You are on page 1of 48

LAPORAN KELOMPOK PBL

Makassar, 7 Oktober 2016

SISTEM SPECIAL SENSES


MODUL II
KULIT DAN KELAMIN

PEMBIMBING:
dr. Marzellina Karim
KELOMPOK 11
Muhammad Ishaq

11020140091

Selly Silla Sakti

11020140104

Ria Rizki Amaliah

11020140113

Achmad Raihan Muhfisyar

1020140053

Evi Sriwahyuni

11020140069

Tzuraya Zahrah

11020140092

Vina Alfiani

11020140093

Regi Mayang Lestari

11020140115

Dewi Arfina Sari

11020140141

Satria Mandala

11020140014

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016

KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwarahmatullahiwabarakatuh.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., karena kami masih
diberi limpahan rahmat dan hidayah sehingga masih tertuntun menyelesaikan
laporan ini. Dan tak lupa shalawat dan taslim tertuju kepada NabiMuhammad
SAW., suri tauladan umat di seluruh dunia.
Kami ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung pada pembuatan laporan ini, baik
sebelum, saat dan setelah tutorial berlangsung. Tanpa bantuan dari semuanya,
kami tidak akandapat menyelesaikan laporan ini.
Kamipun memohon maaf yang sebesar - besarnya atas semua kesalahan
dan kekurangan yang ada pada laporan ini.Kami sangat sadar bahwa laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
tetap kami nantikan demi kesempurnaan laporan ini. Harapan kami, semoga
laporan ini dapat berguna/bermanfaat bagi semua orang
Demikian yang ingin kami sampaikan.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.
Makassar, 7 Oktober 2016

Kelompok 3

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
I. PENDAHULUAN...........................................................................................
II. PEMBAHASAN..............................................................................................
A. Skenario .....................................................................................................
B. Klasifikasi Kata Sulit..................................................................................
C. KlasifikasiKalimatKunci.............................................................................
D. IdentifikasiMasalah ...................................................................................
E. AnalisisMasalah ........................................................................................
III.PENUTUP........................................................................................................
Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira
16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga
bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai
berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera
perasa, dan fungsi pergetahan (Setiabudi, 2008). Warna kulit berbeda-beda, dari
kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak
kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa
(Djuanda, 2003). Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan
tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan
preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan
dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut kasar terdapat pada
kepala (Djuanda, 2003). Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga
lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan
subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak
(Tortora, Derrickson, 2009).

BAB II
PEMBAHASAN
A. SKENARIO
Laki-laki berusia 39 tahun datang ke poli kinik dengan plak coklat
kehitaman di daerah betis sejak 2 minggu yang lalu. Menurut pasien lesi
sangat gatal dan tampak memerah karena digaruk. Sebelumnya, riwayat
kaki pasien terantuk pada meja. Lesi terkadangagak basah.Sudah berobat
ke puskesmas dan diberi salep tetrasiklin serta antibiotik sistemik namun
belum sembuh meskipun keluhan sedikit berkurang. Pada pemeriksaan
fisis ditemukan papel dan makula hiperpigmentasi serta ulcerasi dangkal
pada daerah lesi. Gatal semakin hebat bila sedang santai atau pada saat
stres. Keluhan makin hebat seiring dengan bertambahnya usia. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama (-).

B. KATA SULIT
a. Plak

: Kelainan perubahan warna, batas tegas, dan terdapat penonjolan

b. Papul

: Penonjolan diatas permukaan kulit, keras, bats tegas

c. Makula : Batas tegas, kelainan warna, dan tidak terdapat penonjolan


d. Ulcerasi : Hilangnyua lapisan dermis dan epidermis
C. KALIMAT KUNCI
1.

Laki-laki 39 tahun

2.

Plak kehitaman di daerah betis 2 minggu

3.

Lesi merah dan gatal

4.

Riwayat kaki terantuk meja

5.

Riwayat pengobatan tetrasiklin dan antibiotik

6.

Terdapat lesi yang basa

7.

Pemeriksaan fisik terdapat papul, papula hiperpigmentasi, serta ulcer yang


dangkal pada lesi

8.

Gatal yang memberat saat santai dan stres

9.

Keluhan semakin hebat seiring bertambahnya usia


10. Tidak terdapat riwayat pada keluarga

D. IDENTIFIKASI MASALAH (PERTANYAAN)


1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi kulit?
2. Mekanisme terjadinya papul, makula, plak, ulcer?
3. Jelaskan faktor predisposisi dan penyebab terjadinya gatal?
4. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal?
5. Apa hubungan kaki terantuk dan lesi yang gatal dan merah?
6. Apa

hubungan

gatal

yang

meningkat

ketika

sedang

bertambahnya usia?
7. Pengaruh pemberian tetrasiklin dan antibiotik pada skenario?
8. Langkah-langkah diagnosis?
9. Diferential diagnosis?
10. Penatalaksanaan dan pencegahan?

stres,dan

E. ANALISI MASALAH (JAWABAN)


1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi kulit
Jawaban:
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis atau kutikel
2. Lapisan dermis (koriumkutis vera, trueskin)
3. Lapisan subkutis(hipodermis)
Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis,subkutis
ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan
lemak.
1. Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum
stratum granulosm, stratum spinosum dan starum basal
Stratum korneum (lapisan tanduk)adalah lapisan kulit yang paling luar
dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
Stratum lusidum terdapat langsung lapisan korneum, merupakan lapisan
sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin.lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
tangan dan kaki.
Staratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis
sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya
tidak punya lapisan ini. Stratum granuloum juga tampak jelas di telapak
tangan dan kaki.

Stratum spinosum (staratum malphigi) atau disebut pula pricklecell


layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat dengan permukaan makin
gepeng bentuknya. diantara sel-sel spinosum terdapat jembatan-jembatan
antar sel yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin.
Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil
yang disebut nodulus bizzozero. Diantara sel-sel spinosum terdapat pula
sel langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
Staratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang
tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.
Sel-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan
ini terdiri atas dua jenis sel yaitu:
a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti
lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan
antar sel.
b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel
berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (melanosomes).
2.

Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.secara garis besar
dibagi dalam dua bagian yaitu:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya yang menonjol kearah
subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya
serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini

terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat,


dibagian ini terdat pula fibroblas, membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda serabut
bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga
makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih
elastis.
2. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggit sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
penikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal
tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, Di daerah kelopak mata dan
penis sangar sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Dikulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di
papil dermis, pleksus yang disubkutis dan di parsretikulare juga
mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih
besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah
bening.
FISIOLOGI KULIT
1.

Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis
atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan
kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan,
contohnya lisol, karbol, asam, alkali kuat lainnya; gangguan yang

bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet;


gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
Hal diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak,
tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang yang
berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit
turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar
matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia
dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel
terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat lapisan
keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dan kulit.
Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi
keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit
berkisar pada pH 5 - 6,5 sehingga merupakan perlindungan
kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses kreatinisasi
juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati
2.

melepaskan diri secara teratur.


Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap
oksigen dan karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui
muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel

3.

epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.


Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
beguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupaNaCl, urea,
asam urat, dana amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh
hormon androgen dari ibunya memproduksi serum untuk
melindungi kulitnya terhadap cairan amonion, pada waktu lahir

dijumpai

sebagai

vernixcaseosa.

Sebum

yang

diproduksi

melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit


juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak
menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat di kulit
4.

menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.


Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis
dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badanbadan ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan
oleh badan-badan krause yang terletak di dermis. Badan taktil
meissner terletak di papilla dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan markelranvier yang terletak di epidermis.
Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di
epidemis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di

5.

daerah yang erotik.


Fungsi pengaturan suhu tubuh (Termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan
keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah
kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan
kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskuler
dipengaruhi oleh saraf simpatis. Pada bayi biasannya dinding
pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi
ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa

6.

karena lebih banyak mengandung air dan Na.


Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen(melanosit), terletak di lapisan basal
dan sel ini berasal dari rigi saraf .perbandingan jumlah sel basal :
melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta
besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit
ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih berbentuk
bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clearcell.
Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim
tirosinase, ion Cudan oksigen. Pajanan terhadap sinar matahari

mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis


melalui tangan-tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit
dibawahnya dibawa oleh sel melanofag(melanofor). Warna kulit
tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga
7.

oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.


Fungsi pembentukan Vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D
tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D
sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula
mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar
keringat dan otot-otot di bawah kulit

Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI. Hal 3 8

2. Mekanisme terjadinya papul, makula, plak, ulcer


Jawaban:
Proses terbentuknya Papul, makula dan ulcer merupkan suatu hasil
respon imun yang gagal mengekspreiskan suatu respon imun. Respon
imun terjadi sebagai akibat peristiwa yang menyangkut antigen, limfosit,
antibodi, limfokin/sitokin, mediator kimia, dan sel efektor untuk

melindungi tubuh manusia terhadap berbagai benda asing yang merugikan,


serta untuk menyingkirkan jaringan mati atau rusak.
Terjadi kerjasama yang erat antara respon imun alami, yang
digunakan tubuh untuk melindungi diri secara cepat, dengan respon imun
didapat yang lebih spesifik, namun memori dan berlangsung lebih lama.
Meskin terbentuk demi kebaikan tubuh,namun kadang-kadang terjadi
penyimpangan respons, misalnya ketidak mampuan tubuh untuk
mengeskpresikan respon imun yang akan mengakibatkan suatu infeksi.
Sebalikanya respon imun yang berlebih akan memicu terjadinya penyakit
autoimun, meskipun secara alamia tubuh telah membentuk sel T regulator
untuk mengatur kekurangan maupun kelebihan respon imun yang dibentuk
tubuh, namun hal tersebut belum tentu bermanfaat.
Proses terbentuknya Makula, papul dan ulcer merupakan suatu
efloresensi kulit yang berlangsung pada suatu penyakit. Proses tersebut
dapat merupakan akibat yang lazim dalam perjalanan proses patogenik.
Kadang-kadang proses ini dapat dipengaruhi keadaan dari luar misalnya,
menggaruk, dan pengobatan yang diberikan, sehinggah perubahan tersebut
tidak biasa lagi.
Dalam suatu penyakit akan terjadi kelainan yang pertama
(efloresensi primer) yang menjadi ciri khas suatu penyakit. Pada penyakit
ini bedasarkan gejala yang dikeluhkan pasien yaitu timbulnya makula
hiperpigmentasi, papul serta ulcer. Timbulnya makula atau kelainan kulit
yang berbatas tegas berupa perubahan warna semata-mata tanpa adanya
peninggian,

makula

hiperpigmentasi

merupakan

gambaran

dari

penumpukan pigmen melanin pada lapisan epidermis stratum basalis.


Sedangkan papul atau penunjulan diatas permukaan kulit, sirkumskrip
berdiameter lebih kecil dari 0,5 cm yang berisikan zat padat. Proses
terbentuknya Makula dan papul ini merupakan suatu proses patogenik baik
itu kegagalan respon imun ataupun lainya, hal itu merupakan suatu

elforensis primer. Sedangkan ulcer atau ulkus merupakan proses inflamasi


lanjutan yang tidak segera ditangani atau merupakan suatu elforesesnsi
sekuder, yang menyebabkan hilangnya jaringan yang lebih dalam
(melewati lapisan dermis kulit\).

Referensi : Djuanda, Adhi. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI. Hal 45,49-50

3. Jelaskan faktor predisposisi dan penyebab terjadinya gatal


Jawaban:
Faktor utama terjadinya gatal pada kulit dapat dibagi menjadi
beberapa sebab, diantaranya karena infeksi bakteri, infeksi jamur, infeksi
virus, maupun infeksi parasit. Diantara faktor utama tersebut, terdapat pula
faktor predisposisi yang turut menyertai munculnya suatu infeksi kulit
pada seseorang. Secara umum faktor predisposisi yang berkaitan dengan
infeksi bakteri, jamur, virus, ataupun parasit memiliki bentuk yang sama.
Namun, ada bentuk-bentuk tertentu yang menjadi ciri khas faktor
predisposisi pada setiap mikroorganisme, yaitu: 1) Faktor predisposisi

untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh virus umumnya terjadi pada
seseorang dengan imunitas yang rendah. Hal ini dikarenakan pada
seseorang dengan imunitas rendah, maka virus akan secara bebas beredar
pada sirkulasi dan organ tanpa adanya perlawanan dari sistem imun. 2)
Faktor predisposisi untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur
umumnya terjadi pada seseorang yang berada pada lingkungan yang
lembab. Hal ini disebabkan jamur mudah untuk berkembang pada daerah
yang lembab.

Referensi: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,


edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; hal: 234-235

4. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal


Jawaban:

Gatal adalah suatu persepsi akibat terangsangnya serabut


mekanoreseptor. biasanya impuls berawal dari rangsangan permukaan
ringan, misalnya pada rambatan kutu, bahan iritan, gigitan serangga.
Sensasi gatal biasanya diikuti dengan refleks menggaruk yang bertujuan
untuk memberi sensasi nyeri yang cukup sehingga sinyal gatal pada
medula spinalis dapat ditekan. Penyebab gatal sangat beragam, antara lain:
a. Reaksi Alergi (Hipersensitivitas Tipe 1)
b. Pembentukan Sistem Komplemen
c. Inflamasi
d. Paparan Fisik
e. Stress
f. Autoimun
g. Penyakit Sistemik
h. Keganasan
i. Bahan Iritan
j. Obat - Obatan
Masing-masing faktor penyebab mempunyai jalur patomekanisme
yang berbeda, namun pada akhirnya semua mekanisme akan berhubungan
dengan

pengeluaran

histamin

sebagai

mediator

inflamasi

yang

menyebabkan pruritus atau gatal. Histamin dibentuk oleh sel mast jaringan
dan basofil. Pelepasannya dirangsang oleh kompleks antigen-antibodi
(IgE), alergi tipe I, pengaktifan komplemen (C3a, C5a), luka bakar,
inflamasi, dan beberapa obat. Histamin melalui reseptor H 1 dan
peningkatan konsentrasi Ca2+ seluler di endotel akan menyebabkan endotel
melepaskan NO, yang merupakan dilator arteri dan vena. Melalui reseptor
H2 histamin juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah kecil yang tidak
tergantung dengan NO. Histamin meningkatkan permeabilitas protein di
kapiler. Jadi, protein plasma difiltrasi dibawah pengaruh histamin, serta
gradien tekanan onkotik yang melewati dinding kapiler akan menurun
sehingga terjadi edema.

Ketika sel mast menghasilkan histamin, ia langsung dapat


mensensitisasi ujung serabut saraf C yang berada di bagian superfisialis
kulit. Saraf C termasuk saraf tak bermielin yang juga berfungsi sebagai
reseptor rasa geli. Setelah impuls diterima oleh saraf C, impuls diteruskan
ke serabut radiks dorsalis kemudian diteruskan menuju medulla spinalis.
Pada komisura anterior medulla spinalis impuls menyilang ke kolumna
alba anterolateral sisi berlawanan. Kemudian naik ke batang otak atau
talamus untuk diinterpretasikan sebagai sensasi gatal. Sensasi ini
kemudian merangsang refleks menggaruk untuk memberikan sensasi nyeri
yang cukup untuk kemudian menekan sinyal gatal pada medulla spinalis.
Referensi:
1. Anonymous: Pruritis (itch). Diunduh dari:
http://dermnetnz.org/systemic/itch.html.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; hal: 321-323

5. Apa hubungan kaki terantuk dan lesi yang gatal dan merah

Kaki terantuk atau trauma sehingga Terjadi proses inflamasi pada


lesi, pengeluaran Histamin mediator inflamasi. Karena histamin, pembuluh
darah jadi melebar sehingga terjadi Kemerahan. Histami mensensitisasi
saraf C, diteruskan ke serabut radiks dorsalis, dan medulla spinalis.
Diiinterpretasikan sebagai sensasi Gatal. Sensasi ini kemudian merangsang
refleks menggaruk untuk memberikan sensasi nyeri yg cukup untuk
menekan sinyal gatal pada Medulla Spinalis

Referensi: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,


edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; hal: 321-323

6. Apa hubungan gatal yang meningkat ketika sedang stres,dan


bertambahnya usia
Jawaban:
a. Perubahan Kulit Yang Terjadi seiring bertambahnya usia:
Kulit juga bisa menjadi sangat kering seiring bertambahnya usia.
Ketika kita bertambah tua, produksi minyak alami menurun. Minyak
ini mengatur transepidermal kehilangan air, yang merupakan jumlah
air yang hilang melalui lapisan terluar dari kulit. Akibatnya, jumlah
kehilangan air melalui epidermis meningkat. Hal ini menyebabkan
kulit untuk berubah menjadi kering dan bersisik. Ketika kulit kita
mengalami kering, mungkin dapat mengakibatkan peradangan. Hal ini
dapat menimbulkan gatal-gatal.
Kulit kering, merupakan kelainan kulit yang tampak bersisik,
warna lebih gelap, keabu-abuan dan nampak suram. Kekeringan ini
terjadi akibat menurunya hormon, menurunya fungsi kelenjar sebasea,
berkurangnya jumlah dan fungsi kelenjar keringat, berkurangnya kadar
air dalam epidermis serta paparan sinar matahari yang terlalu lama.
Kulit kasar dan bersisik timbul akibat proses keratinisasi serta
perubahan ukuran selsel epidermis dimana stratum mudah lepas dan
cenderung untuk mati dan melekat satu sama lain pada permukaan
kulit.
b. Hubungan stress dengan gatal:
Pada
kondisi
stres,
aksis

limbic-hypothalamo-pitutary-

adrenal(LHPA) meningkat dan glukokortikoid disekresikan walaupun


kemudian kadarnya kembali normal melalui mekanisme umpan balik
negatif. Peningkatan glukokortikoid umumnya disertai penurunan
kadar androgen dan estrogen. Karena glukokortikoid dan steroid
gonadal melawan efek fungsi imun, stres pertama akan menyebabkan
baik imunodepresi (melalui peningkatan kadar glukokortikoid) maupun
imunostimulasi

(dengan

menurunkan

kadar

steroid

gonadal).

Peningkatan stimulasi respon imun dapat meningkatkan sensitivitas


responi mun. Hal ini menyebabkan sistem imun akan bekerja secara
berlebihan dan melepaskan mediator inflamasi secara berlebihan pula.

Mediator inflamasi klasik, antara lain prostaglandin, bradikinin,


leukotrien, serotonin, pH yang rendah dan substansi P, dapat
mensensitisasi nosiseptor secara kimiawi. Mediator inflamasi tersebut
menurunkan ambang rangsang reseptor terhadap mediator lain seperti
histamin dan capsaicin, sebagai akibatnya terjadi induksi rasa gatal.
Referensi:
1. Gunawan B, Sumadiono. Stress dan sistem imun tubuh: suatu
pendekatan psikoneuroimunologi.
2. Elvina PA. Hubungan rasa gatal dan nyeri.

7. Pengaruh pemberian tetrasiklin dan antibiotik pada skenario


Jawaban:

Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini
yang dibuat secarasemi-sintesis juga termasuk kelompok ini, begitu pula
semua senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri.
Penghambatan mikroba yang disebabkan oleh suatu antibiotik mungkin
bersifat tetap atau sementara. Apabila penghambatan itu hanya bersifat
sementara maka ke aktifan antibiotik itu disebut sebagai bakterio statik.
Walaupun antibiotik ini menghambat pertumbuhan sel bakteri, mikroba
terus berkembang jika pemberian antibiotik dihentikan. Sedangkan agen
bakterisid mekanisme tindakannya adalah memusnahkan mikroba
Antibiotik golongan Tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis.
Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman.
Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci Gram positif dan
Gram negatif. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin dan monosiklin.
Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum atau kisaran kerja
Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
a.

Berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu menghambat


segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat
atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja.
Berspektrum luas (broad spectrum), dapat menghambat atau

b.

membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif


Resistensi terhadap obat antibiotik, ialah obatnya tidak mampu
membunuh kuman atau kumannya menjadi kebal terhadap obat.
1.

Beberapa jenis resistensi yaitu:


Resistensi bawaan (primer), terjadi secara alamiah. Pada
kuman sudah terdapat resistensi secara alamiah, misalkan adanya
enzim penisilinase yang merusak penisilin dan sefaloridin.

2.

Resistensi yang diperoleh (sekunder), disebabkan kontak

3.

kuman dengan antibiotik.


Resistensi episomal, tipe resistensi ini pembawa faktor
genetika berada diluar kromosom yang ditulari bakteri lain.

Referensi: Farmakologi terapi.edisi 5.2007.Hal.694-695

8. Langkah-langkah diagnosis?
Jawaban:
A. ANAMNESIS
1. Anamnesis Pribadi
Merupakan
data

identitas

pasien

(nama,

umur,jenis

Kelamin,alamat, agama, bangsa / suku, status perkawinan, pekerjaan),


Berkaitan dengan data epidemiologi atau insidensi suatu penyakit.
Misalnya, pengaruh umur terhadap insidensi penyakit kulit dapat
dilihat pada kasus akne vulgaris yang banyak diderita pada usia
remaja. Pada wanita, akne vulgaris dapat bertahan bertahun-tahun
hingga umur 30-an
2. Anamnesis Keluhan Utama
Keluhan objektif adalah keluhan yang saat ini terlihat nyata pada
tubuh pasien dengan bahasa yang digunakan oleh pasien.
Keluhan Utama meliputi keluhan:
O = Objektif
S = Subjektif

L = Lokasi
O = Onset
Contoh
Objektif
Subjektif
Lokasi
Onset

: Penyakit Scabies
: Timbul gelembung,
: Gatal
: Sela-sela jari tangan
: Sudah 2 minggu yang lalu

Keluhan objektif yang tertera dalam kriteria Domonkos, yaitu:


Bintik (Makula Miller, Purpura, Eritem)
Bercak (Makula, Purpura, Eritem)
Bintil (Papula, Vegetasi, Komedo)
Bentol (Urtika)
Benjolan/Tumor (Nodul, Tumor, Kista)
Gelembung Berisi Cairan (Vesikel Diameter < 0.5 Cm, Bula

Diameter > 0,5cm)


Gelembung Berisi Nanah /Bisul (Pustula)
Bisul (Abses)
Sisik (Skuama)
Keropeng (Krusta)
Lecet (Erosi , Ekskoriasi)
Borok (Ulkus Dalam)
Koreng (Ulkus Dangkal)
Kudis (Ulkus Dangkal)
Parut (Sikatriks)
Penebalan Kulit (Likenifikasi, Keratosis)

Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien. Adapun


beberapa keluhan subjektif menurut kriteria Domonkos, yaitu:

Gatal (Paling Sering)

Panas (Rasa Terbakar)

Dingin (Rasa Geli)

Mencucuk

Menyengat

Menjalar- Sakit/Nyeri/Mendenyut

Kebas/Semut-Semutan

Kurang Berasa

Kepekaan Kulit Berlebihan

Tidak Berasa
3. Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
OLDCART OPQRST

4. Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit Kulit


Riwayat penyakit yang telah pernah dideritanya sejak masih
kanak-kanak sampai dewasa,yang mungkin mempunyai hubungan
dengan penyakit yang dialami pasien saat ini. Dokter tidak harus
menanyakan tentang penyakit kulit lain yang pernah diderita pasien,
tetapi juga penyakit yang bukan termasuk penyakit kulit. Misalnya
dermatitis atopik, biasanya penderita mempunyai riwayat kepekaan
dalam keluarganya atopi(asma bronkial, rinitis alergi, dermatitis
atopik dan konjungtivitis alergi)
5. Anamnesis Riwayat Pribadi Penyakit Kulit
Dokter menggali informasi mengenai kebiasaan hidup pasien yang
mungkin memiliki hubungan dengan penyakit kulit yang diderita.
Misalnya wanita kantoran yang memiliki kebiasaan dan keharusan
untuk berdandan setiap harinya dengan memakai bahan-bahan
kosmetik, bahan tersebut dapat mengakibatkan dematitis kontak alergi
pada beberapa orang yang sensitif terhadap bahan tersebut. Apabila
bahan tersebut terdapat pada lipstik maka bibir akan menjadi
eritematosa dan diikuti dengan edema
6. Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit Kulit
a. Riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga dekat
penderita, seperti penyakit keturunan, misalnya dermatitis
atopik, dapat diderita oleh anggota keluarga lainnya karena
memiliki kepekaan yang sama yang dinamakan atopi
b. Penyakit yang dapat menular secara kontak langsung dengan
pasien atau alat-alat yang dipakai pasien misalnya skabies yang
merupakan penyakit yang disebabkan oleh tungau yang dapat
menular dengan kontak langsung antara kulit dengan kulit
7. Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi Penyakit Kulit
I.
Keadaaan keluarga pasien :
Kondisi rumah tangga
Kondisi rumah
Pekerjaan
Penghasilan
Lingkungan atau daerah sekitar tempat tinggal penderita

II.

Penyakit infeksi kulit misalnya skabies yang disebabkan oleh


tungau perkembangannya tinggi pada sosial ekonomi yang

rendah dan hiegenitas yang buruk.


8. Anamnesis Gizi Penyakit Kulit
Dokter menanyakan makanan yang dikonsumsi setiap hari, porsi
serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan apakah pasien merasa berat
badannya berkurang, bertambah, atau tetap dan dicari apakah ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh pasien. Pada pasien
akne vulgaris, kebiasaan makan makanan yang berlemak tinggi dapat
memperberat ruam kulit yang timbul.
B. PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT KULIT
1. Pemeriksaan Fisik Umum (Status Generalisata)
Meliputi fisik diagnostik sesuai dengan sistem organ. Hal ini untuk
mengetahui adanya penyakit sistemik yang bermanifestasi di kulit seperti
penyakit imunitas (SLE), gangguan pembuluh darah (hemangioma) serta
faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya infeksi opertunistik
pada kulit (Diabetes militus, AIDS)
2. Pemeriksaan Dermatologis
Pemeriksaan ini meliputi :
A. Identifikasi ruam (efloresensi)
Ruam Kulit Primer
a. Makula: perubahan warna kulit setinggi permukaan kulit , berbatas
tegas, hanya perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk,
seperti pada tinea versikolor, morbus Hansen type PB (pausi
basiler) melanoderma, leukoderma, purpura, ptekie, ekimosis
b. Eritema: makula yang berwarna kemerahan pada kulit oleh karena
pelebaran pembuluh kapiler yang reversible (Dermatitis Kontak)
c. Papula: penonjolan superficial pada permukaan kulit dengan massa
zat padat, berbatas tegas, berdiameter < 1cm (tahi lalat yang
meninggi, kutil, liken planus)
d. Nodus: massa padat sirkumskrip, terletak di kutan atau subkutan,
dapat menonjol, ukuran > 2cm (jika < 1-2 cm disebut
nodul/nodulus), pada acne nodularis atau neurofibromatosis,
epitelioma.

e. Tumor:

penonjolan

di

atas

permukaan

kulit

berdasarkan

pertumbuhan sel atau jaringan tubuh


f. Vesikula: gelembung yang berisi cairan serum/serosa, beratap,
mempunyai dasar dengan diameter < 1 cm misalnya pada varisela,
herpes zoster
g. Bula: vesikel dengan diameter > 1 cm, (pemfigus, luka bakar. Jika
vesikel/bula berisi darah disebut vesikel/bula hemaragik. Jika bula
berisi nanah disebut bula purulen)
h. Pustula: vesikel < 0,5 cm,berisi nanah (variola, varisela, psoriasis
pustulosa)
i. Urtika (Wheal) : penonjolan di atas kulit akibat edema setempat
dan

dapat

hilang

perlahan-lahan

(urtikaria,dermatitis

medikamentosa dan gigitan serangga)


j. Kista : penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang
berisi cairan serosa atau padat atau setengah padat, seperti pada
kista epidermoid
k. Plak (plaque): Bercak yang mengalami peninggian di atas
permukaan kulit.
Ruam Kulit Sekunder
a. Skuama : pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit. dapat
berupa sisik halus, sedang (dermatitis), atau kasar (psoriasis).
Skuma dapat berwarna putih (psoriasis), abu-abu, atau seperti sisik
ikan (iktiosis)
b. Krusta : vesikel atau bula yang pecah menjadi keropeng yang
berasal dari cairan darah, nanah, dan obat yang sudah mengering di
atas permukaan kulit (impetigo krustosa, dermatitis kontak) ,dapat
berwarna hitam (pada jaringan nekrosis), merah (asal darah), atau
cokelat (asal darah, nanah, serum)
c. Erosi :kelainan kulit karena kehilangan jaringan yang tidak
melampui stratum basal.
d. Ekskoriasi : kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris
sehingga kulit tampak merah disertai bintik-bintik perdarahan.
(dermatitis kontak dan ektima)

e. Ulkus :kerusakan kulit (epidermis dan dermis) yang memiliki


dasar, dinding, tepi dan isi (ulkus tropikum, ulkus durum)
f. Rhagaden / fisura : belahan-belahan kulit dengan dasar yang sangat
kecil/dalam (Dermatitis kontak odol atau lipstik)
g. Parut (sikatriks) :jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan
dermis

yang

sudah hilang, dapat cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks atrofi),


dapat lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal
(eutrofi/luka sayat). Sikatriks tampak licin, garis kulit dan adneksa
hilang
h. Keloid / parut : hipertrofi jaringan kulit yang pertumbuhannya
melampaui batas
i. Abses : efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam
jaringan, (abses bartholini dan abses banal)
j. Likenifikasi : penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan/relief
kulit tampak lebih jelas, (Dermatitis atopik, neurodermatitis)
k. Guma : efloresensi sekunder berupa kerusakan kulit yang
destruktif, kronik, dengan penyebaran serpiginosa. Misal pada
sifilis gumosa, TBC kutis gumosa
l. Hiperpigmentasi: penimbunan pigmen berlebihan sehingga kulit
tampak lebih hitam dari sekitarnya,(melasma dan pasca inflamasi :
melanoderma)
m. Hipopigmentasi : kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih
putih dari sekitarnya, (tinea versikolor dan vitiligo)
n. Kanalikuli : ruam kulit berupa saluran-saluran pada stratum
korneum, yang timbul sejajar denga permukaan kulit, (skabies,
creeping eruption)
o. Komedo (Black head) : ruam kulit berupa bintik-bintik hitam yang
timbul akibat proses oksidasi udara terhadap sekresi kelenjar
sebasea dipermukaan kulit, (acne)
p. white head : ruam kulit berupa bintik-bintik putih
q. Eksantema : ruam permukaan kulit yang timbul serentak dalam
waktu singkat dan tidak berlangsung lama, biasanya didahului
demam, (demam berdarah)

r. Roseola : eksantema lentikuler berwarna merah tembaga (sifilis


dan frambusia)
s. Ptechie : bintik-bintik merah akibat pendarahan di dalam kulit
t. Purpura: yaitu perdarahan di dalam/di bawah kulit yang biasanya
disebabkan oleh medikamentosa.
u. Lesi target, ada 3 zona berbentuk lingkaran
Lingkaran 1 mengandung purpura atau vesikel di bagian tengah
yang dikelilingi oleh lingkaran pucat (lingkaran 2), lingkaran 3
adalah lingkaran eritema. Lesi target biasanya di telapak tangan
penderita eritema multiforme oleh karena drug eruption (gambaran
seperti mata sapi)
v. Burrow: terowongan yang berkelok-kelok yang meninggi di
epidermis superficial yang ditimbulkan oleh parasit (scabies)
w. Teleangiektasi: pelebaran pembuluh darah kecil superficial
(kapiler, arteriol, dan venul) yang menetap pada kulit dijumpai
pada penggunaan steroid jangka panjang
x. Vegetasi: pertumbuhan berupa penonjolan-penonjolan bulat atau
runcing menjadi satu (kondiloma akuminata, kornu kutaneus)

B. Tanda Klinis Khusus


1. Nikolsky Sign, cara pertama: menekan bula dengan jari sehingga
bula melebar, cara kedua: kulit normal diantara 2 bula apabila
dilakukan penggesekan dan panekanan kulit mengelupas, tanda ini
biasanya terdapat pada penyakit kulit berlepuh: Pemfigus,
Pemfigoid Bulosa, Stafilococcus Scalded Skin Syndrome
2. Auspitz Sign, timbul bintik perdarahan pada skuama yang terlepas
akibat elongasi pada ujung-ujung pembuluh darah kulit pada
daerah penebalan skuama, biasanya terdapat pada psoriasis
3. Koebner Phenomen, timbul ruam baru apabila diberikan trauma
ringan (gesekan/goresan) pada kulit normal di sekitar ruam (Veruka
Vulgaris, Psoriasis, Lichen Planus, dan Moluscum Contangiosum)
4. Tes Tetesan Lilin, tampak ruam skuama seperti tetesan lilin putih
menkilap dan apabila digores pada ruam

maka skuama

berhamburan pada tepi goresan mirip penomena goresan pada


permukaan lilin, tanda ini khas pada Psosriasis.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Lampu Woods: diagnostik, screening, hasil terapi
b) Diaskopi: menggunakan bahan transparan ditekan pada lesi
kemerahan ( Demam Berdarah)
c) Pemeriksaan KOH 10% & 20%: bahan kerokan kulit, kuku, rambut
d) Tes Tzanck: diambil dari vesikel/bula yang utuh (penyakit virus)
e) Pemeriksaan sekret/bahan dari kulit dengan perwarnaan khusus:
pewarnaan gram, Ziehl Nielsen, giemsa.
f) Tes alergi: uji tusuk, gores, tempel (skin test)
g) Pemeriksaan histopatologi: pengambilan jaringan dgn biopsi plong,
insisi, eksisi.
h) Kultur: Jamur, bakteri, virus.
i) Pemeriksa canggih: PCR, Reverse-Transkriptase, Imunohistokimia,
DNA

mapping,

Skin

gene

therapy.

Referensi: Penuntun CSL FK UMI 2016, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan


Fisik FK UISU 2016)

9. Diferential diagnosis
Jawaban:
A. Neurodermatitis
a.
Definisi
Neurodermatitis adalah suatu peradangan menahun pada
lapisan kulit paling atas yang menimbulkan rasa gatal.
Penyakit ini menyebabkan bercak penebalan kulit yang
kering, bersisik dan berwarna lebih gelap, dengan bentuk
lonjong dan tidak beraturan. Disertai gejala garis kulit tampak
menonjol (likenifikasi), akibat garukan atau gosokan
b.

berulang karena berbagai rangsangan pruritogenik.


Sinonim
Dermatitis Garukan Terlokalisir, Liken Simpleks Kronis,

c.

Neurodermatitis Sirkumskripta.c.
Etiologi
Penyebab neurodermatitis masih belum diketahui secara
pasti. Dapat timbul akibat dari iritasi menahun dan garukan
yang

berulang-ulang

meningkatkan

terjadinya

neurodermatitis. Penyakit ini biasanya berhubungan dengan :


1) Dermatitis Atopik, 2) Psoriasis, 3) Kecemasan, depresi
d.

ataupun penyakit psikis lainnya.


Faktor Resiko
Neurodermatitis sering terjadi pada rentang umur 30 dan 50
tahun. Wanita lebih sering terkena dari pada laki-laki. Lebih

berkembang jika dalam keluarga terdapat riwayat eczema,


psoriasis dan kondisi kulit yang serupa. Dapat juga
disebabkan oleh :
1. Mengenakan pakaian dengan ketat dan berasal dari
sintetis atau woll,
2. Kulit kering,
3. Paparan terus-menerus alergen dan bahan iritan,
4. Panas,
5. Gigitan serangga,
6. Stress,
7. Jaringan parut (keloid).
e.

Gejala Klinis
Gejala primer neurodermatitis adalah kulit yang sangat gatal,
muncul tunggal didaerah leher, pergelangan tangan, lengan
bawah, paha atau mata kaki, kadang muncul alat kelamin.
Rasa gatal sering hilang timbul. Sering timbul pada saat
santai atau sedang tidur, akan berkurang saat beraktifitas.
Rasa gatal yang digaruk akan menambah berat rasa gatal
tersebut.
Gejala klinis neurodermatitis yang muncul adalah : kulit
yang gatal pada daerah tertentu, terjadi perubahan warna
kulit, kulit yang bersisik akibat garukan atau penggosokan
dan sudah terjadi bertahun-tahun.

f.

Diagnosa Banding
a.

Dermatitis Atopik

d. Dermatitis

b. Dermatitis

c.

Numularis

Kontak Alergi dan

e. Phytopatodermatitis

Iritan

f.

Myxedema

Dermatitis

g.

Psoriasis, Plaque

Herpetiformis

h. Dermatitis
Seboroik
i. Tinea cruris

j. Liken Planus
k. Liken Amiliodo

g.

Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan berdasarkan tanda khas dari
pemeriksaan fisik pada kulit dan riwayat gatal dan garukan.

h.

Pemeriksaan Tambahan
Neurodermatitis sering muncul bersamaan dengan psoriasis
dan dermatitis maka harus disingkirkan dengan melakukan
pemeriksaan tambahan.
a. Patch Test
Test ini menentukan unsur apa yang menyebabkan
suatu reaksi alergi di dalampasien, dapat menyingkirkan
gejala dermatitis kontak alergika. Test ini memakai
berbagai alergen dengan potensial yang rendah dan di
pertahankan sampai dua hari. Jika terdapat suatu tanda
bengkak dibawah alergen berarti hipersensitiv terhadap
bahan tersebut
b. Skin Biopsi
Pengambilan sedikit jaringan kulit pada dearah lesi
dan kemudian dilihat hasilya di bawah suatu mikroskop.
Bantuan

Prosedur

ini

mendiagnose

suatu

infeksi/peradangan kulit atau kondisi kulit lain.Gambaran


klinis yang didapatkan : suatu hyperkeratosis, akantosis,
spongiosis dan penebalan parakeratosis. Papillary kulit
mengalami fibrosis kearah vertical sampai ke lapisan
kolagen, ini merupakan tanda khas dari neurodermatitis.
i.

Pengobatan
Pengobatan

utama

dari

neurodermatitis

adalah

untuk mengurangi pruritus dan memperkecil luka akibat


garukan atau gosokan. Gol pharmacotherapy adalah untuk

mengurangi rasa sakit dan untuk mencegah komplikasi.


Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan
untuk mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa
gatal. Pemberian steroid topical juga membantu mengurangi
hyperkeratosis. Pemberian steroid mid-potent diberikan pada
reaksi radang yang akut, tidak direkomendasikan untuk
daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axilla dan wajah).
Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang
low-poten, pemakaian high-potent steroid hanya dipakai
kurang dari 3 minggu pada kulit yang tebal.
Anti-depresan atau anti-anxiety sangat membantu pada
sebagian

orang

dan

perlu

pertimbangan

untuk

pemberiannya. Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat


diberikan antibiotik topical ataupun oral. Perlu diberikan
nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan.
j.

Macam-Macam Obat

1. Corticosteroids
Memiliki

kegunaan

sebagai

anti-inflamasi,

yang

berguna

mengurangi pruritus, menipiskan liken, dan mengurangi reaksi


inflamasi.
2. Clobetasol (Temovate)
Termasuk dalam kelas 1 superpotent steroid topical : suppresses
mitosis dan meningkatkan sintesis protein sehingga mengurangi
inflamasi dan menyebabkan vasokontriksi.
3. Fluocinolon 0,01% atau 0,025% cream (Synalar, Fluonid)
Merupakan topical steroid yang medium potent yang menhambat
proliferasi sel, juga sebagai imunosuprosor, anti-proliferasi, dan
anti-inflamasi.
4. Hydrocortisone Valerate cream 0,02% (Westcort)

Salah

satu

derifat

dari

adrenokortikosteroid sesuai untuk

penggunaan pada kulit atau selaput lendir eksternal.


5.

Fluocinonide cream 0,1% atau 0,05% (Lidex)


Merupakan topical corticosteroid yang menghambat proliferasi sel.

6.

Anti-pruritic
Memberikan efek pengendalian terhadap pelepasan histamine
secara endogen. Sehingga dapat, mengurangi efek gatal, efek
sedasi dan menyebabkan kantuk. Obat ini bekerja menstabilkan
membrane saraf dan mencegah transmisi dan inisiasi dari impuls
saraf, dan menghasilkan anastesi local.

7. Diphenhydramine (Benadryl, Benylin, Diphen, Allermax)


Mengurangi rasa gatal yang disebabkan oleh pelepasan histamine.
8. Chlorpheniramine (Chlor-Trimeton)
Penghambat histamine atau H1-Reseptor pada sel efektor di
pembuluh darah dan traktus respiratori.
9. Hydroxyne (Atarax, Vistaril)
Antagonis H1-Reseptor pada bagian luar, dan menekan aktifitas
dari histamine pada subcortikal diregio CNS.
10. Doxepin (Sinequan, Zonaton)
Penghambat aktifitas histamine dan asetilkolon. Penggunaannya
dapat memberikan efek sedasi, dan penyerapannya tinggi pada
pemberian secara topical.
11. Immunosuppressant
12. Tacrolimus (Protopic)
Mekanisme kerja di LCS tidak diketahui. Dapat mengurangi gatal
dan reaksi inflamasi. Juga menghambat transkripsi dari gen yang
mengkode IL-3,

IL-4,

IL-5,

GM-CSF,

melibatkan pada fase awal dari aktifasi T-Cell.


13. Immune Modulator
14. Pimecrolimus (Elidel)

dan

TNF-ALPHA,

Merupakan turunan dari ascomycin, suatu unsur alami yang


diproduksiStreptomyces hygroscopicus var ascomyceticus.
k.

Edukasi Pasien
1. Anjurkan agar pasien tidak menggaruk lagi, karena penyakit ini
akan bertambah berat jika terus digaruk oleh pasien.
2. Mendiskusikan tentang bagaimana merubah kebiasaan menggaruk.
3.

Memilih sabun yang lembut.

4. Menggunakan pakaian yang berbahan cotton sehingga mengurangi


iritasi.
5.

Dapat ditutup dengan kasa basah, untuk mencegah penggarukan.

6. Manajemen stress yang baik.


l.

Komplikasi
Penggarukan yang terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan
suatu infeksi atau peradangan kulit. Dapat pula meninggalkan
jaringan parut dan perubahan warna kulit yang bertambah gelap
(hiperpigmentasi).
Komplikasi dari neurodermatitis dapat terjadi bila tidak adanya
control dari kebiasaan menggaruk untuk keluhan gatalnya.
Komplikasinya biisa berupa perubahan warna pada kulit yang
permanen, terdapatnya bekas luka akibat garukan sampai terjadinya
ulkus karena seringnya pasien menggaruk.

m.

Prognosis
i.

Luka dapat sembuh sepenuhnya, dapat timbul jaringan parut dan


perubahan warna kulit.

ii.

Dapat relaps karena stress atau tekanan mental, dan karena kontak
dengan penyebab alergi.

iii.

Tidak sembuh bila pengobatan tidak tuntas.

Referensi : Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kempat.
Jakarta: FKUI. Hal 382

B. DERMATITIS NUMULAR
a.DEFINISI
Dermatitits Numularis ditandai oleh bercak yang sangat
gatal,

bersisik, berbentuk

bulat, berbatas tegas (berbeda dari

dermatitis pada umumnya), dengan vesikel-vesikel kecil di bagian


tepi lesi. Sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah
lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbedadari bentuk lesi
tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas
relatif kurang tegas. Kata numular diambil

dari bahasa Latin

nummulus yang berarti koin kecil= diskoid. Dermatitis numularis


lebih sering dijumpai pada usia dewasa dibanding pada anak-anak.
Terdapat berbagai variasi bentuk klinis, antara lain dermatitis
numularis pada tangan dan lengan, dermatitis numularis pada
tungkai dan badan,
dermatitis

dan dermatitis

numularis

merupakan

numularis

bentuk

kelainan

yang

kering.
kambuh-

kambuhan. pada setiap kekambuhan dapat muncul lesi tambahan,


tetapi umumnya lesi awal selalu menjadi aktif kembali.
b.EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis angka kejadiannya pada usia dewasa
lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita, onsetnya pada
usia antara 55 dan 65 tahun. Penyakit ini jarang pada anak-anak,
jarang muncul dibawah usia 1 tahun, hanya sekitar 7 dari 466 anak

yang menderita dermatitis numularis dan frekuensinya cenderung


meningkat sesuai dengan peningkatan umur.
c.ETIOLOGI
Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui. Namun
demikian banyak faktor predisposisi, baik predisposisi primer
maupun sebagai predisposisi sekunder telah diketahui sebagai
agen etiologi. Staphylococci dan Micrococci diketahui sebagai
penyebab langsung melalui mekanisme hipersensitivitas. Namun
demikian, perannya secara patologis belum juga diketahui.
Dalam beberapa kasus, adanya tekanan emosional, trauma
lokal seperti gigitan serangga dan kontak dengan bahan kimia
mungkin dapat mempengaruhi timbulnya dermatitis numularis,
tetapi

bukan

merupakan

penyebab

utama.

Penyakit

ini

umumnya cenderung meningkat pada musim dingin, juga


dihubungkan dengan kondisi kulit yang kering dan frekuensi
mandi yang sering dalam sehari akan memperburuk kondisi
penyakit ini.
d. PATOFISIOLOGI
Dermatitis numularis merupakan suatu kondisi yang
terbatas pada epidermis dan dermis saja. Hanya sedikit
diketahui

patofisiologi

dari

penyakit

ini,

tetapi

sering

bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura


pada permukaan kulit

yang

kering

dan

gatal

dapat

menyebabkan masuknya alergen dan mempengaruhi terjadinya


peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan dermatitis
numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua
terutama yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus
alergi.

Barrier pada kulit yang

lemah pada kasus

ini

menyebabkan peningkatan untuk terjadinya dermatitis kontak


alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal. Karena pada

dermatitis numularis terdapat sensasi gatal, telah dilakukan


penelitian mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini
dan ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell pada area
lesi dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada pasien
yang menderita dermatitis numularis.
Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya peran
neurogenik

yang

menyebabkan

inflamasi pada dermatitis

numularis dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara


mast cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi
neuropeptida pada epidermis dan dermis dari pasien dengan
dermatitis numularis.
Peneliti

mengemukakan hipotesa

bahwa pelepasan

histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang


kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan
gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal
antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun
non lesi pada penderita dermatitis numularis. Substansi P dan
kalsitonin terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi
dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numularis.
Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain
sehingga

memicu timbulnya

inflamasi. Penelitian lain telah

menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari pasien


dermatitis numularis menurunkan aktivitas enzim chymase,
mengakibatkan

menurunnya

kemampuan

menguraikan

neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan


menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses inflamas
e.MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang umum, antara lain:
a. Timbul rasa gatal

b. UKK kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau


tambalan :
i. Bentuk numular (seperti koin)
ii. Terutama pada tangan dan kaki
iii. Umumnya menyebar
iv. Lembab dengan permukaan yang keras
c. Kulit bersisik atau ekskoriasi
d. Kulit yang kemerahan atau inflamasi
Berdasarkan predileksinya dapat dibagi 3 bentuk klinis
dermatitis numularis yaitu:
b.

Dermatitis numularis pada tangan dan lengan


Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di
bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai
sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar,
kimia atau iritan. Lesi ini jarang meluas.

c.

Dermatitis numularis pada tungkai dan badan


Bentuk

ini

merupakan

bentuk

yang

lebih

sering

dijumpai. Pada sebagian kasus, kelainan sering didahului


oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga.
Umumnya

kelainan

bersifat

akut,

persisten

dan

eksudatif. Dalam perkembangannya, kelainan dapat sangat


edematous dan berkrusta, cepat meluas disertai papul-papul
dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis numularis juga
sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi,

tetapi

secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini
bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi
permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar
ke kaki yang lain, lengan dan sering ke badan.
e. PEMERIKSAAN

Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ada penemuan


yang spesifik. Untuk membedakannya dengan penyakit lain,
seperti dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan prick
test untuk mengidentifikasikan bahan kontak. Pemeriksaan KOH
untuk membedakan tinea dengan dermatitis numularis yang
mempunyai gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada kondisi
lain yang sangat mirip dengan penyakit ini sehingga sulit untuk
menentukan diagnosisnya (contohnya pada tinea, psoriasis) dapat
dilakukan biopsi.
f. DIAGNOSIS
Dermatitis
anamnesis

dan

numularis
gejala

dapat

klinis.

didiagnosis

berdasarkan

Tingkat gatal dan terjadinya

likenifikasi akan membedakannya dari neurodermatitis. Distribusi


lesi biasanya pada kedua lutut, kedua siku dan kulit kepala. Pada
psoriasis, lesinya kering, skuamanya lebih tebal dan iritasinya lebih
ringan,

patch

test

dan

prick

test

akan

membantu

mengidentifikasikan penderita dengan dermatitis kontak.


g. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit ini antara lain:
a. Liken simpleks kronikus (neurodermatitis).
Biasanya jarang, lesinya kering berupa plak yang
likenifikasi engan distribusi tertentu.
b. Dermatitis kontak alergi.
Morfologi klinis primer antara dermatitis kontak dan
dermatitis numularis sering sulit untuk dibedakan. Pada
dermatitis kontak biasanya lokal, dan ditemukan riwayat
kontak sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan
pemeriksaan patch test atau prick test.
c. Pitiriasis rosea
Merupakan peradangan yang ringan dengan penyebab yang
belum diketahui. Banyak diderita oleh wanita yang berusia

antara 15 dan 40 tahun terutama pada musim semi dan


musim

gugur.

Gambaran

klinisnya

bisa

menyerupai

dermatitis numularis. Tetapi umumnya terdapat sebuah lesi


yang besar yang mendahului terjadinya lesi yang lain. Lesi
tambahan cenderung mengikuti
h. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari.
a.

Menghindari alergen.
Dermatitis numularis terutama pada anak sangat berkaitan erat
dengan dermatitis atopik, menghindari alergen pada penderita
atopik anak dapat menurunkan insidensi dermatitis numularis.

b. Melindungi kulit dari trauma. Karena pada jenis ini biasanya


berawal dari trauma kulit minor. Jika ada trauma pada tangan,
gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.
c. Pemberian Emollients
Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi
kekeringan pada
digunakan

kulit.

antara

Contoh

lain:

emollients

yang

sering

aqueous cream, gliserine dan

cetomacrogol cream, wool fat lotions.


d. Steroid topikal
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi
iritasi

kulit. Dapat

diberikan

steroid

dengan

kombinasi

antibiotik untuk dermatitis numularis dengan infeksi sekunder.


e. Antibiotik oral maupun topikal.
Untuk

mengatasi

infeksi

sekunder.

Digunakan

antibiotik

golongan sefalosporin sebagai drug of choice untuk pioderma


misalnya cefadroxil dengan dosis oral 125-500 mg selama 7-10
hari. Kadang-kadang dermatitis numularis dapat sembuh total,
hanya timbul lagi jika pengobatan tidak diteruskan.
f. Antihistamin oral

Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Yaitu


antihistamin H1 seperti Cetirizine dengan dosis oral 25-100 mg.
g.

Steroid sistemik
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numularis yang berat,
diberikan prednilson dengan dosis oral 40-60 mg dengan dosis
yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam
beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh sempurna,
dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan emolilients.

I.

KOMPLIKASI
Infeksi
seringkali

sekunder.

dijumpai

Dermatitis

datang

numularis

pada

anak

ke rumah sakit dengan infeksi

sekunder.
J. PROGNOSIS
Pasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan
atau perjalanan penyakit dari dermatitis numularis yang kronik
dan cenderung sering berulang (residif). Mencegah atau
menghindari

dari

faktor-faktor

meningkatkan frekuensi untuk

yang

memperburuk

cenderung

berulang

atau

dengan

menggunakan pelembab pada kulit akan sangat membantu


mencegah penyakit ini. Adapun prognosis bervariasi dalam
setiap individu. Dermatitis numularis cenderung residif pada
sebagian besar kasus. Umumnya prognosis dari penyakit ini
adalah baik
Referensi : Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kempat. Jakarta: FKUI. Hal 148

2. DERMATITIS STATIS
a. Definisi
Dermatitis sekunder akibat insufiensi kronik vena ( atau
hipertensi vena ) tungkai bawah.
b. Etiopatogenesis
Mekanisme timbulnya dermatitis inimmasih belum jelas.
Ada teori yang meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistm
vena, terjadi kebocoran fibrinogen masuk kedalam dermis.
Selanjutnya fibrinogen diluar pembuluh darah akan berpolimerisasi
membentuk selubung fibrin perikapiler dan intertisium, sehingga
menghalangi difusi oksigen dan makanan yang dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup kulit. Akibatnya akan terjadi kematian sel.
Tetapi, ada data yang kurang mendukung hipotesis tersebut
hipotesis tersebut antara lain bahwa derajat pengendapan fibrin
tidak berhubungan dengan luasnya insufisiensi vena dantekanan
oksigen transkutan. Demikian juga selubung fibrin sekeliling
kapiler dermis tidak kontinu dan tidak teratur, sehingga sulit
berperan sebagai sawar fisis,, terutama untuk molekul kecil seperti
oksigen dan nutrient lain. Teori lain mengatakan adanya hubungan
anterio-vena, mengakibatkan hipoksi dan kekurangan bahan makan
dikulit yang terkena gangguan.
Ada juga hipotesis perangkap faktor pertumbuhan yang
mengungkapkan bahwa keluarnya kelompok makro, misalnya
seperti fibrinogen , 2-makroglobulin, kedalam dermis akibat
hipertensi vena atau

kerusakan kapiler, akan memperangkap

growth factor dan substansi stimulator lain atau homeostatic,


sehingga tidak mampu mempertahankan integritas jaringan dan
proses perbaikan bila terjadi luka akibat trauma yang ringan sekali
pun.
Hipotesis lain yaitu karena terperangkapnya sel darah putih
yang mnegatakan bahwa akibat hipertensi vena maka perbedaan
antara tekanan antara system arteri dan vena menurun, kecepatan
aliran darah dalam kapiler antara dua system tersebut berkurang,
yang mengakibatkan agregasi eritrosit dan sumbatan oleh leukosit
di dalam kapiler, sehingga terjadi iskemia. Sumbatan leukosit ini
selain menimbulakn sawar fisis, juga dapat melepaskan mediator
tertentu (terutama enzim proteolitik, misalnya kolagenase dan
elastase, sitokin, radikal bebas, dan faktor kemotaktik), yang dapat
mempengaruhi permebilitas pembuluh darah sehingga molekul
yang besar,

misalnya fibrinogen dapat keluar ke jaringan

perikapiler.
c. Gambaran Klinis
Akibat tekanan vena yang meningkat pada tungkai bawah,
akan terjadi pelebara vena atau varises, dan edema. Lambat laun
kulit berwarna merah kehitaman dan timbul purpura (karena
ekstravasasi sel darah merah kedalam dermis), dan hemosiderosis.
Edema dan varises mudah terlihat bila pasien lama berdiri.
Kelainan ini di mulai dari permukaan tungkai bawah bagian medial
dan lateral di atas maleolus. Kemudian secara bertahap akan
meluas keatas sampai di bawah lutut, dan ke bawah sampai ke
punggung kaki. Dalam perjalanan selanjutnya terjadi perubahan
ekzematosa berupa eritema, skuama, kadang eksudasi, dan gatal.
Bila sedang berlangsunng lama kulit akan menjadi tebal dan
fibrotic, meliputi spertiga tungkai bawah, sehingga seperti botol
yang terbalik. Keadaan ini disebut lipodermatosklerosis.
Dermatitis statis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus
di atas maleolus disebut ulkus venosum atau ulkus varikosum;

dapat pula mengalami infeksi sekunder, misalnya selulitis.


Dermatitis staatis dapat diperberat karena mudah teriritasi oleh
bahan kontaktan, atu mengalami autosensitasi.

d. Diagnosis
Diagnosis di dasarkan atas gambaran klinis.

Diagnosis

banding dermatitis statis antara lain ialah dermatitis kontak (dapat


terjadi

bersama-sama),

dermatitis

numularis,

dan

penyakit

Schamberg.
e. Pengobatan
Untuk mengatasi edema, tungkai di naikkan waktu tidur
dan waktu duduk. Bila tidur kaki diangkat di atas permukaan
jantung selama 30 menit, dilakukan 3 hingga 4 kali sehari, maka
edema akan menghilanng / mengurang dan mikrosirkulasi akan
membaik. Dapat pula bila malam hari, kaki tempat tidur sebelah
kanan di ganjal dengan balok setinggi 15- 20 cm ( sedikit lebih
tinggi dari pada letak kor). Apabila sedang menjalankan aktivitas,
memakai kaos kaki penyangga varieses atau pembalut elastic.
Eksudat di kompres dan setelah kering diberi krim
kortikosteroid potensi rendah sampai sedang., antibiotika sistemik
diberikan untuk mengatasi infeksii sekunder.

Referensi : djuanda adhi, utama hendra, dkk. 2013. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Jakarta : badan penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Edisi 6. Halaman 150-151.

10. Penatalaksanaan awal pada penderita nyeri kepala


Jawaban:
Pencegahan :
a. Pasien

disarankan

untuk

menghindari

faktor

yang

mungkin

memprovokasi atau memperberat kondisi pasien seperti stres.


b. Memberikan edukasi bahwa kelainan bersifat kronis dan berulang,
sehingga penting untuk pemberian obat topikal rumutan.
c. Menjaga terjadinya infeksi sebagai faktor resiko terjadinya relaps.
Penatalaksanaan :
a. Terapi farmakologi yang dapat diberikan :
Topika (2 X sehari)
a. Kompres terbuka dengan larutan PK (Permanganas Kalikus)
1:10.000, menggunakan 3 lapis kasa bersih, selama 15-20
menit/kali kompres (untuk lesi madidans/basah) sampai lesi
mengering.
b. Kemudian terapi dilanjutkan dengan kostikosteroid topikal seperti,
Desoid krim 0,05 % (bila tidak tersedia gunakan Fluosinolon
asetonid krim 0,0025 % ) pengunaan antibiotik topikal selama 2
minggu pemberian.
c. Pada

kasus

dengan

manifestasi

klinis

likenifikasi

dan

hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betametason valerat


krim 0,1 % atau metametason furoat krim 0,1 %)
d. Pada kasus infeksi sekundur, perlu dipertimbangkan pemberian
antibiotik topikal atau sistemik bila lesi meluas.
Oral Sistemik

a. Antihistamin sedatif yaitu, hidroksisin (2X1 tab) selama maksimal


2 minggu
b. Dapat juga diberikan Loratadin (1X10 mg/hari) selama maksimal 2
minggu.Jika adaa infeksi bakterial diberikan antibiotik topikal atau
sistemik bila lesi meluas. Bila kelainan tidak membaik dengan
pengobatan topikal standar dan terdapat faktor penyulit, misalnya
fokus infeksi pada organ lain, maka konsultasi disertai rujukan
kepada dokter spesialis terkait, seperti Gigi dan Mulut, THT, dll.
Untuk penatalaksaan fokus ke infeksi tersebut.

Referensi: Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitasi Pelayanan


Kesehatan Primer.2013..Edisi 1.

You might also like