You are on page 1of 90

ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

DALAM PENGEMBANGAN UMKM

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI


BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2013

RINGKASAN EXECUTIVE
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman dari luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya
diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihakpihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas,
kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah

yang hingga kini masih

menjadi kendala

dalam

pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan


sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam
membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi


bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam

Perkembangannya

peran

lembaga

pembiayaan

dalam

pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut.
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
yang akan diangkat dalam analisis ini, Bagaimana peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan UMKM

dan Kebijakan apa yang dapat mendukung

pengembangan UMKM
ISU KEBIJAKAN
a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM
sebesar 99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan
eksistensi UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia.
b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi
yang diberikan, UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap
PDB paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun
demikian, dalam pengembangan usahanya, UMKM sektor perdagangan
menghadapi beberapa kendala terutama masalah permodalan.
c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah
banyak digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang
merupakan manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI
yaitu kewajiban bagi bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar
20% dari total kredit pada tahun 2018.
d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh UMKM yang ada.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

ii

Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru


menyentuh 9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM
(www.komite-kur.com). UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit
tersebut menggunakan modal sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan akses dari UMKM dan sulitnya UMKM
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah
baru dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai
pembukuan dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan
keuangan usaha membuat kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal. Selain itu juga kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat
UMKM sektor perdagangan kalah bersaing dengan pasar modern.
PERMASALAHAN:

PERANAN

LEMBAGA

PEMBIAYAAN

DALAM

PENGEMBANGAN UMKM
a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai
instansi yang kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan
Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah
untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan
dengan menjalankan peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber
pembiayaan bagi UMKM
b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh
UMKM maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama
dalam hal pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan
menemukan kesulitan UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai
untuk menghindari adanya kredit bermasalah.
c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga
pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan
lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan
jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan
masih besar.
d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan
informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

iii

kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya


kesulitan pembayaran.
e. Dalam

hal pembayaran

kredit/pinjaman,

lembaga

pembiayaan

telah

melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih


agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah
menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan jemput bola
dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga
pembiayaan baik bank maupun non bank.
f.

Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga
serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah
atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga
pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan
secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.

g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga
atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi
lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi
kecil.
h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM
untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi
mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat
usaha.
i.

Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat


penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan.
Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk
membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.

j.

UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan


yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan
aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM
yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.

k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan


pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif.
Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak
terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji,
membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

iv

l.

Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan


peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM
yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya
pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian
besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan
pribadi dengan usaha.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
a. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan
maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang
eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya
koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki
core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan
linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.
b. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan
bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada
UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.
c. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan
lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan
usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean
pada tahun 2015
d. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari
lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara
periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga
laporan analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dapat diselesaikan.
Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan
Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian
suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun
1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan
dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan
dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan
suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang
sangat
Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan
Perdagangan Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat
berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun datadata yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran

yang

mengucapkan

sifatnya
terima

membangun.
kasih

Dalam

terhadap

kesempatan

semua

pihak

ini tim
yang

peneliti

membantu

terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat
menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang
sarana dan lembaga perdangangan.

Jakarta, November 2013


Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

vi

DAFTAR ISI
RINGKASAN EXECUTIVE .......................................... Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................................vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1.

Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

1.2.

Tujuan Penelitian........................................................................................ 2

1.3.

Output Penelitian ........................................................................................ 2

1.4.

Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 3

1.5.

Outcome Penelitian .................................................................................... 3

1.6.

Sistematika Laporan .................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................................... 5


2.1.

Pengertian Lembaga Pembiayaan ............................................................ 5

2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 ............................................... 5


2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009.......................................................... 6
2.2.

Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM .................. 7

2.3.

Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM ......................................... 8

2.4.

Perkembangan UMKM di Indonesia ........................................................ 14

2.5.

Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM .............................................. 20

2.6.

Kebijakan Pembiayaan UMKM ................................................................ 23

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 24


3.1.

Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24

3.2.

Pendekatan Penelitian ............................................................................. 25

3.3.

Jenis Penelitian ........................................................................................ 26

3.4.

Jenis Data dan Sumber Data ................................................................... 26

3.5.

Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 27

3.6.

Populasi dan Sampel ............................................................................... 28

3.7.

Teknik Analisis Data ................................................................................. 29

3.8.

Operasionalisasi Konsep ......................................................................... 31

BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM ............................... 33


PENGEMBANGAN UMKM ......................................................................................... 33
4.1.

Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan .......... 33

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

vii

4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM


Melalui Lembaga Pembiayaan ............................................................................ 33
4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui
Lembaga Pembiayaan Bank ............................................................................... 33
4.2.

Perkembangan Pembiayaan UMKM ....................................................... 36

4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank .................................................................... 36


4.3.

Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di

Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta .................................................................. 45


4.3.1. Karakteristik Responden UMKM .............................................................. 46
4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan .................................................................. 49
4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan . 49
4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM ................................................ 63
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................... 77
5.1.

Kesimpulan ............................................................................................... 77

5.2.

Rekomendasi ........................................................................................... 78

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

viii

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional .

Tabel 2.2

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD ..

10

Tabel 2.3

Realisasi dan NPL Penyaluran KUR

11

Tabel 2.4

Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi . 12

Tabel 2.5

Realisasi KUR Menurut Propinsi ..

13

Tabel 2.6

Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor

15

Ekonomi Tahun 2009 2011


Tabel 2.7

Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009

17

2011 .
Tabel 2.8

Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor

18

Ekonomi Tahun 2009 2011


Tabel 2.9

Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009

19

2011 ( Juta rupiah) ..


Tabel 2.10

Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan

21

UMKM ...
Tabel 2.11

Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan

22

UMKM ...
Tabel 3.1

Operasionalisasi Konsep ...

33

Tabel 4.1

Jenis Usaha Responden

48

Tabel 4.2

Membantu Pengurusan Izin Usaha ..

66

Tabel 4.3

Membantu Pengurusan Kredit ..

67

Tabel 4.4

Pelatihan Pengelolaan SDM .

67

Tabel 4.5

Pelatihan Penggunaan IT ..

68

Tabel 4.6

Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus .

69

Tabel 4.7

Membantu Membuat Rencana Bisnis ..

69

Tabel 4.8

Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang

71

Lain ..
Tabel 4.9

Mengikutsertakan dalam pameran ...

72

Tabel 4.10

Menyediakan Tempat Usaha

72

Tabel 4.11

Pendampingan Berinovasi .

73

Tabel 4.12

Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan .

75

Tabel 4.13

Pelatihan dan Pendampingan ..

76

Tabel 4.14

Omzet Usaha Meningkat

77

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

ix

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1

Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha . 39

Gambar 4.2

Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ..

39

Gambar 4.3

Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank ...

40

Gambar 4.4

Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi ... 40

Gambar 4.5

Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek ..

41

Gambar 4.6

Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha ...

42

Gambar 4.7

Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan

42

Gambar 4.8

Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank .

43

Gambar 4.9

Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi .

43

Gambar 4.10

Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek

44

Gambar 4.11

Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha ..

45

Gambar 4.12

Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan

45

Gambar 4.13

Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank .

46

Gambar 4.14

Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi .

46

Gambar 4.15

Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek

47

Gambar 4.16

Omzet Responden Per Bulan ..

50

Gambar 4.17

Lama Usaha

51

Gambar 4.18

Jumlah Modal Yang Dibutuhkan ..

52

Gambar 4.19

Sumber Dana Usaha ..

53

Gambar 4.20

Lembaga Pembiayaan yang Digunakan .

54

Gambar 4.21

Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan ..

55

Gambar 4.22

Agunan .

56

Gambar 4.23

Jaminan . 57

Gambar 4.24

Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun

58

Gambar 4.25

Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil .

58

Gambar 4.26

Tujuan Pinjaman .

60

Gambar 4.27

Pembayaran Pinjaman ..

61

Gambar 4.28

Kesulitan Pembayaran 62

Gambar 4.29

Sumber Informasi

Gambar 4.30

Kemudahan Informasi . 63

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

62

BAB I
PENDAHULUAN
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM
dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi
krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang
relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena
mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau
pinjaman darI luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar,
perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata
uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa
penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya di
Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat
sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan
dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihakpihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank
perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga
yang dikenakan pada peminjam adalah sangat-sangat tinggi dan mencekik leher.
Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.

1.1.

Latar Belakang Masalah


Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti

merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap


pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta
unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit
Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011
adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada,
Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak
97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih
mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang
diharapkan, Masalah

yang hingga kini masih

menjadi kendala

dalam

pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan


sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya
Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam


membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi Bank Indonesia dapat
memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit
Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi
bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta
pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan
kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia
(BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani
(PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim
KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS
dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit
lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum
jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik.
Dalam

Perkembangannya

peran

lembaga

pembiayaan

dalam

pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan
analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut
Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan
penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:
a.

Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM

b.

Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM

1.2.

Tujuan Penelitian
a. Menganalisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM.
b. Memberikan rekomendasi program pengembangan UMKM

1.3.

Output Penelitian
a. Informasi

mengenai

peran

lembaga

pembiayaan

dalam

pengembangan UMKM
b. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan
UMKM

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

1.4.

Ruang Lingkup Penelitian


Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM

dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu DI Yogyakarta dan Jawa Barat.


Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian
merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Adapun ruang
lingkup penelitian meliputi:
a. Analisis kebijakan pembiayaan UMKM dari pemerintah pusat dan provinsi
b. Survei UMKM pada sektor perdagangan yang sedang memiliki pinjaman di
daerah penelitian
c. Wawancara mendalam lembaga pembiayaan dan pengelola pasar di daerah
penelitian
1.5.

Outcome Penelitian
Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan

yang dapat mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.

1.6.

Sistematika Laporan

Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi:
BAB I

BAB II

BAB III

: PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Tujuan dan Keluaran Kajian
1.3.
Ruang Lingkup
1.4.
Sistematika Laporan
: TINJAUAN LITERATUR
2.1.
Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.2.
Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan
UMKM
2.3.
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM
: METODE PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran
3.2.
Pendekatan Penelitian
3.3.
Jenis Penelitian
3.4.
Jenis Data dan Sumber Data
3.5.
Teknik Pengumpulan Data
3.6.
Populasi dan Sampel
3.7.
Teknik Analisis Data
3.8.
Operasionalisasi Konsep

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

BAB IV

BAB V

: ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM


PENGEMBANGAN UMKM
4.1.
Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga
Pembiayaan
4.2.
Perkembangan Pembiayaan UMKM
4.3.
Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan
UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta
: SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1.
Kesimpulan
5.2.
Rekomendasi

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1.

Pengertian Lembaga Pembiayaan

2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988


Lembaga pembiayaan adalah : badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal
dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) lembaga keuangan bank
sesuai UU No. 14 Tahun 1967, bank adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan di bidang keuangan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain guna meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.
2) lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank
adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan
yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan
jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam
masyarakat guna membiayai investasi perusahaan.
Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank
antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana,
lembaga

pembiayaan.

lembaga

pembiayaan

termasuk

dalam

Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB).


3) Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk
melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga
Pembiayaan;
Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain bidang usaha:
1) sewa guna usaha;
2) modal ventura;
3) perdagangan surat berharga
4) anjak piutang;
5) usaha kartu kredit;
6) pembiayaan konsumen.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga bentuk


lembaga pembiyaan di atas.

2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009


Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan
untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,Pembiayaan
Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit.
Lembaga Pembiayaan meliputi:
1) Perusahaan Pembiayaan;
2) Perusahaan Modal Ventura; dan
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
1) Sewa Guna Usaha;
2) Anjak Piutang
3) Usaha Kartu Kredit; dan/atau
4) Pembiayaan Konsumen

Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan


mikro (microfinance) atau bisa disebut juga lembaga pembiayaan adalah
lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans),
pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money
transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil
(insurance

to

poor

and

low-income

households

and

their

microenterprises). Sedangkan bentuk Lembaga pembiayaan UMKM


dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2)
lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3)
sumber-sumber informal misalnya pelepas uang.
Lembaga Pembiayaan di Indonesia menurut Bank Indonesia
dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non
bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD
(Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi
simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit
pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan


ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun
BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat
persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional,
pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.

2.2.

Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM

Peran lembaga pembiayaan:


1) sebagai sumber alternatif pembiayaan,
2) menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk
berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi.
Bantuan Teknis dari BI bagi Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan
UMKM:
1) Penelitian
2) Pelatihan
3) Penyediaan informasi
4) Fasilitasi

Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah


Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling
rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio
pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dihitung pada setiap akhir tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada dilakukan secara bertahap,
sebagai berikut:
1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan
dalam Rencana Bisnis Bank;
3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen);

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen);
5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit
atau Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen);
6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh
persen).

2.3.

Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM


Perkembangan Lembaga Pembiayaan

UMKM terjadi seiring dengan

perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses


sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu
berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya
yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumbersumber pembiayaan.
Walaupun biaya atas dana pinjaman dari lembaga pembiyaan lebih tinggi
sedikit dari tingkat bunga perbankan, lembaga pembiayaan memberikan
kelebihan misalnya berupa tiadanya jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan
oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis lembaga, pinjaman didasarkan
pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal
oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman
yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam.
Jenis lembaga pembiayaan lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan
Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi
oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR.
Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh perbankan
khususnya BRI lewat program KUR. Sampai bulan Agustus 2013 , bank nasional
yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia
(BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara
(BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia
Syariah (BNI Syariah). Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total
plafond mencapai Rp. 77,5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR
di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp.
61,9 triliun, debiturnya 92.962 UMK dan 8.470.436 UMKM, rata-rata kredit Rp.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing
3,4% dan 1,9%.
Selain BRI , Bank BNI juga melakukan pembiayaan UMKM dengan total
plafond sebesar Rp. 14,08 triliun, debiturnya sebanyak 223.884 UMK, dengan
rata-rata kredit Rp. 62,89 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,9%. Sedangkan
Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp. 12,4 triliun, debiturnya sebanyak
244.993 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,9 juta/debitur serta nilai NPL
sebesar 4,5%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4 triliun,
BSM dengan plafond Rp. 3,3 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,74 triliun
dan BNI Syariah dengan plafond Rp. 129.849 miliar.
Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR
oleh bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,7%. Bank BTN
merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR
yaitu sebesar 12,4% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan
pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada bank yang masih di atas 5% bisa
turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran.
Tabel 2.1
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional
(31 Agustus 2013)

REALISASI PENYALURAN KUR


NO
1
2
3
4
5
6
7
8

BANK
BNI
BRI (KUR Ritel)
BRI (KUR Mikro)
Bank Mandiri
BTN
Bukopin
Bank Syariah Mandiri
BNI Syariah
TOTAL

Plafon
(Rp juta)
14,085,347
15,661,184
61,912,781
12,481,392
4,001,870
1,748,494
3,342,178
129,849
113,363,095

Outstanding
(Rp juta)
4,701,435
6,458,669
18,425,469
5,904,132
2,140,826
696,731
1,740,551
94,483
40,162,296

Debitur
223,884
92,962
8,470,436
244,993
22,483
11,719
45,856
889
9,113,222

Rata-rata
Kredit
(Rp juta)
62.9
168.5
7.3
50.9
178.0
149.2
72.9
146.1
12.4

Dari tabel 2. Terlihat bahwa penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan
Agustus 2013 ini telah mencapai Rp. 12 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar
151.704. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim
dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar
Rp 3,7 triliun dan Rp 2,73 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

NPL
(%)
4.9
3.4
1.9
4.5
12.4
4.1
7.3
3.8
3.7

Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR masingmasing sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus
2013 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%,
sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang
tinggi tersebut.
Tabel 2.2
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD
(31 Agustus 2013)
REALISASI PENYALURAN KUR
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

BANK
Bank Nagari
Bank DKI
Bank Jabar Banten
Bank Jateng
Bank DIY
Bank Jatim
Bank NTB
Bank Kalbar
Bank Kalteng
Bank Kalsel
Bank Sulut
Bank Maluku
Bank Papua
Bank Aceh
Bank Sumut
Bank Riau Kepri
Bank Jambi
Bank Sumsel Babel
Bank Bengkulu
Bank Lampung
Bank BPD Bali
Bank NTT
Bank Kaltim

24 Bank Sulteng
25 Bank Sultra
26 Sulselbar
TOTAL
TOTAL BPD LAMA
TOTAL BPD BARU

Plafon

Outstanding

Debitur

(Rp juta)
1,329,700
313,460
2,732,746
1,522,806
79,490
3,706,010
134,491
332,740
132,860
308,965
53,095
173,428
230,284
67,459
181,639
34,800
36,483
73,499
23,717
125,899
85,433
26,015
239,673

(Rp juta)
651,105
223,017
1,091,814
672,737
28,959
1,407,830
78,396
213,714
85,553
213,835
33,675
83,448
167,997
57,353
157,044
28,306
30,546
61,210
19,700
106,431
61,774
22,828
171,673

38,641
2,212
22,704
22,880
819
35,355
1,810
2,175
2,471
3,432
1,948
4,137
2,974
751
1,522
328
396
835
231
1,431
904
354
2,779

4,937

4,197

80

37,702
17,275
12,004,605
11,050,074
954,531

27,195
14,766
5,715,105
4,952,081
763,024

391
144
151,704
141,558
10,146

Rata-rata
NPL (%)
Kredit
(Rp juta)
34.4
3.1
141.7
4.2
120.4 10.8
66.6
3.6
97.1
7.2
104.8 16.9
74.3
2.7
153.0
1.4
53.8
5.2
90.0
1.7
27.3 10.5
41.9
6.9
77.4
4.4
89.8
2.1
119.3
1.5
106.1
1.1
92.1
0.6
88.0
0.0
102.7
0.0
88.0
0.0
94.5
0.0
73.5
0.0
86.2
2.5

96.4
120.0
79.1
78.1
94.1

Secara nasional, sampai bulan Agustus 2013, dari tabel 3. di bawah ini
terlihat bahwa dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 36 triliun KUR sudah
mencapai Rp. 27,716 triliun atau 77%. Diharapkan 5 bulan yang tersisa di tahun

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

10

0.0
0.0
7.9
8.9

2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL
masing-masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat
mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun
belum bankable.
Tabel 2.3
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR
(31 Agustus 2013)
REALISASI PENYALURAN KUR
NO

BANK

1
2
3
4
5
6
7
8
9

BNI
BRI (KUR Ritel)
BRI (KUR Mikro)
BANK MANDIRI
BTN
BUKOPIN
BANK SYARIAH MANDIRI
BNI SYARIAH
BPD
TOTAL

Plafon
(Rp juta)
14,085,347
15,661,184
61,912,781
12,481,392
4,001,870
1,748,494
3,342,178
129,849
12,004,605
125,367,700

Outstanding
(Rp juta)
4,701,435
6,458,669
18,425,469
5,904,132
2,140,826
696,731
1,740,551
94,483
5,715,105
45,877,402

Debitur
223,884
92,962
8,470,436
244,993
22,483
11,719
45,856
889
151,704
9,264,926

Rata-rata
Kredit
(Rp juta)
62.9
168.5
7.3
50.9
178.0
149.2
72.9
146.1
79.1
13.5

Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana
masih didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai
Rp. 71,694 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur.
Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank
pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37
juta

debitur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang

paling

banyak

memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor perdagangan jumlahnya


cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman pada UMKM sektor
perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi sektor yang
cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor
tersebut merupakan sektor ekonomi yang paling banyak digeluti oleh UMKM.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

11

NPL
(%)
4.9
3.4
1.9
4.5
12.4
4.1
7.3
3.8
7.9
4.2

Tabel 2.4
Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi
(31 Agustus 2013)

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

SEKTOR EKONOMI
Pertanian
Perikanan
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik, gas dan air
Konstruksi
Perdagangan
Penyediaan akomodasi
Transportasi
Perantara keuangan
usaha persewaan
Adm. Pemerintahan
Jasa pendidikan
Jasa kesehatan
Jasa kemasyarakatan
Jasa perorangan
Badan internasional
Lainnya
Total

Plafon
(Rp juta)
20,675,438
768,053
106,296
3,466,891
64,715
1,965,360
71,694,808
826,287
1,711,559
924,458
5,193,460
9,086
70,140
337,879
3,123,861
90,024
75
14,339,308
125,367,700

TOTAL
Outstanding
(Rp juta)
8,704,395
226,337
50,751
1,610,621
33,384
670,109
26,291,876
288,909
976,110
363,957
2,567,399
1,433
30,655
107,537
1,224,790
43,068
2,686,070
45,877,402

Debitur
1,375,369
7,268
2,673
173,905
1,677
9,949
6,171,144
31,542
38,706
6,300
254,701
37
410
3,558
104,153
879
1
1,082,654
9,264,926

Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau


Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan plafond masing-masing
Rp. 19,4 triliun dan Rp. 18,9 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi
terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan adanya
BPD dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa. Terkonsentrasinya
penyerapan KUR di pulau Jawa tidak dapat dipungkiri karena factor jumlah
penduduk yang cukup besar, juga dikarenakan banyak UMKM yang tumbuh dan
berkembang di Pulau Jawa. Iklim usaha yang kompetitif di Jawa membuat pelaku
usaha UMKM menjadi terdorong untujk mengembangkan usahanya.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

12

Tabel 2.5
Realisasi KUR Menurut Propinsi
(31 Agustus 2013)

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

PROVINSI
Nanggroe Aceh Darusalam
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Riau
Bangka Belitung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
TOTAL

TOTAL
(Rp juta)
2,081,745
6,327,140
3,941,251
3,830,020
2,226,226
4,463,741
899,942
2,716,215
906,819
391,077
5,737,216
16,016,509
19,412,883
2,447,451
18,924,056
2,601,219
2,785,984
1,534,318
1,339,393
2,845,038
1,900,006
3,092,273
3,283,879
1,289,843
1,519,952
7,084,829
1,077,919
621,647
668,853
876,280
552,637
671,636
1,299,705
125,367,700

TOTAL
Outstanding
(Rp juta)
586,694
2,490,227
1,568,415
1,768,867
907,752
1,761,048
334,146
989,084
354,212
152,064
2,317,045
5,501,041
6,265,058
921,412
6,584,795
889,641
1,032,096
528,230
457,248
1,248,096
899,630
1,334,993
1,361,717
510,953
611,866
2,486,486
392,903
174,656
206,872
256,270
189,825
276,869
517,195
45,877,402

Debitur
150,835
380,389
218,718
156,569
129,556
171,743
68,069
215,504
30,794
22,305
222,155
1,309,104
2,174,768
241,168
1,606,785
143,307
213,619
138,967
94,620
107,464
86,721
171,557
156,295
88,020
117,506
508,493
84,631
58,211
47,150
45,683
24,034
22,026
58,160
9,264,926

Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh


Kantor Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga
Penyalur Dana Bergulir) UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir
kepada UMKM melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri.
LPDB-UMKM merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang
telah menyalurkan dana bergulir pinjaman/pembiayaan kepada mitranya yakni
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

13

koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp
3,9 triliun kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia.
Target penyaluran dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada
109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013
telah terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra,
sementara yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar.
Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM
untuk mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT,
Modal Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM
masih banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen
pembiayaan UMKM dilakukan oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil
pengamatan di lokasi penelitan terlihat bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank
Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-bank lainya bersaing dengan
lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah UMKM. Bahkan BPR
yang

dulu

banyak

nasabah

yang

antri untuk

meminjam

dana

untuk

pengembangan usahanya, sekarang ini harus jemput bola karena persaingan


untuk menarik nasabah UMKM semakin kompetitf.
2.4.

Perkembangan UMKM di Indonesia


Perkembangan Produk Domestik Bruto dari UMKM selamat 3 tahun

terakhir menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian


Koperasi dan UMKM pada tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
57,94 persen (tabel 2.6). Tahun 2009, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar
56,53 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih
menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan
kontribudi PDB lebih besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan
dengan usaha besar yang terus mengalami penurunan.
Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa
sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana
kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang paling besar dalam
pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup beralasan
karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia,
kedua sektor tersebut sangat dominan dalam jumlah UMKM nya. Sektor ekonomi

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

14

lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor
industri. Berkembangnya sektor industri dipicu oleh berkembangnya sektor
pariwisata yang menyebabkan industri kecil dan menengah ikut berkembang.
Permintaan produk-produk kerajinan UMKM meningkat dipasaran baik untuk
pasar domestic maupun pasar internasional.
Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah meskipun kontribusi sektor
pertanian dan turunannya

masih cukup besar, tapi ada kecenderungan

kontribusinya menurun setiap tahunnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa


pergeseran peran sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan
tersisier. Gejala ini menjadi hal yang biasa untuk sebuah negara yang sedang
berkembang yang tumbuh untuk menjadi negara yang maju.
Tabel 2.6
Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 2011
(Trilyun rupiah)
Sektor Ekonomi

1. Pertanian

2. Pertambangan
3. Industri
4.LGA

Atas Dasar Harga Berlaku

Atas Dasar Harga Konstan

Pangsa (%)

2009

2010

2011

2009

2010

2011

2009

2010

2011

821.49

962.05

1,010.34

283.94

292.11

310.89

15.51

15.85

13.60

UB

36.77

41.97

48.77

11.99

12.29

16.92

0.69

0.69

0.66

UMKM

89.94

102.88

128.47

23.16

24.57

30.5

1.70

1.70

1.73

UB

501.6

564.26

708

157.01

161.86

219.07

9.47

9.30

9.53

UMKM

490.94

567.2

786.3

179.72

186.45

191.55

9.27

9.35

10.59

UB

989.96

1,129.12

1,412.85

390.06

408.86

375.54

18.70

18.61

19.02

UMKM

UMKM

3.29

3.78

6.71

1.27

1.35

2.69

0.06

0.06

0.09

43.53

47.62

40.91

15.86

16.7

28.98

0.82

0.78

0.55

UMKM

203.34

227.25

279.85

52.2

54.55

62.67

3.84

3.74

3.77

UB

351.64

397.61

358.72

88.07

95.51

130.98

6.64

6.55

4.83

UMKM

723

845.41

1,147.60

354.15

384.57

361.71

13.65

13.93

15.45

UB

27.6

30.63

39.32

14.41

16.03

29.41

0.52

0.50

0.53

UMKM

166.06

189.74

220.28

73.82

79.39

99.68

3.14

3.13

2.97

UB

186.34

208.93

254.88

117.8

138

127.5

3.52

3.44

3.43

UMKM

250.67

288.03

329.6

132.66

139.98

161.44

4.73

4.75

4.44

UB

153.45

170.41

239.15

76.18

80.66

73.02

2.90

2.81

3.22

UMKM

244.42

280.05

394.42

111.67

119.58

148.21

4.62

4.61

5.31

10.82

11.8

20.93

5.08

5.45

6.37

0.20

0.19

0.28

PDB UMKM

2,993.15

3,466.39

4,303.57

1,212.60

1,282.57

1,369.33

56.53

57.12

57.94

PDB UB

2,301.71

2,602.37

3,123.51

876.46

935.37

1,007.78

43.47

42.88

42.06

PDB NASIONAL

5,294.86

6,068.76

7,427.09

2,089.06

2,217.95

2,377.11

100.0000

100.00

100.00

UB
5. Bangunan
6. Perdagangan
7. Pengangkutan
8. Keuangan
9. Jasa - Jasa

UB

Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

15

Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah
UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor
lainnya. Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian,
sedangkan sektor perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM
sektor pertanian jauh labih banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal
poenciptaan PDB, UMKM sektor perdangan lebih banyak daripada sektor
pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM sektor perdagangan mampu
menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada UMKM sektor pertanian.

Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di
Indonesia merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan
usaha besar. Tapi jika dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar
relatife lebih besar daipada UMKM. Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha
besar mampun menciptakan PDB sekitar 42 persen, sedangkan UMKM yang
jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu memberikan kontribusi PDB sekitar
58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih
mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan
usahanya sehingga kontribusi terhadap PDB juga akan semakin besar.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

16

Tabel 2.7
Jumlah UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor
Ekonomi

Unit

1. Pertanian

UMKM
UB

2.
Pertambangan

UMKM
UB

3. Industri

UMKM
UB

4.LGA

UMKM
UB

5. Bangunan

UMKM
UB

6.
Perdagangan

UMKM
UB

7.
Pengangkutan

UMKM
UB

8. Keuangan

UMKM
UB

9. Jasa - Jasa

UMKM
UB

Jumlah UMKM
Jumlah UB
Total

Persentase

2009

2010

2011

2009

2010

2011

26,369,299

26,685,710

26,967,963

49.971

49.575

48.845

528

524

754

0.001

0.001

0.001

271,929

276,861

294,448

0.515

0.514

0.533

84

88

78

0.000

0.000

0.000

3,268,496

3,423,078

3,538,070

6.194

6.359

6.408

1,178

1,223

928

0.002

0.002

0.002

11,720

12,852

13,903

0.022

0.024

0.025

122

120

231

0.000

0.000

0.000

553,698

570,640

869,080

1.049

1.060

1.574

256

268

417

0.000

0.000

0.001

15,533,964

15,910,964

15,918,251

29.438

29.559

28.831

1,303

1,351

1,195

0.002

0.003

0.002

3,408,343

3,487,691

3,799,460

6.459

6.479

6.882

346

363

447

0.001

0.001

0.001

1,060,386

1,115,742

1,308,035

2.009

2.073

2.369

644

673

794

0.001

0.001

0.001

2,286,768

2,340,194

2,497,235

4.334

4.347

4.523

216

228

109

0.000

0.000

0.000

52,764,603

53,823,732

55,206,444

99.991

99.991

99.991

4,677

4,838

4,952

0.009

0.009

0.009

52,769,280

53,828,569

55,211,396

100.000

100.000

100.000

Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012

Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap


tenaga kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap
tenaga kerja sekitar 97 persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar
hanya mamp;u menyerap tenaga kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa
UMKM

memberikan

kontribusi

yang

cukup

besar

dalam

mengatasi

pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas


dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang
merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi
sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 41

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

17

persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja
sekitar 21 persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen.
Tabel 2.8
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB
Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011

Sektor Ekonomi

Unit
2009

1. Pertanian

UMKM
UB

2.
Pertambangan

UMKM
UB

3. Industri

UMKM
UB

4.LGA

UMKM
UB

5. Bangunan

UMKM
UB

6. Perdagangan

UMKM
UB

7.
Pengangkutan

UMKM
UB

8. Keuangan

UMKM
UB

9. Jasa - Jasa

UMKM
UB

Jumlah UMKM
Jumlah UB
Total

2010

Persentase
2011

2009

2010

2011

42,560,349

85,129,370

43,081,018

43.040

42.804

41.181

469,150

479,898

592,243

0.474

0.241

0.566

1,046,418

2,185,727

1,343,488

1.058

1.099

1.284

93,077

119,268

139,985

0.094

0.060

0.134

11,037,496

21,672,804

11,877,631

11.162

10.897

11.354

1,577,944

1,656,837

1,471,635

1.596

0.833

1.407

140,149.000

241,805.000

169,324.000

0.142

0.122

0.162

69,292

82,534

118,449

0.070

0.041

0.113

4,447,683

8,959,049

5,379,986

4.498

4.505

5.143

163,012

162,959

184,852

0.165

0.082

0.177

21,734,462

45,277,463

22,108,306

21.979

22.766

21.133

102,306

110,317

139,985

0.103

0.055

0.134

5,867,732

12,160,549

7,067,798

5.934

6.114

6.756

79,941

97,063

86,144

0.081

0.049

0.082

1,414,875

2,959,219

1,913,270

1.431

1.488

1.829

69,723

74,892

111,270

0.071

0.038

0.106

7,962,167

17,457,712

8,781,638

8.052

8.778

8.394

50,227

55,940.0

46,662

0.051

0.028

0.045

96,211,332

196,043,698

101,722,458

97.295

98.572

97.236

2,674,671

2,839,711

2,891,224

2.705

1.428

2.764

98,886,003

198,883,409

104,613,681

100.000

100.000

100.000

Berdasarkan penciptaan investasi, pada tahun 2011 UMKM mampu


menciptakan investasi lebih besar dari pada usaha besar meskipun tidak terlalu
besar perbedaannya. Ini menjadi hal yang membanggakan karena pada tahun
tahun sebelumya usaha besar mampu menciptakan investasi lebih besar dari
UMKM. Meski jika dianalisis lebih dalam, ternyata usaha besar dengan hanya

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

18

sekitar 1 persen jumlah usahanya ternyata mampu menciptakan investasi sekitar


49 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu
menciptakan investasi sebesar 51 persen. Ini menunjukkan bahwa usaha besar
merupakan usaha yang cenderung padat modal, sedangkan UMKM merupakan
usaha yang cenderung padat karya.
Investasi pada usaha besar lebih banyak di sektor pertambangan,
industri, LGA, keuangan juga sektor pengankuktan dan jasa-jasa. Untuk UMKM,
investasi lebih banyak di sektor pertanian, perdaganganm pengangkutan,
keuangan dan jasa-jasa.

Tabel 2.9
Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi
Tahun 2009 2011 ( Juta rupiah)
Sektor Ekonomi
1. Pertanian
2.
Pertambangan
3. Industri

2009

2011

UMKM

31.291.773

35.220.766

36.220.476

UB

16.364.962

19.084.277

19.130.346

2.015.532

2.421.623

2.474.554

UB

43.028.540

52.624.512

28.095.307

UMKM

82.276.924

90.154.286

131.256.593

134.546.938

157.586.561

157.829.395

UMKM

UB
4.LGA

2010

UMKM

5.058.514

6.513.398

6.807.290

131.166.289

151.497.733

153.321.959

UMKM

11.516.987

14.144.619

14.660.874

UB

11.295.063

13.878.150

14.477.825

164.964.536

13.878.150

209.682.786

45.897.778

202.317.470

59.252.877

UMKM

224.436.884

274.393.393

282.355.256

UB

199.956.484

239.813.789

243.330.259

UMKM

125.658.367

155.248.420

158.388.009

UB

143.662.008

183.394.173

190.950.013

UMKM

134.137.436

146.703.481

150.359.365

81.227.818

121.325.445

124.128.063

Jumlah UKM

781.356.953

927.117.456

992.205.203

Jumlah UB

807.145.880

996.319.743

990.516.043

1.588.502.833

1.923.437.199

1.982.721.246

UB
5. Bangunan
6. Perdagangan

UMKM
UB

7.
Pengangkutan
8. Keuangan
9. Jasa - Jasa

UB

Jumlah

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

19

2.5.

Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM


Selain berbagai peluang pembiayaan seperti dijelaskan diatas, pada

kenyataannya perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala


baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang
kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan,
yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR
sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas
karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank
Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan
terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur
Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
signifikan dalam mendukung perkembangan UKM. Kondisi infrastruktur dan
kelembagaan lembaga pembiayaan UMKM secara ringkas terlihat dalam Tabel
dibawah ini

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

20

Tabel 2.10
Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan
UMKM
Kondisi Infrastruktur

Lembaga

dan Kelembagaan

Bank

Lembaga Pembiayaan

Koperasi

Pembiayaan
UMKM Lainnya

UMKM
Regulasi

UU

tentang

Perbankan

UU

tentang

Koperasi
Menteri Koperasi

Tidak ada

Regulator

Bank Indonesia

Pembinaan

Bank Indonesia

Penjaminan

Pemerintah

Tidak ada

Tidak ada

Likuiditas

Bank Indonesia

Tidak ada

Tidak ada

& UKM
Menteri Koperasi
& UKM

Bank Indonesia
Rating

Tingkat

& UKM

Kesehatan
Asosiasi

Perbarindo
Asbisindo

Menteri Koperasi

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Induk Koperasi

PINBUK/Credit

Pusat Koperasi

Union

Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada


Diskusi Panel Microfinance Revolution: Future Perspective for
Indonesian Market, Jakarta, 7 Desember 2004

Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal


yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah
pertama menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian
besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih bergantung sedikit
banyaknya anggota atau besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam
mengelola usaha sebagian besar masih terbatas, sehingga dalam jangka
panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan dapat
menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah
ini.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

21

Tabel 2.11
Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan
UMKM
Potensi dan
Permasalahan yang

Lembaga

Dihadapi Lembaga

Bank

Koperasi

Pembiayaan

Keuangan Mikro

Lainnya

Aspek
Mengandalkan

Mengandalkan

Kemampuan

tingkat suku bunga

Mengandalkan

menghimpun dana

> rata-rata bank

jumlah anggota

modal sendiri dan


anggota

umum
Rasio

Loan

Kemampuan

Deposit

menyalurkan dana

to

(LDR),

dan

dan

perlu diperhatikan

usaha

manajemen

beberapa

SDM

operasional

kunci
Relatif lebih baik

Kemampuan

dibandingkan bank

menghasilkan laba

umum (ROE dan


ROA)
Fokus pada usaha
perdagangan
Masih

perencanaan
pelaporan

yang
dan

modal

pengalaman

Tergantung

pengalaman

usaha
pada

pengurus

Tergantung

pada

pengurus

Tergantung

dari

Tergantung

dari

kemampuan

dan

kemampuan

dan

komitmen anggota

komitmen anggota

Masih terbatas

Masih terbatas

Masih kurang

Masih kurang

beragam,

khususnya
Kemampuan

karena

namun kualitasnya

pada

dan akses pasar

Terbatas

kemampuan SDM

Tergantung

jaringan

karena

kemampuan SDM

Kemampuan

Kemampuan

Terbatas

BPR

mempunyai
terbatas

dan

yang

beroperasi di luar
Jawa dan Bali

Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada


Diskusi Panel Microfinance Revolution: Future Perspective for
Indonesian Market, Jakarta, 7 Desember 2004

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

22

2.6.

Kebijakan Pembiayaan UMKM


Untuk mendorong perkembangan UMKM supaya bisa tumbuh dan

berkembang

dan

menjadi

pendorong

utama

perekonomian

Indonesia,

pemerintah Indonesia sudah banyak mengambil kebijakan baik melalui sektor


perbankan ataupun melalui instansi terkait. Selain berbagai peluang diatas,
perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan
internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi
eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain
mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari
lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada
ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga
pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya
karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API)
dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan
pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah
pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang
berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non
pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi
lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal
dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga
mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan
dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan
dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa
mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang
signifikan dalam mendukung perkembangan UKM.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.

Kerangka Pemikiran
Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan

bisnis, tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan
baik. Bahkan terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah
bisnis baik bisnis besar maupun kecil agar dapat memperoleh hasil seperti
yang diinginkan. Demikian halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro
(UMKM),

untuk

dapat

membangun,

menjalankan

dan

mengembangkan

usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu. Masalah permodalan memang


merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini kerapkali muncul
bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan.
Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program
kerjanya

berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang

berpihak pada UMKM. Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi


kesempatan kepada UMKM untuk dapat bertahan dan mengembangkan
usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah diberikan dalam bentuk
pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan seluruh
instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non
bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi,
membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah.
Wujud dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan
mewajibkan setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada
UMKM minimal sebesar 20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini
akan dijalan secara bertahap hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan
perusahaan BUMN yang wajib menganggarkan program pembinaan lingkungan
minimal 2% dari laba bersih.
Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti
koperasi simpan pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya
lembaga yang memberikan pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat
menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan UMKM seputar permodalan
atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang diperoleh dari lembaga pembiayan
tersebut, belum tentu dapat dipergunakan secara optimal oleh UMKM untuk

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

24

menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan


lembaga pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai
fasilitator usaha misalnya dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta
keuangan. Peranan sebagai sarana penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan
bila dibandingkan dengan peran sebagai fasilitator bagi UMKM. Untuk itu
kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam
mengembangkan UMKM.

3.2.

Pendekatan Penelitian
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, modal dan teknik

yang terintegrasi dalam rangka pengumpulan dan analisis data. Pendekatan


penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau
realitas yang didasarkan pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Neuman, 2000).
Kegiatan analisis ini menggunakan pendekatan metode gabungan (mixed
method). Mixed method merupakan metode yang menggabungkan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif di dalam penelitian. Penggunaan pendekatan ini untuk
melihat peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UKM secara
keseluruhan, yang tidak mungkin didapat jika hanya menggunakan pendekatan
kuantitatif murni atau pendekatan kualitatif murni. Mixed method dapat
mengurangi bias yang terdapat pada satu pendekatan dengan menggunakan
pendekatan

lainnya

(Cresswell,

2003:15).

Hasil

yang

didapat

dengan

menggunakan satu pendekatan dapat membantu untuk mengembangkan atau


memberikan informasi tambahan pada pendekatan lainnya, dengan demikian
diharapkan hasil yang didapatkan mendekati kondisi yang sebenarnya.
Prosedur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah concurrent
procedures (prosedur bersamaan).

Peneliti menggabungkan data kualitatif dan

kuantitatif untuk mendapatkan analisis secara komprehensif. Dalam hal ini


peneliti melakukan pengumpulan data secara bersamaan dan menyatukan
informasi yang didapat dalam suatu intepretasi secara holistik (Cresswell,
2003:16). Penelitian kuantitatif untuk menjelaskan peran lembaga pembiayaan
dalam pengembangan usaha yang dimilikinya berdasarkan sudut pandang
UMKM. Sehingga diharapkan bagaimana peran lembaga pembiayaan saat ini
dan peran lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh UMKM.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut pandang pemerintah
daerah, lembaga pembiayaan dan pengelola tempat perdagangan di daerah.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

25

Kedua pendekatan

ini diharapkan dapat memberikan

informasi secara

komprehensif mengenai peran lembaga pembiayaan yang diharapkan dapat


mengoptimalkan peran itu sendiri.

3.3.

Jenis Penelitian
Neuman (2000) mengatakan jenis penelitian dapat dilihat dari tiga aspek

yaitu aspek tujuan, manfaat, dimensi waktu. Jika dilihat dari aspek tujuan,
penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
menyajikan gambaran yang detil dari suatu situasi, fenomena sosial atau
hubungan. Hasil yang diharapkan dalam penelitian deskriptif adalah gambaran
yang detil dari unit analisis.
Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.

Selain itu, penelitian ini

akan menguraikan permasalahan yang timbul baik dari UMKM, lembaga


pembiayaan dan pemerintah (dinas dan pengelola tempat perdagangan) terkait
dengan optimalisasi peran lembaga pembiayaan.
Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian terapan
karena mencoba menyelesaikan masalah tertentu secara spesifik. Penelitian
terapan bertujuan untuk dapat memecahkan masalah dan menghasilkan
rekomendasi bagi masalah-masalah tertentu (Neuman, 2000).
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian yang dilakukan merupakan cross
sectional research, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan
hanya mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu
tertentu (Neuman, 2000). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 yang
mengambil lokasi di Bandung dan Yogyakarta. Peneliti tidak melakukan
penelitian lain di waktu yang berbeda di tempat yang berbeda untuk
diperbandingkan.

3.4.

Jenis Data dan Sumber Data


Jenis data dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan sumber dan sifat.

Berdasarkan sumber, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder dan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya. Sumber data primer adalah:
a. UMKM di bidang perdagangan
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

26

b. Pemerintah Daerah yang meliputi:


1) Dinas Perindagkop & UMKM Provinsi dan Kota
2) Pengelola Pasar
c. Lembaga Pembiayaan
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dan data telah diolah dari berbagai sumber (Sekaran, 2000). Sumber data
sekunder adalah:
a. Jurnal dan laporan penelitian
b. Peraturan perundang-undangan
c. Kota Dalam Angka 2011
d. Laporan Kredit UMKM BI 2012 triwulan I 2013,
e. Laporan kegiatan PKBL Kementerian BUMN, dan lain-lain.

3.5.

Teknik Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai peran lembaga

pembiayaan dalam pengembangan UMKM, pengumpulan data dilakukan dengan


menggunakan dua cara, yaitu:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang
dibutuhkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data sekunder ini
dilakukan melalui buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet,
peraturan perundang-undangan dan lainya. Peneliti akan melakukan reviu
terhadap data sekunder yang diperoleh kemudian diolah sehingga
memberikan informasi yang menyeluruh terkait peran yang seharusnya
dilakukan, belum dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan oleh
lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.

b. Studi Lapangan
Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan
cara:
1) Survei
Survei

dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan

informasi dari para UMKM yang telah mendapatkan bantuan


pembiayaan dari lembaga pembiayaan. Survei ini dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner kepada para UMKM di lokasi
penelitian. Kuesioner yang diberikan merupakan kuesioner tipe
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

27

self-administered questionnaires. Tipe kuesioner ini meminta


responden untuk menjawab sendiri kuesioner yang diberikan oleh
peneliti. Kuesioner terdiri dari empat bagian yang terdiri empat
bagian. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner merupakan
urutan pertanyaan yang berasal dari operasionalisasi konsep.
Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup (closeended question) dan pertanyaan terbuka (open-ended question).
2) Wawancara Mendalam
Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan menggunakan
wawancara

mendalam.

Teknik

ini

digunakan

untuk

mengeksplorasi informasi yang terkait dengan peran lembaga


pembiayaan

dalam

pengembangan

UMKM.

Wawancara

mendalam dilakukan pada pemangku kepentingan dari instansi


terkait. Informan yang akan diwawancara adalah :
a) UMKM di bidang perdagangan yang telah menerima
bantuan pembiayaan
b) Pemerintah Daerah (Dinas dan Unit yang terkait dengan
bidang perdagangan)
c) Lembaga pembiayaan

3.6.

Populasi dan Sampel


Unit analisis dari penelitian ini adalah UMKM dan Lembaga pembiayaan

yang berada di lokasi penelitian. Populasi merupakan keseluruhan kelompok


orang, peristiwa atau hal-hal menarik yang ingin diteliti dan dibuat kesimpulan
oleh peneliti (Sekaran, 2011). Populasi penelitian ini adalah UMKM dan lembaga
pembiayaan di lokasi penelitian. Dengan memperhitungkan keterbatasan yang
dimiliki dalam penelitian ini terkait dengan waktu, pendanaan dan tenaga, maka
dianggap perlu untuk mengambil sampel yang merupakan representasi dari
populasi. Sampel adalah sebagian subset dari populasi. Sampel terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan mempelajari sampel,
peneliti dapat menarik kesimpulan yang akan digeneralisasikan untuk populasi
yang diminati (Sekaran, 2011). Untuk unit analisis UMKM, Penelitian ini akan
mengambil 30 UMKM dari setiap lokasi penelitian yang terdiri dari 30% dari
jumlah sampel adalah pedagang grosir dan 70% dari jumlah sampel adalah
pedagang ritel.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

28

Oleh karena tidak adanya kerangka sampel dalam penelitian ini, maka
pemilihan responden UMKM menggunakan convenience sampling (Cooper,
2011). Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dan murah digunakan
oleh para peneliti untuk melakukan penelitian. Peneliti bebas menentukan
responden yang akan diminta untuk mengisi kuesioner.
Untuk unit analisis lembaga pembiayaan, penelitian akan mengambil
sampel 1 lembaga dari setiap jenis lembaga pembiayaan yang terdapat di lokasi
penelitian. Pengambilan 1 sampel ini dianggap merepresentasikan populasi
lembaga pembiayaan yang terdapat pada lokasi penelitian.

3.7.

Teknik Analisis Data


Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul, secara simultan akan

dianalisis sebagai berikut:


a. Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner. Analisis data kuesioner dilakukan dengan:
1) Analisis statistik deskriptif
Analisis ini dilakukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan data
yang

telah

terkumpul.

Analisis

data

awal

dilakukan

dengan

menggolongkan, mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga


muda dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut
biasanya dapat berupa tabel frekuensi, grafik dan teks. Dalam
penelitian ini, analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian
mengenai identitas responden dan bagaimana penilaian responden
terhadap peran lembaga pembiayaan sebagai sarana penyedia dana
dan

fasilitator.

Hasil

analisis

deskriptif

dalam

penelitian

ini

dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman statistik yang


menunjukkan

identitas

atau

karakteristik

responden

dan

(2)

rangkuman yang menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan


penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan.
2) Uji validitas dan realibilitas
Data primer yang diperoleh melalui kuesioner perlu dilakukan
pengujian (pre-test), karena seringkali data tersebut tidak sesuai
dengan yang diinginkan. Dari pengujian data ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis.
Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas.
Melalui hasil pengujian tersebut, dapat diketahui indikator-indikator
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

29

mana saja yang tidak signifikan, dan kemudian akan dihilangkan dari
pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas pada penelitian ini
menggunakan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai r min
0,500.
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator, sedangkan
validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk
menjelaskan arti variabel yang sedang diteliti. Suatu perangkat ukur
dapat konsisten, namun tidak tepat. Tatapi, agar sebuah perangkat
ukur dapat dianggap tepat, ia selalu harus konsisten. Kaitan antara
validitas dan reliabilitas adalah: (1) perangkat ukur yang reliabel
belum tentu valid, (2) perangkat ukur yang valid sudah tentu reliabel,
dan (3) perangkat ukur yang tidak reliabel sudah tentu tidak valid
(Neuman, 2000). Uji realibilitas dalam penelitian ini menggunakan
pengukuran alpha cronbach dengan nilai minimum sebesar 0,600.

b. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis data


sebagai berikut:
1) Analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian
dikategorisasikan dalam rangka penyederhanaan informasi yang
didapat. Kemudian dilakukan penyimpulan sementara yang akan
digabungkan dengan informasi lainnya.

Analisis ini digunakan

sebagai informasi tambahan yang melengkapi informasi yang


diperoleh dari kuesioner.
2) Untuk menguji validitas dari data yang didapatkan, digunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi dilakukan untuk memeriksa keabsahan
data dengan melakukan pemeriksaan kembali antara satu sumber
dengan sumber lainnya.

c. Reviu kebijakan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu


analisis uang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang
diperoleh dan disusun sistematis kemudian ditarik kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu
cara berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum
kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

30

d. Hasil dari analisis kuesioner, wawancara mendalam dan reviu kebijakan


kemudian diintegrasikan menjadi suatu informasi yang komprehensif yang
menggambarkan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM. Berdasarkan hasil ini kemudian disusun rekomendasi yang
bertujuam untuk mengoptimalkan peran lembaga pembiayaan yang ada.

3.8.

Operasionalisasi Konsep
Konsep dalam penelitian ini adalah peran lembaga pembiayaan dalam

pengembangan UMKM. Konsep ini kemudian diturunkan menjadi empat variabel


yang akan diukur dan diobservasi dalam penelitian ini yaitu sarana penyedia
dana, fasilitator manajemen, fasilitator pasar dan pemasaran dan fasilitator
keuangan. Operasionalisasi dari konsep dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut.
Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep

Variabel

Sarana
Penyediaan
Dana

Fasilitator

Pengertian

Sarana
penyediaan dana
adalah sumbersumber
yang
dapat
diakses
oleh UMKM untuk
mendapatkan
pembiayaan bagi
pengembangan
usahanya

Fasilitator
Manajemen

No

Indikator

Skala

Jumlah Modal Yang Dibutuhkan

Nominal

Sumber Modal

Nominal

Sumber-sumber Pembiayaan

Nominal

Faktor
yang
mempengaruhi
pemilihan sumber pembiayaan

Nominal

Agunan

Nominal

Jangka Waktu Pinjaman

Nominal

Suku bunga Pinjaman

Nominal

Penggunaan Pinjaman

Nominal

Pembayaran Pinjaman

Nominal

10

Kesulitan dalam Pengembalian


Pinjaman

Ordinal

11

Akses informasi

Ordinal

Pengurusan Izin Usaha

Interval

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

31

Variabel

Pengertian

Manajemen

adalah Lembaga
pembiayaan
mendampingi dan
membantu UKM
dalam
hal
manajemen

Fasilitator
Pasar

dan

Pemasaran

Fasilitator
Keuangan

Fasilitator Pasar
dan Pemasaran
adalah Lembaga
pembiayaan
mendampingi dan
membantu
UMKM
memperluas
pasar
dan
pemasaran
Produknya
Fasilitator
Keuangan adalah
Lembaga
pembiayaan
membantu
UMKM
dalam
mengelola
keuangan
lebih
efektif

No

Indikator

Skala

Pengurusan Kredit/Pinjaman

Interval

Pelatihan pengelolaan SDM

Interval

Pelatihan penggunaan IT

Interval

Manajemen Usaha lebih bagus

Inteval

Pembuatan Rencana Bisnis

Interval

Pencarian Pelanggan

Interval

Penyertaan dalam pameran

Interval

Promosi pada pihak lain

Interval

Penyediaan tempat usaha

Interval

Pendampingan Inovasi Produk

Interval

Pembuatan Pembukuan

Interval

Pembuatan Laporan Keuangan

Interval

Pelatihan Perpajakan

Interval

Pendampingan pengelolaan Dana


pinjaman

Interval

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

32

BAB IV

ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM


PENGEMBANGAN UMKM

4.1.

Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan

4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM Melalui


Lembaga Pembiayaan
Pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya selalu memberikan
dukungan kepada UMKM untuk mewujudkan UMKM yang mandiri dan tangguh.
Pemerintah mengharapkan UMKM yang mandiri dan tangguh dapat berkembang
dan mendorong perekonomian regional dan nasional. Dukungan terhadap UMKM
ini tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua lembaga Kementerian saja,
melainkan berbagai lembaga, seperti Kementerian Koperasi dan UKM,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Bappenas. Tidak
terbatas hanya pada lembaga kementerian, dukungan kepada UMKM juga
diberikan oleh lembaga non kementerian seperti Bank Indonesia, BUMN dan
lembaga keuangan non bank. Berbagai wujud dukungan diberikan kepada
UMKM seperti pembinaan, pendampingan dan pemberian pembiayaan.
Terkait dengan dukungan pembiayaan, pemerintah selalu berusaha
menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan dari instansi atau
lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Fasilitasi ini meliputi subsidi
bunga kredit perbankan, penjaminan lembaga non bank, modal ventura,
pembiayaan dari penyisihan laba BUMN, hibah dan lainnya.

4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui


Lembaga Pembiayaan Bank
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemerintah bersama dengan
instansi terkait

- dalam hal ini perbankan -

melakukan koordinasi untuk

memberikan solusi atas permasalahan UMKM di bidang permodalan. Adapun


kebijakan pembiayaan melalui lembaga pembiayaan bank, antara lain:
a. Kredit Usaha Rakyat
Pada tahun 2007, pemerintah menggulirkan program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang bertujuan untuk mendorong peningkatan akses UMKM dan
koperasi kepada pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

33

perusahaan penjamin. KUR adalah skema pembiayaan yang diperuntukkan


khusus bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai
agunan

yang

cukup

sesuai

persyaratan

yang

ditetapkan

perbankan

(www.depkop.go.id , 2013). Melalui KUR ini diharapkan permasalahan agunan


yang menghambar UMKM mendapatkan pinjaman dari perbankan dapat teratasi.
Program KUR merupakan tindaklanjut dari penandatanganan MOU pada
tanggal 9 Oktober 2008 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM
dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri
Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan
Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin - perum Sarana
Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank
BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah
Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia (www.depkop.go.id,
2013). Kementerian tersebut di atas sekaligus menjadi instansi pembina, bank
pelaksana dan perusahaan penjamin program KUR. Pada perkembangannya,
bank pelaksana KUR ditambah 13 BPD yaitu Bank DKI, Bank Nagari, Bank
Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD
Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua.
KUR memiliki skema kredit dengan maksimal Rp. 500 juta per debitur
dengan bunga maksimal 16% per tahun (efektif). Peran pemerintah dalam KUR
adalah sebagai penyedia dana subsidi bunga kredit perbankan, sedangkan dana
penyaluran pembiayaan 100% dari bank pelaksana. Untuk risiko kredit macet
yang akan dihadapi oleh perbankan, terjadi pembagian risiko antara bank
pelaksana

dengan

perusahaan

penjaminan.

Perusahaan

penjaminan

menanggung 70% dan bank pelaksana 30%. Meskipun terdapat perusahaan


penjaminan, UMKM dan koperasi tidak dikenakan imbal jasa penjaminan (IJP).
KUR diberikan kepada UMKM atau Koperasi yang tidak sedang
menerima pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima
Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan
diajukan, yang dibuktikan dengan hasil sistem informasi debitur dikecualikan
untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya ( www.bi.go.id ).
Program KUR terbagi dua yaitu KUR mikro dan KUR ritel. KUR Mikro pada
awalnya memiliki plafon maksimal Rp. 5 juta dengan bunga 22% per tahun
(efektif), sejak Oktober 2013 KUR mikro memiliki plafon maksimal 20 juta dengan
bunga yang sama dengan sebelumnya. Sedangkan KUR Retail memiliki plafon
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

34

maksimal Rp. 500 juta dengan suku bunga 14% per tahun (efektif). Program ini
memiliki target realisasi penyaluran dana Rp. 20 trilyun per tahun.
Program ini memiliki permasalahan baik dari sisi UMKM maupun dari sisi
perbankan. Permasalahan tersebut antara lain (www.bi.go.id, 2013) : 1. Bagi
UMKM: Sosialisasi kepada masyarakat masih kurang, suku bunga KUR masih
dirasakan cukup tinggi; 2. Bagi Perbankan: keterlambatan pembayaran klaim dari
lembaga penjamin, kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan
persyaratan dan terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.

b. Kebijakan Bank Indonesia


Seperti yang telah dikemukakan pada bab II, bahwa pemberlakukan UU
No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 3 Tahun 2004 menjadikan peranan Bank Indonesia dalam
pengambangan UMKM menjadi tidak langsung. Pendekatan pengembangan
UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak lagi menggunakan pendekatan
memberikan subsidi kredit dan bunga murah, melainkan lebih menitikberatkan
pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan
informasi. Untuk itu kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan
lembaga pendamping UMKM melalui capacity building dalam bentuk pelatihan
dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM.
Selain itu, berbagai kebijakan dikeluarkan oleh Bank Indoesia untuk
mendorong pemberian kredit bagi UMKM. Kebijakan tersebut antara lain:
a. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang pemberian
Kredit Usaha Kecil.
Kebijakan ini menganjurkan bank menyalurkan sebagian kreditnya
kepada usaha kecil
b. PBI No. 6/25/PBI/2004 sebagaimana telah diubah oleh PBI No.
12/21/PBI/2010

perihal rencana bisnis bank umum dalam penyaluran

kredit UMKM
Setiap bank umum baik konvensional maupun syariah wajib mencantukan
realisasi kredit usaha mikro, kecil dan menengah dalam rencana
bisnisnya. Hal ini untuk mengetahui komitmen bank dalam merealisasikan
kredit untuk UMKM.
c. PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh
bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha
mikro, kecil dan menengah
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

35

Kebijakan ini mewajibkan Bank Umum untuk memberikan Kredit atau


pembiayaan kepada UMKM. Jumlah pembiayaan ditetapkan paling
rendah 20% dari total kredit yang disalurkan oleh bank tersebut yang
dilakukan secara bertahap dari tahun 2013 hingga 2018. Pemberiaan
kredit tersebut dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.
Apabila target ini tidak terpenuhi pada akhir tahun, maka bank umum
wajib menyelenggarakan pelatihan kepada UMKM yang tidak sedang
dan/atau belum pernah mendapatkan pembiayaan UMKM dengan jumlah
paling besar Rp. 10 milyar atau berdasarkan persentase tertentu dari
selisih antara rasio pembiayaan UMKM yang wajib dipenuhi. Untuk
memperlancar akses pemberian kredit kepada UMKM, Bank Indonesia
dapat

memberikan

bantuan

teknis

berupa

penelitian,

pelatihan,

penyediaan informasi dan fasilitasi

4.2.

Perkembangan Pembiayaan UMKM

4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank


a. Profile Pembiayaan UMKM di Indonesia
Berdasarkan Laporan Perkembangan Kredit UMKM Bank Indonesia
Triwulan I tahun 2013, pada triwulan I 2103 net ekspansi kredit UMKM
mencapai Rp. 3,4 triliun atau 2,35% dari Rencana Bisnis Bank (RBB)
yang sebesar Rp 145 triliun. Realisasi RBB kredit UMKM tersebut lebih
rendah bila dibandingkan dengan realisasi total kredit perbankan yang
telah mencapai 63,8 triliun. Untuk baki debet kredit UMKM mencapai
Rp. 555,6 triliun, tumbuh 15,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih
tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,1% (yoy).
Pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi di sektor jasa perorangan
yang melayani rumah tangga dan pertanian, perburuan dan kehutanan
masing-masing sebesar 43,4% (yoy) dan 43,1% (yoy).
Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan
pada kredit usaha menengah yaitu 49,2% dan selebihnya kepada
kredit usaha kecil 23,9% dan kredit usaha mikro sebesar 20,9%

Gambar 4.1
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

36

Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha

Sumber : BI (2013)

Menurut

jenis

penggunaan,

kredit

UMKM

terutama

disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 77,4%


sedangkan untuk kredit investasi tercatat 22,6%
Gambar 4.2
Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : BI (2013)

Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar


disalurkan oleh kelompok Bank Persero sebanyak Rp 254,3 triliun

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

37

(45,8%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Devisa Rp 196,7


triliun (35,4%) BPD Rp. 53,1 triliun (7,8%), BPR 26,2 triliun.
Gambar 4.3
Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank

Sumber : BI (2013)

Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usah


mikro,

kecil dan

menengah

masih

didominasi oleh

sektor

perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor


pertanian, perburuan dan kehutanan masing-masing sebesar
49,0%, 10,5% dan 8,5%
Gambar 4.4
Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi

Sumber : BI (2013)
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

38

Menurut

lokasi

proyek,

provinsi

DKI

Jakarta

masih

merupakan provinsi dengan pemberian kredit UMKM terbesar


(16,3%), diikuti Jawa Barat (13,0%) dan Jawa Timur (13,0%)
Gambar 4.5
Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek

Sumber : BI (2013)

b. Profile Pembiayaan UMKM di Jawa Barat


Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah
bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah
yang diberikan bank umum di Jawa barat pada bulan Oktober 2013
adalah sebesar Rp. 75,6 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian
besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha kecil yaitu 48%
dan selebihnya kepada kredit usaha menengah 33% dan kredit
usaha mikro sebesar 19%

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

39

Gambar 4.6
Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha

Sumber : BI (Oktober 2013)

Menurut

jenis

penggunaan,

kredit

UMKM

terutama

disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 76%


sedangkan untuk kredit investasi tercatat 24%.

Gambar 4.7
Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : BI (2013)

Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar


disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp
41,6 triliun (55%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 32,8
triliun (45%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 1,1 triliun (2%)

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

40

Gambar 4.8
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank

Sumber : BI (2013)

Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha


mikro,

kecil dan

menengah

masih

didominasi oleh

sektor

perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor


jasa-jasa masing-masing sebesar 56%, 16% dan 8%

Gambar 4.9
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi

Sumber : BI (2013)

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

41

Menurut lokasi proyek, Kota Bandung masih merupakan


wilayah dengan pemberian kredit UMKM terbesar (18%), diikuti
Kabupaten Bekasi (12%) dan Kota Bandung (13,0%)

Gambar 4.10
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek

Sumber : BI (2013)

c. Profile Pembiayaan UMKM di Yogyakarta


Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah
bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah
yang diberikan bank umum di Yogyakarta pada bulan Oktober 2013
adalah sebesar Rp. 8,1 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian
besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu
47% dan selebihnya kepada kredit usaha kecil 33% dan kredit
usaha mikro sebesar 20%

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

42

Gambar 4.11
Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha

Sumber : BI (Oktober 2013)

Menurut

jenis

penggunaan,

kredit

UMKM

terutama

disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 68%


sedangkan untuk kredit investasi tercatat 32%

Gambar 4.12
Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber : BI (2013)

Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar


disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp
5,6 triliun (69,3%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 2,5
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

43

triliun (30,43%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 24,3 miliar


(0,3%)

Gambar 4.13
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank

Sumber : BI (2013)

Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha


mikro,

kecil dan

menengah

masih

didominasi oleh

sektor

perdagangan besar dan eceran, jasa-jasa, dan sektor Keuangan,


Real Estate dan Jasa Perusahaan masing-masing sebesar 63%,
10% dan 8%
Gambar 4.14
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi

Sumber : BI (2013)

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

44

Menurut lokasi proyek, Kota Yogyakarta dan Kabupaten


Sleman merupakan wilayah dengan pemberian kredit UMKM
terbesar

masing-masing 32%, diikuti Kabupaten Bantul (19%),

Kabupaten Gunung Kidul 10% dan Kabupaten Kulon Progo 7%.


Gambar 4.15
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek

Sumber : BI (2013)

4.3.

Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di


Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM

dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa


Barat. Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian
merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Populasi dalam
penelitian ini adalah UMKM pada sektor perdagangan dan lembaga pembiayaan.
Untuk populasi UMKM, penelitian ini mengambil sampel sebanyak 60 responden
yang dibagi rata pada kedua propinsi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah convinience sampling dengan alasan tidak ada adanya
kerangka sampel dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan data lapangan yang digunakan terbagi menjadi dua
yaitu survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Survei
digunakan pada populasi UMKM dengan asumsi bahwa jumlah responden yang
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

45

lebih banyak. Sedangkan teknik wawancara mendalam digunakan bagi populasi


lembaga pembiayaan.
Pengumpulan data dilakukan pada minggu pertama Bulan Oktober 2013
selama lima hari dari tanggal 8 Oktober 13 Oktober 2013. Pengumpulan data
dilakukan di Kota Bandung yang mewakili provinsi Jawa Barat dan Kota
Yogyakarta yang mewakili provinsi Yogyakarta. Bagian selanjutnya pada analisis
ini membahas mengenai peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM dari sudut UMKM sebagai pelaku usaha.

4.3.1. Karakteristik Responden UMKM


Setelah melakukan pengumpulan data selama lima hari di Bandung dan
Yogyakarta, maka didapat hasil sebagai berikut. Sebagian besar responden
merupakan UMKM yang memiliki jenis usaha di bidang makanan yaitu sebesar
41,7% dari total responden seluruhnya, 13,3% merupakan pedagang sembako,
10% responden menjual kelontong dan peralatan rumah tangga, dan 8,3%
menjual pakaian jadi, sedangkan sisanya merupakan jenis usaha lainnya. Secara
rinci, jenis usaha yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.

Tabel 4.1
Jenis Usaha Responden

Frekuensi

Persentase

Angkringan

1,7

Kumulatif
Persentase
1,7

ATK

1,7

3,3

Beras

1,7

5,0

Dagang

1,7

6,7

Futsal

1,7

8,3

Kelontong

5,0

13,3

Kue

1,7

15,0

Kuliner

10,0

25,0

Laundry

3,3

28,3

Makanan Beku

1,7

30,0

Makanan Kering

3,3

33,3

Makanan Ringan

3,3

36,7

Masakan Padang

1,7

38,3

Jenis Usaha

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

46

Frekuensi

Persentase

Minuman

1,7

Kumulatif
Persentase
40,0

Pakaian Jadi

8,3

48,3

Perakitan Komputer

1,7

50,0

5,0

55,0

Peternakan

1,7

56,7

Plastik

1,7

58,3

Plastik & Bahan Kue

1,7

60,0

Rental Playstation

1,7

61,7

Salon

1,7

63,3

Sembako

11,7

75,0

1,7

76,7

Sewa Alat Outdoor

1,7

78,3

Telor

3,3

81,7

Telor & Ikan Pindang

1,7

83,3

Warung Makan

10

16,7

100,0

Total

60

100,0

Jenis Usaha

Peralatan

Rumah

Tangga

Sepatu,

Sendal

dan

Tas

Sumber: Data Olahan, 2013

Banyaknya UMKM yang berjualan makanan dikarenakan jenis usaha ini


adalah usaha yang prospek dan paling cepat menghasilkan keuntungan,
meskipun para pedagang juga harus siap menghadapi kerugian apabila
makanan yang dijual tidak laku. Selain itu pedagang makanan tidak
membutuhkan modal yang besar seperti halnya jenis usaha lainnya misalnya
jenis usaha kelontong.
Sebagian besar responden (55% responden) memiliki omzet di atas 5
juta per bulan. Omzet ini 8,3% dimiliki oleh responden yang memiliki jenis
usaha menjual sembako. Rata-rata omzet yang bisa didapatkan oleh
responden dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

47

Gambar 4.16
Omzet Responden Per Bulan

Sumber: Data Olahan, 2013


Tidak hanya memiliki omzet yang lebih dari 10 juta rupiah per bulan, 68%
responden sudah berusaha lebih dari 6 tahun dan hanya 7% responden yang
baru memulai usahanya.

Meskipun sebagian besar responden sudah

menjalankan usahanya lebih dari 6 tahun, bukan berarti responden memulai


usaha dari awal. Beberapa responden menjelaskan usaha yang dimilikinya
sekarang adalah usaha lanjutan dari orang tuanya. Selain usaha lanjutan,
usaha yang dijalankan dapat juga merupakan pengembangan dari usaha
sebelumnya atau orang tua. Rincian lama usaha responden dapat dilihat pada
gambar di bawah.
Meskipun sudah memiliki usaha lebih dari 6 tahun, hampir 90% lebih
responden tidak memiliki pegawai dalam melakukan usahanya. Sebagian besar
responden memilih untuk menggunakan keluarga dalam menjalankan usaha.
Selain lebih efisien, penggunaan anggota keluarga juga menimbulkan rasa
aman ketika responden meninggalkan usahanya untuk keperluan lain.
Sedangkan 10% responden memiliki karyawan kurang dari 10 orang. Jenis
usaha ini memang tidak memungkinkan responden tidak memiliki karyawan,
seperti penyewaan playstation, penyewaan futsal, penyewaan alat-alat outdoor.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

48

Gambar 4.17
Lama Usaha

Sumber: Data Olahan, 2013


4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan
Pada bagian ini akan dibahas peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Peran lembaga pembuayaan dalam pengembangan
UMKM pada analisis ini terbagi menjadi dua bagian. Peran pertama yaitu
sebagai

lembaga

Sedangkan

peran

pembiayaan

sebagai

kedua

lembaga

yaitu

sumber

alternatif

pembiayaan

pembiayaan.

menampung

dan

menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam


pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Peran kedua yang dijalankan oleh
lembaga pembiayaan diterjemahkan menjadi pemberian bantuan teknis kepada
UMKM untuk mengembangkan usahanya. Bantuan teknis yang diberikan dalam
aspek manajemen, pemasaran dan pengelolaan keuangan.

4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan


Dalam menjalankan usahanya, modal merupakan modal awal bahkan
dapat dikatakan sebagai penentu bagi UMKM dalam memilih jenis usaha dan
menjalankan usaha yang sudah dipilihnya. Jumlah modal yang dibutuhkan oleh

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

49

UMKM bervariasi tergantung dari jenis usahanya. Makin besar dan kompleks
usahanya, maka semakin besar modal yang dibutuhkan.
a. Gambaran Umum Pembiayaan UMKM
Bagian ini menggambarkan pembiayaan yang selama ini digunakan oleh
UMKM untuk mencukupi modal yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil penelitian,
sebagian besar UMKM yang menjadi responden membutuhkan dana kurang dari
50 juta. Bahkan, 46% responden membutuhkan modal kurang dari Rp. 10 juta.
Jumlah kebutuhan modal dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.18
Jumlah Modal Yang Dibutuhkan

Sumber: Data Olahan, 2013


Sumber dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut bervariasi. Ada
UMKM yang 100% menggunakan modal sendiri. Ada juga yang menggunakan
modal sendiri sebagian dan sebagian lagi menggunakan pinjaman. Terdapat
berbagai sumber pinjaman, antara lain keluarga/kerabat, teman dan lembaga
pembiayaan. Biasanya, pada saat memulai usaha, UMKM menggunakan modal
sendiri dan pinjaman dari orang terdekat (keluarga/kerabat atau teman).
Setelah usahanya mulai berkembang dan akan dikembangkan, UMKM
kemudian akan mencari pinjaman ke lembaga pembiayaan dengan harapan
mendapatkan pinjaman yang lebih besar.
Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa UMKM yang
menjadi responden cenderung menggunakan modal sendiri dan pinjaman dari
lembaga pembiayaan. Responden yang menggunakan modal sendiri sebanyak
68% dan menggunakan pinjaman dari lembaga pembiayaan 93%. Modal
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

50

pinjaman merupakan kombinasi dari modal sendiri dan lembaga pembiayaan


atau pinjaman dari keluarga dan lembaga pembiayaan. Pada hasil penelitian
ini, hanya ada satu responden yang 100% menggunakan modal sendiri.
Gambar 4.19
Sumber Dana Usaha

Sumber Dana Usaha; Sumber: Data Olahan, 2013

Jika meminjam

dari lembaga pembiayaan, UMKM cenderung

meminjam pada bank umum baik bank umum nasional. Hal ini disebabkan
antara lain karena adanya promosi yang gencar dari lembaga pembiayaan bank
untuk menggulirkan dana yang dimiliki dalam bentuk kredit. Selain itu juga
strategi bank yang mendekati tempat-tempat usaha seperti mall, pasar, sekolah
dan sebagainya. Pada gambar di bawah, dapat dilihat bahwa 79% responden
memilih lembaga pembiayaan bank sebagai sumber alternatif pembiayaannya.
Selain lembaga pembiayaan bank, UMKM (18%) memilih koperasi
sebagai sumber alternatif pembiayaan apabila UMKM tidak dapat memenuhi
persyaratan yang dituntut oleh bank. Untuk mendapatkan pinjaman dari
koperasi, UMKM terlebih dahulu harus menjadi anggota koperasi setempat,
baru UMKM bisa mengajukan pinjaman kepada koperasi. Saat ini, koperasi
telah dikelola lebih profesional sehingga anggotanya dapat menikmati berbagai
fasilitas yang terkait dengan pendanaan dari koperasi.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

51

Gambar 4.20
Lembaga Pembiayaan yang Digunakan

Sumber: Data Olahan, 2013

Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas, lembaga pembiayaan


non bank juga menjadi alternatif sumber pembiayaan. Responden memilih BMT
sebagai sumber pembiayaan. Sistem syariah yang diterapkan oleh BMT
menjadi daya tarik bagi UMKM untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari
lembaga ini dibandingkan dengan sistem konvensional.
Selain itu, lembaga pembiayaan yang resmi, sumber alternatif
pembiayaan UMKM juga berasal dari perseorangan. Sumber pembiayaan
perseorangan biasa disebut juga dengan bank keliling yang ada di pasarpasar. Sumber pembiayaan ini pernah populer karena kemudahan pencairan
dana yang ditawarkan. Selain itu sumber pembiayaan ini tidak memerlukan
agunan pada saat meminjam.
Pada saat melakukan pemilihan lembaga pembiayaan, terdapat
beberapa hal yang menjadi pertimbangan antara lain akses pinjaman, agunan,
prosedur, suku bunga/sistem bagi hasil, informasi, kepercayaan dan lainnya.
Gambar di bawah menunjukkan alasan pemilihan lembaga pembiayaan
sebagai alternatif sumber pembiayaan.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

52

Gambar 4.21
Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan

Sumber: Data Olahan, 2013

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa kemudahan akses


pinjaman menjadi prioritas UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan.
Karakteristik UMKM yang berada pada sektor perdagangan berbeda dari
karakteristik UMKM pada sektor lainnya. Para pedagang memiliki penghasilan
secara harian, sehingga jika pedagang meninggalkan tempat usahanya terlalu
lama atau sering maka akan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, bagi UMKM
sektor perdagangan, kemudahan akses pinjaman menjadi hal yang utama.
Alasan kedua adalah suku bunga yang rendah. Meskipun akses
pinjaman mudah tetapi suku bunga tinggi membuat UMKM tidak memilih
lembaga pembiayaan tersebut. Tetapi ada juga UMKM yang tidak terlalu
memikirkan suku bunga yang tinggi karena yakin dapat membayar bunga
tersebut.
Alasan ketiga adalah prosedur yang tidak berbelit-belit. Hampir sama
dengan alasan pertama, bagi para pedagang waktu adalah uang. Prosedur
yang berbelit-belit dan lama menyebabkan UMKM kehilangan kesempatan
dalam mendapatkan keuntungan.
Meskipun hanya 12% yang memilih alasan ini, tetapi kadang kala alasan
ini yang menjadi penghambat UMKM tidak memperoleh pembiayaan dari
lembaga pembiayaan. Alasan keempat adalah agunan. Hampir seluruh
lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya agunan. Apabila UMKM baru
mulai berusaha dan tidak memiliki agunan, maka alasan ini menjadi alasan
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

53

nomor satu bagi UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan. Agunan pada
dasarnya menjadi penjamin bagi lembaga pembiayaan sekaligus bagi UMKM
untuk melakukan kegiatan usahanya dengan benar. Adanya agunan membuat
UMKM berusaha agar usahanya tetap hidup sehingga dapat membayar cicilan
berikut bunganya (bila ada) dan pada akhirnya mendapatkan agunannya
kembali.
Jika tidak terdapat agunan, seringkali rasa tanggung jawab dari UMKM
dalam menjalankan usahanya kurang karena tidak memiliki tanggung jawab
materiil. Hal ini menyebabkan banyak terjadi kredit macet karena UMKM tidak
bisa membayar atau bahkan menolak untuk membayar.
Berdasarkan

yang

diperoleh,

sebagian

besar

(68%)

UMKM

mengemukakan bahwa terdapat agunan yang harus diserahkan kepada


lembaga

pembiayaan.

Responden

yang

menyerahkan

agunan

adalah

responden yang meminjam kepada lembaga pembiayaan bank dan non bank.
Sedangkan yang tidak ada agunan, responden yang meminjam kepada
koperasi, LSM, lembaga pembiayaan non bank dan perseorangan.

Gambar 4.22
Agunan

Sumber: Data Olahan, 2013

Bentuk agunan bermacam-macam tergantung dari jumlah pembiayaan


yang diperlukan. Semakin besar jumlah pembiayaannya, maka semakin besar
bentuk agunan yang diberikan. Agunan dapat berupa sertifikat tanah, sertifikat
rumah, sertifikat kios atau STPB (Surat Tanda Pemilikan Bangunan) bila berada

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

54

di pasar, BPKB mobil/motor dan lainnya yang dianggap perlu. Gambar berikut
ini menunjukkan bentuk agunan yang diberikan pada saat meminjam.

Gambar 4.23
Bentuk Agunan Sebagai Jaminan

Sumber: Data Olahan, 2013

Alasan pemilihan yang lainnya adalah informasi yang diberikan oleh


lembaga pembiayaan banyak, adanya hubungan kekerabatan sehingga tercipta
rasa percaya, lembaga pembiayaan dapat dipercaya, sistem pembayaran dapat
dilakukan

harian,

dapat

menerima

pensiunan,

lembaga

pembiayaan

memberikan plafon pinjaman besar.


Lembaga pembiayaan ada yang mengenakan bunga (untuk yang
konvensional) atau sistem bagi hasil (untuk sistem syariah) dalam pemberian
pinjaman, ada juga yang tidak mengenakan bunga atau sistem bagi hasil.
Sebagian besar responden (87%) menyatakan membayar bunga, sebagian lagi
menyatakan membayar bagi hasil. Membayar bunga kepada lembaga
pembiayaan atau berbagi hasil dengan lembaga pembiayaan bukan merupakan
masalah bagi UMKM. Permasalahan terjadi ketika bunga yang dibayarkan
terlalu tinggi atau terlalu besar sehingga memberatkan UMKM.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat bunga atau sistem bagi hasil yang
dikenakan oleh lembaga pembiayaan 54% responden di atas 15% per tahun
efektif. Tingkat bunga ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan program Kredit
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

55

Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 8,5% efektif per tahun. Terdapat 23%
responden yang menyatakan bahwa membayar bunga kurang dari 10% per
tahun. Hal ini menunjukkan terdapat variasi tingkat bunga yang ditawarkan dan
diberikan kepada UMKM, tergantung dari lembaga pembiayaan. Tingkat bunga
secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.24
Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun

Sumber: Data Olahan, 2013


Meskipun demikian, pengenaan tingkat bunga dan sistem bagi hasil
yang terdapat pada gambar di atas, setengah lebih responden (56%)
menganggap tingkat bunga yang dikenakan ringan dan tidak memberatkan.
Walaupun ada juga responden yang beranggapan bahwa tingkat bunga yang
dikenakan agak memberatkan atau bahkan sangat memberatkan. Hal ini dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.25
Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil

Sumber : Data Olahan, 2013


Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

56

Berat atau tidaknya UMKM dalam membayar bunga tergantung dari


kemampuan membayar dari masing-masing UMKM dan bukan dari tingkat
bunga. Hal ini ditunjukkan bahwa responden yang merespon bahwa tingkat
bunga sangat memberatkan adalah responden yang dikenakan tingkat bunga
>5-10% efektif per tahun dan >20-25% per tahun. Tetapi dengan tingkat bunga
yang sama, responden lainnya menyatakan bahwa bunga yang dikenakan agak
memberatkan atau ringan. Hal ini menunjukkan terdapat variasi kemampuan
membayar

dari masing-masing

UMKM

atau

juga

kemampuan

dalam

pengelolaan usaha sehingga mampu membayar pengembalian beserta


bunganya.
Apabila diasumsikan UMKM menggunakan seluruh dana pinjamannya
untuk kepentingan usaha, dan UMKM menjalankan usaha dengan baik, maka
UMKM tidak akan mengalami masalah dalam melakukan pembayaran. Sebab
pada dasarnya, UMKM meminjam dana untuk memulai, menjalankan dan
mengembangkan usahanya. Tetapi pada kenyataannya tidak, sebab ada juga
UMKM yang meminjam dana dari lembaga pembiayaan tidak hanya digunakan
untuk usahanya tetapi juga untuk kebutuhan pribadi.
Tujuan pinjaman UMKM kepada lembaga pembiayaan adalah untuk
memperluas usaha, mengembangkan produk yang sudah dimiliki, mencukupi
biaya produksi, menggaji karyarwan. Hal ini semua berhubungan dengan usaha
yang dilakukan. Selain tujuan yang berhubungan dengan usaha, terdapat juga
tujuan lainnya seperti mencukupi kebutuhan sehari-hari dan lainnya seperti
untuk membayar biaya sekolah, konsumsi lebaran, membeli rumah, membuat
rumah, dan menutup pinjaman.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pinjaman yang diberikan oleh
lembaga pembiayaan untuk usaha, kadang kala sebagian atau bahkan
seluruhnya digunakan untuk kegiatan konsumtif dan bukan produktif. Kondisi ini
yang seringkali menyebabkan UMKM tidak dapat mengembalikan dana yang
dipinjam berikut bunganya (bila ada), seperti yang dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

57

Gambar 4.26
Tujuan Pinjaman

Sumber: Data Olahan, 2013

Penggunaan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif kadang kala


digunakan sebagai insentif bagi UMKM terhadap dirinya sendiri. Insentif ini
digunakan untuk memotivasi diri sendiri agar menjalankan usahanya lebih
tekun lagi. Tetapi ada juga UMKM yang memang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Tujuan inilah yang sering kali menimbulkan masalah di
kemudian hari.
Untuk

mengatasi hal

ini,

maka

diperlukan

peranan

lembaga

pembiayaan untuk memberikan dampingan kepada UMKM dengan tujuan dana


digunakan untuk kebutuhan produktif dan bukan konsumtif. Pendampingan
kepada UMKM dapat berupa pendampingan formal maupun pendampingan
informal. Pendampingan formal dapat berupa pemanggilan dan pemberian
konsultasi secara berkala pada UMKM. Sedangkan pendampingan informal
dilakukan melalui coaching atau pendekatan dari tenaga collector kepada
UMKM pada saat UMKM melakukan pembayaran.
Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah, sebagian besar
UMKM (78%) melakukan pembayaran pinjaman secara bulanan kepada
lembaga pembiayaan. Tetapi untuk mengurangi adanya kredit macet, saat ini
lembaga pembiayaan memiliki program pick up harian. Program ini biasanya
berada di pasar-pasar yang banyak pedagang dan merupakan market dari
lembaga pembiayaan. Pick up harian sebenarnya merupakan program
tabungan harian dimana lembaga pembiayaan dalam hal ini bank dan koperasi

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

58

meminta para nasabah menabung harian dengan tujuan pada saat akhir bulan,
nasabah tersebut memiliki dana untuk membayar pinjaman.

Gambar 4.27
Pembayaran Pinjaman

Sumber: Data Olahan, 2013

Program ini sangat membantu UMKM di sektor perdagangan. Dengan


adanya program ini, UMKM tidak perlu meninggalkan tempat usahanya hanya
untuk membayar pinjaman sehingga tidak ada waktu yang terbuang. Selain itu
dengan adanya sistem pick up harian, meringankan UMKM dalam melakukan
pembayaran. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penghasilan UMKM sektor
perdagangan diperoleh secara harian, dengan adanya pembayaran harian,
maka beban yang ditanggung oleh UMKM menjadi lebih kecil dibandingkan jika
dibayar pada akhir bulan. Keuntungan lainnya adalah dapat terjalin komunikasi
yang baik antara lembaga pembiayaan dengan UMKM, sehingga apabila
UMKM menemukan kendala dalam usaha yang menyebabkan tidak dapat
melakukan pembayaran, dapat diatasi dengan segera.
Dalam melakukan pembayaran, sebagian besar UMKM tidak pernah
mengalami kesulitan membayar. Hal ini salah satunya disebabkan karena
adanya sistem pick up harian. Tetapi ada juga UMKM yang kadang-kadang
mengalami kesulitan pembayaran, yang disebabkan karena pendapatan yang
naik turun serta kondisi yang tidak menentu. Ada juga UMKM yang selalu

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

59

mengalami kesulitan pembayaran, kondisi ini terjadi karena bunga yang


dikenakan terlalu tinggi sekitar 25-30% per tahun dan kredit yang digunakan
juga bukan kredit untuk produktif tetapi KTA (Kredit Tanpa Agunan) sehingga
pembayarannya memberatkan. Gambaran kesulitan pembayaran dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.28
Kesulitan Pembayaran

Sumber: Data Olahan, 2013

Informasi mengenai lembaga pembiayaan lebih banyak diperoleh oleh


UMKM : Pertama dari sales lembaga pembiayaan itu sendiri. Kedua, informasi
diperoleh dari teman/keluarga yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan jasa
dari lembaga pembiayaan itu sendiri. Ketiga dari media cetak yang memberikan
informasi adanya fasilitas pinjaman bagi UMKM. Informasi lainnya diperoleh
dari media online, dinas maupun karena kedekatan tempat usaha dengan
kantor lembaga pembiayaan tersebut. Sumber informasi mengenai lembaga
pembiayaan dapat dilihat pada gambar di bawah berikut.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

60

Gambar 4.29
Sumber Informasi

Sumber: Data Olahan, 2013


Karena

banyaknya

sumber

informasi

yang

dapat

memberikan

penjelasan mengenai pinjaman yang dapat diperoleh UMKM, maka 96%


responden menganggap informasi tentang pinjaman mudah untuk ditemukan.
Meskipun demikian ada juga responden yang merasa informasi tersebut sulit
didapat atau terbatas terutama informasi lembaga pembiayaan yang dapat
memberikan pinjaman tanpa agunan dan dengan bunga yang rendah. Respon
kemudahan informasi diperlihatkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.30
Kemudahan Informasi

Sumber: Data Olahan, 2013

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

61

b.

Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan


Berdasarkan gambaran pembiayaan UMKM yang telah dijelaskan pada

bagian A, maka peranan lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber


pembiayaan sangat besar. Peranan ini telah dijalankan oleh sebagian besar
lembaga pembiayaan terutama lembaga pembiayaan bank. Bukan hanya bank,
tetapi koperasi juga mulai melakukan pembenahan manajemen guna
memenuhi kebutuhan ini.
Adapun peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan
dapat dilihat pada:
1). Sumber modal yang dimiliki UMKM, pada umumnya terdiri dari dua
sumber yaitu modal sendiri dan pinjaman.
Lembaga pembiayaan mampu mencukupi kekurangan modal yang
diperlukan oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Lembaga
pembiayaan dapat memberikan batas (plafon) pinjaman yang besar
dengan tetap memperhatikan prinsip 5C. Bahkan untuk kasus tertentu,
lembaga pembiayaan hanya memperhatikan prinsip 3C yaitu Character,
Capability dan Collateral.
2). Kemudahan akses dan prosedur yang tidak berbelit-belit.
Slogan waktu adalah uang sangat kental pada UMKM di sektor
perdagangan yang penghasilannya berasal dari penjualan harian.
Kemudahan akses yang ditawarkan dengan prosedur yang jelas telah
membantu

UMKM

untuk

mendapatkan

tambahan

modal

yang

diperlukan. Untuk beberapa kasus, UMKM tidak perlu mendatangi


kantor lembaga pembiayaan karena terdapat sales yang menangani hal
ini.

Sedangkan

untuk

waktu

pengurusan,

beberapa

lembaga

pembiayaan menetapkan maksimal 3 hari kerja dari berkas lengkap


dana sudah dapat dicairkan.
3) Suku Bunga atau Sistem Bagi Hasil kompetitif
Suku bunga atau sistem bagi hasil yang tinggi merupakan hal yang
ditakutkan oleh UMKM untuk mendapatkan pembiayaan. Beberapa
lembaga pembiayaan menawarkan suku bunga atau sistem bagi hasil
yang kompetitif. Suku bunga atau sistem bagi hasil ini diharapkan tidak
memberatkan UMKM dalam melakukan pembayaran. Untuk UMKM
yang baru memulai usaha, tersedia kredit usaha rakyat yang
menawarkan suku bunga yang rendah. Tetapi karena plafon pinjaman

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

62

yang rendah, UMKM banyak yang tidak menggunakannya dan lebih


memilih produk kredit usaha lainnya.
4) Sistem Pembayaran Fleksibel
Inovasi

sistem

pembayaran

juga

merupakan

peran

lembaga

pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Sistem pick up harian yang


diterapkan bagi pedagang di pasar membawa keuntungan bagi kedua
pihak. Bagi lembaga pembiayaan, sistem ini dapat menekan angka Non
Performing Loan karena menjamin ketersediaan dana untuk membayar
cicilan pada akhir bulan. Bagi UMKM, sistem penarikan harian
meringankan cicilan pembayaran dan menghemat waktu dan tenaga
untuk melakukan pembayaran.
5) Informasi Mudah Didapat
UMKM mudah mendapatkan informasi mengenai produk pinjaman yang
ditawarkan

oleh

lembaga

pembiayaan

bank

ataupun

lembaga

pembiayaan non bank. Informasi yang paling banyak adalah dari sales
dan teman/keluarga. Kemudahan akses informasi dan fasilitasi untuk
mendapatkan pinjaman menunjukkan peran lembaga pembiayaan telah
dijalankan sebagai alternatif sumber pembiayaan.

Meskipun peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM


telah dijalankan, tetapi terdapat kendala bagi sebagian UMKM untuk
mendapatkan akses tersebut. Kendala yang utama adalah persyaratan
agunan. Memang untuk beberapa program dari pemerintah, agunan tidak
dipersyaratkan, tetapi plafon yang diberikan juga tidak terlalu besar. Jika UMKM
menginginkan

mendapatkan

dana

yang

besar,

maka

UMKM

harus

menyediakan agunan sebagai jaminan pembayaran pinjaman. Jika UMKM


membutuhkan dana yang besar tetapi tidak memiliki agunan, maka UMKM
terpaksa mengambil produk kredit tanpa agunan atau meminjam kepada bank
keliling. Hal ini menimbulkan konsekuensi UMKM harus membayar bunga yang
lebih tinggi, yang akan menjadi masalah di kemudian hari.

4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM


Peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM kedua
adalah sebagai fasilitator dalam pengembangan UMKM. Peran ini menuntut
lembaga pembiayaan berperan aktif untuk menampung dan memberikan
pendampingan kepada UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

63

usahanya. Analisis terhadap peran ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu peran
lembaga pembiayaan sebagai fasilitator manajemen, fasilitator pemasaran dan
fasilitator pengelolaan keuangan.
Lembaga pembiayaan diharapkan tidak hanya menggulirkan dana saja
tetapi juga memberikan bantuan teknis kepada UMKM pada tiga aspek di atas.
Dengan adanya bantuan teknis yang diberikan kepada UMKM, diharapkan usaha
UMKM dapat berjalan dan berkembang lebih baik.
a. Fasilitator Manajemen
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator di bidang manajemen
mengukur sejauh mana lembaga pembiayaan memberikan bantuan teknis dalam
bidang

manajemen

seperti

pengurusan

ijin

usaha,

pengurusan

kredit,

pengelolaan SDM, pelatihan penggunaan IT, membuat manajemen usaha lebih


baik dan membantu membuat rencana bisnis. Berdasarkan hasil penelitian,
89,9%

responden

menjawab

bahwa

lembaga

pembiayaan

memiliki

kecenderungan tidak pernah membantu pengurusan ijin usaha. Peran lembaga


pembiayaan dalam hal membantu pengurusan ijin usaha dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4.2
Membantu Pengurusan Izin Usaha
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini


(%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

78,0

43,9

Sangat Jarang

5,1

8,8

Jarang

6,8

10,5

Sering

5,1

22,8

Sangat Sering

5,1

14,0

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Jika melihat harapan UMKM terhadap peran ini, maka 36,8% UMKM
mengharapkan lembaga pembiayaan dapat membantu melakukan pengurusan
izin usaha. Pengurusan izin usaha yang dimaksud adalah pengurusan izin
usaha dalam rangka pengembangan misalnya ijin BPOM dan sertifikat halal
untuk

makanan.

Meskipun

demikian

63,4%

responden

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

merasa

tidak

64

memerlukan bantuan ini karena pengurusan izin usaha merupakan kepentingan


masing-masing UMKM. Selain itu juga terdapat UMKM yang senang mengurus
izin usahanya sendiri dibandingkan diurusi oleh pihak lain.
Hal yang sama juga terjadi pada peran lembaga pembiayaan dalam
membantu pengurusan kredit atau pinjaman. 66,1% responden menyatakan
bahwa lembaga pembiayaan cenderung tidak membantu dalam pengurusan
kredit usaha. Sedangkan 33,9% lainnya menyatakan lembaga pembiayaan
cukup membantu pengurusan kredit melalui sales atau sejenisnya.
Tabel 4.3
Membantu Pengurusan Kredit
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

57,6

29,8

Sangat Jarang

5,1

15,8

Jarang

3,4

7,0

Sering

25,4

17,5

Sangat Sering

8,5

29,8

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Berdasarkan tabel di atas,

47,4% UMKM mengharapkan lembaga

pembiayaan membantu dalam pengurusan kredit. Bantuan pengurusan kredit


yang dibutuhkan oleh UMKM terutama terkait dengan data kemampuan
keuangan yang harus diberikan oleh UMKM kepada lembaga pembiayaan.
Selain bantuan pengurusan surat-surat di atas, lembaga pembiayaan
diharapkan juga memberikan bantuan teknis di bidang manajemen berupa
pelatihan. Pelatihan yang diberikan di bidang manajemen terkait dengan
pengelolaan SDM dan penggunaan IT yang saat ini dibutuhkan oleh UMKM
dalam rangka perluasan pasar.
Berdasarkan tabel di bawah, terlihat bahwa UMKM yang menjadi
responden sebagian besar 98,3% tidak mendapatkan pelatihan pengelolaan
SDM. Hasil ini sesuai dengan karakteristik responden di atas yang menyatakan
bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki karyawan sehingga pelatihan ini
dianggap tidak terlalu penting bagi UMKM.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

65

Tabel 4.4
Pelatihan Pengelolaan SDM
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

78,0

46,6

Sangat Jarang

13,6

10,3

Jarang

6,8

12,1

Sering

1,7

22,4

8,6

100,0

100,0

Sangat Sering
Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Meskipun demikian, 31% UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan


memberikann pelatihan ini di masa yang akan datang. Sebagian lainnya tetap
menganggap bahwa pelatihan ini belum terlalu dibutuhkan karena belum
memiliki pegawai dalam jumlah yang banyak.

Tabel 4.5
Pelatihan Penggunaan IT
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

84,7

46,6

Sangat Jarang

11,9

8,6

Jarang

10,3

Sering

3,4

27,6

6,9

100,0

100,0

Sangat Sering
Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Demikian juga halnya dengan pelatihan penggunaan IT. Sebagian besar


responden (96,6%) merasa tidak memerlukan IT dalam usahanya. Hal ini
disebabkan sifat usaha yang dilakukan masih tradisional dan belum melalui
daring (online). Meskipun demikian terdapat harapan dari para UMKM (34,5%)
untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan teknologi informasi
yang ada seperti yang terlihat pada tabel di atas.
Selain bantuan teknis berupa pelatihan, lembaga pembiayaan juga
diharapkan dapat membuat manajemen usaha lebih bagus dengan membantu
membuat rencana bisnis bagi pengembangan selanjutnya. Para responden
menjawab bahwa lembaga pembiayaan cenderung jarang membantu membuat
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

66

manajemen usaha lebih baik. Peran ini sebenarnya dapat dilakukan dengan
memberikan saran penataan barang dagangan, rasa makanan, penataan
tempat usaha dan lain-lain.

Tabel 4.6
Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

69,5

34,5

Sangat Jarang

11,9

12,1

Jarang

1,7

10.3

Sering

13,6

24,1

Sangat Sering

3,4

19,0

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Seiring dengan perkembangan usaha, para UMKM juga mengharapkan


lembaga pembiayaan memberikan pendampingan agar manajemen usaha
yang dilakukan menjadi lebih baik lagi. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan
pada tabel di atas untuk kolom kondisi yang diharapkan.

Tabel 4.7
Membantu Membuat Rencana Bisnis
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

72,4

42,1

Sangat Jarang

13,8

7,0

Jarang

3,4

10,5

Sering

1,7

24,6

Sangat Sering

8,6

15,8

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Setiap kali UMKM mengajukan permohonan untuk mendapatkan


pinjaman dari lembaga pembiayaan, UMKM harus menyertakan rencana bisnis
yang memuat rencana pengembangan usaha dan penggunaan dana yang
diterima. Untuk itu bantuan teknis membuat rencana bisnis sangat dibutuhkan
oleh

para

UMKM

dalam

mengembangkan

usahanya.

Tabel

di

atas

memperlihatkan bahwa saat ini lembaga pembiayaan hampir tidak pernah


Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

67

(89,6%) membantu membuat rencana bisnis. Ke depannya, diharapkan


lembaga pembiayaan dapat membantu UMKM membuat rencana bisnis.
Dengan

menggunakan

olahan

SPSS,

maka

Peran

lembaga

pembiayaan sebagai fasilitator manajemen terbagi menjadi dua bagian besar


yaitu:
a) Legalitas
Peran lembaga pembiayaan

dalam

hal membantu pengurusan

legalitas usaha merupakan peran yang diharapkan oleh UMKM dalam


menjalankan usahanya. Pengurusan legalitas secara kolektif, selain
mempermudah juga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang
dikeluarkan.
b) Pengelolaan dan Pengembangan Usaha
Peran

lembaga

pembiayaan

dalam

hal

pengelolaan

dan

pengembangan usaha juga merupakan peran yang diharapkan.


Meskipun saat ini tidak dibutuhkan oleh UMKM, tetapi dalam jangka
panjang,

UMKM

mengharapkan

usahanya

dapat

dikelola

lebih

profesional dan meningkat dalam hal manajemen.

b. Fasilitator Pemasaran
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pada aspek pemasaran
sangat merupakan peran yang dianggap penting oleh UMKM. Jaringan
lembaga pembiayaan yang luas serta variasi nasabah yang banyak
memungkinkan lembaga pembiayaan untuk menjadi fasilitator dalam aspek
pemasaran. Berikut hal-hal yang ditanyakan terkait dengan aspek pemasaran.
Aspek pemasaran pertama adalah lembaga pembiayaan mencarikan
pelanggan yang baru. Untuk pertanyaan ini 100% responden menjawab tidak
pernah.

Terdapat responden yang menganggap bahwa hal ini bukan

merupakan inti dari lembaga pembiayaan, atau tidak ada hubungannya dengan
lembaga pembiayaan. Sehingga kondisi ini dimaklumi oleh para UMKM jika
tidak

terdapat pelanggan

baru

yang direkomendasikan oleh

lembaga

pembiayaan, seperti yang terdapat pada tabel di bawah.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

68

Tabel 4.8
Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain
Pernyataan

Peran Lembaga
Pembiayaan

Mencarikan

Pelanggan

Baru

Mempromosikan
Orang Lain

Kepada

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

96,6

45,6

Sangat Jarang

3,4

1,8

Jarang

14,0

Sering

29,8

Sangat Sering

8,8

Total

100,0

100,0

Tidak Pernah

91,5

40,4

Sangat Jarang

5,1

0,0

Jarang

0,0

17,5

Sering

3,4

26,3

Sangat Sering

0,0

15,8

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Meskipun demikian, UMKM tetap mengharapkan peran lembaga


pembiayaan untuk mencarikan pelanggan baru dalam usahanya (jika
memungkinkan). Tetapi sebagian lainnya tetap beranggapan bahwa hal ini
bukan kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pembiayaan sehingga
45,6%

menyatakan

tidak

pernah

(memerlukan)

lembaga

pembiayaan

mencarikan pelanggan baru.


Pengikutsertaan UMKM dalam pameran juga merupakan wujud peran
lembaga pembiayaan sebagai fasilitator aspek pemasaran. Merujuk pada tabel
di bawah, hanya 1,7% yang sering diikutsertakan dalam pameran, sedangkan
sisanya menyatakan tidak pernah diikutsertakan. Seringkali UMKM senang
untuk diikutsertakan dalam pameran, tetapi tidak terlalu sering karena alasan
repot dan tidak ada karyawan.
Meskipun demikian berdasarkan hasil penelitian, maka 31,6% UMKM
berharap sering diikutksertakan dalam pameran. Hal ini disebabkan karena
pameran dapat dijadikan sebagai sarana memperkenalkan usaha dan produk
kepada konsumen. Selain itu penghasilan yang diperoleh pada saat pameran
kadang kala lebih besar. Tabel berikut di bawah menunjukkan kondisi saat ini
dan harapan untuk peran tersebut.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

69

Tabel 4.9
Mengikutsertakan dalam pameran
Peran Lembaga

Kondisi Saat Ini (%)

Pembiayaan

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

95,0

54,4

Sangat Jarang

1,7

1,8

Jarang

0,0

12,8

Sering

1,7

19,3

Sangat Sering

0,0

12,3

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Selain mengikutsertakan dalam pameran, lembaga pembiayaan juga


dapat menjadi fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya menggunakan dana CSR dari lembaga
pembiayaan atau kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan pengelola
pasar atau kios. Tabel di bawah menunjukkan peranan lembaga pembiayaan
sebagai fasilitator penyediaan tempat usaha untuk kondisi saat ini dan yang
diharapkan.

Tabel 4.10
Menyediakan Tempat Usaha
Peran Lembaga

Kondisi Saat Ini (%)

Pembiayaan

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

98,3

50,9

Sangat Jarang

1,7

0,0

Jarang

0,0

14,0

Sering

0,0

24,6

Sangat Sering

0,0

10,5

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Kondisi saat memperlihatkan bahwa lembaga pembiayaan belum


berperan sebagai fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Para UMKM
mengharapkan ke depannya, lembaga pembiayaan dapat memfasilitasi UMKM
untuk mendapatkan tempat usaha yang lebih baik lagi.
Selain itu, dalam melakukan usahanya, UMKM kerapkali dituntut untuk
selalu melakukan inovasi-inovasi agar tidak tertinggal dan ditinggalkan oleh
konsumen.

Dalam

hal

ini,

lembaga

pembiayaan

dapat

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

melakukan

70

pendampingan bagi UMKM untuk melakukan inovasi dalam usaha. Kondisi saat
ini menunjukkan bahwa lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan
pendampingan UMKM untuk melakukan inovasi usaha. Meskipun demikian ada
juga lembaga pembiayaan yang menjalankan peran ini. Para UMKM
mengharapkan adanya pendampingan untuk melakukan inovasi, seperti yang
diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.11
Pendampingan Berinovasi
Peran Lembaga

Kondisi Saat Ini (%)

Pembiayaan

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

91,5

33,3

Sangat Jarang

6,8

7,0

Jarang

0,0

17,5

Sering

1,7

24,6

Sangat Sering

0,0

17,5

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013

Peran lembaga pembiayaan dalam aspek pemasaran secara signifikan


dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:
a. Mengikutsertakan dalam ajang promosi seperti pameran
Pelanggan merupakan hal yang penting bagi setiap usaha apapun
jenisnya. Untuk itu lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi UMKM
untuk mendapatkan pelanggan baru. Fasilitasi ini dapat berupa
mengikutsertakan dalam ajang promosi yang diselenggarakan seperti
pameran.
b. Fasilitasi tempat usaha
Tempat usaha yang baik juga menjadi prioritas bagi UMKM di sektor
perdagangan. Letak yang strategis dan banyak pengunjungnya selalu
menjadi idola setiap pedagang. Dalam hal ini, lembaga pembiayaan
diharapkan dapat memfasilitasi pendirian atau penyediaan tempat
usaha bagi UMKM.
c. Pendampingan Inovasi Usaha
Change or die merupakan slogan bagi siapapun untuk tetap melakukan
perubahan.

Hal

yang

sama

berlaku

untuk

UMKM

perdagangan. Inovasi harus tetap dilakukan agar

di

sektor

usaha yang

dijalankan tetap diminati oleh pelanggan. Dalam upaya melakukan


Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

71

inovasi

ini,

peran

lembaga

pembiayaan

untuk

melakukan

pendampingan inovasi usaha dibutuhkan oleh para UMKM. Jaringan


yang luas memungkinkan lembaga pembiayaan untuk memberikan
saran bagi para UMKM dengan memberikan contoh dari best practice
yang sudah ada.
c. Fasilitator Pengelolaan Keuangan
Lembaga pembiayaan juga berperan untuk memberikan bantuan teknis
dalam hal pengelolaan keuangan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa UMKM
memiliki kelemahan dalam pengelolaan keuangan. Seringkali tidak ada
pemisahan antara rekening pribadi dengan rekening usaha, sehingga dana
yang seharusnya digunakan untuk usaha akhirnya digunakan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Dalam hal pengelolaan keuangan, lembaga pembiayaan
berperan sebagai fasilitator dalam pengelolaan keuangan. Bentuk fasilitasi ini
dapat dalam bentuk membuat pembukuan dan laporan keuangan, pelatihan
dan pendampingan misalnya pelatihan perpajakan dan pendampingan
pemanfaatan dana. Semua peran ini dilakukan dalam rangka meningkatkan
usaha sehingga penghasilan UMKM misalnya dalam bentuk omzet juga
meningkat.
Terkait dengan peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator dalam
pembuatan pembukuan dan laporan keuangan, 100% UMKM merespon bahwa
lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan hal ini. Pembuatan pembukuan
dan laporan keuangan penting bagi UMKM. Dengan adanya pembukuan dan
laporan

keuangan, UMKM

dapat melihat

perkembangan

usaha

yang

dimilikinya. Apabila usaha sedang naik, maka UMKM dapat melakukan rencana
pengembangan.

Sebaliknya,

jika

dilihat

perkembangannya

mengalami

penurunan, maka dengan cepat UMKM dapat melakukan tindakan pencegahan


agar usahanya tidak terus mengalami penurunan.
Pentingnya pembukuan dan laporan keuangan ini juga dirasakan UMKM
pada saat akan mengajukan pinjaman kepada lembaga pembiayaan. Hampir
semua lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya data keuangan usaha.
Untuk itu UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan membantu UMKM
membuat pembukuan dan laporan keuangan. Meskipun ada juga yang tidak
mengharapkan bantuan ini dengan alasan lebih senang mengerjakannya
sendiri.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

72

Tabel 4.12
Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan
Peran Lembaga

Pernyataan
Membantu

Pembiayaan

Membuat

Pembukuan

Membantu

Membuat

Laporan Keuangan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

93,1

Sangat Jarang

1,7

8,6

Jarang

5,2

20,7

Sering

0,0

17,2

Sangat Sering

0,0

13,8

Total

100,0

100,0

Tidak Pernah

96,6

41,4

Sangat Jarang

1,7

8,6

Jarang

1,7

19,0

Sering

0,0

20,7

Sangat Sering

0,0

10,3

100,0

100,0

Total

39,7

Sumber: Data Olahan, 2013

Selain

fasilitasi pembuatan

pembukuan

dan laporan keuangan,

lembaga pembiayaan juga berperan dalam melakukan fasilitasi pelatihan dan


pendampingan bagi UMKM. Pelatihan yang terkait dengan keuangan misalnya
pelatihan perpajakan. Seperti yang telah diketahui, bahwa saat ini pemerintah
berencana untuk mengenakan pajak kepada UMKM. Sebagian besar UMKM
telah memiliki NPWP, oleh sebab itu, UMKM juga berwajiban untuk melaporkan
pajak penghasilan dari usahanya. Agar tidak salah dalam pembayaran dan
pengisian pajak, lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi di bidang perpajakan
dengan mengadakan pelatihan perpajakan bagi UMKM.
Walaupun penting, saat ini lembaga pembiayaan tidak atau sangat
jarang mengadakan pelatihan perpajakan. UMKM (28,8%) mengharapkan
adanya pelatihan perpajakan bagi UMKM.
Selain pelatihan, lembaga pembiayaan juga melakukan pendampingan
bagi

UMKM

Pendampingan

untuk
yang

mengawasi
dilakukan

pemanfaatan

dapat

dalam

dana
bentuk

yang

dipinjam.

formal melalui

pemeriksaan secara berkala. Selain itu pendampingan juga dapat dilakukan


dalam bentuk informal yang diistilahkan dengan coachinng atau mantri untuk
lembaga pembiayaan tertentu.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

73

Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, bahwa 81% responden


mengatakan

bahwa

lembaga

pembiayaan

tidak

pernah

melakukan

pendampingan pemanfaaatan dana yang dipinjam. Hal ini menjadi suatu risiko
baik bagi UMKM maupun bagi lembaga pembiayaan tersebut. Bagi UMKM,
risiko yang dihadapi adalah kemungkinan dana digunakan untuk konsumtif dan
bukan untuk produktif. Bagi lembaga pembiayaan, risiko yang dihadapi adalah
adanya kemungkinan kredit macet. Hanya 10,3% lembaga pembiayaan yang
telah melakukan pendampingan pemanfaatan dana.
Harapan UMKM (32,70%) akan peranan lembaga pembiayaan, selain
memberikan

dana

pinjaman,

lembaga

pembiayaan

juga

melakukan

pendampingan pemanfaatan dana secara berkala. Sebagian lainnya 22,4%


UMKM mengharapkan lembaga

pembiayaan melakukan

pendampingan

pemanfaatan dana minimal setahun sekali. Sedangkan sisanya beranggapan


tidak memerlukan adanya pendampingan penggunaan dana.

Tabel 4.13
Pelatihan dan Pendampingan
Peran Lembaga

Pernyataan
Pelatihan Perpajakan

Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Pernah

98,3

58,6

Sangat Jarang

1,7

1,7

Jarang

0,0

13,8

Sering

0,0

15,5

Sangat Sering

0,0

10,3

Total

100,0

100,0

Pendampingan

Tidak Pernah

81,0

43,1

Pemanfaatan Dana

Sangat Jarang

0,0

1,7

Jarang

8,6

22,4

Sering

8,6

17,2

Sangat Sering

1,7

15,5

100,0

100,0

Total

Sumber: Data Olahan, 2013


Peningkatan omzet usaha merupakan tujuan bagi setiap UMKM. Untuk
mencapai hal ini, maka UMKM berusaha memperluas usaha, menambah
barang dagangan, melakukan pengembangan usaha. Alasan ini juga yang
mendasari UMKM membutuhkan dana dari lembaga pembiayaan, dengan
harapan setelah meminjam, omzet yang dimiliki dapat meningkat.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

74

Tabel di bawah menunjukkan saat ini sebagian UMKM (55,18%) yang


meminjam pada lembaga pembiayaan mengalami peningkatan omzet usaha.
Hal ini disebabkan karena peranan lembaga pembiayaan selain memberikan
dana yang dibutuhkan juga dilakukan proses pendampingan.
Harapan

sebagian

UMKM (87,8%),

usahanya

terus

mengalami

peningkatan. Sedangkan sisanya bukannya tidak menginginkan adanya


peningkatan omzet, tetapi karena adanya kendala-kendala yang dihadapi,
UMKM ini cukup bersyukur dengan omzet yang tidak menurun. Sebagai contoh
UMKM yang berdagang di sekitar kampus, maka omzetnya tergantung dari
kehidupan kampus. Jika kampus libur, maka omzet akan mengalami
penurunan. Dengan demikian, UMKM berharap minimal omzet yang dimilikinya
tidak mengalami penurunan meskipun tidak mengalami peningkatan juga.

Tabel 4.14
Omzet Usaha Meningkat
Peran Lembaga
Pembiayaan

Kondisi Saat Ini (%)

Kondisi Diharapkan
(%)

Tidak Meningkat

39,66

12,1

Kurang Meningkat

5,17

0,0

Agak Meningkat

18,97

8,6

Meningkat

27,59

24,1

Sangat Meningkat

8,62

55,2

Total

100,0

100,0

Sumber: Data Olahan, 2013

Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pengelolaan keuangan


dapat dibagi menjadi dua bagian besar:
a.Pembuatan pembukuan dan laporan keuangan
Pembuatan

pembukuan

merupakan

langkah

awal

bagi

UMKM

memisahkan dana yang akan digunakan untuk pribadi dengan dana


yang digunakan untuk usaha. Untuk itu lembaga pembiayaan,
hendaknya membantu dan mendorong UMKM untuk tertib dan disiplin
dalam membuat pembukuan dan laporan keuangan usaha. Dengan
demikian UMKM memiliki rekam jejak usaha secara komprehensif.
b.Pelatihan dan Pendampingan Penggunaan Dana
Meskipun sebagian besar UMKM menyadari bahwa dana yang dipinjam
harus dipergunakan untuk usaha, tetapi pada prakteknya seringkali

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

75

terjadi penyimpangan. Untuk mengurangi penyimpangan tersebut, maka


peran

lembaga

pembiayaan

untuk

melakukan

pendampingan

pemanfaatan dana harus dilakukan.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

76

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan peran lembaga

pembiayaan dalam pengembangan UMKM sebagai berikut:


a. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum
dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga
pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan
lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan
jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan
masih besar.
b. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan
informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya
kesulitan pembayaran.
c. Dalam

hal pembayaran

kredit/pinjaman,

lembaga

pembiayaan

telah

melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih


agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah
menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan jemput bola
dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga
pembiayaan baik bank maupun non bank.
d. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga
serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah
atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga
pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan
secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.
e. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga
atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi
lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi
kecil.
f.

Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM


untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk
mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

77

mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat


usaha.
g. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat
penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan.
Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk
membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
h. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan
yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan
aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM
yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.
i.

Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan


pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif.
Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak
terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji,
membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.

j.

Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan


peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM
yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya
pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian
besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan
pribadi dengan usaha.

5.2.

Rekomendasi
Dalam rangka pengembangan UMKM melalui lembaga pembiayaan, maka

berikut rekomendasi yang dapat dilakukan sebagai berikut


k. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan
UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan
maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang
eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya
koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki
core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan
linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya.
l.

Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan


bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada
UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

78

m. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan


lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM,
sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini
dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan
usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean
pada tahun 2015
n. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari
lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara
periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan.

Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM

79

You might also like