You are on page 1of 36

LAPORAN PBL

MODUL KULIT
SKENARIO 6

Dosen Pembimbing :
dr. Yani Sodiqah
OLEH KELOMPOK 6 :
110280070

Agung Suryansyah

11020140010

Muhammad Ridwan Musa

11020140025

Rismayanti

11020140036

Muhammad Yatsrib Semme

11020140042

KhansaLuthfiyyah Jasruddin

11020140047

Nuari Aqriana Darwis

11020140060

Eka Zuriaty Rahma P.M

11020140064

Muahmmad Reza Raka Putra

11020140074

Niswatun Hasanah Sukardi

11020140081

Khusnul Yaqien

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
1

Puji dan syukur alhamdulillah rabbil alamin kami dalam hal ini penulis laporan ingin
memanjatkan doa kepada Allah SWT. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
laporan PBL modul Penghidu ini dapat disusun sebagaimana mestinya. Peyusunan laporan
ini dimaksudkan sebagai salah satu tugas pasca tutorial blok sistem Indera Khusus tahun
2016. Laporan ini tentu saja jauh dari kesempurnaan, maka dari itu

penulis

sangat

mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan dan perbaikan laporan ini. Akhirnya,
kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dalam terwujudnya laporan ini, tak
lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yanga telah ikut membantu
baik secara langsung maupun tidak langsung terutama kepada Dosen Pembimbing kami yang
dalam hal ini telah memberikan arahan-arahan positif bagi kami sebagai penulis yang dimana
berguna untuk menyempurnakan Laporan yang telah dikerjakan, mudah-mudahan laporan ini
dapat bermanfaat bagi pembelajaran lebih lanjut dengan wawasan dan ilmu yang lebih luas.

Penulis,

Kelompok 6

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ___________________________________________________________ 2


Daftar isi ________________________________________________________________ 3
Skenario ________________________________________________________________ 4
Kata Sulit _______________________________________________________________ 4
Kata/Kalimat Kunci _______________________________________________________ 4
Pertanyaan dan Jawaban ___________________________________________________ 5
Daftar Pustaka ___________________________________________________________ 36

SKENARIO
Laki-laki berusia 33 tahun datang ke poliklinik dengan rambut rontok dan bintik merah
pada kepala sejak sebulan yang lalu. Keluhan kadang disertai gatal meskipun ringan.
Menurut pasien gatal akan berkurang dengan menghentakkan rambutnya. Rambut rontok
tampak pada beberapa tempat di kepala belakang dan kehilangan rambut cukup luas di
kepala bagian depan. Daerah tidak berambut tampak lebih merah jika terkena matahari.
Sudah berobat ke puskesmas dan diberi obat penyubur tetapi belum sembuh. Pada
pemeriksaan fisis ditemukan eritema daerah yang tidak berambut, bintik hiperpigmentasi
pada beberapa titik. Keluhan makin meluas seiring dengan bertambahnya usia. Riwayat
keluarga yakni adik kandung laki-laki dengan keluhan yang sama.

KATA SULIT
Rambut rontok (hair loss) : merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan fungsi
protektif dan kosmetik rambut.1
Hiperpigmentasi (hy-per-pig-men-ta-tion) : peningkatan pigmentasi secara abnormal, seperti
pada kulit atau membran mukosa.2
Eritema (er-y-the-ma) : merupakan kemerahan pada kulit akibat kongesti pembuluh kapiler.3
KATA KUNCI
-

Laki-laki umur 33 tahun


Rambut rontok, ada bintik merah
Disertai gatal ringan, berkurang dengan menghentakkan rambut
Rambut rontok tampak pada beberapa tempat di kepala bagian belakang
Kehilangan rambut cukup luas pada kepala bagian depan rambut
Daerah tidak berambut tampak lebih merah jika terkena sinar matahari
Sudah berobat penyubur rambut tetapi belum sembuh
Pemfis : eritema di daerah yang tidak berambut
Bintik-bintik berpigmentasi pada beberapa titik
Keluhan makin meluas seiring bertambahnya usia
Riwayat keluarga : adik kandung laki-laki dengan keluhan yang sama

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1. Jelaskan anatomi dan fisiologi dari kulit kepala dan rambut !
Kulit adalah organ tunggal yang terberat di tubuh, yang biasanya membentuk 1520% berat badan total dan pada orang dewasa, memiliki luas permukaan sebesar 1,5-2 m 2
4

yang terpapar dengan dunia luar. Selain dikenal sebagai lapisan kutaneus atau integumen
(L. integumentum, lapisan), kulit terdiri atas epidermis, yaitu lapisan epitel yang berasal
dari ektoderm, dan dermis, suatu lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm. Taut
dermis dan epidermis tidak teratur, dan tonjolan dermis yang disebut papila saling
mengunci dengan evaginasi epidermis yang disebut eltidermal ridges (rigi epidermis).
Turunan epidermis meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Di
bawah dermis terdapat hipodermis (Yun hypo, di bawah + derma, kulit), atau jaringan
subkutan, yaitu jaringan ikat longgar yang dapat mengandung bantalan adiposit. Jaringan
subkutan mengikat kulit secara longgar pada jaringan di bawahnya dan sesuai dengan
fasia superfisial pada anatomi makro.4
Fungsi spesifik kulit terbagi menjadi sejumlah kategori umum :4
- Protektif. Kulit menyediakan sawar fisis terhadap rangsang termal dan mekanis
seperti gaya gesekan dan kebanyakan patogen potensial dan materi lain.
Mikroorganisme yangmempenetrasi kulit memberi peringatan limfosit dan selpenyajiantigen di kulitdan respon imunmeningkat. Pigmenmelanin gelap di epidermis
melindungisel dari radiasi ultraviolet. Kulit iuga merupakan sawar permeable
terhadap kehilangan atau ambilan air yangberlebihan, yang memungkinkan kehidupan
di bumi. Permeabilitas kulit selektif memungkinkan sejumlah obatlipofilik seperti
-

hormone steroid tertentu dan obat-obatan yang diberikan melalui koyo.


Sensorik. Banyak tipe reseptor sensorik memungkinkan kulit memantau lingkungan
dan berbagai mekanoreseptor dengan lokasi spesifik di kulit penting untuk interaksi

tubuh dengan objek fisis.


Termoregulatorik. Temperatur fubuh yang konstan normalnya lebih mudah
dipertahankan berkat komponen insulator kulit (misalnya, lapisan lemak dan rambut
di kepala) dan mekanismenya untuk mempercepat pengeluaran panas (produksi
keringat dan mikrovaskular superfisial yang padat).

Metabolik. Sel kulit menyintesis vitamin D, yang diperlukan pada metabolisme


kalsium dan pembentukan tulang secara tepat melalui kerja sinar UV setempat pada
precursor vitamin ini. Kelebihan elektrolit dapat dihilangkan melalui keringat dan

lapisan subkutan menyimpan sejumlah energi dalam bentuk lemak.


Sinyal seksual. Banyak gambaran kulit, seperti pigmentasi dan rambut, adalah
indikator visual kesehatan yang terlibat dalam ketertarikan antara jenis kelamin pada
semua spesies vertebra, termasuk manusia. Efek feromon seks yang dihasilkan
5

kelenjar keringat apokrin dan kelenjar lain di kulit juga penting untuk ketertarikan
tersebut.

Gambar 1. Penampang Kulit1


Interdigitasi dermal-epidermal memiliki variasi "pasak dan lubang" (peg-andsocket) pada sebagian besar kulit, tetapi dijumpai beru pa altr (grooae) dan rabung
(ridge) yang terbentuk baik di kulit telapak tangan dan kaki yang tebal, yang lebih tahan
terhadap gesekan. Rabung tersebut dan sulkus di antaranya membentuk pola yang unik
untuk setiap individu, yang tampak sebagai kombinasi gelungary lekuk dan ulirary yang
disebut dermatoglyph, yang iuga dikenal sebagai sidik jari dan jejak kaki. Kulit bersifat
elastis dan dapat cepat meregang untuk menufupi area yang membengkak dan seperti
lapisanusus, memperbarui diri seumurhidup. Dasar molecularpenyembuhan kulit
semakin dipahami dan memberikan dasar pemahaman yang lebih baik mengenai
perbaikan dan regenerasi organ lain.4
a. Epidermis
Epidermis terutama terdiri atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang disebut
keratinosit. Tiga jenis sel epidermis yangjumlahnya lebih sedikit juga ditemukan;
melanosit, sel Langerhans penyaji-antigen, dan sel Merkel atau sel taktil epitelial.4
Epidermis menimbulkan perbedaan utama antara kulit tebal yang terdapat
pada telapak tangan dan kaki, dengan kulit tipis yang terdapat pada bagian tubuh
lainnya. Pemakaian kata "tebal" dan "tipis" merujuk pada ketebalan lapisan
6

epidermis, yang bervariasi antara 75 sampai 150 prm untuk kulit tipis dan 400
sampai 1400 pm (1,4 mm) untuk kulit tebal. Ketebalan total kulit (epidermis)
ditambah dermis) juga bervariasi menurut tempafnya. Contohnya, kulit punggung
memiliki tebal sekitar 4 mm, sedangkan pada kulit kepala lebih kurang setebal 1,5
mm.4
Dari dermis ke atas, epidermis terdiri atas lima lapisan keratinosit, kelima
lapisan di kulit tebal :4
-

Lapisan basal (stratum basale) terdiri atas selapis sel kuboid atau kolumnar
basofilik yang terletak di atas membran basal pada perbatasan epidermis-dermis.
Hemidesmosom, yang terdapat di plasmalema basal membantu mengikat sel-sel
ini pada lamina basal dan desmosom mengikat sel-sel di lapisan ini bersama-sama
di permukaan atas dan lateralnya. Stratum basale ditandai dengan tingginya
aktivitas mitosis dan bertanggung jawab, bersama dengan bagian awal lapisar
berikutnya atas produksi sel-sel epidermis secara bersinambungan. Meskipun sel
punca unfuk keratinosit ditemukan di lapisan basal, lokus untuk sei tersebut juga
ditemukan di tonjolan khusus selubung folikel rambut yang bersambung dengan
epitdermis. Epidermis manusia diperbarui setiap 15-30 hari, bergantung pada
usia, bagian tubuh, dan faktor lain. Semua keratinosit dalam stratum basale
mengandung filamen keratin intermediat berdiameter 10 nm yang terdiri atas
keratin' Sewaktu sel berpindah ke atas, jumlah dan tipe filamen keratin juga

bertambah sehingga mencapai setengah jumlah protein total di lapisan terluar.


Lapisan spinosa (stratum spinosum), yang normalnya lapisan epidermis paling
tebal, terdiri atas sel-sel kuboid atau agak geeng dengan inti di tengah dengan
nukleolus dan sitoplasma yang aktif menyintesis filamen keratin. Tepat di atas
lapisan basal, sejumlah sel masih membelah dan zona kombinasi ini terkadang
disebut stratum germinativum. Filamen keratin membentuk berkas yang tampak
secara mikroskopis, disebut tonofibril yang berkonvergensi dan berakhir pada
sejumlah desmosom yang mengubungkan sel bersamasama secara kuat untuk
menghindari gesekan. Stioplasma ditarik ke dalam juluran sel pendek di sekitar
tonofibril pada kedua sisi di setiap desmosom (dan juluran tersebut memanjang
jika sel mengerut sedikit ketika mengalami proses histologis), yang menimbulkan
tampilan spina atau duri kecil di permukaan sel. Epidermis di area yang rentan
mengalami gesekan dan tekanan secara kontinu (seperti telapak kaki) memiliki
stratum spinosum yang lebih tebal dengan lebih banyak tonofibril dan desmosom.
7

Lapisan granular (stratum granulosum) terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal
gepeng yang mengalami diferensiasi terminal. Sitoplasmanya berisikan massa
basofilik intens yang disebut granul keratohialin. Struktur tersebut tidak berikatan
dengan membran dan terdiri atas massa filaggrin dan protein lain yang
berhubungan dengan keratin tonofibril yang menghubungkannya dengan struktur
sitoplasma besar pada proses keratinisasi yang penting. Gambaran khas lainnya
yang hanya terlihat dengan mikroskop elektron (TEM) pada sel-sel lapisan
granular adalah granul lamela berselubung-membrary suatu struktur lonjong (0,10,3 pm) yang mengandung banyak lamel yang dibentuk oleh berbagai lipid.
Granula lamella mengalami eksositosis dan mencurahkan isinya ke dalam ruang
antar sel di stratum granulosum. Di tempat ini, materi yang kaya-lipid
membentuk lembaran-lembaran yang melapisi sel, yang kini lebih kecil dari pada
kantong pipih yang terisi dengan keratin dan protein terkait. Lapisan selubung
lipid merupakan komponen utama sawar epidermis terhadap kehilangan air dari
kulit. Pembenfukan sawar tersebut yang terlihat pertama kali pada reptile,
merupakan salah satu peristiwa evolusi penting yang memungkinkan hewan
berkembang biak di darat. Bersama-sama, keratinisasi dan produksi lapisan yang
kaya-lipid juga memiliki efek pelindung yang penting di kulit, yang membentuk

sawar terhadap penetrasi sebagian besar benda asing.


Stratum lusidum hanya dijumpai pada kulit tebal, dan terdiri atas lapisan tipis
translusen sel eosinofilik yang sangat pipih. Organel dan inti telah menghilang
dan sitoplasma hampir sepenuhnya terdiri atas filamen keratin padat yang
berhimpitan dalam matriks padat-elektron. Desmosom masih tampak di antara

sel-sel yang bersebelahan.


Stratum korneum terdiri atas 15- 20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti
dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin filamentosa berkeratin. Filamen keratin
sekurang-kurangnya mengandung enam macam polipeptida dengan massa
molekul antara 40 kDa sampai 70 kDa. Komposisi tonofilamen berubah sewaktu
sel epidermis berdiferensiasi dan ketika massa tonofibril bertambah dengan
protein lain dari granula keratohialin. Setelah mengalami keratinisasi, sel-sel
hanya terdiri atas protein amorf dan fibrilar dan membran plasma yang menebal
dan disebut sisik atau sel bertanduk. Sel-se1 tersebut secara kontinu dilepaskan
pada permukaan strafum korneum.

Gambar 2. Penampang Epidermis4


b. Dermis
Dermis adalah jaringan ikat yang menunjang epidermis dan mengikatnya
pada jaringan subkutan (hipodermis). Ketebalan dermis bervariasi, bergantung pada
daerah tubuh, dan mencapai tebal maksimum 4 mm di daerah punggung. Permukaan
dermis sangat iregular dan memiliki banyak tonjolan (papilla dermis) yang saling
mengunci dengan juluran-juluran epidermis (rabung epidermis). Papilla dermis ini
lebih banyak terdapat di kulit yang sering mengalami tekanan, tempat papilla ini
menguatkan taut dermis-epidermis. Selama perkembangan embrionaf mesenkim
dermis menentukan nasib epidermis di atasnya. Contohnya pada tikus percobaary
dermis yang diambil dari telapak kaki selalu menginduksi pembentukan epidermis
dengan keratin tebal, yang tidak bergantung pada tempat asal sel epidermisnya.4
Membran basal selalu dijumpai antara strafum basale dan lapisan papilar
dermis dan mengikuti kontur interdigitasi antara kedua lapisan tersebut. Membran
basal merupakan strukfur majemuk yang terdiri atas lamina basal dan lamina
retikular dan biasanya dapat terlihat dengan mikroskop cahaya. Nutrien untuk
keratinosit harus berdifusi ke dalam epidermis yang avaskular dari vaskular dermis
melalui membran basal tersebut.4
Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata-lapisan papilar
di sebelah luar dan lapisan retikular yang lebih dalam. Lapisan papilar tipis yang
terdiri atas jaringan ikat longgar, dengan fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya,
seperti sel mast dan makrofag. Leukosit yang keluar dari pembuluh (ekstravasasi)
juga dijumpai. Dari lapisan ini, fibril penambat dari kolagen tipe VII menyelip ke
dalam lamina basal dan mengikat dermis pada epidermis. Lapisan retikular lebih
tebal, yang terdiri atas jaringan ikat padat iregular (terutama kolagen tipe I), dan
memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada lapisan papilar. Jalinan
9

serat elastin juga ditemukan yang menghasilkan elastisitas kulit. Ruang antara serat
kolagen dan elastin terisi dengan proteoglikan yang kaya akan dermatan sulfat.4
Dermis merupakan tempat turunan epidermis berupa folikel rambut dan
kelenjar. Terdapat banyak serabut saraf dalam dermis. Saraf efektor yang berjalan ke
struktur dermis merupakan serabut pascaganglionik ganglia simpatis; tidak terdapat
persarafan parasimpatis. Serabut saraf aferen sensorik membentuk jalinan di papilla
dermis dan sekitar folikel minimalkan kehilangan panas dalam keadaan dingin dan
meningkatkan aliran ini unfuk mempermudah pengeluaran panas jika udara panas
sehingga membanLu memelihara suhu tubuh yang konstan. Pembuluh limfe berawal
sebagai kantong buntu di papilla dermis dan berkonvergensi membentuk dua pleksus
yang bersebelahan dengan pembuluh darah.4
c. Jaringan Subkutan
Lapisan subkutan terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit
secara longgar pada organ-organdi bawahnya, yang memungkinkan kulit bergeser di
atasnya.Lapisan tersebut, yang juga disebut hipodermis atau fasciasuperficialis,
sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnyabervariasi sesuai daerah fubuh dan
ukuran yang bervariasisesuai dengan status gizi. Suplai vaskular yang luas di
lapisansubkutan meningkatkan ambilan insulin dan obat yang disuntikkanke dalam
jaringan ini secara cepat.4
2. Jelaskan siklus pertumbuhan rambut dan apa saja faktor yang dapat mempengaruhinya?
Siklus Pertumbuhan Rambut
Setelah pembentukan folikel rambut dan rambut, perkembangan folikel rambut
selanjutnya akan berhenti pada bulan ke-5 kehamilan. Folikel mengalami involusi
memasuki fase katagen, dimana papilla dermis akan mengalami regresi dan akhirnya
folikel memasuki fase istirahat. Sampai saat ini belum diketahui mengapa papila dermis
yang telah terbentuk harus mengalami regresi terlebih dahulu dan kemudian mengalami
aktivasi kembali.5
Siklus pertumbuhan folikel rambut adalah demikian. Sejak pertama kali terbentuk
folikel rambut mengalami siklus pertumbuhan yang berulang. Fase pertumbuhan dan
fase istirahat bervariasi berdasarkan umur dan regio tempat rambut tersebut tumbuh dan
juga dipengaruhi faktor fisiologis maupun patologis. Siklus pertumbuhan yang normal
adalah masa anagen, masa katagen, dan masa telogen.5
a. Masa anagen: sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel- sel
tanduk yang lebih tua ke atas. Aktivitas ini lamanya 2-6 tahun.5
10

b. Masa katagen: masa peralihan yang didahului oleh penebalan jaringan ikat di sekitar folikel
rambut, disusul oleh penebalan dan mengeriputnya selaput hialin. Papil rambut lalu
mengelisut dan tidak lagi berlangsung mitosis dalam matriks rambut. Bagian tengah akar
rambut menyempit dan bagian dibawahnya melebar dan mengalami pertandukan sehingga
terbentuk gada (club). Antara bekas papil dan bagian bawah gada terbentang satu tiang sel
epitel. Masa peralihan ini berlangsung 2-3 minggu.5
c. Masa telogen atau masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel mulai dari bawah
ke atas sampai hanya tersisa suatu puting epitel kecil, yaitu benih sekunder, dan berbentuk
tunas kecil yang membuat rambut baru sehingga rambut gada akan terdorong keluar dan
rontok.5
Lama masa anagen adalah berkisar 1000 hari, sedang masa telogen sekitar 100
hari sehingga perbandingan rambut anagen dan telogen berkisar antara 9:1. Jumlah
folikel rambut pada kepala manusia sekitar 100.000, rambut pirang dan merah jumlahnya
lebih sedikit dari rambut hitam. Jumlah rambut yang rontok per hari 100 helai. Densitas
folikel rambut pada bayi 1135/cm2 dan berkurang menjadi 615/cm2 pada umur tiga
puluhan, karena meluasnya permukaan kulit. Pada umur 50 tahunan ada pengurangan
beberapa folikel sehingga jumlah menjadi 485/cm2. Untuk mengetahui jumlah rambut
anagen dan telogen diperiksa rasio rambut anagen terhadap telogen yang disebut
trikogram, sedikitnya 50 helai rambut halus dicabut dan diperiksa untuk menghindari
deviasi standar yang tinggi. Jumlah rambut anagen pada wanita 85% dan laki-laki 83%
dan jumlah rambut telogen pada wanita 11% dan laki-laki 15%.5

11

Fase

Tabel 1 :
Rambut5

Masa

Anagen

3 tahun, 84% kulit kepala

Telogen

3 bulan, 14% kulit kepala

Katagen

3 minggu, 2% kulit kepala

Siklus

Gambar 3. Siklus Pertumbuhan Rambut5


Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Rambut
a. Keadaan Fisiologik
1) Hormon : Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen, tiroksin, dan
kortikosteroid. Masa pertumbuhan rambut 0,35 mm/hari, lebih cepat pada
wanita dari pada pria. Namun, pada kulit kepala penderita alopesia androgenetik
hormon androgen bahkan memperkecil diameter batang rambut serta
memperkecil waktu pertumbuhan rambut anagen. Pada wanita aktivitas hormon
androgen akan menyebabkan hirsutisme, sebaliknya hormon estrogen dapat
memperlambat pertumbuhan rambut, tetapi memperpanjang anagen.5

12

2) Nutrisi : Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi


protein dan kalori. Pada keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya
kehilangan pigmen setempat sehingga rambut tampak berbagai warna.
Kekurangan vitamin B12, asam folat, asam animo, karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral dan zat besi juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.5
3) Kehamilan : Pada kehamilan muda, yaitu tiga bulan pertama, jumlah rambut
telogen masih dalam batas normal, tetapi pada kehamilan tua menurun sampai
10%.5
4) Usia : Semakin tua usia maka fase anagen rambut akan semakin singkat, rambut
jadi cepat rontok dan rambut halus tumbuh sebagai gantinya.5
5) Vaskularisasi ; Vaskularisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut, namun
bukan merupakan penyebab primer dari gangguan pertumbuhan rambut, karena
destruksi bagian 2/3 bawah folikel sudah berlangsung sebelum susunan
pembuluh darah mengalami perubahan.5
b. Keadaan Patologik :
1) Peradangan sistemik/setempat : Mekanisme terjadinya kerontokan setelah
demam karena percepatan fase anagen ke telogen karena sitokin dan pirogen di
sirkulasi menyerang keratinosit di folikel rambut sehingga terjadi apoptosis.
Kuman lepra yang menyerang kulit akan menyebabkan kulit menjadi atrofi dan
folikel rambut rusak akan terjadi kerontokan rambut pada alis mata dan bulu
mata.5
2) Obat : Setiap obat menghalangi pembentukan batang rambut dapat
menyebabkan kerontokan, umumnya obat antineoplasma misalnya bleomisin,
endoksan, vinkristin, dan obat antimitotik, misalnya kolkisin. Obat antikoagulan
heparin atau kumarin dapat mempercepat terjadinya perubahan folikel anagen
ke dalam fase telogen dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan effluvium
telogen. Obat-obatan biasanya menimbulkan kerontokan rambut setelah
pemakaian selama 12 minggu.5
3) Mekanis : Mencabut rambut gada atau melukai folikel rambut akan
mempercepat terjadinya masa anagen dengan mempersingkat masa telogen.5
4) Stres : Paling sering menyebabkan effluvium telogen.5
5) Kelainan Endokrin : Hipotiroidisme dapat menyebabkan mengecilnya diameter
rambut dan meningkatkan kerontokan rambut.5
6) Penyakit Kronis : Kerontokan rambut tidak selalu didapatkan pada penyakit
kronis, kecuali terdapat kekurangan protein dalam jumlah besar.5

13

7) Paparan zat kimia : Proses pelurusan rambut ataupun pengecatan rambut yang
menggunakan bahan-bahan kimia dapat mengganggu proses pertumbuhan
folikel rambut.5
3. Jelaskan mekanisme rambut rontok dan faktor-faktor yang mempengaruhinya?
Rambut rontok dapat terjadi melalui mekanisme kerontokan/efluvium (telogen
efluvium,

anagen

efluvium),

patahnya

batang

rambut

yang

rusak,

serta

kebotakan/alopesia (sikatrik dan non sikatrik).5 Efluvium hampir selalu terjadi karena
adanya gangguan pada siklus pertumbuhan rambut karena sebab apa pun. Kerusakan
pada batang rambut dapat menyebabkan rambut patah yang tampak sebagai rambut
rontok. Alopesia non sikatrik terjadi karena gangguan siklus pertumbuhan rambut,
sementara proses regenerasi folikel yang tidak sempurna dapat memicu alopesia
sikatrikalis.6 Menurut Horev, rambut rontok yang diakibatkan oleh faktor lingkungan dan
kosmetik rambut adalah melalui mekanisme patahnya batang rambut yang rusak, telogen
efluvium, anagen efluvium dan alopesia sikatrikalis. Mekanisme yang paling banyak
ditemukan adalah kerusakan pada batang rambut, karena batang rambut adalah bagian
yang berinteraksi dengan paparan tersebut secara langsung.1
Kerusakan ini disebut sebagai "weathering", yang artinya adalah degenerasi
kutikula yang berlanjut ke korteks secara progresif akibat paparan penyebab yang terusmenerus. Secara mikroskopis didapatkan rusaknya lapisan kutikula, patahan transversal/
trichoschisis, trichorrhexis nodosa, dan trichoptilosis atau ujung rambut bercabang.1
Telogen efluvium adalah pelepasan rambut telogen dalam jumlah berlebihan akibat fase
anagen yang dipercepat oleh stressor fisik berupa tarikan dan tekanan, sehingga rambut
secara prematur memasuki fase telogen.5 Anagen efluvium adalah kerontokan rambut
akibat hambatan atau penghentian mitosis sel matriks pada folikel rambut fase anagen.
Penyebabnya adalah kemoterapi, radiasi sinar X, dan trauma/tekanan. 1 Alopesia
sikatrikalis adalah rambut rontok secara permanen yang disebabkan oleh hancurnya
folikel rambut akibat proses inflamasi, sehingga terbentuk jaringan fibrosis. 1 Penyebab
eksogen proses tersebut antara lain luka bakar, radiodermatitis, dan paparan bahan
pelurus atau pengkeriting rambut.1
Klasifikasi etiopatogenesis kerontokan rambut dapat membantu menentukan jenis
kerontokan rambut:7
1. Kegagalan pertumbuhan rambut, umumnya disebabkan oleh karena displasia
ektodermal akibat gangguan genetik.

14

2. Abnormalitas batang rambut meliputi: a). instrinsic hair breakage dan b). unruly hair,
dapat terjadi secara kongenital akibat kelainan metabolik atau didapat akibat kerusakan
mekanik atau kimia.
3. Abnormalitas siklus rambut (jumlah rambut yang lepas meningkat), dapat
menyebabkan effluvium telogen, effluvium anagen, dan alopesia areata.
4. Kerusakan folikel rambut dapat disebabkan oleh faktor eksogen (trauma/tekanan),
faktor endogen (infeksi/keganasan/beberapa penyakit dengan proses destruktif) dan
aplasia kutis kongenital.7
4. Mengapa rontok yang terjadi tidak merata dan cenderung cukup luas di kepala bagian
depan?
Pada mulanya rambut yang normal akan mengalami fase anagen selama 2
sampai 6 tahun, fase katagen selama 2 sampai 3 minggu dan terakhir yaitu fase telogen.
Oleh karena folikel yang terpapar oleh Dihydrotestosteron (DHT) menjadi lemah dan
tidak mampu menumbuhkan batang rambut. Mekanisme kerontokan disebabkan oleh
singkatnya durasi anagen akibat terpapar DHT, memanjangnya durasi telogen dan
mengecilnya folikel rambut dan akhirnya menyebabkan kebotakan.

T
Gambar 4. Tipe-tipe kebotakan
Tipe kebotakan pada pria:
- Tipe I
: Rambut masih penuh
- Tipe II
: Tampak pengurangan rambut pada kedua bagian temporal
- Tipe III
: Border line
- Tipe IV
: Pengurangan rambut daerah frontotemporal, disertai
-

pengurangan rambut bagian midfrontal


Tipe V
: Tipe IV yang menjadi lebih berat
15

- Tipe VI
: Seluruh kelainan menjadi 1
- Tipe VII
: Alopesia luas dibatasi pita rambut jarang
- TipeVIII
: Alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian vertex
5. Mengapa daerah yang rontok menjadi merah saat terkena sinar matahari?
Sunburn disebabkan oleh terlalu banyak paparan sinar UV. Radiasi UV adalah
panjang gelombang sinar matahari dalam kisaran terlalu pendek untuk dilihat mata
manusia. Ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B (UVB) adalah dua jenis radiasi matahari
yang paling bertanggung jawab untuk sunburn. Sunlamp dan tanning bed juga
menghasilkan cahaya UV dan dapat menyebabkan sunburn.9
Pigmen melanin, atau hanya melanin adalah senyawa pigmentasi dari coklat tua
sampai hitam yang dapat ditemukan dibeberapa bagian tubuh manusia. Hal ini paling
sering dikaitkan dengan warna kulit, meskipun mata dan rambut juga mengandung
melanin. Dua jenis uama pigmen melanin meupakan eumelanin dan pheomelanin. Yang
lebih umum dari keduanya, eumelanin adalah pigmen yang ditemukan pada orang yang
berkulit lebih gelap. Hal ini juga bertanggung jawab untuk mewarnai rambut
hitam,coklat,abu-abu dan kuning.Phemelanin lebih erat terkait dengan orang-orang yang
berkulit kuning langsat.9
Melanin adalah pigmen gelap di lapisan luar kulit (epidermis) yang memberi
warna kulit yang normal. Bila terkena sinar UV, tubuh melindungi diri dengan
mempercepat produksi melanin. Melanin ekstra menciptakan warna yang lebih gelap dari
cokelat. Suntan adalah cara tubuh Anda memblokir sinar UV untuk mencegah sunburn
dan kerusakan kulit lainnya. Jumlah melanin yang Anda hasilkan ditentukan secara
genetik. Banyak orang tidak menghasilkan cukup melanin untuk melindungi kulit dengan
baik. Akhirnya, sinar UV menyebabkan kulit terbakar, menimbulkan rasa sakit,
kemerahan dan bengkak.9
Logika yang sama berlaku untuk kulit kepala yang berwarna merah apabila
terkena sinar matahari, itu terjadi akibat kebotakan, rambut yang memiliki fungsi untuk
melindungi kulit kepala dari sengatan matahari merupakan penghasil pigmen pada kulit
kepala yang melindungi kulit kepala dari sinar ultraviolet (UV) yang dihasilkan oleh
matahari dan apabila kepala tidak memiliki rambut (botak) maka produksi melanin
berkurang yang akhirnya menyebabkan kulit terbakar dan berwarna kemerahan.9

16

6. Mengapa menghentakkan rambut dapat mengurangi gatal pada rambut?


Pengalaman sehari-hari mengajarkan kita bahwa rasa gatal dapat dikurangi
dengan rangsangan noksius (rangsang meyakitkan). Terdapat bukti-bukti bahwa gatal
dapat dimodulasi oleh rangsangan noksius : rangsang termal, mekanik dan listrik dapat
menghambat rasa gatal yang diinduksi oleh histamin. Rangsangan noksius menghambat
aliran darah kulit yang diinduksi histamin. Inhibisi juga diduga melalui modulasi sentral
yang mengalihkan perhatian penderita dari rasa gatalnya.10
Terdapat banyak persamaan mekanisme antara rasa gatal dan nyeri, keduanya
melalui pola sensitasi perifer dan sentral. Pada keadaan normal terjadi interaksi antagonis
antara rasa gatal dan nyeri : nyeri dapat mengurangi rasa gatal.10
7. Apa perbedaan antara bintik merah dan eritema?
Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh
kapiler yang reversible. Bintik merah yaitu Lesi kemerahan pada kulit atau yang disebut
skin rash dapat berbentuk bermacam macam.2
8. Apakah usia mempengaruhi keluhan makin memburuk?
Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu perbaikan DNA manusia;
mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan organisme lain; serta
menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut imunoglobulin) untuk memerangi
serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Tugas sistem imun adalah mencari dan
merusak invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia. Fungsi sistem imunitas
tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh melawan
infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Hal ini
bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat menginjak usia tua
maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun,
atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang
berkembang secara lambat dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun
kemudian. Di samping itu, produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua
juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia
kurang efektifmelawan penyakit. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua
kehilangan kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh
atau memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri.11
Salah satu perubahan besar yang terjadi seiring pertambahan usia adalah
proses thymic involution 3 . Thymus yang terletak di atas jantung di belakang tulang
dada adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T sangat penting sebagai limfosit
untuk membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain dalam sistem imun. Seiring
17

perjalanan usia, maka banyak sel T atau limfosit T kehilangan fungsi dan kemampuannya
melawan penyakit. Volume jaringan timus kurang dari 5% daripada saat lahir. Saat itu
tubuh mengandung jumlah sel T yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya (saat usia
muda), dan juga tubuh kurang mampu mengontrol penyakit dibandingkan dengan masamasa sebelumnya. Jika hal ini terjadi, maka dapat mengarah pada penyakit autoimun
yaitu sistem imun tidak dapat mengidentifikasi dan melawan kanker atau sel-sel jahat.
Inilah alasan mengapa resiko penyakit kanker meningkat sejalan dengan usia. Salah satu
komponen utama sistem kekebalan tubuh adalah sel T, suatu bentuk sel darah putih
(limfosit) yang berfungsi mencari jenis penyakit pathogen lalu merusaknya. Limfosit
dihasilkan oleh kelenjar limfe yang penting bagi tubuh untuk menghasilkan antibodi
melawan infeksi. Secara umum, limfosit tidak berubah banyak pada usia tua, tetapi
konfigurasi limfosit dan reaksinya melawan infeksi berkurang. Manusia memiliki jumlah
T sel yang banyak dalam tubuhnya, namun seiring peningkatan usia maka jumlahnya
akan berkurang yang ditunjukkan dengan rentannya tubuh terhadap serangan penyakit.
Kelompok lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk sistem imun. Sel
perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif daripada sel
yang ditemukan pada kelompok dewasa muda. Ketika antibodi dihasilkan, durasi respons
kelompok lansia lebih singkat dan lebih sedikit sel yang dihasilkan. Sistem imun
kelompok dewasa muda termasuk limfosit dan sel lain bereaksi lebih kuat dan cepat
terhadap infeksi daripada kelompok dewasa tua. Di samping itu, kelompok dewasa tua
khususnya berusia di atas 70 tahun cenderung menghasilkan autoantibodi yaitu antibodi
yang melawan antigennya sendiri dan mengarah pada penyakit autoimmune.
Autoantibodi adalah faktor penyebab rheumatoid arthritis dan atherosklerosis. Hilangnya
efektivitas sistem imun pada orang tua biasanya disebabkan oleh perubahan
kompartemen sel T yang terjadi sebagai hasil involusi timus untuk menghasilkan
interleukin 10 (IL-10). Perubahan substansial pada fungsional danfenotip profil sel T
dilaporkan sesuai dengan peningkatan usia.11
Secara khusus jumlah sel CD8 T berkurang pada usia lanjut. Sel CD8 T
mempunyai 2 fungsi yaitu: untuk mengenali dan merusak sel yang terinfeksi atau sel
abnormal, serta untuk menekan aktivitas sel darah putih lain dalam rangka perlindungan
jaringan normal. Para ahli percaya bahwa tubuh akan meningkatkan produksi berbagai
jenis sel CD8 T sejalan dengan bertambahnya usia. Sel ini disebut TCE (T cell clonal
expansion) yang kurang efektif dalam melawan penyakit. TCE mampu berakumulasi
secara cepat karena memiliki rentang hidup yang panjang dan dapat mencegah hilangnya
18

populasi TCE secara normal dalam organisme. Sel-sel TCE dapat tumbuh lebih banyak
80% dari total populasi CD8. Perbanyakan populasi sel TCE memakan ruang lebih
banyak daripada sel lainnya, yang ditunjukkan dengan penurunan efektifitas sistem
imunitas dalam memerangi bakteri patogen. Hal itu telah dibuktikan dengan suatu studi
yang dilakukan terhadap tikus karena hewan ini memiliki fungsi sistem imunitas mirip
manusia. Ilmuwan menemukan tifus berusia lanjut mempunyai tingkat TCE lebih besar
daripada tikus normal, populasi sel CD8 T yang kurang beragam, dan penurunan
kemampuan melawan penyakit. Peningkatan sel TCE pada tikus normal menggambarkan
berkurangnya kemampuan melawan penyakit. Ilmuwan menyimpulkan bahwa jika
produksi TCE dapat ditekan pada saat terjadi proses penuaan, maka efektifitas sistem
imunitas tubuh dapat ditingkatkan dan kemampuan melawan penyakit lebih baik lagi.
Aging juga mempengaruhi aktivitas leukosit termasuk makrofag, monosit, neutrofil, dan
eosinofil. Namun hanya sedikit data yang tersedia menjelaskan efek penuaan terhadap
sel-sel tersebut.11
Aging (penuaan) dihubungkan dengan sejumlah perubahan pada fungsi imun
tubuh, khususnya penurunan imunitas mediated sel. Fungsi sistem imunitas tubuh
(immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh melawan
infeksi menurun termasuk kecepatan respons immun dengan peningkatan usia. Hal ini
bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat menginjak usia tua
maka resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun,
atau penyakit kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang
berkembang secara lambat dan gejalagejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun
kemudian. Di samping itu, produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua
juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia
kurang efektif melawan penyakit. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua
kehilangan kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh
atau memang benda itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri (autobody immune).11
Defisiensi makro dan mikronutrient umum terjadi pada orang tua yang
menurunkan fungsi dan respons sistem imun tubuh. Malnutrisi pada kelompok lansia
harus diwaspadai sejak dini termasuk memikirkan kembali efektifitas pemberian vaksin
bagi orang tua dalam mencegah penyakit infeksi seperti influenza. Penyakit infeksi yang
banyak diderita oleh orang tua dapat dicegah atau diturunkan tingkat keparahannya
melalui upaya-upaya perbaikan nutrisi karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Jika

19

fungsi imun orang tua dapat diperbaiki, maka kualitas hidup individu meningkat dan
biaya pelayanan kesehatan dapat ditekan.11
9. Mengapa setelah diberi obat penyubur tidak memberikan perubahan pada keluhan?
Hal tersebut dikarenakan obat yang diberikan tidak efektif untuk mengurangi
keluhan pasien ataupun menyembuhkan penyakit pasien. Oleh karena itu, kita
memerlukan obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien atau setidaknya
dapat mengurangi keluhan dari pasien.
a. Tenia capitis
- Griseofulvin (0,5-1 gruntuk orang dewasa)
- Golongantriazol dan alilamin
- Ketokonazol
- Triazol (2 x 100-200 mg sehari dalam kapsul selama 3 hari)
b. Dermatitis seboroik
- Sampo yang mengandung obat anti malassezia
- Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat atau
-

sulfur
Metronidazol topikal, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan salep

litium suksinat 5%
c. Alopesia areata
- Krim fusinolonasetonid 0,2% dioleskan 2 kali sehari selama 6 bulan
- Krim halsinonid 0,1% dioleskan setiap hari dengan dosis maksimal 60 gr per
bulan
- Krim betametason dipripionat 0,05% dipakai 2 kali sehari
d. Alopesiaandrogenetik
- Finasteride 1 mg (propecia)
- Spironolaktone dosis 50-300 mg per hari
- Siproteronasetat dosis 2 mg + etinil estradiol 50 mg selama 21 hari
- Minoksidil (devirat piperidinopirimidin)
10. Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
a. Tes Tarik Rambut (Hair Pull Test)
Tes tarik rambut membantu mengevaluasi kerontokan rambut tipe difus. Tes
ini dilakukan dengan cara menarik lembut sekelompok rambut (sekitar 40) pada
setidaknya 3 area yang berbeda pada kepala. Seluruh rambut yang ditarik dihitung
dan diperiksa secara mikroskopik. Normalnya dijumpai kurang dari tiga rambut
telogen yang rontok pada setiap tarikannya. Jika dijumpai 4-6 rambut, maka tes tarik
rambut ini dikatakan positif dan mengarah kepada effluvium telogen.13
b. Hitung Rambut Harian
Tes ini dapat dilakukan oleh pasien untuk menilai kerontokan rambut ketika
tes tarik rambut memberikan hasil negatif. Kerontokan rambut saat menyisir rambut
dan mandi di pagi hari dikumpulkan di sebuah plastik transparan selama 14 hari.
Jumlah rambut pada setiap plastik kemudian dicatat. Jumlah rambut rontok lebih
20

dari 100 helai merupakan jumlah abnormal kecuali diakibatkan oleh shampoo.
Kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis.13
c. Tes Cabut Rambut
Tes ini dilakukan dengan mencabut sekitar 50 rambut satu persatu hingga ke
akar. Akar rambut yang dicabut tersebut kemudian di periksa di mikroskop untuk
menetukan fase pertumbuhan dan menemukan adanya defek di fase telogen, anagen
atau pun penyakit sistemik. Rambut anagen tampak memilki selubung pada akarnya
sedangkan rambut telogen tidak. Normalnya 85-90% rambut berada pada fase
anagen, 10-15% pada fase telogen dan <1% pada fase katagen. Telogen effluvium
akan tampak dari meningkatnya persentase rambut telogen pada pemeriksaan
mikroskopis (biasanya >20%), dimana anagen effluvium menunjukkan penurunan
rambut fase telogen serta meningkatnya jumlah rambut yang rusak.13
d. Trikogram
Trikogram adalah pemeriksaan mikroskopis semi invasif untuk mengevaluasi
akar dan siklus rambut, dilakukan untuk mendiagnosis kerontokan kronis seperti
telogen efluvium dan alopesia androgenetik.13
e. Biopsy Kulit Kepala
Biopsy merupakan indikasi bila kerontokan rambut bersifat persisten dan
belum diketahui dengan pasti diagnosisnya. Biopsy dapat membedakan kerontokan
bentuk scaring dengan nonscaring. Sampel sebaiknya diambil dari daerah yang
sedang mengalami inflamasi. Sebaiknya pada batas area yang mengalami kebotakan.
Dapat juga dilakukan kultur bakteri atau jamur. Pemeriksaan imunofluoresensi juga
dapat mengenali SLE, likenplanus dan sitemik sklerosis. Metode ini penting untuk
membedakan alopesia sikatrikalis dan non sikatrikalis.13
11. Jelaskan DD yang dapat disimpulkan setelah dilakukan pemeriksaan!
a. Allopecia areata
1) Defenisi
Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari rambut
terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih bercak kerontokan
rambut pada scalp dan atau kulit yang berambut terminal lainnya. Lesi pada
umumnya berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin
tanpa adanya tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.14
2) lnsidens
Prevalensi pada masyarakat umum di Amerika Serikat 0,1 0,2 %. Pada
beberapa laporan perbandingan insidens alopesia areata sama banyak antara pria
21

dan wanita. 6,9 di Unit Penyakit Kulit dan Ketamin RSCM Jakarta, dalam
pengamatan selama 3 tahun (1983 1985) penderita rata-rata sebanyak 20
orang pertahun dengan perbandingan pria dan wanita 6 : 4. Umur termuda yang
pernah dicatat adalah 6 tahun, dan yang tertua 59 tahun. Resiko untuk terkena
alopesia areata selama masa hidup adalah 1,7 %.14
3) Etiopatogenesis
Alopsia areata telah dikenal sejak 20 abad yang lalu, namun sampai saat
ini penyebabnya yang pasti belum diketahui meskipun ada dugaan merupakan
respon auto imun.14
Berbagai faktor atau keadaan patologik yang dianggap berasosiasi
dengan penyakit ini adalah :14
a) Genetik
Alopesiaa areata dapat diturunkan secara dominan autosomal
dengan penetrasi yang variabel. Frekuensi alopesia areata yang diturunkan
secara genetik adalah 10 50 %. Insidens tinggi pada alopesia areata
dengan onset dini 37 % pada umur 30 tahun dan 7,1 % pada onset lebih dari
30 tahun. Dilaporkan terjadi pada kembar identik sebesar lebih dari 55 %.
Beberapa gen terangkai erat misalnya sistem genetik HLA (Human
Leucocyte Antigen) yang berlokasi di lengan pendek kromosom-6
membentuk MHC (Major Histocompatibility Complex). Tiap gen pada
sistem genetik HLA memiliki banyak varian (alel) yang berbeda satu
dengan yang lain. Kompleks HLA pada penderita alopesia areata diteliti
karena

banyaknya

hubungan

penyakit-penyakit

autoimun

dengan

peningkatan frekwensi antigen HLA.Pernah diteliti hubungan alopesia


areata kelas I (HLA-A, -B, -C0) dan HLA kelas ll (HLA-DR, -DQ, -DP).
Penelitian terbaru, ada hubungan alopesia areata dengan
beberapaantigen kelas I (HLA-A9, -B7, -B8, -B13, -B27) tapi belum
dipastikan. Beberapa tahun ini banyak terbukti hubungan alopesia areata
dengan HLA kelas ll (HLA-DR4, -DR5 subtipe DR4 dan DR11, -DQ3
subtipe DQ7 dan DQ8) alopesiaareata HLA-DRS berhubungan dengan
bentuk alopesia areata onset dini dan alopesia areata dengan hilangnya
rambut yang luas. Pada alopesia areata terjadi peningkatan alel HLADQB1*0301 (DQ7), HLA-DQB*03 (DQ3dan HLA-DRB1*110 4 (DR11).
HLA-DBR1*03 (DQ3) tampaknya merupakan marker HLA untuk semua
bentuk alopesia areata. Alel HLA-DRB1*0401 (DR4) dan HLADRB1*0301 (DQ7) adalah marker untuk alopesia areata totalis/universalis
22

yang lebihberat. Pada Sindroma Down insiden alopesia areata sebanyak 60


dibandingkan dengan 1 pada populasi normal. Diduga ada keterlibatan gen
pada kromosom 21 yang menentukan kerentanan terhadap alopesiaareata.
b) Stigmata atopi (faktor alergi)
Beberapa penelitian adanya hubungan antara alopesia areata dengan
atopi, terutama alopesia areata berat. Frekuensi penderita alopesia areata
yang mempunyai stigmata atopis sebesar 10 52 %. Kelainan yang sering
dijumpai berupa asma bronkhial, rhinitis dan atau dermatitis atopik.
c) Gangguan neurofisiologik dan emosional.
Pada alopesia areata telah dibuktikan dapat terjadi vasokonstriksi
yang disebabkan oleh gangguan saraf autonom, atau setelah tindakan
ortodontik. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa stres mungkin
merupakan faktor presipikasi pada beberapa kasus pada alopesia areata.
Pernah dilaporkan sebelum onset alopesia areata terjadi psikotrauma, stres
karena suatu peristiwa 6 bulan sebelum rambut gugur, prevalensi yang
tinggi terjadinya kelainan psikiatri faktor psikologis, faktor situasi dalam
rumah tangga. Sebaliknya ada laporan bahwa stres tidak memegang
peranan penting dalam patogenesis alopesia areata.
d) Gangguan organ ektodermal
Kerusakan kuku distropik dianggap berasosiasi dengan alopesia
areata, demikian pula timbulnya katarak tipe subkapsular posterior.
e) Kelainan endokrin
Beberapa penyakit endokrin antara lain gangguan fungsi kelenjar
dan diabetes melitus banyak dihubungan dengan alopesia areata. Tiroid,
kelenjar yang paling sering dijumpai kelainannya pada penderita alopesia
areata, memberikan gambaran penyakit goiter. Gangguan endokrin lainnya
dapat berupa vitiligo dan kelainan gonad.
f) Faktor infeksi
Adanya laporan mengenai kemungkinan adanya infeksi Cytomegato
virus (CMV) pada alopesia areata. Infeksi HIV juga berpotensi sebagai
faktor pencetus terjadinya alopesia areata. Tapi ada penyelidikan lain yang
menyebutkan tidak ada hubungan bukti keterlibatan virus / bakteri belum
dapat disimpulkan.
g) Faktor neurologi
Perubahan lokal pada sistem saraf perifer pada level papila dermis
mungkin memegang peranan pada evolusi alopesia areata karena sistem
saraf perifer dapat menyalurkan neuropeptida yang memodulasi proses
inflamasi dan proliferasi. Teori ini didukung oleh Hlordinsk dkk : ada
23

penurunan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) dan Substansi P (SP)


pada pasien alopesia areata. Neuro CGRP bekerja sebagai antiinflamasi
poten. Neuropeptida SP mampu menginduksi pertumbuhan rambut pada
tikus. Pemberian Capsaicin (yang dapat menyebabkan inflamasi neurogenik
dan pelepasan SP) pada seluruh kulit kepala pada 2 pasien alopesia areata
dapat meningkatkan adanya SP pada saraf perifolikular pasien alopesia
areata dan menginduksi pertumbuhan rambutvelus.
h) Faktor hormonal / kehamilan
Ketidakseimbangan hormonal pada kehamilan kadang-kadang
dapatmencetuskan terjadi alopesia areata (Sabaroud 1896, Sabaroud 1913).
Banyak dilaporkan kasus alopesia areata terjadi selama masa kehamilan.
Alopesia areata pada keadaan ini pada umumnya besifat sementara. Masa
pubertas dan menopause juga berpotensi untuk kembalinya alopesia areata.
i) Bahan kimia
Bahan-bahan kimia yang berpotensi untuk terjadinya alopesia areata
adalah acrylamide (Roselino, 1996), formaldehyde dan beberapa pestisida.
j) Perubahan musim
Tercatat beberapa orang dijumpai alopesia areata selama terjadi
perubahan musim yaitu selama musim winter dan bersifat sementara dan
akan tumbuh kembali dalam musim summer.
k) Trauma fisik.
l) Local skin injury.
m) Imunologis
4) Mekanisme Terjadinya Alopesia Areata
Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya
rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat memasuki fase telogen
lebih awal sehingga terjadi pemendekan siklus rambut. Proses ini meluas,
sedangkan sebagian rambut menetap di dalam fase telogen. Rambut yang
melanjutkan siklus akan membentuk rambut anagen baru yang lebih pendek,
lebih kurus, terletak lebih superfisial pada middermis dan berkembang hanya
sampai fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen yang hipoplastik ini akan
membentuk jaringan sarung akar dalam, dan mempunyai struktur keratin seperti
rambut yang rudimenter. Beberapa ciri khas alopesia areata dapat dijumpai,
misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen dengan diameter bervariasi,
dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol ke atas (rambut-rambut pendek
yang bagian proksimalnya lebih tipis dibanding bagian distal sehingga mudah
dicabut), disebut exclamation-mark hairs atau exclamation point hal ini
24

merupakan tanda patognomonis pada alopesia areata. Bentuk lain berupa rambut
kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dots. Lesi yang telah lama
tidak mengakibatkan pengurangan jumlah folikel. Folikel anagen terdapat di
semua tempat walaupun terjadi perubahan rasio anagen : telogen. Folikel
anagen akan mengecil dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi
diferensiasi korteks, walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut yang tumbuh
lagi pada lesi biasanya didahului oleh rambut velus yang kurang berpigmen.14
5) Gambaran Klinis
Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh bercak
kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas. Permukaan lesi tampak
halus, licin, tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Pada tepi lesi
kadang- kadang tampak exclamation-mark hairs yang mudah dicabut. Pada
awalnya gambaran klinis alopesia areata berupa bercak atipikal, kemudian
menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk karena rontoknya
rambut, kulit kepala tampak berwarna merah muda mengkilat, licin dan halus,
tanpa tanda-tanda sikatriks, atrofi maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat
disertai dengan eritem ringan dan edema. Bila lesi telah mengenai seluruh atau
hampir seluruh scalp disebut alopesia totatis. Apabila alopesia totalis ditambah
pula dengan alopesia dibagian badan lain yang dalam keadaan normal berambut
terminal disebut alopesia universalis. Gambaran klinis spesifik lainnya adalah
bentuk ophiasis yang biasanya terjadi pada anak, berupa kerontokan rambut
pada daerah occipital yang dapat meluas ke anterior dan bilateral 1 2 inci di
atas telinga, dan prognosisnya buruk. Gejala subjektif biasanya pasien mengeluh
gatal, nyeri, rasa terbakar atau parastesi seiring timbulnya lesi.14
Ikeda (1965), setelah meneliti 1989 kasus, mengemukakan klasifikasi
alopesia areata sebagai berikut :14
a) Tipe umum, meliput 83 % kasus diantara umur 20 40 tahun, dengan
gambaran lesi berupa bercak bercak bulat selama masa perjalanan penyakit.
Penderita tidak mempunyai riwayat stigmata atopi ataupun penyakit
endokrin autonomik, lama sakit biasanya kurang dari 3 tahun.
b) Tipe atopik, meliputi 10 % kasus, yang umumnya mempunyai stigmata
atopi, atau penyakitnya telah berlangsung lebih dari 10 tahun. Tipe ini dapat
menetap atau mengalami rekurensi pada musim-musim tertentu (perubahan
musim).

25

c) Tipe kombinasi, meliput 5 % kasus, pada umur > 40 tahun dengan


gambaran lesi-lesi bulat, atau retikular. Penyakit endokrin autonomik yang
terdapat pada penderita antara lain berupa diabetes melitusdan kelainan
tiroid.
d) Tipe prehipertensif, meliputi 4 % kasus, dengan riwayat hipertensi pada
penderita maupun keluarganya. Bentuk lesi biasanya retikular.
Klasifikasi tersebut sangat berguna untuk menjelaskan patogenesis dan
meramalkan prognosis penyakit.
Pada beberapa penderita terjadi perubahan pigmentasi pada rambut
didaerah yang akan berkembang menjadi lesi, atau terjadi pertumbuhan rambut
baru pada lesi atau pada rambut terminal di sekitar lesi. Hal ini disebabkan oleh
kerusakan keratinosit pada korteks yang menimbulkan perubahan pada rambut
fase anagen lll/IV dengan akibat kerusakan mekanisme pigmentasi pada bulbus
rambut.
6) Diagnosis
Diagnosis Alopesia areata berdasarkan gambaran insfeksi klinis atas pola
mosaik alopesia atau alopesia yang secara klinis berkembang progresisf.
Didukung adanya trikodistrofi, efluvium anagen, atau telogen yang luas, dan
perubahan pada gambaran histopatologi. Pada stadium akut ditemukan distrofi
rambut anagen yang disertai rambut tanda seru (exclamation mark hair) pada
bagian proksimal, sedangkan pada stadium kronik akan didapatkan peningkatan
jumlah rambut telogen. Perubahan lain meliputi berkurangnya diameter serabut
rambut, miniaturisasi, pigmentasi yang tidak teratur. Tes menarik ram but pada
bagian tepi lesi yang positif menunjukkan keaktifan penyakit.14
Biopsi pada tempat yang terserang menunjukkan

peradangan

limfostikperibulbar pada sekitar folikel anagen atau katagen disertai


meningkatnyaeosinofil atau sel mast.14
7) Diagnosis Banding
Gambaran klinis alopesia areata yang berbentukkhas, bulat berbatas
tegas, biasanya tidak memberikan kesulitan untuk menegakkan diagnosisnya.
Secara mikroskopi, hal tersebut diperkuat oleh adanya rambut distrofik dan
exclamation-mark hairs. Pada keadaan tertentu gambaran seperti alopesia areata
dapat dijumpai pada lupus eritematosus diskoid, dermatofitosis, trikotilomania
atau sifilis stadium ll, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lebih
lanjut. Masa awitan alopesia areata yang cepat dan difus sulit dibedakan secara
26

klinisdari alopesia pasca febris dan gangguan siklus rambut lainnya, kecuali bila
dijumpai rambut distrofik. Sikatriks pada lesi alopesia areata yang kronik dapat
pula terjadi oleh karena berbagai manipulasi sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan biopsi kulit.14
8) Pengobatan
Khusus bagi pasien dengan alopesia areata, University of British
Columbia Hair Research and Treatment Centre, 1998, membuat protokol
pengobatan pada orang dewasa, sebagai berikut :14
a) Kerontokan rambut < 50 %
12. Tanpa terapi
13. Penyuntikan triamisinolon asetonid intralesi
14. Larutan minoxidil 5 %
15. Kombinasi larutan minoxidil 5 % dengan kortikosteroid topikal potensi
tinggi.
16. Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin.
17. lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut di atas tidak
menolong.
b) Kerontokan rambut 50 %
18. Imunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP)
19. Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi tinggi.
20. Larutan minoxidil 5 % dan antralin.
21. PUVA.
22. Kortikosteroid sistemik.
b. Allopecia androgenic
1) Definisi
Alopesia androgenik (juga dikenal sebagai androgenetic alopecia,
alopecia androtesticleas, male pattern baldness, common baldness) merupakan
sebuah bentuk umum kehilangan rambut pada laki-laki dan perempuan. Pola
kerontokan rambut pada wanita berbeda dengan pola kebotakan laki-laki.15
Alopesia Androgenik adalah gangguan yang sangat umum yang
mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan. Insiden ini umumnya dianggap
lebih besar pada laki-laki daripada perempuan, meskipun beberapa bukti
menunjukkan bahwa perbedaan insiden merupakan cerminan dari ekspresi
berbeda pada pria dan wanita. Kebotakan pada laki-laki (alopesia androgenik)
dianggap normal pada laki-laki dewasa. Hal ini mudah dikenali oleh distribusi
rambut rontok di atas dan depan kepala dan oleh kondisi sehat kulit kepala.15
2) Epidemiologi
Sindrom alopesia androgenik mempunyai prevalensi yang tinggi akhirakhir ini. Alopesia androgenik merupakan tipe kebotakan yang paling banyak,
sekitar 50-80% dialami laki-laki kaukasia. Pada wanita sekitar 20-40% populasi.
Banyak pria usia muda yang mengalami penipisan rambut kronis dan menjadi
27

botak sebelum masanya.15


Angka kejadian pada laki-laki sekitar 50% dan pada perempuan biasanya
terjadi usia lebih dari 40 tahun. Dilaporkan 13% dari perempuan premenopause
menderita alopesia androgenik, namun, insidennya sangat meningkat setelah
menopause. Menurut beberapa penulis, 75% dari perempuan yang berumur
lebih dari 65 tahun kemungkinan menderita alopesia androgenik. Insiden
tertinggi pada orang kulit putih, kedua di Asia dan Afrika-Amerika, dan
terendah pada penduduk asli Amerika dan Eskimo. Hampir semua pasien
memiliki onset sebelum usia 40 tahun, walaupun banyak pasien (baik laki-laki
dan perempuan) menunjukkan bukti gangguan pada usia 30 tahun.15
3) Etiologi
Alopesia androgenik adalah suatu kondisi yang ditentukan secara
genetik. Bila pasangan suami istri sama-sama menderita, maka semua anak lakilaki dan setengah jumlah anak wanita akan mengalami hal yang sama.
Kebotakan pada laki-laki ditentukan oleh hormon androgen, sedangkan pada
wanita, alopesia androgenik diduga dipengaruhi oleh genetik. Tahun 2008, 95
keluarga dipelajari secara genetik, didapatkan lokus dengan bukti kuat untuk
hubungan alopesia androgenik adalah 3q26 terpaut pada kromosom X. Para
peneliti telah menentukan bahwa rambut rontok berhubungan dengan hormon
androgen. Hormon yang memproduksi androgen disebut dihidrotestosteron
(DHT). Androgen sangat penting untuk perkembangan seksual laki-laki sebelum
lahir dan selama masa puber. Androgen juga berfungsi mengatur pertumbuhan
rambut dan dorongan seksual pada laki-laki dan perempuan.15
Banyak pria yang masih muda mengalami penipisan rambut kronis dan
botak sebelum waktunya, hal ini disebabkan percepatan konversi hormon.
Adapun yang mempengaruhi percepatan proses konversi hormon adalah
kebiasaan hidup masyarakat modern seperti fast food, tatanan diet yang kurang
seimbang, penggunaan obat-obatan, dll. Penyakit sistemik sering mempengaruhi
pertumbuhan rambut baik secara selektif atau dengan mengubah kulit kepala.
Salah satu contoh adalah gangguan tiroid. Hipertiroidisme (T4 melebihi ambang
normal, 4,3-12,4 ug/dl). menyebabkan rambut menjadi tipis dan halus.
Hipotiroidisme menyebabkan lebatnya rambut dan penebalan kulit.15
4) Patogenesis
Penyebab alopesia androgenik adalah percepatan konversi hormon
testosteron menjadi hormon turunannya yaitu Dihydrotestosteron (DHT).
Konversi ini terjadi sesaat setelah proses pubertas berakhir atau kisaran usia 20
28

tahun. Hormon DHT menghasilkan enzim tipe II, 5-a reductase. Folikel yang
terpapar oleh DHT menjadi lemah dan tidak mampu menumbuhkan batang
rambut (graft sehat). Mekanisme kebotakan disebabkan singkatnya durasi
anagen akibat terpapar DHT, memanjangnya durasi telogen, dan mengecilnya
folikel rambut.15
Fase anagen lebih pendek sedangkan fase telogen memanjang, rasio
anagen dengan telogen dari 12:1 menjadi 5:1. Akibatnya lebih banyak rambut
berada fase telogen, sehingga penderita mengalami peningkatan kerontokan
rambut. Daerah ini bervariasi pada individu, namun biasanya ditandai kebotakan
pada vertex. Wanita dengan alopesia androgenik umumnya dimulai perluasan
dari bagian pusat dan kemudian kehilangan rambut atas mahkota. Hal ini
bertahap sehingga akhirnya mengalami kebotakan. Rambut laki-laki secara
bertahap mulai menipis di daerah temporal. Sebagian besar evolusi kebotakan
berkembang sesuai dengan klasifikasi Norwood/Hamilton bagian depan dan
vertex menipis. Rambut wanita biasanya mulai menipis di puncak. Secara
umum, perempuan mempertahankan garis rambut bagian depan. Laki-laki dan
perempuan dengan kelainan alopesia androgenik, rambut terminal pigmennya
lebih tipis, lebih pendek, tak jelas dan akhirnya menjadi rambut vellus
nonpigmented secara bertahap.15
5) Gambaran Klinis
Alopesia androgenik timbul pada akhir umur dua puluh atau awal umur
tiga puluhan. Rambut rontok secara bertahap dimulai dari bagian verteks dan
frontal. Garis rambut anterior menjadi mundur dan dahi menjadi terlihat lebar.
Puncak kepala menjadi botak. Beberapa varian bentuk kerontokan rambut dapat
terjadi, tetapi yang tersering adalah bagian frontoparietal dan verteks menjadi
botak.15
Folikel membentuk rambut yang lebih halus dan berwarna lebih muda
sampai akhirnya sama sekali tidak terbentuk rambut terminal. Rambut velus
tetap terbentuk menggantikan rambut terminal. Bagian parietal dan oksipital
menipis.15
Adapun gejala klinis alopesia androgenik menurut Hamilton :15
Tipe I
: Rambut masih penuh
Tipe II
: Tampak pengurangan rambut pada kedua bagian temporal; pada
tipe I dan II belum terlihat alopesia
Tipe III : Border line
Tipe IV : Pengurangan rambut daerah frontotemporal, disertai pengurangan
29

rambut bagian midfrontal


Tipe V : Tipe IV yang menjadi lebih berat
Tipe VI : Seluruh kelainan menjadi satu
Tipe VII : Alopesia luas dibatasi pita rambut jarang
Tipe VIII : Alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian vertex
Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan pada
wanita tampak tipis dan disebut female pattern baldness. Kerontokan terjadi
secara difus mulai dari puncak kepala. Rambutnya menjadi tipis dan suram.
Sering disertai rasa terbakar dan gatal.15
6) Pemeriksaan Penunjang
Analisis laboratorium dehydroepiandrosterone (DHEA)-sulfate dan
testosteron perlu dilakukan, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui hubungan
kelebihan hormon androgen dengan alopesia androgenik.15
Dehydroepiandrosterone (DHEA), suatu hormon yang diproduksi
glandula adrenal, yang merupakan prekursor dari hormon estrogen dan
testosteron. Kadarnya akan terus meningkat hingga puncaknya pada usia 20
tahunan dan kemudian menurun hingga berhenti pada usia 70-80 tahun. Nilai
optimum Dehydroepiandrosterone (DHEA) pada pria 400-500ug/dl dan wanita
350-430ug/dl. Kebanyakan pria memproduksi 6-8 mg testosteron (sebuah
androgen) per hari, dibandingkan dengan kebanyakan wanita yang memproduksi
0,5 mg setiap hari.15
Biopsi jarang dibutuhkan untuk membuat diagnosis. Jika satu spesimen
biopsi diperoleh, itu umumnya dipotong melintang jika pola alopesia dicurigai.
Pada pemeriksaan histologis didapatkan pola alopesia, dengan folikel
rambut yang mini. Pola alopesia, diameter shaft rambut bervariasi. Sisa saluran
berserat (disebut pita) dapat ditemukan di bawah miniatur folikel. Meskipun
alopesia androgenik dianggap sebagai bentuk peradangan rambut rontok. Rasio
durasi anagen dan telogen sering diamati.15
7) Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis alopesia androgenik diperlukan pengalaman
observasi kebotakan. Ada 3 hal yang merupakan indikasi kebotakan dini:16
a) Terjadi kerontokan gradual yang menyebabkan penipisan di areal widows
peak (kening, crown, dan vertex)
b) Rambut-rambut di areal widows peak tipis, ringan, tidak hitam pekat, dan
mudah lepas
c) Penipisan semakin parah dan melebar seiring dengan waktu
Bila ketiga hal di atas terjadi dipastikan pria tersebut mengalami alopesia
androgenik. Sehingga memerlukan penanganan yang sedini mungkin untuk
30

menyelamatkan folikel-folikel yang lemah agar tidak mati.16


8) Terapi
a) Rogaine (minoxidil) adalah obat yang digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi yang bila dioleskan ke kulit menyebabkan pertumbuhan rambut.
Minoxidil adalah suatu cairan yang dioleskan pada kulit kepala. Satu mL dari
solusi minoxidil harus diterapkan dua kali sehari untuk mencapai dan
mempertahankan pertumbuhan. Efek samping minoxidil pada kulit kepala
adalah iritasi, kekeringan, scaling, gatal kemerahan, dan dermatitis alergi.16
b) Finasteride adalah obat dalam bentuk pil (oral). Mekanisme obat ini adalah
menghambat 2 5-reduktase. Dosis 1 mg/hari dapat mencegah rambut
rontok.

Finasteride

menghambat

konversi

testosteron

menjadi

dihidrotestosteron dan menurunkan tingkat dihidrotestosteron dalam serum


dan kulit kepala. Tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk rentang usia atau
hilangnya rambut. Perlu diingatkan penderita yang mengalami gangguan
fungsi hati. Obat ini tidak efektif pada pria berusia lebih dari 60 tahun.
Kontraindikasi pada wanita. Dosis orang dewasa 1 mg PO qd sedangkan
pada anak-anak tidak tersedia. Efek samping penurunan libido.16
c) Anthralin memiliki efek modulasi kekebalan tubuh nonspesifik. Aman dan
digunakan pada anak-anak dan orang dewasa.16
d) Pencangkokan rambut dilakukan dengan mengangkat sekumpulan kecil
rambut dari daerah dimana rambut masih tumbuh dan menempatkannya di
daerah yang mengalami kebotakan. Hal ini bisa terbentuk jaringan parut di
daerah donor dengan resiko infeksi rendah.16
9) Prognosis
Prognosis kebotakan (alopesia) tergantung penyebabnya. Namun,
prognosis androgenetic alopesia tidak diketahui. Pada umumnya lebih mudah
rambut rontok daripada rambut tumbuh.16
10) Komplikasi
Rambut rontok dapat menyebabkan gangguan kosmetik, mempengaruhi
secara psikologis (kecemasan) dan jarang monosymptomatic hypochondriasis.
Kulit kepala botak mudah terpapar sinar matahari (sinar ultraviolet), dan
menimbulkan Multipel Actinic Keratosis.16
c. Dermatitis Seboroik
1) Definisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada
daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik
dan superfisial, didasari oleh faktor konstitusi.17
2) Epidemiologi
31

Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang


mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea.
Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi
pada laki-laki daripada wanita1. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai
dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan
pada dewasa pada usia 30-60 tahun.17
Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada
masa kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak
yang mencakup semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah
10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi
pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya prevalensinya
semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik
ringan. Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang
merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 20% populasi.17
3) Etiologi
Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian
berbagai macam faktor seperti faktor hormonal, infeksi jamur, kekurangan
nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini. Menurut
Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status
seboroik.17
Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat
mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah
pubertas. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa
bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini
menurun.17
Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan
dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora
normal. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang
mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden
(2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik
tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T,
meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen. Dermatitis seboroik juga
dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang
4)

menyatakan alasan kenapa hal ini bisa terjadi.17


Manifestasi Klinis
32

Dermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang


mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya
simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit
kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada
dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga.
Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan
lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital.17
5) Diagnosis
a) Anamnesis
Bentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/
dandruft. Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian
mengganggap dandruft adalah bentuk dermatitis seboroik ringan tetapi
sebagian berpendapat lain.17
b) Pemeriksaan fisik
Secara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang
berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai
berminyak kekuningan, umumnya tidak disertai rasa gatal. Kulit kepala
tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta keras.
Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar ke
kulit dahi, belakang leher dan belakang telinga. Distribusi mengikuti daerah
berambut pada kulit dan kepala seperti kulit kepala, dahi, alis lipatan
nasolabial, jenggot dan belakang telinga. Perluasan ke daerah submental dapat
terjadi.17
c) Histologis
Pemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat
ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis Biopsi
kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis.
Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia
follicular. AIDS berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai
parakeratosis, nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam
dermis. Ragi kadang tampak dalam keratinosites dengan pengecatan khusus.17
4) Terapi pada Dermatitis Seboroik17
Terapi

Dosis

Anti inflamasi
Sampo steroid
Flusinolon

2xseminggu
33

Steroid topical
Flusinolon

setiap hari

Losion betametason valerate

setiap hari

Krim desonide

setiap hari

Inhibitor kalsineurin topikal


Salep takrolimus

setiap hari

Krim pimekrolimus

setiap hari

Keratolitik
Sampo asam salisilat

2xseminggu

Sampo tar

2xseminggu

Sampo zinc pyrithione

2xseminggu

Anti jamur
Sampo ketokonazole

2xseminggu

Sampo selenium sulfide

2xseminggu

Pengobatan alternatif
Sampo tea tree oil

setiap hari

34

DAFTAR PUSTAKA
1. Umborowati, Menul Ayu; Rahmadewi. 2012. Rambut Rontok Akibat Lingkungan Dan
Kosmetik. Departemen/staf medik fungsional ilmu kesehatan kulit dan kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga:Surabaya. vol.24. p. 35-40
2. Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, ed.31. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. p. 750
3. Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, ed.31. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta. p. 1041
4. Meschel, Anthony L. phD. 2012. Histologi Dasar Iunqueira: Teks & Atlas. Edisi 12.
EGC: Jakarta. Hal. 309-316.
5. Soepardiman, Lily & Lili Legiawati. 2015. Kelainan Rambut. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI. Hal 301-311, 361-362
6. Paus R, Olsen EA, Messenger AG. Hair growth disorders. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 7th ed. USA: McGraw-Hills Company; 2008. p. 75377.
7. Iqbal, Muhammad. 2012. Hubungan Pelurusan Rambut (Rebonding) Dengan Kejadian
Rambut

Rontok

Pada

Mahasiswi

FK

USU

Stambuk

2008

sampai

2010.

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31211, 5 Oktober 2016


8. Hajheydari Z, dkk. 2009. Comparing the Therapeutic Effects of Finasteride Gel and
Tablet in Treatment of the Androgenetic Alopecia. Indian J DermatolVenereolLeprol. Hal.
47-51
9. A, Han,et

al.

2004.

Management

of

Acute

Sunburn.ncbi

pubmed,

http://ncbi.nlm.nih.gov, 2 September 2016.


10. Putu ayu elvina. 2011. Hubungan Rasa Gatal dan Nyeri. Denpasar: CDK 185/Vol.38
no.4.
11. Fatmah. Juni 2006. Respon Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia
Lanjut. Makara Kesehatan. Volume10, No. 1, http://journal.ui.ac.id, 2 September 2016
12. Dr. dr. Sri Linuwih SW Menaldi, Sp.KK (K). 2015. IlmuPenyakitKulit dan Kelamin.
Jakarta: BadanPenerbit FKUI. Hal. 115-116, 233, 373-376.
13. Umbrowati, Menul Ayu; Rahmadewi.2012. Rambut Rontok Akibat Lingkungan dan
Kosmetik.Fakultas

Kedokteran

Univ.Airlangga.

Available:

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-bik3c4a269669efull.pdf. Cited [October


1st, 2016]
14. Imam Budi Putra. 2008. ALOPESIA AREATA. Medan: Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK USU.
15. Soepadirman L. Kelainan Rambut. In Djuanda A, Hamzah, Aisyah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2007.p. 303-306.
35

16. Habif Thomas P. Skin Disease Diagnosis and Treatment. 2nd. Indian: Mosby an Imprint
of Elsevier, Inc.; 2007.p.516-518
17. repository usu, tinjauan pustaka dermatitis seboroik. FK usu 2010

36

You might also like