatan pemboran

Recovery

Peningkatan produksi

Melakukan kegiatan Work Over dan Well Service.

Merencanakan
permukaan.

dan

mengoptimalkan

pengangkatan

minyak

ke

11

2.6.2

Produksi
Melakukan berbagai kegiatan di surface, antara lain :

Pengukuran Produksi di Block Station (BS) dan Sistem Pengumpul


Utama (SPU).

Pengambilan sampel dari sumur-sumur yang telah ditentukan oleh


Petroleum Engineer.

Transportasi minyak dari SPU dan ke Sales Point (Balikpapan)

Monitoring dan mengontrol semua fasilitas produksi yang berada di


permukaan.

2.6.3

Layanan Operasi (LO)


Adapun kegiatan LO (Layanan Operasi) antara lain :

Menangani segala persoalan-persoalan personalia di EP Tanjung.

Menyelenggarakan kegiatan yang bertujuan untuk kemasyarakatan dan


mengatur hubungan dengan pihak luar perusahaan (aparat pemerintah,
keamanan, dan sebagainya).

2.6.4

Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas


Teknik & PF memiliki kegiatan sebagai berikut :

Pemeliharaan pompa & mesin.

Menangani masalah kelistrikan.

Welding and general work shop

Perawatan instrumentasi

2.6.5

Healthy Safety Environtment (HSE)


Kegiatan HSE antara lain :

Memantau atau mengawasi seluruh proses agar selalu mengedepankan


K3L.

Memberikan penyuluhan tentang pentingnya K3L.

12

2.6.6

Keuangan
Keuangan mengatur seluruh proses pembukuan, jual beli dan kontrak

yang terjadi di lingkungan EP Tanjung.


2.6.7

Dept. Logistik

Pengadaan material, penerimaan dan inventory .

Membawahi trasportasi alat berat dan kendaraan operasi.

2.7

Hubungan Kerja Sama


Dalam Operasinya PT. Pertamina EP Tanjung bekerja sama dengan

beberapa perusahaan service company, diantaranya PT. Dowell Anadryl


Schlumberger untuk menangani masalah completion dan stimulasi sumur.
Sementara itu, EXPAN PETROGAS INTRANUSA (EPI), dan Pumpindo Eka
Pratama (PEP) yang menangani masalah pemboran sumur-sumur baru, serta
ELNUSA DRILLING SERVICE (EDS) untuk menangani masalah wireline logging
dan perforating. Hubungan kerjasama ini tidak hanya dengan kontraktor, tapi juga
dengan pihak pemerintah daerah serta masyarakat sekitar untuk kegiatan
kegiatan sosial dan sebagainya.
2.8

Produksi Lapangan PT. Pertamina EP Tanjung


Produksi lapangan Tanjung mencapai puncaknya pada tahun 1963 sebesar

46,000 bopd. Rata rata produksi tahun 2011 dan 2012 yaitu sebesar 4276,80
bopd melalui 84 sumur produksi dengan menggunakan pengangkatan buatan
sucker rod pump hampir 70% dan sisanya dengan pompa ESP. Minyak Tanjung
bersifat Parafinik 40.30API (SG = 0.82) dengan kandungan wax berkisar 30%
(pour point sekitar 1020F), bubble point pressure 1.387 psi dan viskositas minyak
1.25 cp.
Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi lapangan
Tanjung antara lain dilakukan injeksi air dingin pada tahun 1974, kemudian
injeksi air panas temperatur 2000F (hot water injection systems) pernah diterapkan
tahun 1980. Secondary recovery dikembangkan menjadi waterflood sekala besar

13

pada tahun 1990 menggunakan treated produced water dengan tekanan injeksi
1400 psi, tekanan reservoir meningkat dari 400 psi menjadi 900 psi setelah
dilakukan waterflood.
Perekahan hidrolik dimulai tahun 1952 berlanjut sampai tahun 1975,
program perekahan hidrolik diaktifkan kembali tahun 1997 dengan fokus utama
zona A yang mempunyai cadangan minyak terbesar berada dilapisan ini. Sejak
tahun 2000 sampai dengan sekarang program perekahan hidrolik berkembang
lebih intensif termasuk zona B dan D.

Gambar 2.5. Peta Penyebaran Struktur Lapangan Tanjung Raya

Saat ini, lapangan Tanjung Raya sendiri terbagi atas beberapa wilayah
produksi seperti Tanjung, Tapian Timur, Warukin Selatan, Warukin Tengah,
Kambitin dan Tanta.
Lapangan Tanjung terdiri dari 183 sumur, 111 sumur masih berproduksi, 27 sumur
suspended dan 39 sumur injeksi.

14

Lapangan Warukin Selatan terdapat 25 sumur, dimana 13 sumur


berproduksi, 12 sumur suspended. Lapangan Warukin Tengah terdapat 21 sumur,
dimana 7 sumur berproduksi, 14 sumur suspended. Lapangan Tapian Timur
terdapat 29 sumur, dimana 8 sumur berproduksi, 20 sumur suspended. Lapangan
Kambitin memiliki 14 sumur yang terbagi menjadi 6 sumur produksi dan 8 sumur
suspended. Dan Lapangan Tanta memiliki 2 sumur, dan yang berproduksi 1
sumur, sedangkan 1 sumur sedang proses completion.

BAB III
WORK OVER AND WELL SERVICE

3.1. PERALATAN PEMBORAN


(jelasin WOWS itu apa dan apa saja yg dikerjakan? PIC siapa aja
disetiap tempat? Kalo bisa pake foto)
Kegiatan pemboran adalah kegiatan/pekerjaan bawah tanah yang
digunakan untuk melakukan pekerjaan pengeboran (drilling), perbaikan sumur
(workover) dan pemeliharaan sumur pada usaha pertambangan minyak dan gas
bumi. Di bawah ini merupakan contoh dari peralatan pemboran yang pada
umumnya digunakan, antara lain sebagai berikut:
Gudang 3 berisi peralatan
3.1.1. FISHING TOOL
Fishing tool adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mengambil
tool/alat yang tidak diinginkan dari dalam wellbore. Fishing adalah pekerjaan
dalam teknik pemboran yang mana pekerjaan ini berhubungan dengan
pengambilan kembali alat-alat/potongan-potongan di dalam permukaan. Alat yang
jatuh harus secepatnya diambil karena semakin lama semakin sulit diambil karena
tertutup cutting atau mud cake dan lainnya. Kerugian dalam pekerjaan ini adalah
rig timer-nya semakin panjang dan ini tentunya akan menambah biaya pemboran.
Peralatan dalam fishing tool meliputi:
1. Overshoot

15

Overshoot merupakan alat pancing yang digunakan untuk


mengangkat fish dari diameter luar fish.
Saat akan menggunakan overshoot pastikan ukuran OD dari fish,
lihat dari well profile sumur OD dari fish. Overshoot dapat memancing
fish sejenis pipa, seperti pipa jepit atau jatuh. Semua jenis barang yang
masuk ke sumur akan dilakukan pengukuran panjang dan pengecekan
OD dan ID pada barang tersebut. Pastikan kondisi fish dalam keadaan
rata, jika head dari fish miring atau tidak rata maka perlu di mill
sampai fish dalam keadaan rata lalu gunakan impression block.
Susunan rangkaiannya adalah overshoot 2 joint DC fishing jar
2 joint DC DP.
Di gudang tiga terdapat empat ukuran overshoot, yaitu : 5 7/8 , 5
3/4 , 4 3/4 , 3 3/8 (casing liner).

Gambar 3.1 Overshoot

Overshoot terdiri dari dua grapple :


Untuk overshoot menggunakan salah satu dari grapple yang ada
dibawah ini. Perbedaan dari keduanya ialah jika fish yang akan
diangkat ukurannya kurang dari 4 inch maka menggunakan basket
grapple sedangkan jika lebih 4 inch menggunakan spiral grapple.
Spiral atau basket grapple dipasang di dalam overshoot, lalu
diturunkan ke target fish, jika saat akan diangkat terjadi kenaikan
tekanan pada hositing menandakan fish telah tersangkut di grapple.

16

a. Spiral Grapple
b. Basket Grapple

Gambar 3.2 Grapple


2. Bumper Sub
Peralatan fishing tool yang bisa dipasang, bisa juga tidak saat
fishing. Alat ini berfungsi untuk memberi pukulan ke arah bawah.
Dipasang setelah rangkaian overshoot.

Gambar 3.3. Bumper Sub


3. Fishing Jar
Merupakan alat yang berfungsi sebagai pendukung saat akan
mengangkat fish. Fishing jar berfungsi memberi pukulan atau gaya
tekanan tinggi ke arah atas, agar fish bisa diangkat ke atas.

Gambar 3.4. Fishing Jar


4. Tapper Tap

17

Tapper tap merupakan peralatan fishing tool yang mempunyai ulir


dibagian luar. Alat ini mengangkat fish dengan cara membuat ulir di ID
fish, yaitu dengan diputar secara perlahan hingga mendapat pegangan
yang kuat dengan fish, lalu ketika torsi meningkat tandanya fish siap
diangkat. Dalam menggunakan alat ini harus dilengkapi dengan safety
joint.

Gambar 3.5. Tapper Tap


5. Guide Spear
Yaitu alat fishing yang berguna untuk mengambil fish yang berupa
kabel (wire) dengan cara melilitkan kabel pada alat tersebut dan
kemudian ditarik keatas permukaan. Instalasi guide spear
menggunakan cable spear.

18

Gambar 3.6. Guide Spear


6. Junk Basket / Junk Mill( beda alat)
Yaitu alat fishing yang berguna untuk mengambil fish berupa
cutting seperti pasir dan batu-batu kecil, serpihan besi atau pecahan bit
yang sering muncul saat proses pemboran dan terjadi kebocoran
casing. Cara kerjanya dengan diputar lalu disirkulasikan oleh air,
kemudian cutting / besi yang berukuran kecil dapat masuk ke dalam
lubang basket. Kalo di pekerjaan pemboran dipasang diatas bit sub.

Gambar 3.7. Junk Basket


7. Fishing Magnet
Yaitu alat fishing yang berguna untuk mengambil fish yang
berbentuk serpihan-serpihan besi atau logam lainnya, dengan
menggunakan magnet. (ukuran kecil maksimum 1kg).

Gambar 3.8. Fishing Magnet


8. Tapper Mill dan Water Millon Mill
Kedua alat ini merupakan alat pendukung untuk pengangkatan
fish. Untuk tapper mill berfungsi untuk menggerus lubang dari fish

19

bersama dengan water millon mill atau bisa dibilang untuk


memperbaiki lubang dari fish agar bisa dimasukkan rangkaian fishing
tool.

Gambar 3.9 Water Millon Mill dan Tapper Mill


9. Impression Block
Berfungsi sebagai mengecap fish yang berada di wellbore. Dari
cetakan ini kita bisa mengetahui posisi dan ukuran dari fish.(terbuat
dari timah). Untuk mengecap dan melihat bentuk dari fish.

Gambar 3.10. Impression Block

3.1.2. PACKER TOOL


Packer adalah alat yang digunakan untuk mengisolasi suatu kedalaman
tertentu dari lubang sumur. Packer dapat didefinisikan sebagai peralatan bawah
permukaan yang digunakan untuk menyekat antara tubing dengan casing, untuk
mencegah aliran vertikal di sepanjang annulus casing-tubing.
Fungsi packer adalah :

Menyediakan penghalang aliran di sepanjang annulus.

Mempertahankan fluida reservoir dan tekanan terisolasi


dari casing.

20

Untuk memisahkan zona-zona pada lubang bor.

Sebagai tempat untuk killing fluid pada annulus casing.

Membungkus lubang perforasi selama squeeze cementing.

Macam macam packer :


a. Packer HD
Packer HD dipasang di atas zona perforasi, untuk menjaga agar fluida
tidak masuk ke daerah zona perforasi. Untuk pemasangan packer HD
dilakukan secara bersamaan dengan RBP untuk menghemat waktu.
Untuk HD diperlukan tekanan 18000-20000 psi untuk
mengembangkan rubber.
7 ARROW MODEL HD COMPRESSION PACKER F/20-23 PPF,
6 5/8 ARROW MODEL HD COMPRESSION PACKER F/20 PPF,

Gambar 3.11 Packer HD

b. RBP (Retriveable Bridge Plug)


Packer ini biasanya dipasang dibawah lubang perforasi untuk
memisahkan zona dibawah perforasi dengan zona produksi. Untuk
RBP bisa juga digunakan pada saat proses squeeze cementing dan
hydraulic fracturing.

21

Ada beberapa merk RBP yang terdapat di gudang 3 , meliputi : 7


D&L AS RBP 17-26 PPF, 7 WEATHERFORD MODEL PSTH
BRIDGE PLUG F/20 23 PPF, 7 BAKER MODEL C RBP F/20
23 PPF.

Gambar 3.12 RBP

c. Packer Ultra Lock


Packer ultra lock digunakan untuk sumur injeksi. Tahapan
instalasinya meliputi : packer diputar 12-15x sampai segmen lepas,
kemudian diberi tension dan akhirnya packer menggembang. Packer
ultra lock yang tersedia di Gudang 3 adalah 7 ULTRA LOCK
PACKER F/20 26 PPF, 6 5/8 ULTRA LOCK PACKER F/20 PPF, 4
1/2 ULTRA LOCK PACKER F/11.6-13.5 PPF, 9 5/8 ULTRA LOCK
PACKER 43.5 PPF.

22

Gambar 3.13 Packer Ultra Lock


d. Centralizer
Selain untuk mempertahankan posisi packer tetap ditengah,
centralizer pada packer juga berfungsi seperti drag block, yaitu sebagai
dudukan (pengganjal) saat packer akan dipasang atau diputar.

Gambar 3.14 Centralizer (Packer)


e. Drag Block
Merupakan dudukan penahan packer saat akan dipasang atau
diputar. Drag Block ialah salah satu bagian penting dari packer. Jika
bagian ini sudah aus maka pemasangan packer akan lebih rumit.
Kendala dari drag block ialah dinding casing yang dipenuhi dengan
scale, pasir, wax dan kotoran lain. Jadi, sebelum pemasangan packer
harus dilakukan pembersihan dinding casing dengan menggunakan
scrapper.

Gambar 3.15. Drag Block

3.1.3. SAND BAILER DAN TURBO BAILER

23

Sand bailer dan turbo bailer memiliki cara kerja seperti pompa. Keduanya
berfungsi untuk menghisap pasir yang terdapat di dalam wellbore. Sand bailer
bekerja dengan bantuan wireline, sedangkan turbo bailer bekerja melewati drill
string. Kapasitas pengisapan pasir pada sand bailer maupun turbo bailer
tergantung pada ukuran casing yang digunakan. Sand bailer memiliki kemampuan
untuk menghisap pasir lebih kecil
dibandingkan dengan turbo bailer. Sand bailer digunakan bersamaan
dengan liner.

Gambar 3.16 Sand Bailer dan Turbo Bailer(boeiler)


3.1.4. CASING SWAGE
Alat yang digunakan untuk perbaikan casing yang mengalami kerusakan
pada inside diameter. Untuk kerjanya casing swage yaitu diturunkan pada casing
yang rusak lalu diputar dan diturunkan secara perlahan hingga ID casing kembali
seperti semula. Alat ini dikombinasikan fungsinya dengan casing roller.
Casing swage juga bisa digunakan untuk memperbaiki ID pada fish, agar
fish mudah diambil.

Gambar 3.17 Casing Swage


3.1.5. CASING ROLLER

24

Merupakan alat untuk memperbaiki kondisi ID casing yang rusak atau


collapse yang tidak seperti bentuk semula. Indikasi ID casing rusak bisa diketahui
saat akan memasukkan rangkaian ke sumur, jika rangkaian tersangkut pada
kedalaman tertentu maka bisa dikatakan ID casing rusak.
Cara kerja alat dengan menurunkan pada target lalu diputar dan diturunkan
secara perlahan serta bersamaan. Biasanya alat ini digunakan setelah casing
swage.

Gambar 3.18 Casing Roller


3.1.6. CASING SCRAPPER
Merupakan alat yang digunakan untuk membersihkan casing dari scale,
mud cake, dan beberapa material lainnya yang melekat di dinding casing. Ukuran
dari casing scrapper ini sendiri juga bermacammacam, tergantung dari ukuran
casing yang akan dibersihkan. Biasanya casing scrapper ini digunakan ketika kita
akan memasang packer yaitu untuk memudahkan kerja drag block atau
centralizer dari packer. Saat alat ini digunakan, tidak boleh diputar, karena dapat
merusak dinding casing. Penggunaanya hanya dinaikkan dan diturunkan hingga
casing terbebas dari scale, mudcake dan material lainnya.

Gambar 3.19 Casing Scrapper

25

3.1.7. BIT (PAHAT)


Mata bor (bit) merupakan peralatan yang langsung menyentuh formasi,
berfungsi untuk menghancurkan dan menembus formasi, dengan cara memberi
beban pada mata bor.

Gambar 3.20 Tooth Bit

Gambar 3.21 Insert Bit

Gambar 3.22 Bit 26


3.1.8. ELEVATOR
Elevator merupakan suatu alat yang digunakan untuk menahan ataupun
menjepit casing, tubing, drill pipe maupun drill collar pada saat akan diturunkan
maupun dinaikkan dari/ke dalam wellbore.

26

Gambar 3.23 Elevator

3.1.9. CHRISTMAS TREE


Christmas tree didefinisikan sebagai rangkaian dari valve dan fitting untuk
kontrol produksi dan disambungkan dengan bagian atas tubing head. Christmas
tree berfungsi untuk mengontrol aliran dari sumur. Christmast tree merupakan
peralatan permukaan yang menghubungkan well head dengan flowline. Di
chrismast tree terdapat banyak valve untuk pengaturan input dan outputnya aliran.
Valve yang ada antara lain swab valve, upper master valve, annulus valve, lower
master valve, dan wing valve. Swab valve berfungsi untuk instalasi backpressure
valve, pressure gauge, dll (peralatan permukaan). Di christmast tree terdapat
adjustable choke yang berfungsi untuk mengatur rate dan pressure baik untuk
sumur yang flowing maupun sudah menggunakan artificial lift. Untuk sumur di
Tanjung yang menggunakan christmast tree hanyalah sumur natural flow.

3.1.10.

Gambar 3.24 Christmast Tree


WELLHEAD

27

Wellhead merupakan salah satu komponen penting dengan proses


pengeboran. Wellhead dipasang pada setiap akhir dari casing dan tubing string
dipermukaan sumur.
Komponen dari wellhead yaitu casing head, casing head spool, tubing
head spool dan christmast tree.
Fungsi wellhead adalah sebagai berikut :
1. Sebagai tempat terpasangnya alat pengontrol aliran. Wellhead
dirancang untuk dapat dihubungkan dengan alat pengontrol aliran dari
dan ke dalam sumur.
2. Sebagai penyangga casing string. Setiap casing dan tubing yang
dimasukkan ke dalam sumur tergantung pada wellhead.

Gambar 3.25 Wellhead

Gambar 3.26 Casing Spool & Tubing Spool


2.1.11. BOP (Blow Out Preventer)
Blowout Preventer (BOP) system digunakan untuk mencegah aliran fluida
formasi yang tidak terkendali dari lubang bor. Saat bit menembus zona permeable

28

dengan tekanan fluida melebihi tekanan hidrostatik normal, maka fluida formasi
akan mendesak fluida pemboran. Masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor
disebut dengan kick.

Gambar 3.27 BOP


Rangkaian peralatan sistem pencegahan semburan liar terdiri dari dua sub
komponen utama, yaitu :
1. Rangkaian BOP Stack
Annular Preventer
Annular Preventer ditempatkan paling atas dari susunan BOP
Stack. Annular preventer berisi rubber packing element yang dapat
menutup lubang annulus baik lubang dalam keadaan kosong
ataupun ada rangkaian pipa bor.

Gambar 3.28 Anular Preventer

RAM Preventer
Hanya dapat menutup lubang annulus untuk ukuran pipa
tertentu atau pada keadaan tidak ada pipa bor dalam lubang.

29

1. Pipe Ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu


rangkaian pipa bor berada pada lubang bor.
2. Blind Ram digunakan untuk menutup lubang bor pada waktu
rangkaian pipa bor tidak berada pada lubang bor.
3. Shear Ram digunakan untuk memotong drill pipe dan seal
sehingga lubang bor kosong, digunakan terutama pada offshore
floating rigs.

Gambar 3.29 Pipe Ram dan Blind Ram

Peralatan Tambahan
1. Drilling Spools
Berfungsi sebagai tempat pemasangan choke line dan kill line.
2. Casing Head
Merupakan alat tambahan pada bagian atas casing yang
berfungsi sebagai fondasi BOP Stack.

2. Accumulator dan Sistem Penunjang


Unit accumulator dihidupkan pada keadaan darurat yaitu untuk
menutup BOP stack. Unit ini dapat dihidupkan dari remote panel yang
terletak pada lantai bor atau dari accumulator panel pada unit ini terdiri
dalam keadaan crew harus meninggalkan lantai bor.

30

Gambar 3.30 Accumulator


Sistem Penunjang:
Choke Manifold
Merupakan suatu kumpulan fitting dengan beberapa outlet yang

dikendalikan secara manual dan atau otomatis


Kill Line
Bekerja pada BOP stack, biasanya berlawanan berlangsung dengan
choke manifold.

3.2. ARTIFICIAL LIFT


Setelah dilakukan pemboran untuk pertama kali, sumur mempunyai
kemampuan untuk mengalir dengan sendirinya (natural flow). Seiring
berjalannya waktu, kemampuan sumur pun menurun, sehingga diperlukan suatu
mekanisme tambahan yang perlu diaplikasikan yaitu artificial lift (pengangkatan
buatan).
Artificial lift terbagi menjadi beberapa metode yaitu: gas lift, pump jack /
sucker rod pump (pompa angguk), electric submersible pump (ESP), progressive
cavity pump (PCP), hydraulic pumping unit (HPU), plunger lift.
Fungsi Operasi PT. Pertamina EP Tanjung memiliki beberapa divisi yaitu:
Pump shop, SoDyna (Sonolog & Dynagraph) dan Laboratorium.
Pump shop merupakan gudang penyimpanan sekaligus tempat perawatan
rangkaian pompa yang berada di bawah permukaan. Di tempat ini terdapat suku
cadang dari pompa-pompa yang beroperasi di lapangan Tanjung. Pompa yang
dimaksud adalah sistem yang menghasilkan gaya hisap terhadap fluida yang
berada di dalam lubang sumur. Kegiatan yang dilakukan di pump shop ialah
perawatan dan perbaikan rangkaian pompa bawah permukaan.

31

3.2.1. ELECTRIC SUBMERSIBLE PUMP


Electric Submersible Pump (ESP) adalah pompa yang dimasukan ke
dalam lubang sumur yang digunakan untuk memproduksi minyak secara artificial
lift (pengangkatan buatan) dan digerakkan oleh motor listrik. Peralatan utama
submersible pump terdiri dari pompa centrifugal, intake, protector dan motor
listrik. Unit ini ditenggelamkan di cairan, lalu disambung dengan tubing dan
motornya dihubungkan dengan kabel listrik ke permukaan yaitu dengan
junction box dan variable speed drive.
Pompa ESP biasanya dipakai untuk laju produksi 200 2.500 STB/day,
walaupun dapat digunakan untuk produksi sampai 95.000 STB/day. Pompa ESP
umumnya digunakan pada sumur miring di daerah lepas pantai. Di daratan hanya
digunakan untuk laju produksi tinggi yaitu di atas 2.000 STB/day dan untuk
daerah Tanjung ESP digunakan untuk produksi diatas 1.000 STB/day. Untuk laju
produksi rendah menggunakan pompa angguk agar lebih ekonomis.
Unit ESP terbagi menjadi 2 bagian yaitu peralatan atas permukaan dan
peralatan bawah permukaan.
A. Surface Equipment ESP
1. ESP Wellhead
ESP Wellhead berfungsi sebagaimana kepala sumur produksi
yang dilengkapi dengan casing spool, tubing spool, tubing hanger
dan memiliki keistimewaan yang khusus, yaitu mempunyai lubang
untuk melewatkan kabel dari permukaan ke motor di dalam sumur.
2. VSD (Variable Speed Drive)
VSD pada ESP merupakan pengendali utama frekuensi motor,
kapasitas frekuensi dapat dimulai dari 30 Hz sampai dengan 70 Hz.
Dengan adanya range frekuensi tersebut, akan memberikan
keleluasaan dalam penentuan laju alir produksi yang disesuaikan
dengan kemampuan sumur melalui pengaturan putaran motor.
Pengaturan besarnya frekuensi output dari VSD yang nantinya
merupakan frekuensi putaran motor dapat ditentukan melalui

32

beberapa jenis pengontrol, yaitu speed mode, current mode, dan


pressure mode.
3. Junction box
Junction box adalah tempat penyambungan kabel listrik dari
sumur dengan kabel yang berasal dari VSD. Junction box juga
berfungsi sebagai pengeluaran gas yang terbawa dari kabel pompa
dalam sumur ke permukaan. Junction box biasanya 15 ft
(minimum) dari kepala sumur dan normalnya berada diantara
2 sampai 3 ft diatas permukaan tanah.
Fungsi dari junction box antara lain :
Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin
bermigrasi kepermukaan melalui kabel agar terbuang ke

atmosfer
Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur
dengan kabel dan VSD

Gambar 3.31 Variabel Speed Drive


B. Subsurface Equipment ESP
1. Discharge Head
Tubing yang digunakan di lapangan Tanjung memiliki
sambungan yang berbeda dengan sambungan di pompa ESP. Untuk
menyambungkan pompa dengan tubing maka digunakan discharge.
Peralatan ini merupakan bagian teratas dari rangkaian pompa ESP
bawah permukaan. Alat ini berfungsi sebagai adaptor dari
rangkaian pompa ke tubing atau sebagai penyambung.

33

Gambar 3.32 Discarge Head


2. Automatic Diverter Valve (ADV)
ADV dipasang di atas pompa dan di bawah discharge.
Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa.
Jika ADV tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing
(kehilangan fluida) akan melalui pompa, dan dapat
menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik keatas, sebab aliran
balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik
arah dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Jadi
umumnya ADV digunakan agar tubing tetap terisi dengan
fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak
turun kebawah.
3. Electric Cable
ESP memiliki motor bawah permukaan yang berfungsi untuk
menggerakan shafts hingga ke pompa. Sumber energi dari motor
ialah tenaga listrik. Listrik dialirkan dari VSD ke motor
menggunakan electric cable (kabel listrik). Jenis kabel yang
digunakan memiliki 4 lapisan, berguna untuk mencegah fluida
yang ada di sumur masuk ke tembaga. Isolasi atau pelindung dari
kabel memiliki ketahanan terhadap temperatur dan tekanan tinggi
serta tahan terhadap lingkungan asam, korosif, fluida di lubang bor
ataupun fluida formasi dan jacket terluar dari kabel didesain agar
tahan terhadap gesekkan dari rangkaian pompa dengan casing saat
dimasukkan atau dicabut.
Berdasarkan bentuk dan fungsinya, terdapat 2 jenis kabel ESP :

34

Round cable, kabel listrik yang berbentuk bulat, digunakan

mulai dari tubing yang posisinya berada diatas ADV


Flat cable, kabel yang berbentuk flat, berfungsi untuk
mengurangi gesekkan kabel dengan rangkaian casing karena
OD dari rangkaian pompa hampir sebesar ID casing.
Diameternya lebih kecil dari round cable. Disambungkan
dengan round cable dan mulai digunakan dari discharge
hingga ke motor.
Untuk instalasi kabel listrik di rangkaian pompa didukung oleh

clam, yaitu pengikat kabel dengan rangkaian pompa dan kabel


dengan tubing.

Gambar 3.33 Electric Cable


4. Pump
Pompa merupakan bagian dari ESP yang meneruskan fluida
yang dihisap melalui lubang intake menuju ke tubing hingga
flowline di permukaan.
Pada dasarnya, pompa ESP adalah pompa sentrifugal yang
bertingkat banyak (multi stages), yang tiap-tiap stage terdiri dari
sebuah rotating impeller dan stationary diffuser, dimana impeller
adalah komponen yang bergerak sedangkan diffuser komponen
yang tidak bergerak. Jenis dan ukuran stage menentukan volum
yang terproduksikan, sedangkan jumlah stage menentukan total
head dan horse power yang dibutuhkan.
Beberapa tipe pompa di Tanjung didesain yaitu dapat
diaplikasikan pada kondisi high GOR, viskositas fluida yang
tinggi, fluida abrasif, korosif dan tahan temperatur tinggi.

35

Gambar 3.34 Pump


5. Intake
Merupakan media untuk masuknya fluida dari dalam sumur
menuju pompa, dipasang diantara protector dan pompa. Terdapat
beberapa jenis intake berdasarkan fungsinya.
Untuk intake standar digunakan untuk sumur yang bertipe GOR
kurang dari 25 %.
Jika GOR lebih dari 25 % menggunakan Rotary gas separator
(RGS) ) berfungsi untuk memecahkan gelembung-gelembung gas
hingga berukuran sangat kecil, agar tidak terjadi gas lock pada
pompa dan gelembung gas yang berukuran besar akan keluar ke
annulus.
Ketika RGS tidak mampu menangani masalah gas maka digunakan
AGH (Advance Gas Handling) dan MPV (Multi Pump Ventilation).
Masalah gas lock harus bisa diatasi karena dapat menyebabkan
efisiensi volumetric turun dan bisa menyebabkan sumur tidak dapat
diproduksi.

36

Gambar 3.35 Intake

Gambar 3.36 RGS


6. Seal section / Protector
Bagian dari rangkaian pompa ESP yang berfungsi untuk
melindungi motor dari fluida sumur. Seal section terdiri dari 3
labirin yaitu bottom, middle dan top, yang dapat menyekat fluida
sumur untuk masuk ke motor. Seals memberikan ruang untuk
pengembangan dan penyusutan minyak motor sebagai akibat
perubahan temperatur dari motor pada saat bekerja dan saat
dimatikan.

Gambar 3.37 Seal Section / Protector


7. Motor

37

Berfungsi untuk memutar / menggerakan shaft dari motor


hingga pump agar pompa memiliki daya hisap terhadap fluida.
Terdapat port head pada motor sebagai lubang untuk kabel
listrik.
Motor listrik berfungsi sebagai tenaga penggerak yang
memutar pompa. Di dalam motor terdapat refined mineral mineral
oil (non conductive oil) yang berfungsi sebagai pelumasan terhadap
bearing, sistem pendingin terhadap motor dan punya kemampuan
menyekat listrik. Motor ditempatkan di atas dari lubang perforasi
sehingga fluida yang mengalir ke intake pompa dapat sebagai
pendingin motor.

Gambar 3.38 Motor


8. Downhole Sensor
Merupakan bagian terbawah dari pompa ESP, yang berfungsi
untuk memberi informasi ke VSD tentang vibrasi, intake temperature,
intake pressure, motor temperature. Untuk downhole sensor yang
khusus mampu merekam downhole pump ampere. Di dalam downhole
sensor terdapat kumparan yang akan dihubungkan ke VSD (display
VSD). Untuk data yang ada di downhole sensor bisa dicek per hari
atau per jam dan data dapat diunduh setiap minggu.

38

Gambar 3.39 Downhole Sensor


3.2.2. SUCKER ROD PUMP
Sejak awal dari berkembangnya industri perminyakan, sucker rod
pumping telah digunakan sebagai salah satu metode artificial lift yang populer
hingga saat ini.
Sucker rod pump merupakan salah satu metoda lifting yang digunakan di
Lapangan Tanjung. Sekitar 75% sumur di Lapangan Tanjung menggunakan
artificial ini. SRP terdiri dari 3 jenis yaitu Konvensional, Mark II, dan Air
Balance. Di Pertamina Asset 5 Tanjung Field hanya menggunakan SRP jenis
Konvensional dan Mark II. Pada dasarnya komponen dari sucker rod pump dibagi
dua bagian yaitu :

A. Surface Equipment
1. Prime Mover
Fungsi dari prime mover adalah mensuplai tenaga mekanis
rotasi yang dijadikan gerakan mekanis vertikal pada horse head
pumping unit dan diteruskan ke pompa menjadi gerakan
reciprocating melalu sucker rod string untuk mengangkat fluida
dari dasar sumur ke permukaan.
Pemilihan prime mover disesuaikan pada kondisi lapangan dan
beban dari pumping unit yang bekerja, seperti :
Horse power
Tipe prime mover

39

Ketahanan pada waktu operasi selama 24 jam dan bekerja pada

situasi serta kondisi buruk


2. Pumping Unit
Peralatan ini berfungsi untuk merubah atau meneruskan tenaga
dari prime mover untuk memompa fluida melalui sucker rod string.
Hal ini dilakukan dengan merubah tenaga putaran mekanis dari
prime mover menjadi gerakan naik turun, pada sistem crank/pitman
dan yang kemudian diteruskan ke horse head melalu walking beam
menjadi gerakan naik turun vertikal.
Fungsi dari bagian-bagian pumping unit :
a. Gear reducer, berfungsi untuk merubah kecepatan putaran
(RPM) dari prime mover menjadi kecepatan pemompaan yang
diinginkan
b. V-Belt, merupakan sabuk untuk memindahkan gerak dari prime
mover ke gear reducer.
c. Counter balance, berfungsi untuk menyeimbangkan beban yang
terjadi pada waktu up stroke dan down stroke sehingga beban
yang ditahan dapat seimbang
d. Samson post, sebagai penyangga dari walking beam dan
letaknya diatur dekat dengan titik gravitasi dari walking beam
e. Crank, sebagai tempat penghubung crank shaft dengan counter
balance, sebagai tempat mengatur panjang langkah polished rod
karena jarak dari crank shaft ke crank pin (pitman) bearing
menentukan panjang langkah polished rod. Selain itu dapat
berfungsi untuk menempatkan counter weight
f. Polished rod, untuk menghubungkan peralatan di permukaan
dengan sucker rod string
g. Stuffing box, sebagai tempat dilalui polished rod yang berfungsi
untuk menahan aliran fluida keluar (menyembur) ke udara
(atmosfer)
h. Pumping tee, disebut juga cross tee, berfungsi untuk aliran
fluida ke flowline
i. Carrier bar, merupakan penyangga dari polished rod
j. Stuffing box, merupakan tempat kedudukan polished rod
sehingga polished rod dapat naik turun dengan bebas dan

40

berfungsi untuk mengisolasi sumur dan mencegah agar fluida


tidak ikut keluar saat polished rod bergerak
k. Bridle (wire-line hanger), sebagai tempat untuk menggantung
carrier bar
l. Horse head, merupakan busur tempat sangkutan dari bridle dan
berfungsi menjaga polished rod agar tetap bergerak naik turun
secara vertical
m. Walking beam, berfungsi untuk merubah gerak putar dari crank
yang dikirim melalui pitman menjadi gerakan naik turun vertikal
pada horse head

Gambar 3.40 Surface Equipment


B. Sucker Rod String
1. Sucker rod
Sucker rod berfungsi meneruskan energi dari atas yang
merupakan gerakan naik turun vertikal ke plunger pompa. Untuk
sumur dalam yang lebih dari 3500 feet, sucker rod dipasang
dengan sistem tapered rod dimana sucker rod yang berukuran lebih
kecil diletakkan paling bawah. Penyusunan sucker rod seperti itu
berguna untuk mengurangi beban pada peralatan atas tanah dan
lebih ekonomis.
2. Pony Rod
Secara umum pony rod sama dengan sucker rod, hanya ukuran
panjangnya yang berbeda. Pony rod digunakan untuk mencukupi
panjang rangkaian sucker rod seluruhnya, apabila panjang sucker
rod yang biasa tak dapat memenuhi.
3. Polished Rod

41

Ialah tangkai yang menghubungkan sucker rod string dan


carrier bar (wire line hanger pada horse head).
Diameter polished rod lebih besar dari diameter sucker rod
diantaranya 1 1/8, 1 , 1 dan 1 . Panjang polished rod ada
beberapa macam yaitu : 8, 11, 16 dan 22 feet. Yang umum
digunakan ialah yang memiliki panjang 16 feet, karena bila terjadi
kerusakan atau korosif pada sebagian masih bisa diputar balik dan
bisa digunakan kembali. Dibeberapa tempat digunakan polished
rod liner untuk membungkus polished rod, sehingga polished rod
tidak bergesek langsung dengan packing stuffing box. Penggunaan
polished rod liner akan memperpanjang umur dari polished rod dan
packing stuffing box.
C. Sub Surface Equipment
1. Working barrel
Badan pompa yang berbentuk silinder dimana fluida masuk
kedalamnya dan kemudian didorong keatas oleh plunger.
Normalnya working barrel lebih kecil inchi dari ID tubing
hingga cukup ruangan (space) untuk plunger saat dimasukkan ke
dalam working barrel didalam sumur.
Working barrel umumnya terbuat dari bahan seamless steel,
cast iron, corrosion-resisting alloy dan memiliki permukaan yang
haslu dan licin dibagian dalamnya (ID)
Pompa di bawah permukaan berdasarkan working barrel ada
dua macam, yaitu tubing pump dan rod pump (insert pump).
Dikatakan tubing pump karena posisi barrel dari pompa menyatu
dengan tubing sehingga waktu sucker rod dicabut pada saat servis
maka barrel tetap berada di bawah tidak ikut tercabut. Sedangkan
rod pump, posisi dari barrel menyatu dengan sucker rod sehingga
bila sucker rod dicabut saat servis maka barrel akan ikut tercabut
Jenis-jenis working barrel yaitu :
Heavy Wall Barrel (H), dimana barrel berdinding tebal dan kuat

42

Thin Wall Barrel (W) ialah working barrel yang berdinding

tipis
Full Liner Barrel, yaitu bagian dalam barrel yang dipasang

liner yang terdiri dari satu batang saja (non API standard)
Sectional Liner, yaitu liner yang terpisah-pisah (sepotongsepotong) yang setiap potong (seksi) memiliki panjang satu

kaki (non API standard).


2. Plunger
Plunger merupakan bagian dari pompa yang terdapat di dalam
working barrel yang berfungsi untuk mengangkat fluida dari dalam
sumur ke permukaan.
Plunger terbagi menjadi 2 jenis, yaitu
Soft packed plunger, digunakan untuk sumur-sumur yang
kedalamannya < 5000 ft dan umumnya tahan terhadap serangan

korosi.
Ada tiga jenis soft packed plunger
1. Cup type
2. Ring type
3. Kombinasi cup dan ring
Metal plunger, umumnya terbuat dari bahan cast iron atau steel
dengan permukaan yang sangat halus dan licin.
Ada dua jenis metal plunger :
1. Plain metal plunger
2. Grooved metal plunger
Plunger jenis metal lebih tahan lama dari soft packed plunger
dan digunakan untuk kedalaman sumur sampai lebih dari 5000
ft.

3. Traveling dan Standing Valve


Traveling Valve merupakan katup yang berada di bawah
plunger yang bergerak sesuai dengan pergerakan plunger,
dimana posisinya akan terbuka pada saat downstroke sehingga
fluida dapat masuk ke dalam plunger. Posisinya akan tertutup
pada saat upstroke sehingga dapat menahan fluida yang sudah

masuk ke dalam plunger agar tidak keluar.


Standing Valve merupakan katup yang tidak bergerak berada
pada bagian bawah working barrel dimana posisinya akan

43

terbuka pada saat upstroke sehingga fluida dari dalam sumur


dapat masuk ke dalam working barrel. Posisinya akan tertutup
pada saat downstroke sehingga menahan fluida yang sudah
masuk ke dalam working barrel agar tidak keluar.
Kedua jenis valve diatas merupakan ball and seat yang berada
didalam sangkarnya (cage)
Ada dua jenis cage :
- Open cage, bila traveling atau standing valve bisa terlihat
-

dari sisi luar


Closed cage, traveling atau standing valve tidak terlihat

(tertutup) oleh cage.


4. Seating Nipple
Merupakan tempat dudukan dari standing valve sehingga
standing valve tidak terlepas pada saat upstroke atau downstroke.
5. Gas Anchor
Peralatan yang digunakan untuk mencegah atau mengurangi
jumlah gas yang terikut masuk ke pompa, maka dibawah pompa
dipasang separator gas-cairan yang disebut gas anchor.
Terdapat dua macam gas anchor :
Poorman type gas anchor
Packer type gas anchor
Jenis jenis Sub Surface Pump
1. Tubing Pump
2. Insert Pump (rod pump)
3. Casing Pump
Ketiga jenis pompa diatas digerakkan oleh suatu rangkaian sucker
rod melalui satu pumping unit di permukaan tanah.
Perbedaan yang mendasar antara tubing pump dengan insert pump
ialah cara pemasangan working barrel.
Pada tubing pump, working barrel disambung dengan bagian
tubing terbawah dan diturunkan ke dalam sumur sebagai bagian
dari rangkaian tubing.
Sedangkan insert pump, working barrel adalah bagian dari unit
pompa secara lengkap dan diturunkan dengan rangkaian sucker rod
ke dalam tubing atau casing sampai kedalaman yang ditentukan.

44

Dari perbedaan dasar ini bisa dilihat bahwa :

Untuk ukuran tubing yang sama, kapasitas tubing pump lebih

besar dari insert pump


Kedalaman, tubing pump hanya untuk kedalaman rendah sampai
menengah, sedangkan insert pump bisa lebih dalam, hal ini
disebabkan oleh beban yang ditanggung rangkaian sucker rod

lebih kecil.
Penggantian pompa, jenis tubing pump jika cabut pompa harus
mencabut rangkaian tubing sedangkan jenis rod pump hanya
mencabut sucker rod dan pompa lengkap akan terangkat
(tercabut).
Untuk jenis casing pump pada prinsipnya sama dengan rod

pump, hanya dengan versi yang lebih besar. Casing pump


dimasukkan ke dalam sumur dengan sucker rod dan sebuah packer
dipasang dibagian atas atau dibagian bawah dari working barrel dan
casing. Tidak ada rangkaian tubing pada instalasi ini dan casing
pump cocok untuk sumur dangkal dengan produksi besar.
D. Prinsip kerja Pompa
Pada saat downstroke dimana plunger bergerak turun ke bawah
sehingga posisi traveling valve semakin mendekati standing valve. Hal
ini mengakibatkan tekanan pada ruang antara traveling valve dan
standing valve lebih besar dibandingkan tekanan di atas traveling
valve dan di bawah standing valve sehingga ball pada traveling valve
akan terdorong ke atas (traveling valve terbuka) sedangkan ball pada
standing valve akan turun ke bawah (standing valve tertutup). Dengan
demikian fluida yang ada pada ruang antara traveling valve dan
standing valve akan masuk ke dalam plunger.
Pada saat upstroke dimana plunger bergerak naik ke atas sehingga
posisi traveling valve semakin menjauh dari standing valve. Hal ini
mengakibatkan tekanan di atas traveling valve semakin besar dan ball
pada traveling valve akan terdorong ke bawah (traveling valve

45

tertutup). Dengan demikian fluida tidak bisa keluar dari plunger dan
ikut terangkat ke atas menuju tubing. Dikarenakan tekanan pada ruang
antara traveling valve dan standing valve lebih kecil dibandingkan
tekanan di bawah standing valve maka ball pada standing valve akan
naik ke atas (standing valve terbuka) didorong oleh fluida yang ada di
dalam sumur sehingga fluida tersebut mengisi ruang antara traveling
valve dan standing valve.
3.3. SONOLOG DYNAGRAPH DAN AMERADA (SODYNA)
Artificial lift digunakan dalam pengambilan fluida (minyak dan gas bumi)
ketika sumur tidak dapat mengalir dengan sendiri (natural flow). Keberadaan
Sonolog untuk menentukan Fluid Level, serta Dynagraph untuk mengetahui beban
dari rod string dan juga berguna untuk mengetahui kondisi pompa dalam hal ini
keduanya sangatlah penting dalam dunia perminyakan. Di tempat ini terdapat
keseluruhan peralatan untuk Sonolog Dynagraph Amerada(SoDyna), termasuk
recorder, gas gun sonolog, dan sebagainya.
3.3.1. SONOLOG (softwarenya apa)
Sonolog adalah alat yang digunakan untuk mengukur sub mergence (jarak
antara permukaan fluida dengan pump seating nipple). Alat yang digunakan pada
sonolog adalah Echometer set yang terdiri dari gun, cable dan laptop yang
terdapat software TWM (TOTAL WELL MANAGEMENT). Sistem kerja alat ini
adalah menghantarkan gelombang/getaran suara dari sumber suara di permukaan
ke dalam annulus yang dihasilkan dari tembakan gun yang berisi gas nitrogen.
Gelombang suara yang masuk tadi dipantulkan kembali oleh shock tubing (collar)
dan cairan yang berada di dalam annulus ke permukaan, sehingga terdeteksi.
Pengukuran sonolog dilakukan pada saat pengecekan sumur, perforasi dan
fracturing. Dalam beberapa sumur sering terdapat kesulitan dalam pembacaan
data, hal ini disebabkan oleh :
a. Adanya fish dalam wellbore
b. Gesekkan di annulus (noise)
c. Gas/fluida formasi

46

Gambar 3.41 Echometer


Dalam suatu kasus saat kita ingin melakukan pengukuran sonolog kita
harus terlebih dahulu mengetahui kondisi sumur terlebih dahulu antara lain:
1. Casing pressure
2. Well profile
3. Jumlah tekanan gas nitrogen yang akan di tembakan
Misalkan dalam suatu sumur diketahui tekanan casing sekitar 250 psi pada
pressure gauge maka tekanan nitrogen yang kita gunakan (kita isi) kedalam
Echometer harus lebih besar dari tekanan casing sekitar 300 atau 350 psi atau bisa
dibilang 100 psi diatas tekanan casing. Dengan demikian tekanan dari alat
pengujian sonolog tersebut (Echometer) dapat melawan tekanan dari casing dan
fluid level dapat terbaca dengan baik.
Dalam melakukan test sonolog dengan menggunakan (Echometer) kita
dapat mengetahui beberapa data yang dibutuhkan antara lain:
1. Kedalaman puncak kolom cairan
2. Kedalaman sumur
3. Perbandingan jumlah liquid dan gas (hanya liquid yang biasa kita
butuhkan)
4. Untuk mengetahui submergence

47

Gambar 3.42 Pengukuran Sonolog


3.3.2. DYNAGRAPH
Dynagraph adalah suatu metode pengukuran yang bertujuan untuk
mendeteksi performa daya pompa angguk, Prinsip kerja dari metode pengukuran
ini adalah dengan mengukur perubahan beban yang terjadi pada pompa pada
setiap posisi kerja tertentu. Perubahan beban ini yang kemudian di intrepetasikan
sehingga diketahui kondisi performa pompa angguk tersebut.
Apabila terjadi kebocoran pada valve pompa, baik pada standing valve
ataupun traveling valve, maka hal ini akan mengurangi volume produksi.
Sedangkan bila kondisi pompa tidak seimbang, maka akan berpotensi merusak
pompa.
Secara umum ada dua tipe dynamo meter yaitu horse shoe tranducer
(HST) yang mengukur langsung beban pada polished rod dan polished rod
tranducer (PRT).
Ada 3 metode pengukuran :
Metode pengukuran kinerja pompa :
1. Mengetahui SPM (stroke per minute)
2. Mengatahui aliran liquid yang terangkat
3. Mengetahui beban torsi dari pump jack
4. Mengetahui beban dari rod yang terpasang

48

Gambar 3.43 Pengukuran Dynagraph


Metode pengetesan kebocoran valve pada pompa yaitu standing valve
dan traveling valve.
1. Matikan SRP
2. Instalasi PRT
3. Jepit di polished rod
4. Kemudian kita liat pada layar computer apakah sudah terpasang
dengan benar atau tidak.
5. Pada pengetesan untuk mengetahui kualitas traveling valve kita
seting polished rod
6. Pada pengetesan untuk mengetahui kualitas standing valve kita
seting polished rod
7. Jika grafik bergerak naik itu berarti normal, sedangkan jika grafik
bergerak turun berarti ada kebocoran pada standing valve atau
traveling valve kita.
8. Kita liat biasanya pada pengetesan tersebut, rentang waktu
pengetesan berkisar 1 menit.

49

Gambar 3.44 Contoh Grafik Standing Valve dan Traveling Valve


Metode pengetesan keseimbangan antara pump jack dengan beban rod,
counter Balance effect.
1. Matikan SRP
2. Pasang horse shoe pada rod
3. Pasang langkah naik (up strock)
4. Dan kita rem SRP pada langkah naik
5. kita ukur dimana keseimbangan dari beban string dari grafik yang
kit abaca dan analisa.
6. Akan terbaca beban string kita normal atau tidak.

Gambar 3.45 Contoh Grafik CBE Test


3.3.3. Amerada atau EMR (Electric Memory Record)
Amerada adalah alat yang digunakan untuk mengukur pressure dan
temperature pada sumur. Alat ini dapat menyimpan pembacaan data sampai 1 juta
dan dapat bertahan didalam sumur selama satu minggu. Jenis amerada yang
digunakan di Pertamina Tanjung Field adalah PPS 25 dan PPS 26.

Gambar 3.46 PPS 25

50

Perbedaan antara PPS 25 dan PPS 26 adalah pada pengambilan datanya.


Data dari PPS 25 hanya bisa dilihat ketika alat sudah diangkat dengan
mendownload/mengambil pembacaan data dari alat. Sedangkan PPS 26 data bisa
dibaca dipermukaan saat alat masih ada didalam sumur.

Gambar 3.47 PPS 26


Alat ini dipasang melalui tubing dengan bantuan wireline yang
dilengkapi dengan lubricator. Untuk mengetahui kedalaman alat
digunakan depthometer dan untuk menjaga agar alat tetap ditengah dapat
menggunakan tambahan alat yaitu pocket. Amerada dimasukan kedalam
poket, kemudian dimaukkan ke dalam tubing.
BAB IV
LABORATORIUM
Pengujian yang dilakukan di Laboratotium Pertamina Asset 5 Tanjung
Field secara rutin meliputi :
1. Water Cut
2. Pengukuran BS&W
3. Specific Gravity dan Temperatur Crude Oil
4. Pengukuran viskositas kinematik
5. Kandungan Chloride
6. Flash Point
7. Pour Point
8. Analisa Air Injeksi
4.1. Pengukuran Water Cut
Dalam produksi minyak dan gas bumi sering dilakukan pengukuran water
cut . Water cut adalah air yang ikut terproduksi pada saat minyak diproduksikan.

51

Besar kecilnya water cut berpengaruh dalam treatment dan dapat dihitung dengan
persamaan :
Water Cut=

volume water
x 100
volume total fluida

4.1.1. Alat dan Bahan


1. Crude oil, sampel T-79
2. Pemanas
3. Tabung Ukur

Gambar 4.1 Crude Oil

Gambar 4.2 Pemisahan Crude Oil

4.1.2. Langkah Percobaan


1. Panaskan Crude oil sampai mendidih.
2. Pindahkan Crude oil kedalam tabung ukur untuk mengetahui berapa
volume water dan oil dalam Crude oil.
3. Aduk Crude oil sehingga minyak yang menempel pada dinding tabung
tidak mengganggu pembacaan.
4. Lakukan pembacaan batas antara oil dan water.

52

5. Catat pembacaan.

Gambar 4.3 Pemisahan Minyak dan Air

4.1.3. Hasil Percobaan


Volume total
: 1590 ml
Volume water
: 1515 ml
1515
Water Cut=
x 100
1590
Water Cut = 95%
4.2. Pengukuran Specific Gravity dan Temperatur
Specific Gravity didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas
minyak dengan densitas air yang diukur pada tekanan dan temperatur yang sama.
oil
SG=
water
Dimana:
SG
oil
water

= Specific Gravity Minyak


= Densitas Minyak
= Densitas Air

4.2.1. Alat dan Bahan


1. Crude oil
2. Tabung ukur
3. Hydrometer
4. Termometer
5. Table ASTM 21 & ASTM 23

53

Gambar 4.4 Hydrometer

Gambar 4.5 Termometer

Gambar 4.6 Table ASTM 21

54

Gambar 4.7 Table ASTM 23

4.2.2. Langkah percobaan


1. Tuangkan Crude oil ke dalam tabung sampai penuh.
2. Masukkan hydrometer 0.7 , 0.8 atau 0.9 , pilih yang sesuai sehingga
ketika dimasukan posisi hydrometer mengapung.
3. Baca skala pada hydrometer.
4. Masukkan thermometer, dan baca suhu Crude oil.

Gambar 4.7 Pengukuran SG dan Temperatur

4.2.3. Hasil percobaan


1. Pembacaan pada hydrometer 0.7 = 0.780
2. Pembacaan pada temperatur = 1700C
3. Cari nilai SG 60/60 F pada tabel ASTM 23, didapat hasil 0.8217
4. Cari nilai density dan API0 pada tabel ASTM 21, didapat hasil densitas
= 0.8213 dan API0 = 40.207

55

4.3. Pengukuran BS & W


4.3.1. Alat dan Bahan
1. Sampel Crude oil
2. Boiler
3. Campuran Bensin & Solar
4. Tabung Ukur
5. Tabung Centrifuge
6. Centrifuge

Gambar 4.8 Centrifuge

4.3.2. Langkah Percobaan


1. Masukan 50 ml campuran bensin & solar ke dalam centrifuge.
2. Kemudian ditambah dengan Crude oil 50 ml.
3. Masukan ke dalam Centrifuge. Masukkan centrifuge secara
berpasangan, misal 2 atau 4.
4. Putar dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit
5. Ambil sampel, kemudian baca batas antara padatan, water, dan oil.

Gambar 4.9 Centrifuge Sepasang

56

Gambar 4.10 Hasil Centrifuge

4.3.3. Hasil Percobaan


Hasil dari percobaan kandungan BS&W sebesar 10%.
4.4. Pengukuran Kinematik Viscosity
4.4.1. Alat dan Bahan
1. Crude Oil
2. Kinematik Viscosity Bath
3. Tabung Viskositas
4. Alat Hisap

Gambar 4.11 Tabung

4.4.2. Langkah Percobaan


1. Nyalakan alat, pasang dengan suhu 600 C .
2. Masukkan Crude oil ke dalam tabung viscositas.
3. Setelah siap,masukkan tabung ke dalam centrifuge
4. Hisap menggunakan penghisap bagian tabung yang berukuran kecil
atau tabung kapiler.

57

5. Jika minyak sudah sampai di garis pertama nyalakan timer.


6. Tunggu sampai minyak bergerak di garis kedua, setelah itu matikan
timer pertama dan secara bersamaan nyalakan timer ke dua.
7. Lakukan hal sama ketika minyak berada sampai di garis ketiga.
8. Catat hasil pembacaan pada timer.

Gambar 4.12 Proses Perhitungan Viskositas

4.4.3. Hasil Percobaan


Dalam percobaan diperoleh data-data sebagai berikut:
Waktu untuk sampai di line ke-dua
: 105 s
Waktu untuk sampai di line ke-tiga
: 154 s
Jadi viscositas kinematik diperoleh dari:
1

= 173 x 0.09973
= 17.2533 cp

= 233.5 x 0.07042
= 16.4431 cp

= 17.2533 cp +16.4431 cp
= 16.848 cp

4.5. Pengukuran kandungan Chlorid


4.5.1. Alat dan Bahan
1. Air hasil dari water cut
2. Tabung reaksi
3. AgNO3
4. K2Cl2O7

58

Gambar 4.13 AgNO3

Gambar 4.14 K2Cl2O7

4.5.2. Langkah Percobaan


1. Masukkan air hasil pengukuran water cut ke dalam tabung reaksi
sebanyak 5 ml.
2. Tambahkan 3 tetes larutan K2Cl2O7 hingga larutan berubah warna
menjadi kuning.
3. Tetesi campuran air antara K2Cl2O7 dan AgNO3 sampai warna larutan
tersebut menjadi merah bata.
4. Baca jumlah AgNO3 yang dipakai dalam percobaan.

59

Gambar 4.15 Campuran air dengan KCl2O7

4.5.3. Hasil percobaan


Dalam percobaan diperoleh :
Volume AgNO3 = 2 ml
Kandungan Cl-

35.5 x 1000 x 0.1


volume sample
35.5 x 1000 x 0.1
=2
5 ml
= 1420 ppm
= vol AgNO 3

4.6. Pengukuran Flash Point


Flash point adalah temperature terendah dimana minyak dapat terbakar.
Penentuan flash point bertujuan untuk menghindari terjadinya kebakaran.
4.6.1. Alat dan Bahan
1. Crude oil
2. Thermometer
3. Korek api
4. Tag close tester tipe open cup

60

Gambar 4.16 Tag Close Tester

4.6.2. Langkah Percobaan


1. Tuang sampel Crude oil ke dalam cup.
2. Masukkan cup ke tag close tester.
3. Hitung temperatur awal dari sampel.
4. Nyalakan api, kemudian pantik api sampai muncul api pertama
5. Hitung suhu pada saat sampel terbakar.

Gambar 4.17 Percobaan Flash Point

4.6.3. Hasil percobaan


Contoh Sumur T-90 didapatkan hasil pengamatan yaitu :
Temperature awal : 85 F
Temperature akhir : 180 F
4.7. Pengukuran Pour Point

61

Pour point adalah temperature terendah dimana minyak tidak bisa


mengalir. Temperatur minyak akan turun di sepanjang aliran pipa karena adanya
transfer panas dari minyak ke lingkungan. Agar minyak dapat ditransportasikan
dengan aman dari sumur produksi menuju stasiun pengumpul kemudian ke export
station, maka temperatur minyak harus senantiasa berada di atas titik tuangnya.
Salah satu cara untuk mempertahankan temperatur minyak tetap di atas titik
tuangnya adalah dengan pemasangan alat pemanas atau penambahan chemical.

4.7.1. Alat dan Bahan


1. Crude oil/sampel
2. Tabung reaksi
3. Thermometer
4.7.2. Langkah Percobaan
1. Masukkan Crude oil/sampel ke dalam tabung reaksi.
2. Pasang thermometer kemudian tutup.
3. Diamkan sampel pada suhu ruangan sampai sampel membeku
4. Catat suhu yang diperoleh

Gambar 4.18 Percobaan Pour Point

4.7.3. Hasil Percobaan


Dalam percobaan diperoleh hasil = 380C
BAB V

PRODUKSI

62

Proses Produksi adalah proses mengangkat fluida (minyak, gas dan air)
dari reservoir ke permukaan. Setelah tahap pemboran dan komplesi sumur selesai,
maka sumur baru dapat diproduksikan. Pada awal-awalnya, bila tekanan statik
dasar sumur cukup besar, maka produksi dapat berlangsung secara spontan tanpa
bantuan energi dari luar atau sering disebut dengan natural flowing. Metoda
sembur alam diterapkan apabila tenaga alami reservoir masih mampu mendorong
fluida ke permukaan, sedangkan metode pengangkatan buatan diterapkan apabila
tenaga alami reservoir sudah tidak mampu mendorong fluida ke permukaan.
5.1. BS (Block Station)
BS (Block Station) merupakan stasiun tempat pengumpulan minyak
sementara yang berada di area Tanjung. Pada proses produksi daerah Tanjung,
terdapat 6 BS yang diproduksikan untuk menampung minyak di wilayah Tanjung,
yaitu BS 1 sampai 6 dan terdapat 1 Stasiun pengumpul utama atau bisa disebut
SPU (Stasiun Pengumpul Utama) Manunggul dan dikirimkan ke Refinery Unit V
Balikpapan setiap bulannya. Untuk peralatan yang berada di setiap BS kurang
lebih hampir sama dengan BS yang lainnya, seperti:
A. Manifold
Manifold adalah sekumpulan pipa saluran dan choke yang bertujuan
untuk mengatur jalannya laju produksi dan pengetesan dari masing-masing
sumur ke separator. Manifold disini digunakan untuk mewakili tiap-tiap
sumur yang diproduksi di lapangan Tanjung Raya.

Gambar 5.1 Manifold

B. Separator

63

Fungsi dari separator yaitu memisahkan gas dari cairan (minyak dan
air) yang terproduksi dari sumur. Setelah liquid dan gas terpisah, liquid
tersebut masuk ke dalam heater (karena minyak di Tanjung mudah
membeku). Kemudian masuk ke tangki pengumpul sementara di tiap BS
dan dilakukan pengukuran , setelah itu dikirim ke SPU Manunggul. Akan
tetapi Heater disini tidak semua berfungsi karena kekurangan gas sebagai
bahan bakar pemanas, sehingga terkadang kumpulan minyak dari tiap tiap
sumur yang produksi minyaknya panas digabungkan dengan produksi
sumur yang minyaknya dingin lalu langsung masuk ke tangki sementara.

Gambar 5.2 Separator Group

Gambar 5.2 Separator Test

C. Heater

64

Heater merupakan alat yang digunakan untuk memanaskan fluida yang


mengalir yang berasal dari sumur agar tidak membeku lalu masuk ke
tangki pengumpul sementara melalui flowline.

Gambar 5.3 Heater

D. Scrubber
Scrubber merupakan alat yang digunakan untuk menjadikan gas yang
terpisah di separator yang berawal berupa gas condensat menjadi gas
kering.

Gambar 5.4 Scrubber

E. Tangki Pengumpul Minyak


Tangki yang berada di BS digunakan sebagai pengumpul sementara
dari produksi minyak di Tanjung. Setelah diukur dan ditest maka minyak
di tiap BS dipompakan menuju SPU Manunggul.
Untuk mengetahui ketinggian liquid yang ada di dalam tangki maka
dilakukan pengukuran dengan rollmeter.

65

Gambar 5.5 Tangki

Langkah-langkah untuk mengukur ketinggian fluida sebagai berikut :


1. Tutup aliran fluida yang menuju tangki yang akan diukur, agar
tidak ada gelombang di dalam tangki dan pengukuran bisa akurat
atau disebut settling.
2. Masukkan rollmeter hingga bandul menyentuh dasar tangki.
3. Amati bekas minyak yang menempel pada garis sebagai acuan
untuk pengukuran gross.
4. Beri pasta pada rollmeter lalu celupkan kembali hingga bandul
menyentuh dasar dan tunggu pasta bereaksi selama 1-2 menit.
5. Angkat rollmeter lalu amati perubahan warna pasta yang berubah
menjadi merah bata, itulah jumlah minyak yang ada di tangki atau
disebut nett.

Gambar 5.6 Roll Meter

F. Pompa

66

Pompa digunakan untuk memompa minyak dari tiap tiap BS ke SPU


Manunggul. Tipe pompa yang digunakan di tiap BS yaitu tipe pompa
Duplex.

Gambar 5.7 Pompa Duplex

G. Compressor
Compressor adalah alat yang digunakan untuk mengambil gas lock
dari sumur dan mensuplai gas ke Power Plant dan Manunggul, yang
dimana gas dari Power Plant tersebut di konversi sebagai sumber tenaga
listrik.

Gambar 5.8 Compressor

5.2. SPU (Stasiun Pengumpul Utama) Manunggul


SPU Manunggul merupakan tempat dimana minyak dari produksi Tanjung
Raya dikumpulkan. Disini minyak dikumpulkan dan dikirim ke RU V di
Balikpapan setiap sebulan sekali. Biasanya proses pemompaan dilakukan mulai
tanggal 20 setiap bulannya selama 1 minggu.

67

Gambar 5.9 Flow Diagram BS-Manunggul-RU V Balikpapan


Di SPU Manunggul ini terdapat fasilitas - fasilitas sebelum minyak
didistribusikan ke Pertamina RU V Balikpapan yaitu:
1. Tangki SPU
Tangki kilang Manunggul adalah tempat penampungan minyak dan air
dari block station yang terdiri dari 6 tangki. Tangki M1 atau FWKO
(Fresh Water Knock Out) adalah sebagai tangki untuk memisahkan minyak
dan air dengan cara prinsip gravitasi, M2 untuk air hasil pemisahan di
FWKO, M3 dan M4 untuk minyak Tanjung, tangki M5 untuk minyak
Wartap, sedangkan M6 untuk fresh water.

68

Gambar 5.10 Tangki SPU Manunggul


2. Pompa Transfer dan Pompa Utama
Pompa Transfer (Transfer pump) adalah pompa yang digunakan untuk
transfer minyak dari tangki ke tangki di Manunggul sedangkan Pompa
Utama (Main Pump) adalah pompa utama untuk mentransfer minyak ke
Pertamina RU V Baikpapan.

Gambar 5.11 Pompa Transfer dan Pompa Utama


3. Boiler
Boiler adalah alat yang digunakan untuk memanaskan tangki agar
temperatur suhu dalam tangki stabil. Suhu ini dijaga 42o C, agar minyak
dalam tangki tidak membeku.

69

Gambar 5.12 Boiler


4. Pig Louncher
Pig Launcher adalah alat untuk meluncurkan pig/scrapper guna
membersihkan sisa-sisa minyak terakhir di dalam pipa pengiriman.

Gambar 5.13 Pig Louncher


5. Produce Water Handling
Yaitu instalasi yang berfungsi sebagai treatment air yang berasal dari
tangki M2 karena pengaruh gravitasi dan kemudian hasil treatment-nya di
kirim ke WIP untuk digunakan pada sumur injeksi

70

Gambar 5.14 Produce Water Handling


6. Shipping
Proses shipping adalah proses pengiriman minyak hasil produksi
lapangan Tanjung Raya menuju RU V Balikpapan.

Gambar 5.15 Flow diagram SPU Manunggul ke RU V Balikpapan


5.3. WTP (Water Treatment Plant) & WIP (Water Injection Plant)
5.3.1. WTP (Water Treatment Plant)
WTP (Water Treatment Plant) merupakan tempat dimana air sungai yang
berasal dari sungai Tabalong diubah menjadi air bersih untuk kebutuhan air bersih
di wilayah Sekitar Pertamina EP Tanjung.

71

Pada proses Treatment air, pertama air sungai di ambil dari sungai
Tabalong menggunakan Water Intake Pump dan kemudian air tersebut masuk ke
dalam Strainer untuk disaring material-material padatannya.

Gambar 5.16 River Water Intake Pump

Gambar 5.17 Strainer


Kedua, air tersebut langsung masuk ke dalam Splitter Box dan dicampur
dengan berbagai macam chemical seperti: Hypochlorite, Polymer, Alum Sulphate,
dan Soda Ash. Setelah itu air masuk ke dalam Clarifier Tank, lalu air yang sudah
bercampur dengan chemical tersebut dipisahkan dari lumpur. Air yang bersih
masuk ke Clarified Water Tank dan lumpurnya masuk ke Sludge Pit.

72

Gambar 5.18 Clarified Tank & Clarifier Tank

Gambar 5.19 Sludge Pit


Ketiga, air bersih tersebut dipompakan menggunakan pompa / Feed Pump
ke Sand Filter. Di Sand Filter air tersebut disaring kembali menggunakan silicone
sand dan setelah itu air masuk ke dalam Deaerator Tower untuk dipisahkan dari
oksigen.

Gambar 5.20 Feed Pump & Sand Filter

73

Gambar 5.21 Dearator Tower


Setelah Tahap ini, air yang sudah bersih dapat dipompakan menggunakan
Transfer Pump ke WIP & Housing.

Gambar 5.22 Transfer Pump


5.3.2. WIP (Water Injection Plant)
Water Injection Plant (WIP) adalah tempat yang berfungsi menampung
fresh water dari Water Treatment Plant (WTP) dan menyalurkan air yang berasal
dari treatment air dari Manunggul ke sumur sumur injeksi yang berada di
wilayah Tanjung. Fasilitas yang terdapat pada Water Injection Plant yaitu:
1. Tangki Fresh Water
2. Pompa Injeksi
3. Pipa/Flowline untuk menyalurkan air injeksi ke sumur
BAB VI
PETROLEUM ENGINEER
Dalam pengembangan dan produksi lapangan Tanjung perlu diketahui
bahwa lapangan ini termasuk lapangan tua yang diproduksikan dengan bantuan
artificial lift (ESP dan SRP) dan juga terdapat berbagai masalah yang dihadapi.

74

Sehingga diperlukannya program penanganan yang tepat agar dapat terus


mencapai target produksi. Sebelum mengetahui penanganan yang tepat perlu
diketahui bahwa jenis minyak mentah di Tanjung adalah parafinik yang memiliki
karakteristik cepat membeku pada 30-35oC.
Adapun masalah yang biasa dihadapi adalah,
1. Scale
Terjadi akibat proses kristalisasi beberapa jenis mineral dalam air,
ion membentuk senyawa tidak larut dalam air serta temperatur yang
terus meningkat yang diikuti dengan pressure drop dan banyaknya
zona air. Masalah ini biasa terjadi pada lubang perforasi (1-4 ft), tubing
(ID dan OD) dan Trideline. Pencegahan terjadinya scale dapat
menggunakan scale inhibitor dan untuk merontokkannya dapat
menggunakan chemical removal atau acid (HCl, KCl dan HF).
2. Parafin Oil
Terjadi akibat perubahan suhu dari tinggi ke rendah (pressure
drop), biasa terjadi pada tubing, pipeline dan lubang perforasi (1-4 ft).
Cara menanggulanginya dengan menggunakan solvent (xylene,
toluene, mutual solvent dan diesel).
3. Sand Problem
Terjadi akibat adanya stress formasi, overburden butiran pasir naik,
umur geologi yang muda dan compressive strength rendah. Biasa
terjadi pada tubing, lubang pemboran (4ft) dan lubang perforasi (1-4
ft).
4. Tight Permeability
Terjadi akibat butiran yang tidak seragam dan susunan butir,
biasanya terjadi pada reservoir. Penanggulangannya menggunakan
hydraulic freacturing.
5. Low Pressure
Terjadi akibat diproduksikannya suatu sumur dan natural depletion
yang terus menurun. Biasanya terjadi pada reservoir dan
penanggulangannya dengan EOR(waterflooding).
6. Cross Flow
Terjadi akibat produksi dengan sistem comingel dan tekanan pada
lapisan yang lebih bawah lebih rendah sehingga fluida mengalir ke
bawah bukan ke surface., hal ini biasanya terjadi pada reservoir. Cara

75

penanggulangannya dengan EOR( waterflooding) dan memperkecil


pwf (lebih kecil dari pada zona yang memiliki tekanan terkecil).
7. Change Wettability
Terjadi akibat oil yang terus mengalir dari suatu batuan (water wet)
hinggan mencapai SOR (Saturation Oil Ratio) >30% sehingga tidak
dapat mengalir lagi. Biasanya terjadi di reservoir dan mengatasinya
dengan EOR (surfactant).
BAB VII

KUNJUNGAN LAPANGAN

Sumur T-002
T-002 merupakan salah satu sumur tua yang berada di struktur Tanjung.
Artificial lift yang digunakan ialah sucker rod pump tipe conventional.
Pekerjaan yang dilakukan pada sumur T-002 adalah KUPL (kerja ulang
pindah lapisan) yaitu perforasi pada zona C. target kedalaman yang akan
dilakukan perforasi adalah 928 - 928.5 meter dan jenis tool yang digunakan
adalah 4.5 SPF (shoot per feet).
Tahap pertama yang dilakukan ialah rig up oleh kontraktor Pertamina yang
menggunakan Rig PEP 02. Setelah itu dilakukan pencabutan tubing dan rangkaian
bawah permukaan dari pompa angguk. Kemudian well head dicabut, tanpa
mencabut casing spool dan diganti dengan BOP double ram yang terdiri dari pipe
ram dan blind ram kemudian diatas ram ada annular preventer. BOP dan annular
wajib dipasang agar proses well service menjadi lebih aman. Lalu dilakukan BOP
test, untuk mengetahui apakah ada atau tidak kebocoran pada rangkaian BOP.
Jika pekerjaan rig telah selesai, semua tugas di atas sumur diambil alih
oleh Elnusa sebagai subcontractor yang mendapat job untuk perforasi. Lubricator
dan katrol dipasang di hoisting system Rig PEP-02, yang berfungsi untuk menjaga
kedudukan wireline dan gun tetap ditengah. Gun diangkat menggunakan wireline
dan drawwork milik Elnusa.
Target kedalaman perforasi 928-928.5 m tetapi gun diturunkan pada depth
927 m karena peralatan diatas eksplosif panjangnya 1 m, agar penempatan

76

eksplosif sesuai yang diinginkan. Lakukan korelasi antara GR, CBL dengan Log
CCL SCCL. Hasil logging Elnusa dengan data yang ada harus sama dan jika
terjadi perbedaan maka harus diulang kembali logging tersebut. Faktor yang dapat
membedakan data logging yang ada dengan logging yang dilakukan bisa karena
perbedaan zero depth.
Setelah itu dilakukan tes sonolog untuk mengetahui level fluida di atas
gun. Diperlukan fluida diatas gun setinggi 100-200 m, untuk menjaga agar efek
dari tembakan gun tidak meruntuhkan casing.
Hasil pada penembakan pertama gagal meledak dan menurut analisa tidak
meledak dikarenakan kabel ada yang terjepit selama proses penurunan gun.
Kemudian dilakukan penembakan kedua dengan proses yang sama.

Gambar 7.1 Pemasangan BOP dan Annular

Gambar 7.2 Gun (4.5 SPF) yang akan digunakan untuk Perforasi

77

Gambar 7.3 Sonolog Gun

Gambar 7.4 Korelasi Hasil Logging


Kambitin
Job yang dilakukan pada kambitin adalah swabbing. Pekerjaan swabbing
ialah suatu pekerjaan untuk menimba/mengeluarkan fluida dari dalam sumur
melalui suatu rangkaian (string) khusus, seperti tubing, drill pipe, dll. Kemudian
fluida yang keluar ditampung dalam bak/tangki penampung untuk dilakukan
proses berikutnya. Fungsi swabbing adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Menentukan production rate dari sebuah zona sumur.


Untuk menentukan apakah suatu casing mengalami kebocoran .
Memancing agar suatu well dapat flowing.
Mengambil kembali spent acid yang telah dipompakan agar tidak
merusak casing.

78

Pada sumur kambitin disini dilakukan pengambilan sample untuk


dilakukan analisa fluida yang didapatkan dari sumur tersebut. Tahap awal yang
dilakukan adalah rig up, kemudian lepas seluruh rangkaian well head dan instalasi
BOP. Setelah itu dimasukkan rangkaian pompa untuk menghisap fluida dari
sumur dan proses swabbing dilakukan. Fluida yang dihisap ditampung dalam
sebuah tangki yang nantinya akan diangkut oleh vacum truck untuk dikirim ke
block station dan beberapa sampel diambil untuk dianalisa di laboratorium.

Gambar 7.5 Fluida Hasil Swabbing

Gambar 7.6 Flowline Untuk Fluida Swabbing

79

Gambar 7.7 Rangkaian Peralatan Swabbing

Gambar 7.8 Swab Cup


Sumur T-89
Pekerjaan yang dilakukan pada sumur T089 adalah service, dimana
meliputi penggantian pompa ESP dengan menurunkan tingkat rate pump dan juga
penggantian kabel ESP. Seperti yang terlihat pada saat pencabutan pompa terlihat
kabel ESP (Lapisan Armour) dari kabel yang terkupas dan harus segera di ganti.
Subcon yang mengerjakan service adalah Pampindo Eka Pratama. Kedalaman
sumur 1200 feet, Zona Pompa ESP pada Zona perforasi C, dan Kekuatan Rig 250
350 Ps (rig 2 joint).
Dari struktur permukaan well head sumur produksi ini dan paparan lokasi
daerah di sekitarnya terdapat scruber mini dimana ini mengindikasikan bahwa
pada sumur ini dalam hal ini sumur T089 mengandung gas tinggi, sumur T089
termasuk dalam rayon Block station 2 artinya minyak dari T089 akan masuk pada
block station 2.

80

Gambar 7.9 Pergantian Electric Cable dan ESP

Gambar 7.10 Proses Penggantian ESP

Sumur T-46, T-117, T-27, T-60


Pada sumur di atas, pekerjaan yang dilakukan adalah sonolog dan
dynagraph. Pelaksana pekerjaan tersebut adalah operator sodyna PT. Pertamina
EP Aset 5. Semua sumur dilakukan kegiatan sonolog tetapi tidak semua sumur
dilakukan dynagraph. Dalam melakukan pekerjaan sonolog, tekanan yang

81

digunakan pada echometer tergantung dari tekanan dari wellhead dan rata-rata
tekanan yang diberikan sebesar 300 Psi.
Pengukuran sonolog pada sumur T-46 (artificial lift SRP) didapatkan FL =
330 ft, dan sub margin 575 ft. dan pada sumur T-46 dilakukan dynagraph
didapatkan indikasi pounding(kosong) jadi pompa mengalami kerusakan. Pada
sumur T-117 (artificial lift ESP) didapat FL = 896,13 ft, Pump intake 140 Psi, sub
margin 116 ft. pada sumur T-27 (artificial lift ESP) FL= 1003 ft, sub margin 54ft.
pada sumur T-60 FL=880 ft, dan sub margin 112 ft.

Gambar 7.11 Pekerjaan Sonolog

Gambar 7.12 Pekerjaan Dynagraph


Sumur T49 dan T-58
Pekerjaan yang dilakukan pada kedua sumur tersebut adalah injeksi
chemical Solvent. Chemical yang diinjeksikan adalah 2-butoxytanol dan xylen.
Perbandingan yang digunakan antara 2-butoxytanol dan xylen adalah 1 : 3. Jumlah
chemical yang digunakan tergantung dari kedalaman sumur (Measure Depth)
Peralatan yang digunakan adalah pompa diaframe, compressor, hose.
Sebelum penginjeksian dilakukan ablass (pembuangan gas yang ada di
annulus). Kemudian hose dihubungkankan dari pompa ke casing spool lalu

82

diinjeksikan chemical 2-butoxytanol yang pertama dan berikutnya diinjeksikan


xylen. Setelah penginjeksian selesai hose dihubungkan antara casing spool dengan
tubing spool untuk kemudian dilakukan sirkulasi. Sirkulasi dilakukan selama 30
menit sesuai dengan permintaan dari Petroleum Engineer dan SOP (standard
operation procedure).

Gambar 7.13 Instalasi Peralatan Injeksi

Gambar 7.14 Proses Injeksi Chemical

83

Gambar 7.15 Proses sirkulasi

You might also like