You are on page 1of 39

ARDS (SindromGawatNafasDewasa)

A. PENGERTIAN
Acute

Respiratory

Distress

Syndrome

(ARDS) merupakankerusakanparu

total

akibat berbagaietiologi. Keadaaninidapatdipicuolehberbagaihal, misalnya sepsis, pneumonia


viralataubakterial, aspirasiisilambung, trauma dada, syok yang berkepanjangan, terbakar,
embolilemak,

tenggelam,

transfusidarahmasif, bypass

perdarahan pankreatitisakut,

inhalasi

gas

kardiopulmonal,
beracun,

keracunan

O2 ,

sertakonsumsiobat-

obatantertentu. ADRS merupakankeadaandaruratmedis yang dipicuolehberbagai proses akut yang


berhubunganlangsungataupuntidaklangsungdengankerusakanparu (AryantoSuwondo, 2006)
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh karena
terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler maupun intraalveolar.
(Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan infiltrasi
pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat parah. ARDS pernah
dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran
kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom
ini tidak pernah timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang
terjadi.
Sindrom Gawat Nafas Dewasa atau ARDS juga dikenal dengan edema paru non kardiogenik
adalah sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan progesif kandungan oksigen arteri yang
terjadi setelah enyakit atau cedera serius. (Brunner& Suddart hal :615)
Sindrom gagal pernafasan(ARDS) merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat Nafas Dewasa
(ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang
ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera
serius. Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi

tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma
berbagai bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami
sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah.
Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi
oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum
timbul ARDS. ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan
dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary
arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin menjadi
bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus
pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi konsisten,
insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas tergantung pada
etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas di antara pasien
trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% 70%. Perbedaan sindrom
klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa
menghiraukan factor penyeba
Epidemiologi
ARDS (jugadisebutsyokparu)
akibatcederaparudimanasebelumnyaparusehat,sindrominimempengaruhikuranglebih

150.000

sampai 200.000 pasientiaptahun, denganlajumortalitas 65% untuksemuapasien yang mengalami


ARDS. Faktorresikomenonjoladalahsepsis.Kondisipencetus lain termasuk trauma mayor, KID,
tranfusidarah, aspirasitenggelam,inhalasiasapataukimia, gangguanmetaboliktoksik, pankreatitis,
eklamsia,

dankelebihandosisobat.

Perawatanakutsecarakhususmenanganiperawatankritisdenganintubasidanventilasimekanik
(Doenges 1999 hal 217).
Penderita

yang

bereaksibaikterhadappengobatan,

denganatautanpakelainanparu-parujangkapanjang.

biasanyaakansembuh

Padapenderita

yang

total,

menjalaniterapi

ventilator dalamwaktu yang lama, cenderungakanterbentukjaringanparut di paru-parunya.


Jaringanparuttertentumembaikbeberapabulansetelah ventilator dilepas.
Etiologi
ARDS berkembangsebagaiakibatkondisiataukejadianberbahayaberupa
trauma jaringanparubaiksecaralangsungmaupuntidaklangsung.
B. Penyebabnyabisapenyakitapapun,yangsecaralangsungataupuntidaklangsungmelukaiparuparu:
1. Trauma langsungpadaparu:
Pneumonovirus, bakteri, funga.
Aspirasicairanlambung.
Inhalasiasapberlebih.
Inhalasitoksin.
Menghisap O2 konsentrasitinggidalamwaktu lama.
2. Trauma tidaklangsung :
Sepsis.
Shock, lukabakarhebat.
DIC (DisseminetedIntravaskuler Coagulation).

Pankeatitis.
Uremia.
OverdosisObatseperti heroin, metadon, propoksifenatau aspirin.
Idiophatic (tidakdiketahui).
BedahCardiobaypass yang lama.
Transfusidarah yang banyak.
PIH (Pregnand Induced Hipertension).
Peningkatan TIK.
Terapiradiasi.
Trauma hebat, Cederapada dada.
3.
Gejalabiasanyamunculdalamwaktu
24-48
jam
setelahterjadinyapenyakitataucedera.
SGPA (sindromgawatpernafasanakut)
lainnya,

sepertihatiatauginjal.

adalahmerokoksigaret.Angkakejadian

seringkaliterjadibersamaandengankegagalan
Salah
SGPA

satufaktorresikodari

adalahsekitar

14

diantara

organ
SGPA
100.000

orang/tahun.MenurutHudak& Gallo (1997), gangguan yang dapatmencetuskanterjadinya ARDS

1.
2.
3.
4.

adalah:
Sistemik:
Syokkarenabeberapapenyebab.
Sepsis gram negative.
Hipotermia, Hipertermia.
Takarlajakobat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin).

5. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)


6. Eklampsiag.
Luka bakar Pulmonal :

Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistikkarinii)


Trauma (emboli lemak, kontusioparu).
Aspirasi ( cairangaster, tenggelam, cairanhidrokarbon)
Pneumositis Non-Pulmonal :
Cederakepala.
Peningkatan TIK.
Pascakardioversid. Pankreatitise. Uremia

C. Tanda Dan Gejala


1.
Pernapasan
yang

cepatsertadangkaldandispnea,

yang

terjadibeberapa

jam

hinggabeberapaharipascacederaawal.
Gejalainitimbulsebagaireaksiterhadappenurunankadaroksigendalamdarah.
2. Peningkatanfrekuensiventilasiakibathipoksemiadanefeknyapadapusatpnumotaksis.
3.
Retraksiinterkostaldan
suprasternal
akibatpeningkatandanupaya

yang

diperlukanuntukmengembangkanparu-paru yang kaku.


4. Ronchibasahdankering yang terdengardanterjadikarenapenumpukancairan di dalamparu-paru.
5. Gelisah, khawatirdankelambanan mental yang terjadikarenasel-selotakmengalamihipoksia.
6. Disfungsimotorik yang terjadikarenahipoksiaberlanjut.
7.
Takikardia
yang
8.

menandakanupayajantunguntukmemberikanlebihbanyaklagioksigenkepadaseldan organ vital.


Asidosisrespiratorik
yang
terjadiketikakarbondioksidabertumpuk
di

dalamdarahdankadaroksigenmenurun.
9. Asidosismetabolik yang padaakhirnyaakanterjadisebagaiakibatkegagalanmekanismekompensasi.
Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hipotensi.
Penurunankeluaran urine.
Asidosismetabolic.
Asidosisrespiratorik.
MODS.
Febrilasiventrikel.
Ventricular arrest
Diagnosis

1. Analisa gas daraharteri (awalnya PaO2kurangdari 60 mmHg dan PaCO2 kurangdari 35 mmHg).
Ketika ARDS semakinparahterjadiasidosisrespiratorik (PaCO2 di atas 45 mmHg).

2.

Keteterisasiarteripulmonalismembantuidentifikasipenyebab

edema

parudenganmengukurtekananbajiarteripulmonalis (PAWP/ pulmonary artery wedge pressure).


3.
Foto serial thorakspada stadium dinimemperlihatkaninfiltrat bilateral, pada stadium
lanjutdapatterlihatgambaran
kedualapangparu.
4.
Analisis

ground

glass

sputum

yang

danwarnaputih

yang

menyeluruh

meliputipewarnaan

di
gram

danpemeriksaankultursertasensitivitasmenunjukkanmikroorganismepenyababinfeksi.
5. Pemeriksaankulturdarah
6. Pemeriksaanskriningtoksikologi.
7. Pemeriksaankadaramilase serum dapatmenyingkirkankemungkinanpankreatitis.

D. Penanganankliendengan ARDS
1.

Pemberianoksigen

yang

diaturkelembabannyamelalui

masker

yang

pas

sehinggamemungkinkanpenggunaantekananpositifsalurannafas yang kontinu.


2. PEEP (positive end-expiratory pressure) padakeadaanhipoksemia yang tidakcukup responsive
terhadaptindakan di atas.
3. Hperkapnia yang diperbolehkanuntukmembatasipeak inspiratory pressure.
4. Obatgolongansedatif ,narkotikataupenyekatneuromuskulersepertipankuroniumbromida.
5. Pemberian sodium bikarbonat yang dapatmembalikkanasidosismetabolik yang berat.
6. Pemberiancairanivuntukmemperthankantekanandarahdenganmengatasihipovolemia.
7. Pemberianpreparatvasopresoruntukmenurunkantekanandarah.
8. Pemberianpreparatantimikrobauntukmengatasiinfeksinanvirus.
9. Pemberianpreparatdiuretikuntukmengurangi edema interstisieldan edema paru.
10. Koreksiketidakseimbanganelektrolitdanasam-basa.
11. Pembatasancairanuntukmencegahbertambahnya edema interstisieldan edema paru.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dengan pasien ARDS, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan ARDS meminta pertolongan dari tim
Kesehatan.
c. Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah
sesak napas berkurang apabila beristirahat?
2. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam
mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
3. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
5.

Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau

siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul
gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien
saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita ARDS, Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan ARDS
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual.
Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
f. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per systemdari
e.

observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3(Brain),


B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2dengan
pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau
koma.Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak

napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri
atasinspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi :
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya
tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi
pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat
banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.

Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan
dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di
dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,

teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus.

Perkusi :
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi
hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.

Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut
sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:

a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi

: Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.


: Denyut nadi perifer melemah.
: Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi

pleuramasif mendorong ke sisi sehat.


d) Auskultasi
: Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya
kengjungtiva anemis pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang

menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara
lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
1.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,

kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.


2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
4. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk
yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3. Intervensi Keperawatan
1.

Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,

kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
b. Mendemontrasikan batuk efektif.
c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi
Rasional
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang1. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sekret di saluran pernapasan.
rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat2.
Batuk yang tidak
pengontrolan batuk

terkontrol

adalah

melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan

frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk
3. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
setegak mungkin.
4. Pernapasan diafragma menurunkan frek.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 5 detik kemudian
5. Meningkatkan volume udara dalam paru
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
3.

6.
7.

8.
9.

mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke mempermudah pengeluaran sekresi sekret.


6.
Pengkajian ini membantu mengevaluasi
dua , tahan dan batukkan dari dada dengan
keefektifan upaya batuk klien.
melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
7. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien
dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
batuk.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan mengarah pada atelektasis.
8. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
yang adekuat; meningkatkan masukan
9.
Expextorant
untuk
memudahkan
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak
mengeluarkan lendir dan menevaluasi
kontraindikasi.
perbaikan kondisi klien atas pengembangan
Dorong atau berikan perawatan mulut yang
parunya.
baik setelah batuk.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter : pemberian expectoran,
pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.

Tujuan

: setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau

terkontrol
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol.
b. Pasien tampak rileks
1.

Intervensi
Rasional
Observasi karakteristik nyeri. Misalnya:1. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat

tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan diukur.


2. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan
karakter /lokasi/intensitas nyeri.
2. Pantau TTV.
bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya
3. Berikan tindakan nyaman. Misalnya: pijatan
bila alasan untuk perubahan tanda vital telah
punggung, perubahan posisi, musik tenang,
terlihat.
relaksasi/latihan nafas.
3. Tindakan non analgesik diberikan dengan
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan
sentuhan lembut dapat menghilangkan
sering.
ketidaknyamanan dan memperbesar efek
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik
terapi analgesik.
menekan dada selama episode batukikasi.
4. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat
6. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
mengiritasi dan mengeringkan membran
sesuai indikasi

mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.


5. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
sementara meningkatkan keefektifan upaya
batuk.
6. Obat ini dapat digunakan untuk menekan
batuk

non

produktif,

meningkatkan

kenyamanan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.

Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh 36C-37C

Intervensi
1. Kaji suhu tubuh pasien.
2. Beri kompres air hangat.
3. Berikan/anjurkan pasien

1.
untuk banyak

Rasional
Mengetahui

peningkatan

suhu

tubuh,

memudahkan intervensi.
2. Mengurangi panas dengan pemindahan

minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi).


panas secara konduksi. Air hangat
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
mengontrol pemindahan panas secara
yang tipis dan mudah menyerap keringat.
5. Observasi intake dan output, tanda vital perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau
(suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali menggigil.
3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
atau sesuai indikasi.
6. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan akibat evaporasi
4. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
pemberian obat sesuai program.
tipis mudah menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu tubuh.
5. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui
elektrolit

keseimbangan
dalam

tubuh.

cairan
Tanda

dan
vital

merupakan acuan untuk mengetahui keadaan


umum pasien.
6. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.

4.

Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan,

batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.

a.

Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan

bebas tanda malnutrisi.


b. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang
tepat.
Intervensi
Rasional
1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit,1.
Berguna dalam mendefinisikan derajat
timbang berat badan, integritas mukosa masalah dan intervensi yang tepat.
2.
Membantu intervensi kebutuhan yang
mulut, kemampuan menelan, adanya bising
spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
3. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
2. Kaji ulang pola diet pasien yang
4.
Dapat menentukan jenis diet dan
disukai/tidak disukai.
mengidentifikasi pemecahan masalah untuk
3. Monitor intake dan output secara periodik.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan meningkatkan intake nutrisi.
5. Membantu menghemat energi khusus saat
tetapkan jika ada hubungannya dengan
demam terjadi peningkatan metabolik.
medikasi.
Awasi
frekuensi,
volume,
6. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
obat-obat yang digunakan yang dapat
5. Anjurkan bedrest.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan merangsang muntah.
7.
Memaksimalkan intake nutrisi dan
sesudah tindakan pernapasan.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan menurunkan iritasi gaster.
8. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet
makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan
8. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan
metabolik dan diet.
komposisi diet.
5.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan

oksigen.

Tujuan

Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam
batas yang ditoleransi

Kriteria hasil :
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.

Intervensi
Rasional
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.1. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan
Catat

laporan

dispnea,

peningkatan pasien memudahkan pemilihan intervensi.


2.
Menurunkan stress dan rangsanagn

kelemahan atau kelelahan.


Berikan lingkungan tenang dan batasi berlebihan, meningkatkan istirahat.
3. Tirah baring dipertahankan selama fase akut
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana untuk menurunkan kebutuhan metabolic,
2.

pengobatandan

perlunya

keseimbangan menghemat energy untuk penyembuhan.


4. Pasien mungkin nyaman dengan kepala

aktivitas dan istirahat.


4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan
5.

istirahat.
Bantu aktivitas

perawatan

diri

yang5.

meja atau bantal.


Meminimalkan kelelahan dan membantu

diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.


aktivitas selama fase penyembuhan.

ASUHAN KEPERAWATAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)


Oleh : Rian Primadi Sukoco
Mahasiswa STIKES TRI MANDIRI SAKTI
Bengkulu

2.1 Definisi
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kerusakan pada total akibat
berbagai total akibat etiologi. Kedaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya
sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang

berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfusi darah masif, bypas


kardiopulmonal, keracunan O2, perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun,
serta konsumsi obat-obatan tertentu.
ARDS merupakan keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut
yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru
(Aryanto Suwondo, 2006). ARDS atau sindroma distres pernafasan dewasa (SDPD)
adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
berbagai penyebab pulmonal atau non-pulmonal (Hudak, 1997).
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler
maupun intraalveolar. (Prof. Dr. H. Tabrani Rab, 2000).
ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia berat, dispnea dan
infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit restriktif yang sangat
parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk syok paru, paru-paru
basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru, atelektasis kongestif
dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah timbul sebagai
penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

2.2 Epidemiologi
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total,
dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.
(http://medicastore.com/penykit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42,
14090)

2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan parubaik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa
penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1.

Trauma langsung pada paru

a.

Pneumoni viru, bakter, fungal

b.

Contusio paru

c.

Aspirasi cairan lambung

d.

Anhalasi asap berlebih

e.

Inhalasi toksin

f.

Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

2.

Trauma tidak langsung pada paru

a.

Sepsis

b.

Shock, luka bakar hebat, tenggelam

c.

DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)

d.

Pankreatitie

e.

Uremia

f.

Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen, atau aspirin

g.

Idiophatic

h.

Bedah kardiobypass yang lama

i.

Transfusi darah yang banyak

j.

PIH (Pregnand Induced Hipertension)

k.

Peningkatn TIK

l.

Terapi radiasi

m.

Trauma hebat, cedera pada dada

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau
cedera. SGPA (Sindrom Gawat Pernafasan Akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah 14 diantara 100.000
orang/tahun.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuska terjadinya ARDS
adalah:
1.

Sistematik

a.

Shock karena beberapa penyebab

b.

Sepsis gram negatif

c.

Hipotemia, hipertemia

d.

Takar lajak obat

e.

Gangguan hematologi

f.

Eklampsia

g.

Luka bakar

2.

Pulmonal

a.

Pneumonia

b.

Trauma

c.

Aspirasi

d.

Pneumositis

3.

Non-pulmonal

a.

Cedera kepala

b.

Peningkatan TIK

c.

Pasca kardioversi

d.

Pankreatitis

e.

Uremia

2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh
trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap sistem
tubuh ketimbang sistem pulmonari. Perubahan patofisiologis berikut ini
mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995):
1.
Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, Complemen cascade menjadi
aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2.
Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan
protein bocor ke dalam ruang interstitial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya
ke dalam ruang alveolar.

3.
Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli, maka
area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida menurun, sehingga
mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi (V/Q) dan hipoksemia.
4.
Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5.
Sel-sel normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang
tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan
alveolar.

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera
sebelum awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode
laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala.
Durasi sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang
tampak akan pulih dari ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit
pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.

2.6 Manifestasi Klinik


Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
Penurunan kesadaran mental
Takikardi, takipnea
Dispnea dengan kesulitan bernafas
Terdapat retraksi interkosta
Sianosis
Hipoksemia
Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

2.6 Diagnosa

Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari
pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat
dicurigai ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana
tidak terdapatpneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk
mempertahankan PO2. Kecurigaan terhadap ARDS bila didapatkan sesak napas
yang berat disertai dengan infiltrat yang luas padaparu yang terjadi secara akut
sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni,
bunyigallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk
dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak
terdapat pada ARDS.Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan
jugular tidak didapatkanpada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di
perifer sementara pada edemajantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium
cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema
jantung dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian oksigen dimana pada
edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh
lebih banyak dari pada edema paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan
ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik
komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 <
200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter.

2.7 Penatalakasanaan
Tujuan terapi:
a.

Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan, umumnya bersifat suportif

b.
Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
c.

Mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi)

Farmakologi:
a.

Inhalasi NO2 dan vasodilator lain

b.
Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
eosinofilik)
c.
Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes (mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS)

Non-farmakologi:
a.
Ventilasi mekanis
dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan
ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b.

Pembatasan cairan

c.

Pemberian surfaktan

tidak dianjurkan secara rutin

2.8 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
Defek difusi sedang
Hipoksemia selama latihan
Toksisitas oksigen
Sepsis

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Hipoksemia ( pe PaO2 )
Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada :
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru :
Pe komplain paru dan volume paru
Pirau kanan-kiri meningkat

No.

Diagnosa Keperawatan

Hasil yang diharapkan

Intervensi

Rasional
1.

Bersihan jalan napas, tidak efektif

Dihubungkan dengan :

Hipoperfusi

Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru

Meningkatnya tahanan jalan napas (edema interstisial)

Menunjukkan hilangnya dispnea

Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada ronki

Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan


napas

Mandiri

Catat perubahan upaya dan pola bernapas

Observasi penurunan ekspansi dinding dada dan adanya/peningkatan fremitus

Catat karakteristik bunyi napas


Catat karakteristik batuk (misal, menetap, efektif/tak efektif) juga produksi dan
karakteristik sputum.

Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai
kebutuhan.

Bantu dengan batuk/napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.

Kolaborasi

Berikan oksigen lembab, cairan IV; berikan kelembaban ruangan yang tepat.

Berikan terapi aerosol, nebuliser ultrasonik.


Bantu dengan/berikan fisioterapi dada, contoh drainase postural; perkusi
dada/vibrasi sesuai indikasi.

Berikan bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol (profentil), isoetarin


(bronkosol) dan agen mukolitik, contoh asetikistein (mucomyst), guaifenesin
(robitussin).

Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardia, hipertensi,
tremor, insomnia.

Penggunaan otot interkostal/abdominal dan pelebaran nasal menunjukkan


peningkatan upaya bernapas

Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema dan sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat
meningkatkan fremitus

Bunyi napas menunjukkan aliran udara melalui pohon trakeobronkial dan


dipengaruhi oleh adanya cairan, mukus, atau obstruksi aliran udara lain. Mengi
dapat merupakan bukti konstriksi bronkus atau penyempitan jalan napas
sehubungan dengan edema. Ronki dapat jelas tanpa batuk dan menunjukkan
pengumpulan mukus pada jalan napas.

Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada penyebab atau etiologi


gagal pernapasan. Sputum, bila adaa mungkin banyak, kental, berdarah, dan/atau
purulen.


Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien
dipengaruhi, misalnya, gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma
maksilofasial.

Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi atau edema paru dan bila pasien
tidak diintubasi, peningkatan masukkan cairan oral dapat
mengencerkan/meningkatkan pengeluaran.

Kelembaban menghilangkan dan memobilisasi sekret dan meningkatkan


transpor oksigen.

Pengobatan dibuat untuk mengirimkan oksigen/bronkodilatasi/kelembababan


dengan kuat pada alveoli dan untuk memobilisasi sekret.

Meningkatkan drainase/eliminasi sekret paru ke dalam sentral bronkus, dimana


dapat lebih siap dibatukan atau dihisap keluar. Meningkatkan efisiensi penggunaan
otot pernapasan dan membantu ekspansi alveoli.

Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus, menurunkan viskositas


sekret, memperbaiki ventilasi, dan memudahkan pembuangan sekret.

Memerlukan perubahan dosis/pilihan obat.

2.

Kerusakan pertukaran gas

Dihubungkan dengan:

Akumulasi protein dan cairan dalam interstisial/ area alveolar

Hipoventilasi alveolar

Kehilangan surfaktan menyebabkan kolaps alveolar

Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi adekuat dengan GDA dalam


rentang normal dan bebeas gejala distress pernapasan.

Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam kemampuan/situasi.

Mandiri

Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/ upaya


pernapasan atau perubahan pola napas.

Catat adanya/tak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh
krekels, mengi.

Kaji adanya sianosis


Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, geelisah, bingung,
somnolen.

Auskultasi frekuensi jantung dan irama.

Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.

Tunjukkan/ dorong penggunaan napas bibir bila diindikasikan.

Berikan oksiogen lembab dengan masker CPAP sesuai indikasi.

Bantu dengan/ berikan tindakan IPPB.

Kaji seri foto dada.

Awasi/ gambarkan seri GDA/ oksimetri nadi.


Berikan obat sesuai indikasi contoh steroid, antibiotik, bronkodilator,
ekspektoran.

Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan peningkatan


upaya pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.

Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.
Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi
bronkus dan / atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mukus/edema.

Penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi sebelum


sianosis. Sianosis sentral dari organ hangat contoh, lidah, bibir, dan daun telinga,
adalah paling indikatif dari hipoksemia sistematik. Sianosis perifer kuku/ekstremitas
sehubungn dengan vasokonstriksi.

Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asidosis,

Hipoksemia dapat menyebabkan mudah terangsang pada miokardium,


menghasilkan berbagai distritmia.

Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.

Dapat membantu khususnya untuk pasien yang sembuh dari penyakit


lama/berat, mengakibatkan destruksi parenkim paru.

Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran, dengan ttekanan jalan


napas positif kontinu.

Meningkatkan ekspansi penuh paru untuk memperbaiki oksigenasi dan untuk


memberikan obat nebuliser ke dalam jalan napas. Instubasi dan dukungan ventilasi
diberikan bila PaO2 kurang dari 60 mmHg dan tidak berespon terhadap peningkatan
oksigen murni (FIP2).

Menunjukkan kemajuan atau kemunduran kongesti paru.

Menunjukkan ventilasi atrau oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan


sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan
terapi.

Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau dibuat untuk
memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi
fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menunrunkan inflamasi dan
meningkatkan produksi surfakta. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan
jalan napas. Antibiotik dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk
mengobati patogen penyebab.
3.

Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan.

Menunjukkan volume cairan normal yang dibuktikan oleh TD, kecepatan nadi, berat
badan, dan haluaran urin dalam batas normal.

Mandiri

Awasi tanda vital, contoh TD, frekuensi jantung, nadi (kesamaan dan volume).

Catat perubahan mental, turgor kulit, hidrasi, membran mukosa, dan karakter
sputum.


Ukur/hitung masukan, keluaran, dan keseimbangan cairan. Catat kehilangan
tak tampak.

Timbang berat badan tiap hari

Kolaborasi

Berikan cairan IV dalam observasi ketat/dengan alat kontrol sesuai indikasi.

Awasi/ganti elektrolit sesuai indikasi

Kekurangan/ perpindahan cairan meningkatkan frekuensi jantung, menurunkan


TD, dan menguragi volume nadi.

Penurunan curah jantung mempengaruhi perfusi/fungsi serebral. Kekurangan


ciran juga dapat diidentifikasi dengan penurunan turgoe kulit, membran mukosa
kering, dan viskositas sekret kental.

Memberikan informasi tentang status cairan umum. Kecenderungn


keseimbangan cairan negatif dapat menunjukkan terjadinya defisit.

Perubahan cepat menunjukkan gangguan dalam air tubuh total.

Memperbaiki/ mempertahankan volume sirkulasi dan tekanan osmotik. Catatan:


meskipun kekurangan cairan, pemberian dpat mengakibatkan peningkatan kongesti
paru, pengaruh negatif fungsi pernapasan.

Elektrolit khususnya kalium dan natrium mungkin menurun sebagai akibat


terapi deuretik.
4.

Ansietas/ ketakutan.

Dihubungkan dengan :

Krisis situasi

Perubahan status kesehatan; takut mati

Faktor psikologis (efek hipoksemia)

Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk mengatasinya.

Mengakui dan mendiskusikan takut.

Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat


ditangani.

Menunjukkan pemecahan masalah dan penggunaan sumber efektif.

Mandiri

Observasi peningkatan kegagalan pernapasan, agitasi, gelisah, emosi labil.

Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsang. Jadwalkan prawatan


dan prosedur untuk memberikan periode istirahat tak terganggu.

Tunjukkan/ bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan imajinasi.

Identifikasi persepsi pasien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.

Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Akui kenyataan stres tanpa menyangkal atau meyakinkan bahwa segalanya


akan baik. Berikan informasi tentang tindakan yang akan diambil untuk
memperbaiki/menghilangkan kondisi.

Identifikasi teknik yang telah digunakan pasien sebelumnya untuk mengatasi


ansietas.

Bantu orang terdekat untuk berespons positif pada pasien/situasi.

Kolaborasi

Berikan sedatif sesuai indikasi dan awasi efek merugikan.

Memburuknya hipoksemia dapat menyebabkan atau meningkatkan ansietas.

Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi dan penghematan


energi.

Memberikan kesempatan untuk pasien menangani ansietasnya sendiri dan


merasa terkontrol.

Membantu pengenalan ansietas/takut dan mengidentifikasi tindakan yang


dapat membantu untuk individu.

Langkah awal dalam mengatasi perasaan adlah terhadap identifikasi dan


ekspresi. Mendorong penerimaan situasi dan kemampuan diri untuk mengatasi.

Membantu pasien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat
ansietas/ takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu, karena baik
perawat dan pasien mengetahui hasil akhirnya.


Fokus perhatian pada ketrampilan pasien yang telah dilalui, meningkatkan rasa
kontrol diri.

Meningkatkan penurunan ansietas melihat orang lain tetap tenang. Karena


ansietas dapat menular, bila orang terdekat/staf memperlihatkan ansietas mereka.
Kemampuan koping pasien dapat dengan mudah dipengaruhi.
\

Mungkin diperlukan untuk membantu menangani ansieata dan meningkatkan


istirahat. Namun efek samping seperti depresi pernapasan dapat membatasi atau
kontraindikasi untuk menggunakannya.

5.

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, kebutuhan terapi

Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.

Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan perhatian


medik.

Membuat rencana untuk perawatan lanjut.

Mandiri

Pacu belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Berikan informasi dalam cara
yang jelas/ringkas. Kaji potensial kerja sama dalam program pengobatan di rumah.
Termasuk orang terdekat sesuai indikasi.

Berikan informasi yang berpusat pada penyebab/ timbulnya proses penyakit


pada pasien/orang terdekat.

Anjurkan dalam tindakan pencegahan, bila diperlukan. Diskusikan menghindari


kerja berlebihan dan pentingnya mempertahankan periode istirahat teratur. Hindari
lingkungan dingin dan orang yang sedang terinfeksi.

Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, contoh tujuan, efek
samping, rute, dosis, jadwal.

Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan tinggi


kalori.

Berikan pedoman untuk aktifias.


Tunjukkan teknik bernapas adqaptif dan cara menurunkan kebutuhan energi
selama melakukan aktifitas sehari-hari.

Diskusikan evalusai perawatan, contoh kunjungan dokter, tes diagnostik fungsi


paru, dan tanda/gejala yang memelukan evaluasi/intervensi.

Bantu membuat rencana memenuhi kebutuhan individu setelah pulang.


Identifikasi/rujuk ke sumber yang tepat, contoh perawat kunjungan, agen kesehatan
di rumah, meal on wheels, Amblicab.

Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat menghambat lingkup


perhatian pasien, konsentrasi dan energi untuk penerimaaan informasi/tugas baru.
Khususnya orang terdekat memerlukan keterlibatan bila proses penyakit berat atau
berubah untuk batasan kesembuhan.

SDPD adalah komplikasi dari proses lain, bukan diagnosa utama. Pasien/orang
terdekat serig bingung dengan terjadinya pada sistem pernapasan sehat
sebelumnya.

Penurunan tahanan menetap selama periode waktu setelah operasi.


Kontrol/menghindari pemajanan pada faktor lingkungan, seperti asap/debu, reaksi
alergis, atau infeksi diperlukan untuk menghindari komplikasi lanjut.


Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memampukan pasien untuk
mengikuti dengan tepat program pengobatan.

Pasien dengan masalah pernapasan berat biasanya mengalami penurunan


berat badan dan anoreksia sehingga memerlukan peningkatan nutrisi untuk
penyembuhan.

Pasien harus menghindari terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahat dan
aktivutas untuk meningkatkan regangan/stamina dan mencegah
konsumsi/kbutuhan oksigen berlebihan.

Kondosis lemah dapat mebuat kesulitan untuk pasien menyelesaikan tindakan


sederhana sekalipun.

Pemahaman alasan dan kebutuhan mengikuti evaluasi perawatan, juga


kebutuhan untuk perhtian medik menigkatakan partisipasi pasien dan dapat
meningkatkan kerjasama dengan program pengobatan.

Memungkinkan kembali ke rumah sementara tetap memberikan dukungn yang


diperlukan selama periode penyembuhan/.perbaikan.

Referensi :

Doengoes, M.E. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC. Jakarta.Farid, 2006
Carpenito,Lynda Juall. 2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.
Hudak, Gall0. 1997.Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I.EGC.
Jakarta.

Ikawati, Zulies. 2009.Respiratory Distress Syndrom: gangguan gagal nafa


http://www.emea.europa.eu/pdfs/human/ewp/050497en.pdf .
Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respirator
DistressSyndrome) Pre Acut/ Post Acut Care http://rusari.com/askep_aspirasi_
distress.html.
Anynomous, 2007.Asuhan Keperawatan pada Pasien ARDS .http://keperawatangun.blogspot.com/2007/07/asuhan-keperawatan-pada-klien-dg-25.html.
Anynomous, 2006. Sindrom Gawat Pernafasan Akut
.http://medicastore/penyakit_kategori/index/1.html.

You might also like