You are on page 1of 10

MINDAGI Vol. 8 No.

2 Juli 2014

ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAN PENAMBANGAN


BAWAH TANAH TERHADAP PROPAGASI SUBSIDENCE
DI DAERAH ERTSBERG PT FREEPORT INDONESIA, PAPUA
oleh :

Ellisa Tirayoh*) dan Arista Muhartanto**)


*)

Alumni Prodi T. Geologi


Dosen Tetap, Prodi T. Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian & Energi, Usakti
Gedung D, Lantai 2, Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440
**)

Abstrak
Daerah operasional penambangan PT Freeport Indonesia ialah penambang bawah tanah dan open pit. Daerah
penambangan bawah tanah, meliputi area GBT (Gunung Bijih Timur) 1 dan 2, DOZ (deep ore zone), IOZ (intermediate ore
zone). Metoda tambang bawah tanah yang diaplikasikan adalah block caving.
Operasional block caving adalah melakukan undercutting pada level undercut yang bertujuan untuk membuat initial cave,
apabila terbentuk, maka akan diikuti oleh amblesan dari block bijih di level panel.
Amblesan dari cave disebabkan sistem penambangan PT Freeport Indonesia, sedangkan kondisi geologi di permukaan,
gaya tegasan dan pergesaran dari sesar, sehingga membentuk rekahan dan hanya memperlihatkan penyebaran batas cave.

I. Pendahuluan
PT Freeport Indonesia adalah perusahaan
tambang emas dan tembaga yang beroperasi
dengan menggunakan dua macam sistem
penambangan, yaitu sistem tambang terbuka
dengan metode open pit dan sistem tambang bawah
tanah dengan metode block caving.
Tambang terbuka PT Freeport Indonesia mulai
berproduksi pada tahun 1972 dengan menambang
cadangan bijih di Gunung Bijih (Ertsberg) yang
dilanjutkan dengan penambangan di Grasberg,
sedangkan tambang bawah tanah di PT. Freeport
Indonesia produksinya mulai pada tahun 1980,
ketika diketemukannya cadangan bijih tembaga di
sebelah timur Gunung Bijih atau dikenal dengan
GBT (Gunung Bijih Timur).
Saat ini, daerah PT. Freeport Indonesia sedang
melakukan penambangan bawah tanah dengan
menggunakan metode block caving, meliputi IOZ
(Intermediet Ore Zone), DOZ (Deep Ore Zone), DOM
(Deep Ore Zone).
Dengan adanya kegiatan penambangan bawah
tanah yang menggunakan metode block caving,
sangat memungkinkan terjadinya subsidence. Hal ini
disebabkan, karena dampak penambangan bawah
tanah ini dapat mengakibatkan hilangnya daya
dukung tanah dan batuan. Selain itu, subsidence atau
amblesan juga dapat terjadi akibat dari adanya
struktur geologi.
Daerah PT Freeport Indonesia terdapat area
subsidence atau amblesan berada di daerah Ertsberg
yang dioperasikan penambangan bawah tanah dan
menggunakan metode block caving, meliputi daerah
GBT area 1 dan 2, IOZ (Intermediet Ore zone), DOZ
(Deep Ore Zone), DOM (Deep ore Mineralization).
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk
mengetahui penyebab terjadinya subsidence; (2)
untuk mengetahui pengaruh metode penambangan
dengan sistem block caving terhadap subsidence; dan

(3) untuk mengetahui arah amblesan terhadap


penambangan bawah tanah.
Analisis struktur geologi, berupa kekar, sesar di
batuan diorite, marble, diorite magnetite-fosterite skarn,
batupasir karbonatan. pada lokasi subsidence dengan
pemetaan struktur geologi. Analisis struktur
geologi. kemudian dikaitkan dengan data
penambangan bawah tanah di tambang GBT 1 dan
2, IOZ, DOZ dan DOM.
Secara umum kondisi geologi di area
penambangan PT.Freeport Indonesia termasuk ke
dalam zona penyusupan yang berhubungan dengan
sistem busur pada teori tektonik lempeng. Area
tersebut berada pada batas tumbukan antara
Lempeng Australia dengan Indo-Pasifik yang
bergerak ke arah baratdaya. Penyusupan lempeng
yang terjadi mengakibatkan pengangkatan batuan
sedimen (karbonatan), kemudian diinstrusi oleh
magma pada batas tepi lempeng.
Sesar-sesar dip slip ditemukan dengan trend
hampir parallel dengan sumbu lipatan dengan besar
pergeseran (offset) kurang dari beberapa ratus meter
(McDowell et al., 1996). Lipatan dan sesar dip slip
ini dipotong oleh sesar dengan pergerakan strike
slip dengan arah N 300 E N 700 E dan N 1700 E-N
1800E. Sesar dengan trend arah NE memperlihatkan
pergerakan mendatar mengiri (left lateral fault) dan
sesar dengan trend arah N memperlihatkan
pergerakan mendatar menganan (right lateral fault)
(Quarles van Ufford, 1996). Pergeseran yang
dihasilkan oleh sesar-sesar ini berskala mulai dari
beberapa meter sampai beberapa ratus meter (Sapiie
dan Cloos, 1994, 1995; Quarles van Ufford, 1996).
Akibat dari proses geologi ini akhirnya
terbentuk suatu pusat daerah kompleks mineralisasi
dalam bentuk zona-zona di sepanjang batas zona
instrusi. Zona-zona yang terbentuk, meliputi :
1. Zona Grasberg. Zona ini berupa tubuh instrusi
dengan bijih berupa Cu-Au porphyry dengan
beberapa Au-Skarn.
13

Analisis Struktur Geologi dan Penambangan Bawah Tanah terhadap Propagasi Subsidence di daerah Ertsberg PT Freeport Indonesia, Papua
Ellisa Tirayoh dan Arista Muhartanto

2. Zona Skarn Ertsberg. Zona ini, meliputi :


a. Zona Gunung Bijih Timur (East Ertsberg)
b. Zona Mineralisasi Bijih Dalam atau Deep Ore
Mineralized (DOM)
c. Zona Bijih Menengah atau Intermediate Ore
Zone (IOZ)
d. Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ)
e. Zona Gossan Besar atau Big Gossan
Geologi Daerah Penelitian
Struktur Geologi
Dua sistem deformasi utama diketahui didaerah
GBT (Gunung bijih timur). Lipatan berskala
kilometer (kilometers scale folds) dengan arah N 1100
E (dikenal Yellow Sincline) merupakan struktur
geologi utama yang melalui districk GBT ini.
Lokasi penelitian pada surface subsidence terletak
pada daerah Irian Jaya mobile belt yang merupakan
bagian perbatasan antara Lempeng Indo-Australia
dan Lempeng Pasifik bagian baratlaut.
Lempeng Indo-Australia mengandung batuan
klastik yang nerupakan bagian grup Kambelangan
dan mengandung batuan karbonat.
Struktur yang berkembang di daerah subsidence
adalah sesar, kekar dan rekahan., Left strike-slip fault
berarah N 2550 E-N 700 E merupakan batas antara
daerah skarn yang mengandung bijih dibagian
selatan dengan daerah diorit alterd di bagian utara
yang mengandung mineral. Patahan bersudut besar
dan memotong sistem skarn gunung bijih timur
(EESS) sepanjang baratlaut sampai tenggara dari
batas mineralisasi.
Penyebaran batuan dasar pada daerah
subsidence mempunyai strike dan dip N 280o E/45o
dengan penyebaran batuan:
- sebelah utara : limestone
- sebelah timur : zona mineralisasi (skarn)
- sebelah selatan : Etsberg diorit
Sesar Ertsberg 1 dan 2
Sesar Ertsberg (SE) 1 berarah baratdayatimurlaut melewati atau pada bagian tambang
bawah tanah IOZ (Intermediet Ore Zone) dan DOZ
(Deep Ore Zone). Sesar geser menganan N 120 E
slickenside-nya N 800 E - N 900 E. Sesar ini adalah
sesar penyerta antitetic faul
SE 2 ditemukan bagian timur daerah penelitian.
Sesar ini dengan pergerakan sesar geser mengiri
(sinistral strike slip fault) mempunyai arah N 2050 E,
cermin sesarnya N 700 E, struktur ini termasuk
dalam sesar penyerta (synthetic fault). Batuan diorit
ditemukan di lapangan pada bagian timur terlihat
banyak rekahan akibat dilewati sesar. Kekar pada
diorit di lokasi ini, umumnya berarah NE.
Stratigrafi Regional
Dua formasi yang ditemukan telah mengalami
ubahan akibat adanya intrusi batuan beku

14

berkomposisi intermediet yang dikenal sebagai


intrusi diorit Ertsberg. Secara kompleks, litologinya
dibagi dua kelompok besar, terdiri dari kelompok
formasi dan batuan intrusi.
Kelompok formasi, Formasi Waripi (Tw),
berumur Paleocene dengan ketebalan mencapai 300
m yang merupakan lapisan Mg dolomite dengan
sisipan silt dan sand. Formasi Faumai (Tf), berumur
Eocene dengan ketebalan antara 120-150 m terdiri
dari lapisan massive limestone. Formasi Sirga (Ts),
berumur Oligocene dengan ketebalan 30-50 m yang
tersusun oleh quartzone sandston dengan semen
berupa calcite,silstone dan sandy limestone.
Kelompok batuan intrusi Ertsberg. Satuan
intrusi meliputi 35% dari daerah penelitian.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan deskripsi
secara megaskopik diketahui diorit di daerah
penelitian terdiri atas 2 tipe. Tipe pertama adalah
diorit dicirikan oleh warna abu-abu terang, tekstur
equigranular, holokristalin, butir subhedralanhedral, ukuran butir halus sampai sedang (1-2
mm) terdiri atas plagioklas, klinopiroksen,
hornblende, biotit, kuarsa. Tipe kedua adalah
Diorite Altered dengan ciri-ciri warna abu-abu
terang-kemerahan, tekstur porfiritik, inequigranular, butir subhedral-anhedral, fenokris terdiri
atas hornblende, biotit, plagioklas dan kuarsa
berukuran 0,5 1,5 mm dengan matriks terdiri atas
k-feldspar dan plagioklas. Diorit jenis kedua ini
memeotong tubuh diorit tipe pertama, sehingga
disimpulkan bahwa diorit tipe kedua berumur lebih
muda. Lokasi E 737496, N 9548738
Marmer, putih-abu-abu, semen karbonatan
pemilahan baik, bentuk butir halus sampai sedang,
kemasnya tertutup, porositas baik, kekompakan
sangat kompak, besar butir >1 mm. Lokasi: E
376378 N 9549146.
Metode Penambangan
Pada tambang bawah tanah di PT Freeport
Indonesia digunakan metode block caving. Lokasi
penambangan DOZ berada di bawah tambang
IOZ (Gambar 1). Pada tambang DOZ digunakan
metode block caving berdasarkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Letak tubuh bijih DOZ berada jauh di dalam
perut bumi sehingga tidak ekonomis apabila
ditambang dengan sistem tambang terbuka.
2. Biaya produksi relatif lebih murah bila
dibandingkan dengan sistem tambang bawah
tanah yang lain.
3. Kondisi batuan di DOZ mempunyai rock
strength lemah dan mempunyai banyak retakan
sehingga mudah hancur oleh bebannya sendiri.
4. Geometri dari tubuh bijih Cu skarn yang besar,
tidak berpencar-pencar dengan kemiringan
yang hampir tegak, sehingga memenuhi syaratsyarat metode block caving.

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

Gambar 1. Letak Tambang DOZ

Block caving adalah metode penambangan yang


bertujuan untuk memotong bagian bawah dari blok
bijih sehingga blok bijih tersebut mengalami
keruntuhan dengan sendirinya disebabkan oleh
beban beratnya dan dengan adanya gaya gravitasi
bumi. Konsep kerja penambangan dengan metode
ambrukan blok adalah meruntuhkan tubuh bijih di
atas level undercut secara massal, dengan cara
membuat gua-gua ambrukan, sehingga nantinya
akan terjadi perambatan ambrukan pada bijih
akibat beban dari pada bijih itu sendiri. Batu-batuan
antara level undercut dan level produksi yang tidak
diruntuhkan disebut sebagai pilar. Metode ini
diterapkan terutama pada blok badan bijih yang
besar, karena tingkat produksinya yang sangat
tinggi.
Secara umum ada beberapa syarat untuk
menerapkan metode block caving dalam aktivitas
penambangan bawah tanah yaitu:
1. Memiliki endapan bijih yang tebal lebih dari 30
m, memiliki kekuatan batuan yang seragam
dari lemah sampai medium (25 100 kpa),
dengan batas bijih dan batuan jelas.
2. Memiliki kekuatan bijih yang lemah sampai
kuat (25-250 kpa), diutamakan massa bijih yang
mempunyai rekahan atau kekar bukan
berbentuk block sehingga dapat runtuh dengan
sendirinya.
3. Bentuk deposit/cadangan masif dan tebal.
4. Penunjaman cadangan (deposit dip) agak curam
(lebih besar dari 60o) atau vertikal, dapat juga
agak rata jika cadangan tebal.
5. Ukuran cadangan meliputi daerah yang sangat
luas, mempunyai ketebalan lebih dari 30 m.
6. Memiliki keseragaman bijih yang homogen dan
seragam. Kedalaman sedang antara 600 m
sampai 1200 m, sehingga cukup kuat untuk
menimbulkan tekanan dari overburden yang
melebihi kekuatan batuan.
Subsidence adalah pergerakan materialnya tanpa
memandang ada tidaknya bagunan-bangunan

teknik yang ada di permukaan tanah dan dapat


terjadi pada daerah yang relatif luas, yaitu dari
beberapa puluh meter sampai beberapa puluh
kilometer persegi, sedangkan settlement adalah
pergerakan material ke bawah akibat adanya beban
bagunan teknik, dan beban yang lain yang ada di
permukaan tanah. Dengan demikian, hanya terjadi
pada daerah yang relatif sempit, yaitu di daerah
yang telah ada bangunan-bangunan, dan kisaran
ukurannya adalah dari beberapa meter persegi
sampai beberapa ratus meter persegi.
II. Metodologi
Metode digunakan dalam studi ini adalah:
a. Metode pengamatan
- studi literatur
- kondisi geologi daerah subsidence
- pengambilan sampel
b. Metode analisis
- perhitungan analisis kekar dengan software
dips
- pengambilan sampel guna untuk mengetahui
daya dukung batuan.
Hasil dalam metode pengamatan, berupa
pemetaan dan pengamatan struktur geologi dan
subsidence dengan lembaran foto radar, sedangkan
dalam metode analisis, antara lain :
- mengelompokkan kekar dan dihitung arah
dominan dengan menggunakan schmid net.
- mengintepretasi dari metode pengamatan yang
ada.
III. Hasil dan Pembahasan
Pengamatan Struktur Geologi
Pengamatan dan pemetaan struktur Geologi,
dilakukan di lokasi amblesan, yaitu di empat level
penambangan, yaitu : GBT 1 dan 2, IOZ, DOZ
dan DOM yang mempunyai ketinggian rata-rata
15

Analisis Struktur Geologi dan Penambangan Bawah Tanah terhadap Propagasi Subsidence di daerah Ertsberg PT Freeport Indonesia, Papua
Ellisa Tirayoh dan Arista Muhartanto

3975 m dan 4600 m di atas permukaan laut.


Pengamatan struktur geologi di permukaan
dengan cara mencatat pengukuran kekar dan sesar
yang terdapat pada batuan-batuan yang tersingkap,
dan pengambilan contoh batuan, sedangkan
pengamatan TDR (time domain reflection) ini
digunakan dalam melihat kemajuan cave di level
undercut dan level extraction DOZ dengan cara
mengambil data sekunder dari PT. Freeport
Indonesia di depth geotech underground.
Setiap bidang jenis batuan yang meliputi
jurus,kemiringan dari batuan diorit, calcareous
sandstone, diorite altered dan marble diamati dengan
menggunakan pengukuran kekar dan sesar
sebanyak 302 buah.
Hasil Pengamatan
Analisis struktur geologi dilakukan terhadap
hasil pengamatan pemetaan adalah :
1. Pengelompokan pengukuran kekar dan sesar
pada grafik schmidt net.
2. Pengamatan struktur geologi dengan foto
radar dengan data sekunder PT Freeport
Indonesia.
Analisis Struktur Geologi dalam Schmidt Net
Pengukuran kekar di LP-1 sampai LP-8,
memperlihatkan arah jurus kemiringan yang
berbeda berarah timurlaut-baratdaya, utara-selatan,
tenggara-baratlaut. Penyebaran cave pada subsidence
lebih cenderung ke arah timurlaut -baratdaya.
Analisis Data PT Freeport Indonesia Depth.
Geotech. Underground
Analisis struktur geologi dan arah subsidence dari
foto radar. Foto radar digunakan untuk melihat
perkembangan subsidence pergerakan subsidence
sampai Januari 2004 (Foto 1), dan pergerakan
subsidence sampai Mei 2004 (Foto 2).

Foto 2. Kemajuan Cave yang diambil pada bulan Mei 2004

Analisis pengamatan penambangan dengan


TDR (Time Domain Reflectometry). Pengamatan
diawali dengan melakukan pemboran dengan
orientasi arah kedalaman tertentu sesuai rencana
yang menembus cave, selanjutnya memasukan kabel
sedalam lubang pemboran panjang dari kabel ini
akan menjadi berkurang, jika terjadi pergerakan
cave dengan tujuan untuk mengamati dan mencatat
panjang kabel TDR tertentu dalam keadaan putus
atau fault/break cable, sehingga dapat diketahui
batas dari cave.
Di level penambangan DOZ diindikasikan
bahwa secara vertikal menyebar ke arah selatan. PT
Freeport Indonesia membuat program dalam
memonitoring kemajuan cave di tahun 2004,
sebagai berikut :
-

Periode I bulan JanuariMaret 2004 (1st quarter)

Bentuk DOZ Cave. Berdasarkan data TDR dan


total material yang di drawpoint, perbandingan dari
tinggi penarikan baijih dan tinggi cave 1 : 3,42 dan
batas dari ketinggian cave adalah 818 m, terdapat
pada panel 16/17 DB-3. Gambar 2 untuk
memprediksi tingginya cave di beberapa panel.
Penyebaran cave DOZ. Petunjuk penyebaran
cave di permukaan dapat dipengaruhi oleh
topografi dan struktur, meliputi sesar dan bidang
perlapisan. Gambar 3, beberapa fakta di daerah
subsidence dan putusnya TDR adalah: (a) struktur
di daerah Ertsberg dengan arah orientasi timurbarat dan jurus kemiringan N 700 E. Tekanan dari
sesar mempengaruhi perkembangan subsidence dari
pergerakan vertikal dari cave berbelok pada bidang
sesar Ertsberg; (b) pada akhir periode, kabel TDR
yang putus pada daerah selatan. Ini mengindikasikan bahwa DOZ cave secara vertikal bergerak ke
arah selatan. Posisi dimple ke undercut footprint
tidak tepat pada titik tertinggi pada DOZ cave
(panel#16/17 DB#3), dibelokkan ke bagian
selatan.
Pengamatan Perubahan Permukaan

Foto 1. Kemajuan Cave Daerah Subsidence pada tanggal 8


Januari 2004

16

Perubahan permukaan dilihat pergerakan cave


horisontal dan vertikal, secara umum aktivitas dari
cave dibagi, yaitu : (a) Pengamatan bentuk cave.

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

Pengamatan periode I memperlihatkan pergerakan


ke utara. Mekanisme dari subsidence dikontrol oleh
aktivitas tambang DOZ; (b) Pengamatan kekar,
umumnya berarah timurlaut, kecuali CM-05a
(timur) dan CM-07 (utara). Arah dari pergerakan
kekar ini mengidentifikasikan bahwa subsidence
mengikuti DOZ cave.
Gambar 2. Bentuk Cave IOZ/GBT dan DOZ 3D diprediksi
Maret 2004, ketinggian belakang Cave 818 m (relatif DOZ

Kondisi Daerah Subsidence


PT. Freeport Indonesia di daerah Ertsberg
terdapat Subsidence di atas tambang IOZ, GBT
dan DOZ. Subsidence ini di kontrol melalui
pemeriksaan kabel TDR (time domain reflectometry)
untuk mengetahui luas amblesan pada permukaan,
dibagi 2 periode, yaitu :
Periode 1 (Bulan Januari - April 2004)
Foto udara periode I adalah salah satu
alat yang digunakan untuk kontrol
permukaan subsidence, terutama ketika gua
telah menerobos mencapai ke permukaan
(Gambar 6). Pada tanggal 8 Januari 2004
menunjukkan perubahan di bagian timur
subsidence area, nampak punggung bukit
Guru Ridge dan letusan yang membuka pada
bagian atas sisi Yellow Valley di zona
subsidence.
Kondisi Daerah Subsidence pada Periode- I
a. Dimple
Dimple adalah tekanan berbentuk kerucut
disebabkan oleh subsidence dengan massa
batuan dari material cave yang bergerak ke
arah bawah, karena pengaruh gravitasi
meluncur dari bagian atas lereng yang
curam.

Level Extraction) Lokasi Panel#16, DP#3E dan panel 17,


DP#3W

Periode II Bulan April - Juli 2004 (2nd Quarter)


Bentuk DOZ Cave. Prediksi bentuk DOZ cave
diperbaharui berdasarkan pada produksi ratarata dari masing-masing drawpoint sampai
dengan Juni 2004 dan berdasarkan pada data
perekaman TDR. Rata-rata perbandingan dari
tinggi penarikan dan tinggi cave 1: 4. prediksi
dari cave tertinggi untuk masing-masing panel
dilihat pada Gambar 4.
Penyebaran cave DOZ. Penyebaran cave di
permukaan dapat dipengaruhi oleh topografi
dan struktur sesar, bidang perlapisan dan
aktifitas penambangan. Pergerakan vertikal
DOZ cave dibelokan ke arah selatan. Gambar 5,
beberapa fakta di daerah subsidence dan putusnya
TDR.
Pengamatan Cave di Level Undercut dan Level
Extraction di Periode II
Pengamatan terakhir pada caving dilakukan
pada bulan Juni 2004 dari pemeriksaan ini
didapatkan daerah-daerah yang merupakan daerah
kritis, IOZ conveyor, 3426/I; G#18 waste conveyor
drift, 3586/L, G#2 service drift, 3616/L; main adit,
3686/L; GRS#53, 3686/L; G#1, 3616/L G#9,
3616/L; DOM service, 3646/L; dan daerah 2
extraction, 3625/L GHL#9.

Gambar 3. Kemajuan Cave di Level DOZ pada arah Selatan

Arah Perkembangan Subsidence


Daerah subsidence terletak di atas tambang IOZ,
GBT dan DOZ berdasarkan mekanisme penyebaran cave. Beberapa area subsidence dibedakan oleh:
- area yang berpengaruh langsung
- area yang tidak berpengaruh

17

Analisis Struktur Geologi dan Penambangan Bawah Tanah terhadap Propagasi Subsidence di daerah Ertsberg PT Freeport Indonesia, Papua
Ellisa Tirayoh dan Arista Muhartanto

Area yang berpengaruh langsung adalah


material batuan dengan sudut berasal dari cave
boundary secara vertikal dan horizontal atau yang
disebut angel of draw dan angel of break atau
subsidence.

Periode II (Mei 2004 - Desember 2004)


Foto udara periode II adalah alat monitor
perkembangan permukaan subsidence; terutama gua
yang menembus sampai ke permukaan dimple. Foto
3 dan 4 foto perkembangan daerah subsidence
dari periode I ke periode II Bulan Maret hingga
Juni 2004, foto ini menunjukan pergerakan
bagian Timur subsidence meliputi Guru Ridge;
dan rekahan di Yellow Valley.
Level tambang DOZ menunjukan telah
menerobos
permukaan,
sehingga
pada
permukaan berbentuk dimple.
Kondisi Daerah Subsidence pada Periode-II

Gambar 4. Dimensi bentuk IOZ/GBT dan DOZ di prediksi


pada bulan Juni 2004

Area yang tidak berpengaruh adalah area yang


di perluas di sebabkan oleh aktifitas yang terus
berlangsung. Terutama arah jatuhan material pada
lapisan atas atau hangging wall searah dengan
kemiringan.

Massa batuan di cave berkurang, maka


batuan permukaan yang telah mengalami
rekahan
akan runtuh di bawah gravitasi
kondisi geomorfologi yang sangat curam.
Pada periode-2, penyebaran subsidence di
permukaan ke arah bagian timur, batas garis
cave dan batas garis rekahan di monitor pada
level tambang bawah tanah dan permulaan di
monitor oleh foto udara.
Daerah subsidence, batas garis cave mencapai
1.304.921 m2, dan garis batas rekahan mencapai
1.674.533 m2.
Kondisi Umum Geologi Daerah Subsidence
Struktur geologi pada daerah
subsidence saling memotong antara Sesar
Ertsberg-1 berarah timurlaut-baratdaya
dan Sesar Ertsberg-2 berarah utaraselatan, selain itu struktur kekar yang
berada di daerah subsidence, sebagian
besar searah dengan sesar. Material
runtuhan dari hasil ledakan sistem
blasting dari level undercut membuat
massa batuan yang di bawah tanah dan
permukaan akan lemah atau massa
batuan berkurang, nampak pada
permukaan arah jatuhan dari material
searah dengan sesar dan dipengaruhi
oleh kondisi geomorfologi yang sangat
curam.
Sistem Penambangan di PT Freeport
Indonesia

Gambar 5. Kemajuan vertikal cave pada arah NE SW

Pada periode I tahun 2004, penyebaran dari


subsidence arah tenggara, batas garis cave dan batas
garis rekahan di daerah subsidence dari data monitor
bawah tanah (pengamatan bentuk cave dan
pengamatan rekahan) melalui observasi foto.
Batas garis cave periode ini 1,232,013 m2,
dibandingkan pada bulan Desember 2003 berkisar
9,4% luas cave (Gambar 7) dan batas rekahan
periode ini 1,684,676 m2, perbandingan pada bulan
Desember 2003 berkisar 18.6 % (Gambar 8).

18

PT Freeport indonesia dalam


memproduksi tambang menggunakan sistem block
caving dan metode blasting dengan cara kerja dibagi
per level sebagai berikut:
1. Level Undercut. Level ini dirancang khusus untuk
pemboran dan peledakan ore.
2. Level Produksi. Level ini adalah hasil ore
diteruskan pada level produksi, guna untuk
membawa ore ke bagian grizly atau penghancuran batuan, sehingga berukuran kecil dan
yang diangkut dengan truk dan dilanjutkan ke
belt conveyor, ada yang diteruskan hingga pada

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

tempat penampungan, dan ada juga yang


dijadikan konsentrat.
3. Level Truck Haulage. Level ini adalah jalan truk
pengangkutan yang membawa ore pada
permukaan menuju ke bagian pengahancur
batuan.
4. Level Ventilasi. Level ini berguna untuk
memberikan udara masuk dan keluar pada
setiap level.

Gambar 6. 3D dari posisi Dimple yang relatif di atas tambang


IOZ, GBT dan DOZ dan beberapa kondisi permukaan

baratdaya, sedangkan arah kemiringan batuan


ke arah utara. Arah jatuhan material ke arah
dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah
timur.
5. LP-5 yang tersingkap adalah batuan marmer
dan sebaran batuan berarah timurlautbaratdaya, sedangkan arah kemiringan batuan
ke arah utara. Arah jatuhan material ke arah
dominasi kekar yang terbanyak, yaitu arah
timur.
6.
LP-6 yang tersingakap adalah
batuan diorit dan arah sebaran lapisan
batuan timurlaut-baratdaya, sedangkan
arah kemiringan batuan ke arah utara.
Jatuhan material akan dominan 2 arah,
yaitu timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara.
7.
LP-7 yang tersingkap batupasir
fosterite magnetite skarn dan sebaran batuan
berarah timurlaut-baratdaya dan baratlauttenggara, arah kemiringan lapisan ke utara.
Arah jatuhan material ke arah dominasi
kekar yang terbanyak, yaitu arah timur.
8.
LP-8
yang tersingkap adalah
batuan marmer, arah kemiringan lapisan
timurlaut-baratdaya, kemiringan lapisan
mempunyai 2 arah, yaitu arah utara dan
selatan, jatuhan materaial dominan berarah
timurlaut.

Hasil Pengamatan Subsidence

Arah Struktur Geologi dan Penyebaran Subsidence

Periode 1 dan 2 menunjukan luas penyebaran


subsidence kira-kira 9.4% dikaitkan dengan sistem
penambangan amblesan yang terjadi hanya hasil
blasting dari block cave pada level undercut yang
turun, sedangkan struktur geologi yang berperan
adalah sesar dan arah jatuhan meterial
dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi yang
sangat curam.

Arah struktur geologi di daerah subsidence


berperan terhadap melebarnya batas cave, sehingga
jatuhan material didominasi dengan kondisi
geologi. Setiap lokasi pengamatan arah struktur
geologi mempengaruhi cave, sehingga jatuhan
material akibat blasting akan mengikuti arah
gravitasi pengunungan yang sangat curam.

Pengaruh Kontrol Struktur Geologi


Kontrol struktur geologi yang berperan, meliputi
sesar dan kekar di daerah subsidence, seperti pada
lokasi pengamatan (LP):
1. LP-1, terdapat batuan diorit, dijumpai
struktur sesar yang melewati batuan ini. Arah
kemiringan dari lapisan batuan timurlautbaratdaya. Arah jatuhan material berarah
selatan.
2. LP-2 berada di bagian timur, dijumpai diorit
dan arah kemiringan lapisan batuan
timurlaut-baratdaya. Arah jatuhan material
dominan berarah timurlaut.
3. LP-3 berada bagian timurlaut daerah
subsidence dengan batuan yang tersingkap
batupasir karbonatan dan arah kemiringan
lapisan timurlaut-baratdaya. Arah jatuhan
material ke arah dominasi kekar yang
terbanyak, yaitu arah timur.
4. LP-4 terdapat batuan yang tersingkap adalah
batupasir karbonatan dan arah sebaran
lapisan batuan barat-timur dan timurlaut-

Pengaruh Penambangan Bawah Tanah


Penambangan bawah tanah IOZ, GBT dan
DOZ lokasinya terdapat diatas subsidence area, dan
aktivitas penambangan dalam sistem block caving.
Sistem block caving ini turun, karena diledakan
dengan metoda blasting, akibatnya di permukaan
akan bergerak dan material jatuh sesuai dengan
kondisi gemorfologi yang ada.
Pada daerah sekitar di PT Freeport Indonesia
lokasi tambang bawah tanah selain dari IOZ,GBT
dan DOZ akan menambah lokasi yang akan
ditambang meliputi Guru Ridge, Kucing Liar dan
DOM, kondisi geomorfologi lokasi ini sama
dengan sistem penambangan yang lama yaitu
menggunakan sistem block caving dan metoda
blasting.
Besar Jangkauan Pengaruh Cara Penambangan
terhadap Subsidence
Luas dari penambangan itu sendiri akan
mempengaruhi penurunan cave, sehingga pada

19

Analisis Struktur Geologi dan Penambangan Bawah Tanah terhadap Propagasi Subsidence di daerah Ertsberg PT Freeport Indonesia, Papua
Ellisa Tirayoh dan Arista Muhartanto

permukaan akan terlihat gua yang menembus


daerah permukaan. Subsidence yang terjadi pada
permukaan dikontrol dengan kondisi struktur
geologi, dimana Sesar Ertsberg-1 dan Sesar
Ertsberg-2 melewati daerah subsidence, dan rekahan
di sekitar struktur ini banyak yang searah dengan
sesar, kemungkinan besar subsidence melebar
searah dengan struktur geologi.

setempat, khususnya berupa struktur kekar dan


sesar.
2. Daerah subsidence ini di waktu yang akan
datang dapat berkembang dan meluas
mengikuti arah pola struktur geologi dan arah
pengembangan penambangan daerah PT
Freeport Indonesia.

Perkembangan Daerah Subsidence

Pustaka

Struktur geologi, khususnya daerah subsidence


akan bertambah melebar, jika level penambangan
bertambah, dan dalam perencanaan PT Freeport
akan membuka lahan tambang baru, meliputi Guru
Ridge, Kucing Liar dan DOM subsidence di daerah
Ertsberg ini akan meluas sesuai dengan kondisi
struktur geologi dan kondisi gravitasi geomorfologi
yang curam.
Perkiraan luas dari subsidence diukur dari alat
TDR
(time
domain reflectrometry)
adalah
bertambahnya sistem dan level penambangan,
metoda blasting akan mempengaruhi daerah
permukaan. Arah jatuhan material lebih dominan
ke arah banyaknya rekahan akibat metoda blasting
dan rekahan akibat struktur geologi. struktur
geologi

A.C., Mc Lean and C.D., Gribble, Geology for


Civil Engineers.
Benyamin Sapiie, 1998 Geology Structure, Institut
Teknologi Bandung.
Corrbet G.J., dan Leach T.M., 11/94 Edition,
Exploration Workshop SW Pacific Rim
Au/Cu System : Structure Alteration and
Mineralisation .
George H. Davis The University of Arizona
Tucson and Stephen J. Reynolds Arizona
State University Tempe. Structural Geology of
Rocks and Regions. Second Editon.
George Allen dan Unwin London, B.H.G. Brady,
Australia dan E.T. Brown, London Rock
Mechanics for Underground Minning.
G. Wilson, Introduction to small-scale Geological
Structures.
Keller, AE., 1976, Environmental Geology, Charles
E Merill Publishing Co., A bell & Howel Co.,
Columbus Ohio
Krynine,DP., Judd,WR., Prinsiples of Engineering
Geology and Geotechnis, Mc. Graw Hill Book
Company Inc, New York.
Lawless J.V., White P. J.,Bogie I., Peterson L.A.,
Cartwright A.J Hydrothermal Mineral Deposits
In The Arc Settling, Exploration Based On
Mineralisation Models. August 1998.
Mc Clay, K.R., Department of Geology Royal
Holloway and Bedford New College University
Of London. The Mapping of Geologycal
Structure Handbook.
R.J., Mitchell, Earth Structures Engineering,
Statistical Methods in Geology.
Syd S. Peng Coal Mine Ground Control Second
Edition.
Trefethen, JM.,1965, Geology for Engineers, Sond
ed, D Van Nostrand Co Inc, Princeton New
York- New Jersey,.
Van Leeuwen T.M., Hedenquist J.W., James L.P.,
and Dow J.A.S., (Editors). Journal of
Geochemical Exploration Special Issue

Cara Analisis
Intepretasi dari analisis dari penambangan
bawah tanah terhadap subsidence adalah :
1. Observasi lapangan, memantau daerah
permukaan Ertsberg, level undercut dan level
extraction dengan struktur geologi secara
regional.
2. Intepretasi geomorfologi melalui foto udara 1 :
5000, peta level undercut 1 : 200, dan level
extraction 1 : 1200.
3. Pemetaan geologi
4. Pembuatan laporan
Hasil prediksi dalam analisis ini adalah
penyebaran subsidence akan semakin bertambah
akibat metoda blasting, sehingga rekahan karena
vibrasi akan runtuh, penyebarannya tidak
beraturan dan rekahan dari struktur geologi akan
runtuh searah dengan arah struktur sesar.
IV. Simpulan
1. Daerah subsidence di PT Freeport Indonesia
sangat dipengaruhi oleh sistem penambangan
bawah tanah dan kondisi geologi daerah
.

20

MINDAGI Vol. 8 No.2 Juli 2014

keterangan:
: Cave line on April
2003 (870.127 m3)
: Cave line on July
2003 (939.971 m3)
: Cave line on
September 2003
(997.048 m3)
: Cave line on
December 2003
(1.125.463 m3)
: Cave line on March
2004 (1.232.013
m3)

Gambar 7. Garis Cave

keterangan:
: Crack line on April
2003 (1.209.965
m3)
: Crack line on July
2003 (1.311.411
m3)
: Crack line on
September 2003
(1.364.430 m3)
: Crack line on
December 2003
(1.572.149 m3)
: Crack line on
March 2004
(1.864.676 m3)

Gambar 8. Garis Rekahan

21

Analisis Struktur Geologi dan Penambangan Bawah Tanah terhadap Propagasi Subsidence di daerah Ertsberg PT Freeport Indonesia, Papua
Ellisa Tirayoh dan Arista Muhartanto

Foto 3. Kondisi terakhir Daerah Subsidence pada Periode-I Bulan Maret 2004

Foto 4. Kondisi Daerah Subsidence pada Periode-II bulan Juni 2004

22

You might also like