You are on page 1of 38

LAPORAN PBL MODUL KULIT

SPECIAL SENSE

TUTOR PEMBIMBING:
dr. Andi Fahirah Arsal
Disusun oleh :
Kelompok 3
Ayudini Oktavia
Mirnawati Yalida
Aulia Adi Putri MS
Nurul Salsabilah M
Siti Hadriyanti Yapi
Nurhikma
Fajriati Samsi A. Tadda
Indira Yunita Alie
Inayathul Wahdaniyah
Fadil Efendi Azis
Abdulrahman Rizky S

110 2012 0159


110 2014 0018
110 2014 0028
110 2014 0035
110 2014 0041
110 2014 0046
110 2014 0056
110 2014 0061
110 2014 0068
110 2014 0083
110 2014 0118

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2016
Skenario 3

Perempuan berusia 43 tahun datang ke poliklinik dengan bercak


kecoklatan di pipi kanan, dahi dan dagu sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan diawali
sebagai bintik hitam menyerupai tahi lalat dan gejala semakin berat dan berwarna

makin gelap akibat terkena sengatan sinar matahari. Pasien tidak merasa gatal dan
tidak nyeri. Keluhan berkurang jika berobat, sembuh tapi kemudian muncul
kembali. Pada pemeriksaan fisik ditemukan makula hiperpigmentasi, eritema, dan
skuama halus. Sudah berobat ke puskesmas dan diberi obat mikonazole. Keluhan
makin jelas setelah menggunakan krem malam dan krem pagi dan tampak menjadi
sangat hitam pada seluruh permukaan kulit wajah.
Klasifikasi Kata Sulit
1. Makula hiperpigmentasi
Makula: tata anatomi untuk bercak, bintik atau penebalan terutama yang
dapat dibedakan dari sekelilingnya karena warna atau karakteristik lainnya
Hiperpigmentasi: peningkatan pigmentasi secara abnormal, seperti pada
kulit atau membran mukosa
2. Eritema
: Bercak kemerahan pada kulit.
3. Skuama halus
: Lapisan stratum korneum yang terkepas dari kulit.
4. Obat mikonazole
: Derivat imidazole yang digunakan sebagai agen
anti jamur spektrum luas; diberikan melalui infus intravena pada
pengobatan infeksi jamur sistemik dan secara topikal pada pengobatan
berbagai bentuk tinea dan kandidiasis kulit. (Kamus Dorland, 1998)
Kata Kunci

1. Perempuan 45 tahun
2. Bercak kecoklatan di pipi kanan, dahi dan dagu
3. 2 bulan yang lalu
4. Awalnya bintik hitam menyerupai tahi lalat
5. Gejala semakin berat karena sinar matahari
6. Tidak gatal dan tidak nyeri
7. Berkurang jika berobat, sembuh tapi muncul kembali
8. Pemeriksaan fisik: makula hiperpigmentasi, eritema, dan skuama halus
9. Diberi obat mikonazole
10. Pakai krim malam dan pagi, seluruh permukaan wajah menghitam
Pertanyaan
1.
2.
3.
4.

Bagaimana dampak paparan sinar ultraviolet terhadap kulit?


Apa saja faktor resiko yang menyebabkan bercak kecoklatan pada wajah?
Bagaimana klasifikasi dari melanosis?
Bagaimana patomekanisme hiperpigmentasi?

5. Bagaimana hubungan penggunaan krim malam dan pagi terhadap


6.
7.
8.
9.

keluhan?
Bagaimana farmako kinetik dan dinamik dari obat mikonazole?
Jelaskan langkah-langkah diagnosa dari skenario!
Jelaskan differensial diagnosa terkait keluhan pada skenario!
Bagaimana prespektif islam mengenai skenario?

Jawaban :
1. Bagaimana dampak sinar ultraviolet terhadap kulit manusia?
Jawaban

A. Anatomi dan fisiologi kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan
proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya dan membangun
sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar
dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital.
Luas kulit orang dewasa 1,5 -2 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari berat
badan manusia Tebal bervariasi antara - 3 mm. Kulit sangat kompleks,
elastis dan sensitif bervariasi pada keadaan iklim, umur, sex, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh
Kulit dapat bergerak dan meregang tergantung pada :
Tebal kulit
Jumlah lipatan kulit
Elastisitas kulit
Perlekatan kulit dengan jaringan dibawahnya
Umur individu.
Lapisan Kulit

Epidermis
Dermis
Jaringan subcutan.
EPIDERMIS
Terdiri dari 5 lapisan (stratum) berturut-turut dari atas ke bawah :
Stratum corneum
Stratum lucidum
Stratum garanulosum
Stratum spinosum/ spongiosum
Stratum basale
Stratum Corneum
Lapisan paling luar terdiri dari sel-sel gepeng dan tidak berinti lagi, sudah
mati dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin.
Makin keatas makin halus dan lama-lama terlepas dari kulit berupa sisik-sisik
yang sangat halus.
Diperkirakan, tubuh melepaskan 50-60 milyar keratinosit (korneosit) setiap
hari
Stratum Lucidum
Hanya terdapat pada kulit yang tebal.
Mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel-selnya sejenis dengan sel-sel
yang berada di stratum corneum.
Stratum Granulosum

Terdiri dari tiga sampai empat lapisan atau keratocytes yang dipipihkan.
Keratocytes ini berperan besar terhadap susunan keratin di dalam lapisan atas
epidermis.
Stratum Spinosum
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya
berbeda-beda, karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah-tengah.
Diantara sel spinosum terdapat sel langerhans, mengaktifkan sistem imun
Stratum Basale
Lapisan terdalam epidermis
10-20 % sel di stratum basale adalah melanocytes. Melanin, sel warna untuk
kulit (pigmen).
Butiran melanin berkumpul pada permukaan setiap keratinocytes.
DERMIS
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan
struktur pada kulit. Lapisan ini tersusun dari dua lapisan yaitu :
Lapisan papillaris yaitu bagian yang menonjol ke epidermis merupakan
jaringan fibrous tersusun longgar yang berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah.
Lapisan retikularis yaitu bagian di bawah lapisan papilaris yang menonjol ke
arah subcutan, lebih tebal dan banyak jaringan ikat.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut.

JARINGAN SUBCUTAN/ HIPODERMIS


Merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama berupa
jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur
internal seperti otot dan tulang. Jaringan subcutan dan jumlah lemak yang
tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
ADNEKSA KULIT
1.Kelenjar pada kulit
a. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea, berkaitan dengan folikel rambut, ductus kelenjar sebasea
akan mengosongkan sekret minyaknya ke dalam ruangan antara folikel rambut
dan batang rambut
untuk setiap lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya
akan melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak serta lentur
b. Kelenjar keringat
Ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama
terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir
(margo labium oris), telinga luar dan dasar kuku yang tidak mengandung
kelenjar keringat
Kelenjar Keringat diklasifikasikan menjadi 2 :
Kelenjar ekrin
Ditemukan pada semua daerah kulit. Saluran keluarnya bermuara langsung ke
permukaan kulit. Keringat dikeluarkan dari kelenjar ekrin sebagai reaksi
terhadap kenaikan suhu sekitarnya dan kenaikan suhu tubuh.
Kelenjar apokrin

Kelenjar apokrin terdapat di daerah aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
Kelenjar apokrin menjadi aktif pada pubertas. Kelenjar ini memproduksi
keringat yang keruh dan diuraikan oleh bakteri sehingga menghasilkan bau
yang khas.
Fungsi Kulit
Perlindungan (proteksi)
Kulit melindungi tubuh dari segala pengaruh luar, misalnya bahan kimia,
mekanis, bakteriologis dan lingkungan sekitarnya yang senantiasa berubahubah. Fungsi proteksi ini terutama dilakukan oleh stratum corneum, dalam hal
ini juga dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang yang berperan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisis
Sensibilitas/fungsi sensori
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk
memantau secara terus menerus keadaan lingkungan disekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan
yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk
bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda.
Korpus Meisners: reseptor yang terdapat pada kulit tidak berambut (banyak
diujung jari dan bibir) untuk mendeteksi objek yang sangat ringan dan vibrasi
dengan frekuensi rendah.
Sel Merkel terdapat didaerah dimana terdapat korpus Meisners berfungsi
untuk melokalisasi sensasi raba pada daerah permukaan tubuh dan
menentukan teksture benda yang dipegang.
Korpus Paccini berperan penting untuk mendeteksi vibrasi
Keseimbangan air

Stratum corneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan


demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan
subkutan. Bila kulit mengalami kerusakan misalnya pada luka bakar, cairan
dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat.
Pengaturan suhu (thermoregulator)
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang
terutama lewat kulit.
Fungsi komunikasi oleh ekspresi respon otonom.
Produksi vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang
diperlukan untuk mensintesis vitamin D (kolekalsiferol).
Fungsi respons immun
Beberapa sel dermal (sel langerhans, interleukin-1 yang memproduksi
keratinosit dan sub kelompok limfosit T) merupakan komponen penting dalam
sistem immun (Unhas 2011).

B. Dampak sinar matahari terhadap kulit


Efek buruk sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, dan lama
pajanan serta intensitas radiasi sinar UV. Reaktifitas individu terhadap sinar UV
tergantung pada warna kulit konstitutif serta tipe kulit yang diturunkan secara
genetik. Pigmentasi akibat UV terjadi terutama akibat radiasi UV-A pada individu
yang telah mempunyai pigmentasi. Pigmentasi akibat UV yang menyebabkan
tanning dinamakan facultative skin color.

Reaksi tanning dibagi atas 2 yaitu tanning yang terjadi langsung atau
cepat, dan tanning yang berlangsung lambat. Tanning reaksi cepat terjadi dalam
waktu 5-10 menit setelah paparan dan menghilang dalam beberapa menit sampai
beberapa hari tergantung dosis UVdan jenis kulit individu. Tanning yang cepat
tidak memberikan fotoproteksi DNA tidak menaikkan tingkat melanin epidermal.
DNA ini hanya terjadi oleh penyinaran UV-A. Tanning reaksi lambat terjadi dalam
waktu 3-4 hari setelah paparan UV. Ini disebabkan oleh UV-B dan UV-A.
Puncaknya antara 10 hari sampai 4 minggu tergantung dosis UV dan jenis kulit
individu, dan menghilang dalam beberapa minggu. Secara histologi terjadi
peningkatan melanosit epidermal, melanosit dendrit dan perpindahan melanosom
ke keratinosit, dan terjadi melanisasi yang meningkat dari melanosom individu.
Melanogenesis merupakan proses yang dipengaruhi oleh panjang gelombang. UVA akan menyebabkan pigmentasi yang gelap dan berbatas pada lapisan basal. UVB menyebabkan pigmentasi yang gelap terbatas pada lapisan epidermis,
sedangkan pigmentasi akibat UV-C ringan sekali.
Melasma merupakan bentuk epidermal melanotic hyperpigmentation
namun penelitian pada akhir akhir ini membuktikan bahwa terjadi peningkatan
aktivitas dan jumlah melanosit pada penderita melasma. Melanin pada epidermis
berperan sebagai kromofor endogen yang menyerap gelombang elektro magnetik
sinar matahari sehingga dianggap sebagai pelindung terhadap efek buruk sinar
matahari. Paparan sinar matahari pada kulit manusia akan diserap oleh kromofor
endogen, dan terjadilah reaksi fotokimiawi yang merubah molekul molekul yang
stabil menjadi molekul sangat reaktif. Hasil reaksi fotokimiawi dikenal sebagai
photo product, antara lain molekul CPD (Cyclobutan Pyrimidine Dimmer) sebagai
hasil reaksi fotoadisi, cis-urocanic acid yang berasal dari molekul trans pada
reaksi fotoisomerisasi dan ROS (Reactive Oxygen Species) seperti oksigen
singlet, anion superaktif, radikal hidroksil sebagai sebagai hasil reaksi foto
oksidasi. Sintesis melanin dapat terjadi karena paparan sinar matahari secara
langsung maupun tak langsung.
Secara langsung bila pajanan sinar matahari memicu melanosit pada
membran sel yang akan mengahasilkan ROS sebagai photoproduct, selanjutnya

ROS mengaktifkan phopholipase-C (PLC) dan membebaskan diacetyl glycerol


(DAG) dan inositoltriphosphat. Kedua senyawa ini bergungsi sebagai second
messenger yang akan mengaktifkan faktor nuklear sehingga transkripsi DNA yang
ada di inti sel terpicu. Transkripsi DNA akan menghasilkan tyrosinase dan
berakhir dengan sintesis melanin. Secara tidak langsung pajanan sinar matahari
akan memicu keratinosit, dan juga melalui pelepasan DAG kedalam sitoplasma
akan mempengaruhi transkripsi DNA yang berujung pada sintesis dan sekresi
berbagai sitokin yang berperan sebagai mitogen bagi melanosit untuk
berproliferasi, migrasi dan melakukan sintesis melanin.
Dituliskan pada Fitzpatrick, bahwa terdapat perbedaan jumlah melanosit
diantara berbagai lokasi di badan setiap individu. Pada lokasi yang seringkali
terpapar matahari seperti pada wajah, terdapat sekitar 2.000 atau lebih melanosit
tiap millimeter persegi, sedangkan pada lokasi yang lain sekitar 1.000 tiap
millimeter persegi. Hal ini menjelaskan mengapa melasma terlokalisir pada wajah,
terutama dahi, pipi dan bibir bagian atas. Kulit wajah juga menerima pajanan sinar
matahari terbanyak dibandingkan kulit di lokasi lainnya. Reaksi DOPA
(Dihidroksi Phenil Alanin ) pada melanosit akan meningkat bila kulit menerima
paparan sinar ultraviolet (290-400 nm) akan merusak gugus sulfhidril yang
merupakan penghambat enzim tirosinase, sehingga menyebabkan enzim tirosinase
bekerja maksimal, aktivitas melanosit meningkat, proses melanogenesis terpacu
dan menyebabkan hiperpigmentasi (Mead MN, 2015)
2. Faktor-faktor resiko yang menyebabkan muncul bercak kecoklatan pada
wajah!
Jawaban

1) Paparan sinar matahari (Ultra violet)


Insidens wanita dengan tipe warna kulit yang lebih gelap berkaitan erat dengan
paparan sinar matahari. Indonesia sebagai negara tropis, hampir sepanjang tahun
selalu disinari matahari dengan intensitas yang cukup kuat. Di negara-negara 4
musim, sebagian besar penderita menyatakan melasma tampak lebih nyata pada

musim panas, dan tampak berkurang/membaik pada musim dingin. Hal ini
menunjukkan besarnya hubungan antara melasma dan paparan sinar matahari.
Sebelum membahas tentang patogenesisnya, akan dibahas terlebih dahulu tentang
Ultra Violet.
Radiasi Ultra Violet terbagi 3 macam :
1) Radiasi UV-C (200-290 nm).
Radiasi ini tidak ditemukan dalam spectrum sinar matahari pada permukaan bumi
karena disaring oleh ozon dan air. Disebut juga radiasi germisidal karena dapat
membunuh mikroorganisme. Radiasi ini adalah UV gelombang pendek, karena
merupakan panjang gelombang terpendek pada spektrum UV. Radiasi UV-C
sering diartikan dengan panjang gelombang 259 nm karena sesuai dengan panjang
gelombang yang diemisi oleh lampu merkuri bertekanan rendah (lampu germisid)
sebagai sumber radiasi UV-C.
2) Radiasi UV-B (290-320 nm).
Merupakan bagian radiasi UV-B dengan keaktifan biologis tertinggi pada sinar
matahari dan penyebab reaksi eritema setelah paparan dengan matahari. Disebut
juga UV gelombang tengah atau sumber radiasi UV .
3) Radiasi UV-A (320-400nm).
Panjang gelombang terpanjang dari spektrum UV ini mempunyai efek biologis
kurang dari UV-B, tetapi gelombang UV-A dapat memacu menyebarkan sebagian
eritema akibat matahari. Nama lain UV-A ialah radiasi UV gelombang panjang,
radiasi UV karena dekat dengan sinar hitam (black light) karena tidak terlihat.
DNA (Deoksiribonucleotic Acid) menyerap ultra violet terbanyak pada panjang
280 nm. UV-B merupakan penyebab kerusakan biokemikal yang paling potensial.
2) Hormon
Dari segi hormonal, estrogen, progesteron, MSH (Melanocyte Stimulating
Hormon), dan ACTH ( Adrenocorticotropic hormon ) merupakan faktor penting

timbulnya melasma, meskipun kadarnya tak selalu meninggi pada penderita


melasma.
Estrogen berperan langsung pada melanosit sebagai salah satu reseptornya di
kulit. Hal ini terbukti dari timbulnya hiperpigmentasi melalui pemberian estrogen
topikal pada puting susu. Estrogen akan meningkatkan jumlah melanin dalam sel.
Sedangkan terhadap melanin, progesteron meningkatkan penyebarannya dalam
sel. Mekanisme seluler estrogen dan progesteron terjadi dengan perantara hormon
tropik (peptide dan glikoprotein) pada membrane sel dan melibatkan aktivitas cAMP

(cyclic

adenosin

monophosphat),

yang

kemudian

meningkatkan

pembentukan tirosinase, melanin, dan penyebaran melanin, di samping efek


peniadaan aktivitas inhibitor enzim, yang akhirnya meningkatkan jumlah dan
penyebaran melanin. Saat terjadi kehamilan, keseimbangan hormon di dalam
tubuh juga ikut berubah. Selama kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi pada
90% wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap.
Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi berwarna
lebih gelap. Juga jaringan parut baru sering kelihatan lebih gelap. Area yang
mempunyai pigmen normal seperti puting susu, areola mammae dan genital,
pigmentasi menjadi lebih kuat. Linea alba, garis tengah dinding perut anterior
selalu menjadi lebih gelap selama kehamilan dan kemudian dinamai linea nigra.
Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha
atas bagian dalam. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada
50% wanita hamil.
Hormon lain yang berperan dan kadarnya meninggi pada kehamilan adalah
MSH (Beta Melanocyte Stimulating Hormone). MSH mengandung rangkaian 7
asam amino yang identik dengan gugusan asam amino 4-10 dalam MSH dan
ACTH. Sehingga ACTH juga mempunyai banyak aktivitas yang sama dengan
MSH, termasuk menyebabkan hipermelanosis.
3) Obat-obatan

Peran obat-obatan dalam menimbulkan melasma dapat melalui beragam cara.


Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi lewat proses deposisi antara lain
logam berat, fenotiasid, anti malaria, arsen inorganik, dan merkuri.4 Difenil
hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik dan minosiklin merupakan obatobat yang ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat
merangsang melanogenesis yang menyebabkan timbulnya melasma.
Klorpromasin dapat merangsang sintesis melanin melalui peningkatan jumlah
melanosom dalam sel epidermis dan lisosom dalam makrofag dermis. Didapatkan
adanya penambahan kromofor pada endotel yang merupakan bentuk polimer dari
diklorpromasin.
Tetrasiklin dan amiodaron menyebabkan hiperpigmentasi melalui mekanisme
reaksi fotohipersensitivitas. Sedangkan hidantoin dan derivatnya bekerja langsung
pada melanosit. Obat-obatan sitostatika, antara lain siklofosfamit, trietilentiofosfoamida menimulkan hiperpigmentasi melalui penurunan turn over sel-sel malphigi.
Akibatnya terjadi penurunan produksi sel, sehingga keratinosit lebih banyak
kontak dengan melanosit dan penuh dengan melanosom, akhirnya timbul
hiperpigmentasi.
Zidovudine yang telah dipakai pada pasien AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam daftar obat-obatan yang
menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.

4) Genetik
Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang pernah
menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan pigmentasi
yang sejalan dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi dari perbaikan
DNA.6 Dengan gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen
SLC24A5 ( Solute Carrier Family 24 member 5 ), sebuah gen yang terdapat pada
kromosom ke-15 dalam tubuh manusia. Gen ini tersusun dari 396 molekul asam
amino. Menurut penelitian, aktivitas gen SLC24A5 inilah yang menentukan

jumlah dan aktivitas melanosit. Semakin tinggi aktivitas gen SLC24A5, semakin
tinggi jumlah melanosit yang akan memproduksi banyak melanin. Artinya, kulit
akan semakin gelap. Demikian pula sebaliknya, jika aktivitas gen SLC24A5 ini
semakin sedikit, kulit cenderung semakin terang.
5) Ras
Insiden terbanyak dimiliki oleh wanita dengan tipe warna kulit yang lebih gelap
( Fitzpatrick III, IV, V dan VI ) dan beberapa ras seperti Latin ( 8,8 % ), AfrikaAmerika, Afrika-Karibia dan Asia.
6) Kosmetik
Faktor lain yang berperan pada timbulnya melasma adalah faktor lokal yaitu
pemakaian kosmetika. Beberapa bahan yang ada dalam kosmetika wajah seperti
pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender oil, juga hydroquinone,
antiseptic, PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) dan berbagai pengawet bersifat
sebagai photo sensitizer yang dapat meningkatkan terbentuknya ROS ( Reactive
Oxygen Species ) dan memicu aktifitas melanosit. Khusus hydroquinone yang
banyak digunakan sebagai pemutih kulit di pasaran dengan dosis yang tidak
akurat, selain dapat menyebabkan hipermelanosis, justru berperan sebagai sumber
ROS yang dapat merusak sel dan DNA (Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak
heran apabila penderita yang diberi obat pemutih kadang dapat terjadi reaksi
sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam. Namun yang lebih berbahaya adalah
dengan penggunaan pemutih untuk mencegah sintesis melanin, fungsi melanin
sebagai proteksi hilang dan pada tingkat seluler terjadi kerusakan DNA yang
apabila mekanisme repair tak berhasil maka sangat beresiko menghasilkan gen
mutan yang pada akhirnya timbul keganasan kanker kulit.
Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya melasma diduga
merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena paparan sinar matahari
(hipersensitivitas tipe lambat). Bahan fotosensitiser yang terkandung dalam
kosmetika tadi menyerap sinar, kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung
dengan protein karier dan memacu respon imun. Mediator yang mempunyai

kemampuan merangsang melanosit adalah leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga
terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi lamina
basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan regenerasi sel-sel
basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam keratinosit yang degenerasi
ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis dermal
7) Riwayat Penyakit Lain
Disebutkan dalam literatur dan penelitian sebelumnya bahwa, melasma dapat
dijumpai pada penyakit kronis tertentu, seperti TBC, schistosomiasis, dan malaria.
Diduga aktivitas Retikulo Endhotelial System (RES) berbanding terbalik dengan
korteks adrenal. Stimulasi RES pada infeksi kronis menyebabkan menurunnya
aktivitas korteks adrenal, yang akhirnya meningkatkan pigmentasi kulit.4 Namun
kondisi ini juga sangat tergantung pada kondisi penderita itu sendiri. Dan masih
banyak faktor-faktor risiko lain yang belum jelas peranannya.
8) Usia
Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
perubahan keseimbangan hormon estrogen, paparan sinar matahari, dan sintesis
melanin yang berlebihan.
9) Pekerjaan
Melasma banyak menyerang penderita yang pekerjaannya sering terpapar dengan
sinar matahari tanpa alat pelindung diri ataupun tanpa medikamentosa yang
cukup.
Sebagai data dasar yang ikut mempengaruhi frekuensi terjadinya melasma pada
penderitanya yaitu usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan tingkat pendidikan
(Sri Linuwih, 2015)
3. Bagaimana klasifikasi dari melanosis?
Jawaban

Melanosis atau kelainan pigmentasi adalah kelainan warna kulit akibat berkurang
atau bertambahnya pertumbuhan pigmen melanin pada kulit.
Klasifikasi
1. Hipermelanosis
Hipermelanosis bila produksi pigmen melanin bertambah. Hipermelanosis
dapat disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun hanya karena
pigmen saja yang bertambah. Fitzapatrick membagi hipermelanosis
berdasarkan distribusi melanin kulit yaitu (a) hipermelanosis coklat bila
pigmen melanin terletak pada epidermis dan (b) hipermelanosis abu-abu
bila pigmen melanin terletak didalam dermis. Beberapa jenis kelainan
hipermelanosis pada wajah antara lain melasma, efelid dan lentigo.
2. Hipomelanosis bila produksi pigmen melanin berkurang. Hipomelanosis
dapat disebabkan oleh pengurangan jumlah pigmen atau berkurang
maupun

tidak

adanya

sel

melanosit.

Beberapa

jenis

kelainan

hipomelanosis pada wajah antara lain vitiligo, albinisme okulokutanea dan


hipopigmentasi pasca inflamasi. (Hamdani, 2015){Hamdani, 2015 #2}
4. Bagaimana patomekanisme hiperpigmentasi?
Jawaban

Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase yang


memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari
kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA)
dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui
beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam
ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit
diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. 4 tahapan yang
dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang.

Tahap 1 : Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal


proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul

halus; pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki


suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.
Tahap 2 : Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada

bagian dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis


lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks protein.

Gambar 1. Diagram Melanosit, ilustrasi gambaran utama melanogenesis. Tirosinase di sintesis


dalam retikulum endoplasma yang kasar dan diakumulasikan dalam vesikel kompleks Golgi.
Vesikel yang bebas sekarang dinamakan melanosom. Sintesis melanin dimulai pada melanosom
tahap II, di mana melanin diakumulasikan dan membentuk melanosom tahap III. Terakhir struktur
ini hilang dengan aktivitas tirosinase dan membentuk granul melanin. Granul melanin bermigrasi
ke arah juluran melanosit dan masuk ke dalam keratinosit.

Tahap 3 : Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus

agak sulit terlihat.


Tahap 4 : Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop
cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Utrastruktur tidak
ada yang terlihat. Granul yang matang berbentuk elips, dengan panjang 1
m dan diameter 0,4 m.
Ketika dibentuk granul melanin migrasi di dalam perluasan sitoplasma

melanosit dan ditransfer ke sel-sel dalam stratum germinativum dan spinosum dari
epidermis. Proses transfer ini telah diobservasi secara langsung pada kultur
jaringan kulit. Granul melanin pada dasarnya diinjeksikan ke dalam keratinosit.
Ketika di dalam keratinosit, granul melanin berakumulasi di dalam sitoplasma di

daerah atas inti (supranuklear), jadi melindungi nukleus dari efek merusak radiasi
matahari. Meskipun melanosit yang membentuk melanin, namun sel-sel
epitel/keratinositlah yang menjadi gudang dan berisi lebih banyak melanin,
dibandingkan melanosit sendiri. Di dalam keratinosit, granul melanin bergabung
dengan lisosom, alasan mengapa melanin menghilang pada sel epitel bagian atas.
Faktor-faktor penting dalam interaksi antara keratinosit dan melanosit
yang menyebabkan pigmentasi pada kulit:
1. Kecepatan pembentukan granul melanin dalam melanosit.
2. Perpindahan granul ke dalam keratinosit, dan
3. Penempatan terakhirnya dalam keratinosit
Pada manusia, ratio dopa-positif melanosit terhadap keratinosit pada
stratum basal adalah konstan di dalam setiap area tubuh, tetapi bervariasi dari satu
regio ke regio yang lain. Sebagai contoh, ada sekitar 1000 melanosit/mm2 di kulit
daerah paha dan 2000/mm2 di kulit skrotum. Jenis kelamin dan ras tidak
mempengaruhi jumlah melanosit/unit area. Perbedaan pada warna kulit terutama
karena perbedaan jumlah granul melanin pada keratinosit.

Gambar 2. sintesin melanin

Gambar 4. Section of the stratum spinosum showing the localized deposits of melanin
covering the cell nuclei. Melanin protects the DNA from the UV radiation of the sun. This
explains why people with light skin have a higher incidence of skin cancer than do people
with dark skin. The highest concentration of melanin occurs in the cells that are more
deeply localized; these cells divide more actively. (The DNA of cell populations that
multiply more actively is particularly sensitive to harmful agents.)

Makin gelapnya kulit (tanning) setelah terpapar radiasi matahari ( panjang


gel: 290-320mm) adalah akibat proses tahap 2. Pertama, reaksi fisis dan kimiawi
menggelapkan warna melanin yang belum muncul ke luar melanosit, dan
merangsangnya secara cepat untuk masuk ke keratinosit. Kedua, kecepatan
sintesis melanin dalam

melanosit mengalami akselerasi, sehingga semakin

meningkatkan jumlah pigmen melanin.1


Mekanisme hiperpigmentasi terjadi di lapisan kulit epidermal maupun
dermal. Sel-sel inflamasi melepaskan mediator dan sitokin. Menanggapi proses
peradangan, mediator asam arakidonat seperti prostaglandin dan leukotrien
merangsang peningkatan sintesis melanin dan transportasi ke keratinosit.
Peradangan dapat menyebabkan gangguan melanosit dan pelepasan pigmen ke
dalam dermis yang mengakibatkan fenomena yang disebut pigmen incontinence.
Hal inilah yang kemudian mengakibatkan penimbunan melanosit baik di lapidan
dermal maupuan epidermal yang menyebabkan hiperpigmentasi (Juncquera, 2003
dan Scwartz, 2015).

5. Bagaimana hubungan penggunaan krim malam dan pagi terhadap


keluhan?
Jawaban

Berbagai zat yang terkandung didalam kosmetika dapat memberikan


faktor positif dan negatif bagi kulit. Perbedaan ras, warna dan jenis kulit
seseorang

dapat

menimbulkan

efek

kosmetik.

Bahan

kosmetika

yang

menimbulkan hiperpigmentasi/melasma yaitu yang berasal dari bahan iritan


seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender oil, juga
hydroquinone, antiseptic, PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) dan berbagai
pengawet bersifat sebagai photo sensitizer yang dapat meningkatkan terbentuknya
ROS ( Reactive Oxygen Species ) dan memicu aktifitas melanosit. Khusus
hydroquinone yang banyak digunakan sebagai pemutih kulit di pasaran dengan
dosis yang tidak akurat, selain dapat menyebabkan hipermelanosis, justru
berperan

sebagai

sumber

ROS

yang

dapat

merusak

sel

dan

DNA

(Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak heran apabila penderita yang diberi obat
pemutih kadang dapat terjadi reaksi sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam. Namun
yang lebih berbahaya adalah dengan penggunaan pemutih untuk mencegah
sintesis melanin, fungsi melanin sebagai proteksi hilang dan pada tingkat seluler
terjadi kerusakan DNA yang apabila mekanisme repair tak berhasil maka sangat
beresiko menghasilkan gen mutan yang pada akhirnya timbul keganasan kanker
kulit.
Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya
melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena paparan
sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan fotosensitiser yang
terkandung dalam 20 kosmetika tadi menyerap sinar, kemudian terbentuk hapten
yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu respon imun. Mediator
yang mempunyai kemampuan merangsang melanosit adalah leukotrien C4 dan
D4. Selain itu juga terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan
multiplikasi lamina basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan

regenerasi sel-sel basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam


keratinosit yang degenerasi ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis dermal
(Soepardiman, 2007).
6. Bagaimana farmako kinetik dan dinamik dari obat mikonazole?
Jawaban

Mikonazol merupakan turunan imidazol sintetik yang relatil stabil,


mempunyai spektrum antijamur yang lebar baik terhadap jamur sistemik maupun
jamur dermatofit. Obat ini berbentuk kristal putih, tidak berwarna dan berbau,
sebagian kecil larut dalam air, tetapi lebih larut dalam pelarut organik.
Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,
Microsporum, Candida, dan Malassezia furtur. Mekanisme kerja obat ini belum
diketahui

sepenuhnya. Mikonazol menghambat

sintesis

ergosterol

yang

menyebabkan permeabllitas membran sel jamur meningkat. Mungkin pula terjadi


gangguan sintesis asam nukleat atau penimbunan peroksida dalam sel jamur yang
akan menimbulkan kerusakan. Obat yang sudah menembus ke dalam lapisan
tanduk kulit akan menetap di sana sampai 4 hari. Mikonazol topikal diindikasikan
untuk dermatolitosis, tinea versikolor dan kandidiasis mukokutan. Untuk
dermatotitosis sedang atau berat yang mengenai kulit kepala, telapak dan kuku
sebaiknya dipakai griseofulvin.
Mikonazol cepat berpenetrasi ke dalam stratum korneum dan bertahan di
sana selama >4 hari setelah aplikasi. Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah.
Absorpsi sistemik dari vagina <1,3%. Efek merugikan pada aplikasi vagina
meliputi rasa terbakar, gatal, atau iritasi pada -7% pasien, dan jarang terjadi kram
pelvik (0,2%), sakit kepala, urtikaria, atau ruam kulit. lritasi, rasa terbakar, dan
maserasi jarang terjadi setelah aplikasi kutan. Efek samping berupa iritasi, rasa
terbakar dan maserasi memerlukan penghentian terapi.
a. Farmakodinamik
Miconazole memiliki aktivitas antifungi terhadap dermatofit dan ragi serta
memiliki aktivitas antibakteri terhadap basil dan coccus positif.Miconazole

menghambat biosintesis ergosterol jamur dan mengubah komposisi


komponen lemak didalam membrane, yang menyebabkan nekrosis sel-sel
jamur.
b. Farmakokinetik
1. Absorpsi
Miconazole diabsorpsi

sistemik,

setelah

penggunaan

60

mg

miconazole oral gel menghasilkan konsentrasi plasma puncak 31 49


ng/nl, yang tampak kira-kira dua jam setelah penggunaan.
2. Distribusi
Miconazole yang diabsorpsi terikat pada protein plasma, (88,2%),
terutama pada serum albumin dan sel darah merah 10,6%.
3. Metabolisme & Eliminasi
Miconazole yang diabsorpsi sebagian besar dimetabolisme tubuh.
Kurang dari 1% miconazole yang diabsorpsi diekskresi melalui urine
sebagai obat utuh tanpa diubah. Pada sebagian besar pasien, waktu
paruh plasma miconazole adalah 20 sampai 25 jam (Ganiswarna, 2001,
Goodman&Gilman, 2010, Jansenn, 2016).
7. Jelaskan langkah-langkah diagnosa dari skenario!
Jawaban

A. Anamnesis
a. Identitas
Nama
: X (wanita)
Umur
: 43 Tahun
Alamat
: Pekerjaan
:b. Keluhan utama
Bercak kecoklatan pada pipi kanan, dahi dan dagu
c. Kapan kelainan kulit mulai muncul:
2 bulan yang lalu
d. Galilah onset:
2 bulan
e. Apakah hilang timbul atau menetap:
Hilang timbul pada saat berobat
f. Gambaran lesi awalnya:
Diawali sebagai bintik hitam menyerupai tahi lalat
g. Lokasi awalnya:
Di pipi
h. Perkembangan lesi dan distribusi:

Gejala semakin berat dan bewarna makin gelap akibat terkena


sengatan matahari, dan keluhan makin jelas setelah menggunakan
krim malam dan pagi dan tampak menjadi sangat hitam pada
i.
j.
k.
l.

seluruh permukaan kulit wajah


Apakah rasa panas pada lesi atau tidak?
Apakah demam atau tidak?
Apakah disertai gatal atau tidak:
Tidak
Apakah hubungan dengan kelainan kulit dengan penggunaan
pakaian baru? Kontak dengan debu dan tanaman? Gigitan

serangga/luka?
m. Apakah keluhan lain?
n. Apakah pernah mengalami keluhan yang sama pada masa lalu?
o. Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam lingkungan
keluarga atau lingkungan sekitar tempat tinggal?
p. Apakah ada riwayat kontak dengan penderita penyakit kulit yang
sama?
q. Riwayat pengobatan:
Berobat di puskesmas dan diberi obat miconazole
B. Pemeriksaan fisis
a. Inspeksi:
Warna kelainan
Eritama
: kemerahan
Hiperpigmentasi
: kehitamanan
Hipopigmentasi
: keputihan
Ukuran kelainan
Miliar
: sebesar kepala jarum pentul
Lenticular
: sebesar biji jagung
Nummular
: sebesar uang logam
Plakat
: lebih besar dari numular
Susunan kelainan
Linear
: seperti garis lurus
Sirsinaranular : seperti lingkaran
Arsinar
: berbentuk bulan sabit
Polisiklik
: bentuk pinggiran yang sambung
menyambung
Korimbiformis

: susunan seperti induk ayam

yang dikelilingi anak-anaknya


Bentuk kelainan
Teratur: bulat, lonjong, dll

Tidak teratur
Penyebaran dan lokalisasi
Sirkumskrip : berbatas tegas
Difus
: tidak berbatas tegas
Generalisata : tersebar pada sebagian besar badan
Universalis : seluruh atau hampir seluruh tubuh
Soliter
: hanya satu lesi
Herpetiformis : vesikel berkelompok seperti pada
h.zoiter
Konfluens
Diskret
Serpiginosa

: 2 atau lebih yang menjadi Satu


: terpisah satu dengan yang lainnya
: proses yang menjalar ke satu

jurusan, diikuti oleh penyembuhan bagian yang


ditinggalkan
Irisformis

: eritema yang berbentuk bulat

lonjong dengan vesikel yang berwarna lebih gelap


di tengahnya
Simetrik
: mengenai kedua belah badan yang
sama
Bilateral
Unilateral

: mengenai kedua belah badan


: mengenai sebelah badan

b. Palpasi:
Batas lesi
Imobilitas (pergerakannya)
Konsistensi (padat/kenyal/lunak/berisi cairan)
Permukaan (rata/ tidak rata/ berbenjol-benjol)
Licin/halus
Nyeri tekan/tidak

C. Pemeriksaan sederhana:
a. Pemeriksaan diaskopi guna membedakan eritema dan purpura
b. uji gores (dermografism)
c. uji white dermografhisme)
d. uji saraf sensorik perifer di kulit
e. uji tanda nikolsky
f. uji tetesan lilin (jika pada psoriasis)
g. uji fenomena auspitz (jika pada psoriasis)
h. uji fenomena koebner (jika pada psoriasis)

D. pemeriksaan penunjang
a. pemeriksaan langsung dari kerokan kulit
b. slit skin smear (khusus lepra)
c. cairan/duh tubuh guna pemeriksaan bakteriologik dan jamur
d. pemeriksaan darah, urin, fases lengkap
e. pemeriksaan histopatologi (biopsy jaringan kulit)
f. pemeriksaan khusus kulit (tes tempel, prick test)
g. pemeriksaan dengan sinar wood (Sri Linuwih, 2016)
8. Jelaskan differensial diagnosa terkait keluhan pada skenario!
Jawaban

1. Melasma
Melasma merupakan kelainan hipermelanosis yang sangat sering dijumpai,
bersifat didapat, dengan distribusi simetris pada daerah yang sering terpapar sinar
matahari dan biasanya dijumpai pada wanita usia reproduksi. Melasma muncul
dalam bentuk makula berwarna coklat terang sampai gelap dengan pinggir yang
iregular, biasanya melibatkan daerah dahi, pelipis, pipi, hidung, di atas bibir, dagu,
dan kadang-kadang leher. Meskipun melasma dapat mengenai semua orang, akan
tetapi lebih sering pada wanita Asia dan Hispanik berkulit gelap.
Epidemiologi
Melasma pada dasarnya dapat mengenai semua ras terutama penduduk
yang terpajan sinar matahari dengan intensitas cukup tinggi (daerah tropis)
Balkrishnan et al (2003) menyatakan bahwa salah satu kondisi yang paling umum
terjadinya melasma terutama pada individu keturunan Hispanik dan Asia.
Sedangkan Sachdeva (2006) dan Dogra;Gupta (2006) menjelaskan tipe kulit
Fitzpatrick IV-V merupakan individu yang umum terkena penyakit ini.
Melasma terutama dijumpai pada wanita usia subur dengan riwayat
langsung terpajan sinar matahari, meskipun didapatkan pula pada pria ( 10%). Di
Indonesia, perbandingan kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1. Insiden terbanyak
pada wanita usia 30-44 tahun (Soepardiman, 2010). Berdasarkan penelitian
Febrianti, Aryani Sudharmono, IGAK Rata, Irma Bernadette di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RS. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta tahun 2004 menunjukkan hasil bahwa epidemiologi

melasma 97,93% wanita dan 2,07% pria. Insidens terbanyak menurut penelitian
Rikyanto yang berkonsultasi ke Poli Kulit RSUD Kota Yogyakarta selama 3 tahun
(Juni 2001-Juli 2003), kelompok umur kasus melasma terbanyak pada kelompok
usia 31-40 tahun (42,4%), dengan frekuensi kunjungan terbanyak adalah 1x
kunjungan dan pasien memiliki pekerjaaan yang umumnya adalah pegawai negeri
sipil (57,3%).
Etiopatogenesis
Meskipun melasma memiliki banyak faktor etiologi yang diakui namun
patogenesis pastinya tidak diketahui. Bukti menunjukkan bahwa faktor internal
dan lingkungan mungkin bertanggung jawab untuk memicu, mempertahankan,
dan membuat kambuh lesi melasma. Faktor-faktor tersebut seperti pengaruh
genetik, paparan radiasi UV, kehamilan, kontrasepsi oral, terapi estrogen /
progesteron, disfungsi tiroid, kosmetik, dan obat- obatan seperti obat anti kejang
dan fototoksik.

Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan
histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar Wood.
Berdasarkan gambaran klinis dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah hidung,
serta dagu (63%).
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%)
Berdasarkan pemeriksaan histopatologik dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat. Melanin terutama terdapat pada
lapisan basal dan suprabasal, kadang- kadang diseluruh stratum korneum dan stratum
spinosum
2. Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan. Terdapat makrofag bermelanin di
sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas
terdapat fokus-fokus infiltrat
Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood, melasma dapat dibedakan menjadi 4
kelompok, yaitu :

1. Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood dibandingkan dengan
sinar biasa
2. Tipe dermal, dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding dengan sinar
biasa
3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas
4. Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar Wood lesi menjadi
tidak jelas sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat. Pemeriksaan dengan sinar
Wood lebih bermakna pada kulit warna terang dan sedang. Pada kulit warna gelap
(tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood tidak bermanfaat
Gambaran Klinis

Lesi melasma tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap, dengan
pinggir iregular, tiga pola utama dari distribusi lesi tersebut, yaitu sentrofasial
(63%) mengenai daerah pipi, dahi, hidung, di atas bibir dan dagu, merupakan
bentuk yang paling sering ditemukan, malar (21%) mengenai pipi dan hidung, dan
mandibular (16%) mengenai ramus mandibula. Melasma tidak mengenai
membran mukosa. Jumlah makula hiperpigmentasi berkisar antara satu lesi
sampai multipel dengan distribusi simetris.
Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua berbatas tegas
dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola malar seperti
pada Gambar 2.1. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di
pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama pada
tipe dermal

Gambar 2.1 Melasma


Pembantu Diagnosis

Diagnosis melasma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk


menentukan tipe melasma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan pemeriksaan
histopatologik hanya dilakukan pada kasus- kasus tertentu.
Soepardiman (2010) menjelaskan bahwa pemeriksaan pembantu diagnosis pada melasma
diantaranya :

a. Pemeriksaan histopatologik
Terdapat dua tipe hipermelanosis, yaitu :
1. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal,
kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum korneum; sel-sel
yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan
suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
2. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam
dermis bagian atas dan bawah; pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus
infiltrat.

b. Pemeriksaan mikroskop elektron


Gambaran ultrastruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas
melanosit meningkat.

c. Pemeriksaan dengan sinar Wood


1.
2.
3.

Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih kontras


Tipe dermal : warna lesi tidak bertambah kontras
Tipe campuran : lesi ada yang bertambah kontras ada yang tidak
4. Tipe tidak jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan
sinar biasa jelas terlihat.
Diagnosis
Diagnosis melisma ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis. Untuk
menentukan tipe melisma dilakukan pemeriksaan sinar Wood, sedangkan pemeriksaan
hitopatologik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu.

Penatalaksanaan
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur
serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan

penderita berobat untuk alasan kosmetik. Pengobatan dan perawatan kulit harus
dilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronis residif.
Pengobatan yang sempurna adalah yang kausal, maka penting dicari etiologinya

a) Pencegahan
1) Pencegahan terhadap timbulnya atau bertambah berat serta kambuhnya melasma
adalah perlindungan terhadap sinar matahari. Penderita diharuskan menghindari
pajanan langsung sinar ultra violet terutama antara pukul 09.00-15.00. Sebaiknya
jika keluar rumah menggunakan payung atau topi yang lebar. Melindungi kulit
dengan memakai tabir surya yang tepat, baik mengenai bahan maupun cara
pemakaiannya. Pemakaian tabir surya dianjurkan 30 menit sebelum terkena
pajanan sinar matahari. Ada 2 macam tabir surya yang dikenal yaitu tabir surya
fisis dan tabir surya kimiawi. Tabir surya fisis adalah bahan yang dapat
memantulkan/menghamburkan ultra violet, misalnya : titanium dioksida, seng
oksida, kaolin; sedang tabir surya kimiawi adalah bahan yang menyerap ultra
violet. Tabir surya kimiawi ada dua jenis, yaitu :
Yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) atau derivatnya,

misalnya octil PABA


Yang tidak mengandung PABA (non-PABA), misalnya : bensofenon,
sinamat, salisilat, dan antranilat.

2) Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya


menghentikan pemakaian pil kontrasepsi, menghentikan pemakaian
kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum, mencegah obat
contohnya hidantoin, sitostatika, obat antimalaria, dan minosiklin

b) Pengobatan
1. Pengobatan topikal
a. Hidrokinon
Hidrokinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% (Soepardiman, 2010).
Hidrokinon menghambat konversi dari DOPA (Dihidroksi Phenil
Alanin) terhadap melanin dengan menghambat aktivitas dari enzim
tirosinase (Robert, 2009). Soepardiman (2010) menjelaskan bahwa
krim tersebut dipakai pada malam hari disertai pemakaian tabir surya

pada siang hari. Umumnya tampak perbaikan dalam 6-8 minggu dan
dilanjutkan sampai 6 bulan. Efek samping adalah dermatitis kontak
iritan atau alergik. Setelah penghentian penggunaan hidrokinon
sering terjadi kekambuhan.
b. Asam retinoat (retinoic acid/tretinoin)
Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi tambahan atau
terapi kombinasi. Krim tersebut juga dipakai pada malam hari karena
pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi. Asam retinoat saat ini
digunakan sebagai monoterapi dan didapatkan perbaikan klinis secara
bermakna meskipun berlangsung cukup lambat. Efek samping berupa
eritema, deskuamasi, dan fotosensitasi.
c. Asam azeleat (Azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat yang aman untuk dipakai. Pengobatan
dengan asam azeleat 20% selama 6 bulan memberikan hasil yang
baik. Efek sampingnya rasa panas dan gatal.
2. Pengobatan sistemik
a. Asam arkobat/Vitamin C
Vitamin C mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi menjadi
melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah
pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon menjadi DOPA.
b. Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril yang berpotensi
menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan
Cuprum dari tirosinase.
3. Tindakan khusus
a. Pengelupasan kimiawi
Pengelupasan kimiawi
hiperpigmentasi.

dapat

Pengelupasan

membantu

pengobatan

kelainan

kimiawi

dilakukan

dengan

mengoleskan asam glikolat 50-70% selama 4 sampai 6 menit


dilakukan setiap 3 minggu selama 6 kali. Sebelum dilakukan
pengelupasan kimiawi diberikan krim asam glikolat 10% selama 14
hari.
b. Bedah laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-Switched Ruby dan Laser
Argon kekambuhan dapat juga terjadi. (Sri Linuih, 2016)

2.

Lentiginosis

DEFENISI:
Lentigo adalah makula coklat atau kehitaman berbentuk bulat atau polisiklik.
Lentiginosis adalah keadaan timbulnya lentigo dalam jumalh yang banyak atau dengan
distribusi tertentu.
ETILOGI:
Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut demo epidermal
tanpa adanya ploriferasi fokal.
KLASIFIKASI:
1. Lentiginosis generalisata
2. Lentiginosis sentrofasial
3. Sindrom Peutz-Jegher.
1. LENTIGINOSIS GENERALISATA
Lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu atau dalam kelompok kecil sejak
masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor
genetik. Dibagi menjadi dua:
a. Lentiginosis eruptif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu yang singkat. Lesi mula-mula
berupa berupa telangiektasis yang cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun
berubah menjadi melanositik seluler.
b. Sindrom lentiginosis multiple
Meupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai kelainan
perkembangan. Diturunkan secara dominan autosomal. Lentigo timbul pada
waktu lahir dan bertambah pada masa puberitas. Ditemukan pada daerah leher
dan badan bagian atas, tetapi dapat juga ditemukan diseluruh badan. Sering

disertai kelainan jantung, stenosis pembuluh nadi paru atau subaorta.


Pertumbuhan

badan

akan

terlambat.

Adanya

kelainan

mata

berupa

hipertelorisme okular dan kelainan tulan prognatisme mandibular. Kelainan yang


menetap adalah tuli dan kelainan genitalial, yakti hipoplasia gonad dan
hipospadia
2. LENTIGINOSIS SENTROFASIAL
Diturunkan secara dominan aoutosomal Lesi berupa makula kecil berwarna
coklat atau hitam, timbul pada tahun pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya
pada umur 8-10 tahun. Distribusinya terbatas pada garis horizontal melalui sentral
wajah tanpa mengenal membran mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah retardasi
mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai dengan arkus pallatum yang tinggi,
bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sakral spinal bifida dan
skoliosis.
3. SINDROM PEUTZ-JAGHER
Lebih banyak ditemukan pada laki-laki, dan diturunkan secara autosomal.
GEJALA KLINIS:
Lesi berupa makula hiperpigmentasi yang timbul sejak lahir dan berkembang
pada masa anak-anak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir mulut
berbentuk bulat, oval tidak teratur berwarna coklat kehitaman berukuran 1-5 mm.
Letaknya pada mukosa bukal, gusi, palatum durumm dan bibir. Bercak dimuka
tampak lebih kecil dan lebih gelap terutama di sekitar hidung dan mulut, pada
telapak tangan dan kaki bercak lebih besar. Gejala lain adalah polip di usus,
penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi lebih ganas dan
menyebabkan kematian metastasis dari karsinoma tersebut.
PEMBANTU DIAGNOSIS:
Pada pemeriksaan histopatologik dan makula hiperpigmentasi didapatkan jumlah
melanosit bertambah di lapisan sel basal dan makrofag berisi pigmen di dermis
bagian atas. Diseluruh epidermis terdapat banyak granul melanin. Polip dapat

ditemukan di seluruh traktus intestinal, termasuk lambung tetapi terutama pada usus
kecil yang merupakan hamartoma adenomatosa jinak.
GIAGNOSIS BANDING:
Pigmentasi mukosa adalah tanda khas untuk sindrom Peutz-jegher, hal ini tidak
didapatkan pada penyakit addison. Freckless umunya dijumpai pada orang kulit
putih dipengaruhi oleh sinar matahari dan tidak mengenai membran mukosa.
PENGOBATAN:
Terapi dengan pembedahan untuk mengurangi gejala saja. Polip yang meluas dsn
sifatnya jinak merupakan kontraindikasi untuk tindakan radikal, keculi lambung,
duodenum atau kolon terknena maka profilaksis dapat dianjurkan (Sri Linuih, 2015)
3. Efelid

Definisi
Efelid adalah suatu kelainan kulit berupa bercak-bercak hitam atau coklat
terang pada daerah daerah yang terpajan sinar matahari.
Sinonim
Frekless
Penyebab
Faktor familial yang diturunkan secara autosomal dominan.
Epidemiologi
Biasanya pada dewasa sampai tua dan dengan frekuensi yang sama pria dan
wanita. Lebih sering pada orang berkulit putih
Faktor faktor yang mempengaruhi timbulnya
Lebih banyak pada musim panas dan pada orang orang yang berambut
pirang atau berkulit hitam lebih sering terkena.
Gejala

Biasanya

efelid

timbul

pada

umur

lima

tahun,

berupa

makula

hiperpigmentasi terutama pada daerah kulit yang sering terkena sinar matahari.
Pada musim panas jumlahnya akan bertambah, lebih besar dan lebih gelap.
Kadang-kadang efelid ini tidak begitu berarti, tetapi kadang-kadang
merupakan masalah kosmetik. Pada cenderung mendapat melanocytic naevi.
Timbul bercak-bercak hitam atau coklat di daerah tubuh yang terpajan sinar
matahari, terasa nyeri dan panas.
Pemeriksaan kulit
-

Lokalisasi : Wajah, leher, bahu dan punggung tangan


Efloresensi : Makula hiperpigmentasi dengan batas batas tidak jelas

Gambaran histopatologis
Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan adanya penambahan jumlah
melanosit, tetapi melanosom panjang dan berbentuk bintang seperti yang
didapatkan pada orang berkulit hitam. Pembentukan melanin lebih cepat setelah
penyinaran matahari. Jumlah melanin di epidermis juga bertambah.
Diagnosis banding
Melasma,

fotodermatitis

kontak,

hiperpigmentasi

pascaperadangan,

xeroderma pigmentosum dan lentiginosis lain. Dengan anamnesis yang cermat


dan pemeriksaan histopatologi, diagnosis dapat dipastikan.
Penatalaksanaan
-

Pencegahan terhadap pajanan sinar matahari. Menggunakan sunscreen


Topikal :
Hidrokortison 2 5% dalam salep atau krim.
Peeling dengan fenol, selanjuhnya dicuci dengan alkohol.
Asam triklorasetat 50% untuk menghancurkan daerah yang hiperpigmentasi
(Sieregar, 2015).

9. Bagaimana prespektif islam mengenai skenario?

Jawaban

Terbukanya tabir hati ahli farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen,


Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini
menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari
Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang
mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup
dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang.
Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada
mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk
Islam.
Bunyi dari surat An-Nisa tersebut antara lain sebagai berkut:



{56}
"Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap ayat-ayat kami, kelak akan kami
masukkan mereka ke dalam neraka, setiap kali kulit mereka terbakar hangus,
Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain agar mereka merasakan pedihnya
azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagiMaha Bijaksana."(QS. An-Nisaa:
56)
Ditinjau secara anatomi lapisan kulit kita terdiri atas 3 lapisan global yaitu;
Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis banyak mengandung
ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf. Pada saat terjadi Combustio grade III
(luka bakar yang telah menembus sub cutis) salah satu tandanya yaitu hilangnya
rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujungujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi. Itulah
sebabnya Allah menumbuhkan kembali kulit yang rusak pada saat ia menyiksa
hambaNya yang kafir supaya hambaNya tersebut dapat merasakan pedihnya azab
Allah tersebut.

Mahabesar Allah yang telah menyisipkan firman-firman-Nya dan informasi


sebagian kebesaran-Nya lewat sel tubuh, kromosom, pembuluh darah, pembuluh
syaraf dsb.

Daftar Pustaka
Unhas, F. K. (2011). Diktat Anatomi.
Hamdani, Sri Mutia. 2015. Gambaran Kualitas Hidup Penderita Kelainan
Pigmentasi Wajah pada Pengunjung Posyandu di Kecamatan Medan Labuhan.
Universitas Sumatera Utara. [online] diakses pada tanggal 3 Oktober 2016.
Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10th edition,
Washington, Lange, 2003: 316-23

Schwartz RA, Kihiczak NI. Postinflammatory Hyperpigmentation.[online]. 2015


September

26.

[cited

2011

Jan

22].

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/1069191-overview
Ganiswarna, Sulistia G dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: FK
UI.
Goodman & Gilman. 2010. Manual Farmakologi dan Terapi. EGC: Jakarta. Hal.
765.
Janssen Pharmaceutica. 2016. Daktarin Oral Gel. Depok. [Online] Diakses pada
tanggal 2 Oktober 2016.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27795/4/Chapter%20II.pdf
Sri Linuwih SW Menaldi. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 342-345
R.S Sieregar. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta : EGC
Mead MN. Benefits of sunlight: A bright spot for human health [cited 2014 Feb 7].
Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2290997/

Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007. hal.289-95.
Dorland. Kamus saku kedokteran dorland. Edisi 25. 1998. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal. 1041, 1272, 1346, 2047.

You might also like