Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN
Acute
Respiratory
Distress
Syndrome
(ARDS) merupakankerusakanparu
total
tenggelam,
transfusidarahmasif, bypass
perdarahan pankreatitisakut,
inhalasi
gas
kardiopulmonal,
beracun,
keracunan
O2 ,
sertakonsumsiobat-
tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma
berbagai bentuk.
Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami
sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah.
Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi
oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum
timbul ARDS. ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema pulmonal
nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang berhubungan
dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary
arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan mungkin menjadi
bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus
pertahun. Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi konsisten,
insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas tergantung pada
etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas di antara pasien
trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih 50% 70%. Perbedaan sindrom
klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa
menghiraukan factor penyeba
Epidemiologi
ARDS (jugadisebutsyokparu)
akibatcederaparudimanasebelumnyaparusehat,sindrominimempengaruhikuranglebih
150.000
dankelebihandosisobat.
Perawatanakutsecarakhususmenanganiperawatankritisdenganintubasidanventilasimekanik
(Doenges 1999 hal 217).
Penderita
yang
bereaksibaikterhadappengobatan,
denganatautanpakelainanparu-parujangkapanjang.
biasanyaakansembuh
Padapenderita
yang
total,
menjalaniterapi
Pankeatitis.
Uremia.
OverdosisObatseperti heroin, metadon, propoksifenatau aspirin.
Idiophatic (tidakdiketahui).
BedahCardiobaypass yang lama.
Transfusidarah yang banyak.
PIH (Pregnand Induced Hipertension).
Peningkatan TIK.
Terapiradiasi.
Trauma hebat, Cederapada dada.
3.
Gejalabiasanyamunculdalamwaktu
24-48
jam
setelahterjadinyapenyakitataucedera.
SGPA (sindromgawatpernafasanakut)
lainnya,
sepertihatiatauginjal.
adalahmerokoksigaret.Angkakejadian
seringkaliterjadibersamaandengankegagalan
Salah
SGPA
satufaktorresikodari
adalahsekitar
14
diantara
organ
SGPA
100.000
1.
2.
3.
4.
adalah:
Sistemik:
Syokkarenabeberapapenyebab.
Sepsis gram negative.
Hipotermia, Hipertermia.
Takarlajakobat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,Metadone, Bleomisin).
cepatsertadangkaldandispnea,
yang
terjadibeberapa
jam
hinggabeberapaharipascacederaawal.
Gejalainitimbulsebagaireaksiterhadappenurunankadaroksigendalamdarah.
2. Peningkatanfrekuensiventilasiakibathipoksemiadanefeknyapadapusatpnumotaksis.
3.
Retraksiinterkostaldan
suprasternal
akibatpeningkatandanupaya
yang
dalamdarahdankadaroksigenmenurun.
9. Asidosismetabolik yang padaakhirnyaakanterjadisebagaiakibatkegagalanmekanismekompensasi.
Komplikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hipotensi.
Penurunankeluaran urine.
Asidosismetabolic.
Asidosisrespiratorik.
MODS.
Febrilasiventrikel.
Ventricular arrest
Diagnosis
1. Analisa gas daraharteri (awalnya PaO2kurangdari 60 mmHg dan PaCO2 kurangdari 35 mmHg).
Ketika ARDS semakinparahterjadiasidosisrespiratorik (PaCO2 di atas 45 mmHg).
2.
Keteterisasiarteripulmonalismembantuidentifikasipenyebab
edema
ground
glass
sputum
yang
danwarnaputih
yang
menyeluruh
meliputipewarnaan
di
gram
danpemeriksaankultursertasensitivitasmenunjukkanmikroorganismepenyababinfeksi.
5. Pemeriksaankulturdarah
6. Pemeriksaanskriningtoksikologi.
7. Pemeriksaankadaramilase serum dapatmenyingkirkankemungkinanpankreatitis.
D. Penanganankliendengan ARDS
1.
Pemberianoksigen
yang
diaturkelembabannyamelalui
masker
yang
pas
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah
sesak napas berkurang apabila beristirahat?
2. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam
mencari posisi yang enak dalam melakukan pernapasan?
3. Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
5.
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul
gejala secara terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien
saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita ARDS, Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh
penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan ARDS
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual.
Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi ARDS tidak diturunkan/tidak?
f. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan fisik umum per systemdari
e.
napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri
atasinspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi :
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya
tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi
pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi
tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum
yang purulen. Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi sputum yang sangat
banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat
dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan
dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru
dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di
dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus.
Perkusi :
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan resonan atau
sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti
efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi
hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit.
Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica disebut
sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan
pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama
fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara
lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
2. Diagnosa Keperawatan
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah,
terkontrol
adalah
frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk
3. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
setegak mungkin.
4. Pernapasan diafragma menurunkan frek.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 5 detik kemudian
5. Meningkatkan volume udara dalam paru
secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
3.
6.
7.
8.
9.
Tujuan
terkontrol
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol.
b. Pasien tampak rileks
1.
Intervensi
Rasional
Observasi karakteristik nyeri. Misalnya:1. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat
non
produktif,
meningkatkan
kenyamanan
3. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal.
Kriteria Hasil : Suhu tubuh 36C-37C
Intervensi
1. Kaji suhu tubuh pasien.
2. Beri kompres air hangat.
3. Berikan/anjurkan pasien
1.
untuk banyak
Rasional
Mengetahui
peningkatan
suhu
tubuh,
memudahkan intervensi.
2. Mengurangi panas dengan pemindahan
keseimbangan
dalam
tubuh.
cairan
Tanda
dan
vital
4.
batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
a.
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan
oksigen.
Tujuan
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam
batas yang ditoleransi
Kriteria hasil :
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi
Rasional
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.1. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan
Catat
laporan
dispnea,
pengobatandan
perlunya
istirahat.
Bantu aktivitas
perawatan
diri
yang5.
2.1 Definisi
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kerusakan pada total akibat
berbagai total akibat etiologi. Kedaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya
sepsis, pneumonia viralatau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang
2.2 Epidemiologi
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total,
dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.
(http://medicastore.com/penykit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html 09.42,
14090)
2.3 Etiologi
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan parubaik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebabnya bisa
penyakit apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru:
1.
a.
b.
Contusio paru
c.
d.
e.
Inhalasi toksin
f.
2.
a.
Sepsis
b.
c.
d.
Pankreatitie
e.
Uremia
f.
g.
Idiophatic
h.
i.
j.
k.
Peningkatn TIK
l.
Terapi radiasi
m.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau
cedera. SGPA (Sindrom Gawat Pernafasan Akut) seringkali terjadi bersamaan
dengan kegagalan organ lainnya seperti hati atau ginjal. Salah satu faktor resiko
dari SGPA adalah merokok sigaret. Angka kejadian SGPA adalah 14 diantara 100.000
orang/tahun.
Menurut Hudak & Gallo (1997), gangguan yang dapat mencetuska terjadinya ARDS
adalah:
1.
Sistematik
a.
b.
c.
Hipotemia, hipertemia
d.
e.
Gangguan hematologi
f.
Eklampsia
g.
Luka bakar
2.
Pulmonal
a.
Pneumonia
b.
Trauma
c.
Aspirasi
d.
Pneumositis
3.
Non-pulmonal
a.
Cedera kepala
b.
Peningkatan TIK
c.
Pasca kardioversi
d.
Pankreatitis
e.
Uremia
2.4 Patofisiologi
Perubahan patofisiologis yang mengakibatkan ARDS secara khas diawali oleh
trauma mayor pada tubuh, seringkali merupakan serangan fisik terhadap sistem
tubuh ketimbang sistem pulmonari. Perubahan patofisiologis berikut ini
mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal sebagai ARDS (Phipps, et al, 1995):
1.
Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, Complemen cascade menjadi
aktif, yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2.
Cairan, leukosit granular, sel-sel darah merah (SDM), makrofag, sel debris, dan
protein bocor ke dalam ruang interstitial antarkapiler dan alveoli dan pada akhirnya
ke dalam ruang alveolar.
3.
Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli, maka
area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida menurun, sehingga
mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi (V/Q) dan hipoksemia.
4.
Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik.
5.
Sel-sel normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang
tidak menghasilkan surfaktan, dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan
alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera
sebelum awitan (misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode
laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala.
Durasi sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang
tampak akan pulih dari ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit
pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.
2.6 Diagnosa
Diagnosa dini sukar untuk ditegakkan baik dari pemeriksaan faal paru maupun dari
pemeriksaan radiologi. Setiap pasien dengan predileksi terdapatnya ARDS dapat
dicurigai ARDS bila didapatkan pemeriksaan radiologi infiltrat yang luas dimana
tidak terdapatpneumonia. Kadar FiO2 yang tinggi diperlukan untuk
mempertahankan PO2. Kecurigaan terhadap ARDS bila didapatkan sesak napas
yang berat disertai dengan infiltrat yang luas padaparu yang terjadi secara akut
sementara tidak terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
dekompensasi kiri yang dapat menyebabkan edema jantung (cardiac edema).
Pada pemeriksaan fisis pada edema jantung terdapat trias dekompensasi, yakni,
bunyigallop, takikardi, dan ronkhi basal. Takikardi dan ronchi basal susah untuk
dibedakanantara ARDS dengan edema jantung, akan tetapi bunyi gallop tidak
terdapat pada ARDS.Demikian pula tanda bendungan berupa peninggian tekanan
jugular tidak didapatkanpada ARDS. Gambaran radiologi pada ARDS infiltrat di
perifer sementara pada edemajantung perihilar. Pada pemeriksaab laboratorium
cairan edema kristaloid pada ARDSkoloid. Salah satu perbedaan antara edema
jantung dan ARDS yang membawa dampak pada pemberian oksigen dimana pada
edema jantung terdapat korelasi antara FiO2 dan PaO2 oleh karena shunt yang jauh
lebih banyak dari pada edema paru. Kriteriayang digunakan untuk menyatakan
ARDS bila terdapat difus infiltrat bilateral, refrakter hipoksemia, berkurang statik
komplain paru (lung compliance) dan bertambahnya shunt(QS/QT). PaO2/FiO2 <
200 sedangkan PCWP <18mmHg in Swan-Ganz Catheter.
2.7 Penatalakasanaan
Tujuan terapi:
a.
b.
Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang
adekuat
c.
Farmakologi:
a.
b.
Kortikosteroid (masih kontroversial: no benefit, kecuali bagi yang inflamasi
eosinofilik)
c.
Ketoconazole: inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat
biosintesis leukotrienes (mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS)
Non-farmakologi:
a.
Ventilasi mekanis
dgn berbagai teknik pemberian, menggunakan
ventilator, mengatur PEEP (positive-end expiratory pressure)
b.
Pembatasan cairan
c.
Pemberian surfaktan
2.8 Komplikasi
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
Defek difusi sedang
Hipoksemia selama latihan
Toksisitas oksigen
Sepsis
No.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Dihubungkan dengan :
Hipoperfusi
Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/tak ada ronki
Mandiri
Catat karakteristik batuk (misal, menetap, efektif/tak efektif) juga produksi dan
karakteristik sputum.
Pertahankan posisi tubuh/kepala tepat dan gunakan alat jalan napas sesuai
kebutuhan.
Bantu dengan batuk/napas dalam, ubah posisi dan penghisapan sesuai indikasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen lembab, cairan IV; berikan kelembaban ruangan yang tepat.
Bantu dengan/berikan fisioterapi dada, contoh drainase postural; perkusi
dada/vibrasi sesuai indikasi.
Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh takikardia, hipertensi,
tremor, insomnia.
Ekspansi dada terbatas atau tak sama sehubungan dengan akumulasi cairan,
edema dan sekret dalam seksi lobus. Konsolidasi paru dan pengisian cairan dapat
meningkatkan fremitus
Memudahkan memelihara jalan napas atas paten bila jalan napas pasien
dipengaruhi, misalnya, gangguan tingkat kesadaran, sedasi, dan trauma
maksilofasial.
Pengumpulan sekresi mengganggu ventilasi atau edema paru dan bila pasien
tidak diintubasi, peningkatan masukkan cairan oral dapat
mengencerkan/meningkatkan pengeluaran.
2.
Dihubungkan dengan:
Hipoventilasi alveolar
Mandiri
Catat adanya/tak adanya bunyi napas dan adanya bunyi tambahan, contoh
krekels, mengi.
Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, geelisah, bingung,
somnolen.
Berikan obat sesuai indikasi contoh steroid, antibiotik, bronkodilator,
ekspektoran.
Bunyi napas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang sakit.
Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti konstriksi
bronkus dan / atau penyempitan jalan napas sehubungan dengan mukus/edema.
Pengobatan untuk SDPD sangat mendukung lebih besar atau dibuat untuk
memperbaiki penyebab SDPD dan mencegah berlanjutnya dan potensial komplikasi
fatal hipoksemia. Steroid menguntungkan dalam menunrunkan inflamasi dan
meningkatkan produksi surfakta. Bronkodilator/ekspektoran meningkatkan bersihan
jalan napas. Antibiotik dapat diberikan pada adanya infeksi paru/sepsis untuk
mengobati patogen penyebab.
3.
Menunjukkan volume cairan normal yang dibuktikan oleh TD, kecepatan nadi, berat
badan, dan haluaran urin dalam batas normal.
Mandiri
Awasi tanda vital, contoh TD, frekuensi jantung, nadi (kesamaan dan volume).
Catat perubahan mental, turgor kulit, hidrasi, membran mukosa, dan karakter
sputum.
Ukur/hitung masukan, keluaran, dan keseimbangan cairan. Catat kehilangan
tak tampak.
Kolaborasi
Ansietas/ ketakutan.
Dihubungkan dengan :
Krisis situasi
Mandiri
Kolaborasi
Membantu pasien menerima apa yang terjadi dan dapat menurunkan tingkat
ansietas/ takut karena tak tahu. Salah meyakinkan tidak membantu, karena baik
perawat dan pasien mengetahui hasil akhirnya.
Fokus perhatian pada ketrampilan pasien yang telah dilalui, meningkatkan rasa
kontrol diri.
5.
Mandiri
Pacu belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Berikan informasi dalam cara
yang jelas/ringkas. Kaji potensial kerja sama dalam program pengobatan di rumah.
Termasuk orang terdekat sesuai indikasi.
Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat, contoh tujuan, efek
samping, rute, dosis, jadwal.
Tunjukkan teknik bernapas adqaptif dan cara menurunkan kebutuhan energi
selama melakukan aktifitas sehari-hari.
SDPD adalah komplikasi dari proses lain, bukan diagnosa utama. Pasien/orang
terdekat serig bingung dengan terjadinya pada sistem pernapasan sehat
sebelumnya.
Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman memampukan pasien untuk
mengikuti dengan tepat program pengobatan.
Pasien harus menghindari terlalu lelah dan mengimbangi periode istirahat dan
aktivutas untuk meningkatkan regangan/stamina dan mencegah
konsumsi/kbutuhan oksigen berlebihan.
Referensi :