Professional Documents
Culture Documents
Efloresensi / sifat-sifat
:
Macula
eritematosa,
papulafolikularis,
hyperkeratosis, skuama berukuran halus sampai
sedang, warna putih mengkilat
c. Dermatitis Seboroik10,11,12
Defnisi
Dermatitis
seboroik
adalah
dermatosis
papulosquamous
kronis umum yang
mudah
dikenali.Penyakit ini dapat timbul pada bayi dan
dewasa dan seringkali dihubungkan dengan
peningkatan produksi sebum (sebaseus atau
seborrhea) kulit kepala dan daerah folikel kaya
sebaseus pada wajah dan leher.Kulit yang terkena
berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi
dengan sisik berwarna kuning-coklat dan krusta.
Insiden
a. Lokalisasi :
tempat-tempat
yang
banyak
mengandung kelenjar sebasea, misalnya kulit
kepala, belakang telinga, alis mata, cuping
hidung, ketiak, dada, antara skapula dan daerah
suprapubis
b. Efloresensi : Makula eritomatosa yang ditutupi
oleh papul-papul miliar berbatas tidak tegas dan
skuam halus kekuningan dan berminyak.
Kadang-kadang ditemukan erosi krusta yang
sudah mengering berwarna kekuningan.
Gambaran histopatologik
Pada epidermis dapat ditemukan parakeratirosis
fokal dengan abses munro. Pada dermis, terdapat
pelebaran ujung pembuluh darah di puncak stratum
papilaris
disertai serbukan sel-sel neutrofl dan
monosit.
Pemeriksaan pembantu / laboratorik :
a. Pemeriksaan mikroflora dari kulit kepala untuk
melihat Pityrosporum ovale
b. Menentukan indeks mitosis pada kulit kepala
yang berketombe.
Prognosis
Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan,
meskipun terkontrol.
2. Penatalaksanaan :
Edukasi :
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa obat yang
digunakan bukan untuk menyembuhkan tapi hanya
mengurangi gejala
b. Memberi tahu pasien tentang efek samping yang
ditimbukn agar tidak ketergantungan pada obat
tersebut
Psoriasis :
Skenario 2
Perempuan berusia 29 tahun datang ke poliklinik dengan bintikbintik merah bersisik pada wajah, punggung dan dada sejak 4
bulan yang lalu. Keluhan disertai gatal dan pasien merasa ingin
menggaruk tetapi ringan. Jika berobat keluhan sembuh tapi
kemudian muncul kembali. Gejala semakin berat setelah pasien
dipecat dari pekerjaannya dan belum kembali bekerja, sejak 3
bulan terakhir. Pada pemeriksaan fsis ditemukan makula eritema
dan skuama agak kasar dan sebagian halus. Sudah berobat ke
puskesmas berulang kali tetapi tidak mengalami perubahan
malah semakin banyak dan keluhan semakin hebat karena
penderita stres. Riwayat kakak pasien memiliki keluhan yang
sama. Pasien sering merasa nyeri pada sendi-sendi besar.
ANAMNESIS
Anamnesis umum :
Tanyakanlah data pribadi pasien : nama,umur, alamat, dan
pekerjaan
Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien dating ke dokter
(keluhan utama). Untuk heteroanamnesi tanyakan hubungan
pasien dengan pengantar.
Anamnesis terpimpin :
Tanyakanlah kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul.
Inspeksi :
Perhatikanlah bentuk dan gambaran kelainan kulit yang
tampak pada pasien
Palpasi
Pada palpasi perhatikan masing-masing jenis lesi, apakah
permukaan rata, tidak rata (berbenjol-benjol), licin, kasr atau
halus, dan konsistensi lesi, misalnya padat, kenyal, lunak, dan
nyeri pada penekanan. Perhatikan pula adanya tanda-tanda
radang akut atau tidak, yaitu tumor, colour, dolor, kalor,
fungsioleisa. Bila ada tanda radang akut sebaiknya diperiksa
kelenjar getah bening.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
jalur ini terdapat sel T CD4+, yang pengaturannya diatur oleh IL23 yang disekresikan oleh sel penyaji antigen (sel
dendritikdermal). Sel Th17 CD4+ mensekresikan IL-17 dan IL-22
yang berperan pada peningkatan dan pengaturan proses
inflamasi dan proliferasi epidermal. 19,20
d.
Gambaran Klinis
Psoriasis merupakan penyakit peradangan kronik yang ditandai
oleh hiperproliferasi dan inflamasi epidermis dengan gambaran
morfologi, distribusi, serta derajat keparahan penyakit yang
bervariasi. Lesi klasik psoriasis biasanya berupa plak berwarna
kemerahan yang berbatas tegas dengan skuama tebal berlapis
yang berwarna keputihan pada permukaan lesi. Ukurannya
bervariasi mulai dari papul yang berukuran kecil sampai dengan
plak yang menutupi area tubuh yang luas. Lesi kulit pada
psoriasis biasanya simetris dan dapat disertai gejala subjektif
seperti gatal dan rasa terbakar.Suatu tanda yang berguna bila
terdapat keraguan mengenai diagnosis adalah dengan
menggores lesi secara kuat dan mengangkat seluruh keratin
yang ikatannya longgar. Kemudian akan muncul suatu
permukaan yang berkilat dengan bintik bintik darah kapiler
(tanda Auspitz).17
Fenomena Koebner(juga dikenal sebagai responisomorfk) adalah
induksi traumatik pada psoriasis pada kulit yang tidak terdapat
lesi, yang terjadi lebih sering selama berkembangnya penyakit
dan merupakan suatu all-or-none phenomenon(misalnya bila
psoriasis terjadi pada salah satu sisi luka, maka akan terjadi pada
semua sisi dari luka). Reaksi Koebnerbiasanya terjadi 7 sampai
14 hari setelah trauma, dan sekitar 25% pasien kemungkinan
memiliki riwayat trauma yang berhubungan dengan fenomena
Koebnerpada beberapa waktu dalam hidupnya. Fenomena
Koebnertidak spesifk untuk psoriasis tetapi dapat menolong
dalam membuat diagnosis ketika terjadi.17
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat
beberapa tipe klinis psoriasis: 17,18
a)
Psoriasis vulgaris
Bentuk ini paling sering dijumpai, mencapai 90% kasus, disebut
juga psoriasis plak kronis. Gambaran klinis berupa plak
eritematosa, berskuama putih seperti mika, berlapis, mudah
pustulosaanulare,
impetigoherpetiformis,
psoriasis
pustulosapalmoplantar dan akrodermatitiskontinua.
f)
Psoriasis atritis
Psoriasis ini bermanifestasi pada sendi sebanyak 30% kasus.
Psoriasis tidak selalu dijumpai pada pemeriksaan kulit, tetapi
seringkali pasien datang pertama kali untuk keluhan sendi.
Keluhan pasien yang sering dijumpai adalah artritis perifer,
entesitis, tenosinovitis, nyeri tulang belakang, dan atralgia non
spesifk, dengan gejala kekakuan sendi pagi hari, nyeri sendi
persisten atau nyeri sendi fluktuatif bila psoriasis kambuh.
g)
Diagnosis
Diagnosis psoriasis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gambaran klinis. Pada beberapa kasus dimana riwayat dan
pemeriksaan klinis tidak menunjang untuk diagnosis, dibutuhkan
pemeriksaan penunjang seperti biopsi histopatologi dan
pemeriksaan laboratorium darah.
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
mengkonfrmasi suatu psoriasis ialah biopsi kulit dengan
menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin. Pada umumnya
tampak penebalan epidermis atau akantolisis serta elongasi
reteridges. Dapat terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai
dengan hilangnya stratum granulosum. Stratum korneum juga
mengalami penebalan dan terdapat retensi inti sel pada lapisan
ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak neutrofl dan
limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofl dapat
membentuk mikroabsesMunro. Pada dermis akan tampak tandatanda inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta
edema papila dermis. Infltrat dermis terdiri dari neutrofl,
makrofag, limfosit dan sel mast.
Selain biopsi kulit, abnormalitas pada pemeriksaan laboratorium
biasanya tidak spesifk dan tidak dapat ditemukan pada semua
pasien. Pada psoriasis vulgaris yang berat, psoriasis
pustulosageneralisata dan eritroderma dapat di deteksi
penurunan
serum
albumin
yang
merupakan
indikator
keseimbangan nitrogen negatif dengan inflamasi kronis dan
hilangnya protein pada kulit. Pada pasien psoriasis terlihat
perubahan profl lipid (peningkatan highdensity lipoprotein, rasio
Etretinat
(tagison,
tigason)
dan
asitresin
(neotigason). Etretinat merupakan retinoidaromatic, digunakan
bagi psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain
mengingat efek sampingnya. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit
normal. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1
mg/kgBB, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan
menjadi 1,5 mg/kg BB. Asitresin merupakan metabolit aktif
etretinat yang utama. Waktu paruh eleminasinya hanya 2 hari,
dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.
Siklosporin : efeknya imunosupresan. Dosisnya 6 mg/kgBB
sehari, bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan
untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan.
Topikal: 17,18
Fototerapi :
Fototerapi yang dikenal ultraviolet A (UVA) dan ultraviolet B
(UVB). Fototerapi memiliki kemampuan menginduksi apoptosis,
imunosupresan, mengubah profl sitokin dan mekanisme lainnya.
Diketahui efek biologik UVB terbesar kisaran 311-313nm oleh
karena itu sekarang tersedia lampu UVB (TL-01) yang dapat
memancarkan sinar monokromatik dan disebut spektrum sempit
(narrowband). Dalam berbagai uji coba penyinaran 3-5 kali
seminggu dengan dosis eritemogenik memiliki hasil yang efektif.
Komplikasi
Pasien dengan psoriasis memiliki angka morbiditas dan
mortalitas yang meningkat terhadap gangguan kardiovaskuler
terutama pada pasien psoriasis berat dan lama. Resiko infark
miokard terutama sekali terjadi pada pasien psoriasis usia muda
yang diderita dalam jangka waktu panjang. Pasien psoriasis juga
mempunyai peningkatan risiko limfoma malignum. Gangguan
emosional yang diikuti masalah depresi sehubungan denganm
anifestasiklinis berdampak terhadap menurunnya harga diri,
penolakan social, merasa malu, masalah seksual, dangan
gagguan kemampuan profesional. Semuanya diperberat dengan
perasaan gatal dan nyeri, dan keadaan ini menyebabkan
penurunan kualitas hidup pasien. Komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien eritroderma adalah hipotermia dan hipoalbuminemia
sekunder terhadap pengelupasan kulit yang berlebihan juga
dapat terjadi gagalj Antung dan pneumonia. Sebanyak 10-17%
pasien dengan psoriasis pustule sageneralisata (PPG) menderita
atralgia, myalgia, dan lesi mukosa.17
Prognonsis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat
kronis dan residitif.18
DERMATITIS SEBOROIK
a.
Defnisi
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa
kronis yang menyerang bayi dan orang dewasa sering ditemukan
pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus yang
tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, badan
bagian atas dan fleksura (inguinal, inframma dan aksila).12
b.
Epidemiologi
Dermatitis seboroik adalah penyakit inflamasi kronis yang
umum menyerang sekitar 1-3% populasi umum di Amerika
Serikat, di mana 3-5% pasien terdiri dari orang dewasa muda.
Data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000 sampai
2002 menunjukkan insidensi rata rata dermatitis seboroik
sebesar 8,3% dari jumlah kunjungan dan rasio pria dibandingkan
wanita 1,5 : 1.
Kejadian penyakit menunjukkan dua puncak, satu pada bayi baru
lahir hingga usia tiga bulan, dan yang lainnya pada orang dewasa
berusia sekitar 30-60 tahun.11-14 Pria lebih sering terserang
daripada wanita pada semua kelompok umur dan dapat
mengenai semua ras.
Taksiran prevalensi dermatitis seborik dibatasi oleh ketiadaan
kriteria diagnostik yang sah dan juga skala penentuan grade
keparahan. Dermatitis seboroik merupakan salah satu penyakit
kulit paling umum, kondisi ini mempengaruhi sekitar 11,6%
populasi umum dan sampai 70% bayi pada tiga bulan pertama
kehidupan.
Prevalensi dermatitis seboroik yang lebih tinggi juga ditemukan
dalamm kasus kraniosinostosi, pada polineuropati amiloidotik
familial, pada cedera otak traumatik, cedera spinal cord
traumatik, cerebrovascular accidents (CVA), epilepsi dan pada
paralisis saraf wajah. Pada tahun 1996, Ercis et al. melaporkan
bahwa 30,9% pasien penderita sindrom Down mengalami
dermatitis seboroik, akan tetapi, Daneshpazhooh et al.
melaporkan prevalensinya hanya 3%.
Penyakit sistemik lainnya di mana kejadian dermatitis seboroik
lebih tinggi meliputi infark otot jantung akut, pankreatitis
alkoholik dan kecanduan alkohol.12
c.
Etiologi dan Patogenesis
Gambaran Klinis
Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak
eritema, dengan sisik-sisik yang berminyak. Penyakit ini suka
muncul di bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum, seperti kulit
Diagnosis
Dermatitis seboroik mempunyai ciri-ciri unik tergantung
pada kelompok usia yang terpengaruh, bentuk anak sifatnya
dapat sembuh sendiri, sementara pada orang dewasa penyakit
ini sifatnya kronis. Lesi terdiri dari plak eritema, bersisik dengan
tingkat keparahan dan intensitas yang bervariasi.
Pada masa bayi, dermatitis seboroik sering dijumpai
dalam tiga bulan pertama kehidupan berupa sisik pada kulit
kepala. Gambaran khas yang berupa sisik-sisik kekuningan yang
muncul segera setelah lahir. Kondisi ini juga bisa berkembang
pada wajah dan pada lipatan-lipatan tubuh seperti pada daerah
retroaurikular, leher, ketiak dan daerah paha.
Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah
dermatosis kronis berulang yang dimulai dari eritema ringan
Skalp :
Sampo diberikan sering dengan sampo
mengandung selenium sulfd 1-2.5%, ketokonazole 2%, zink
pirition, benzoil peroksid, asam salisilat, coal /juniper tar, atau
detergen. Krusta atau skuama dapat dihilangkan dengan
pemberian steroid atau asam salisilat dalam water-soluble base,
yang diberikan sepanjang malam. Tingtur, alcoholic solution, hair
tonic, biasanya akan merangsang stadium inflamasi sehingga
harus dihindari. Pada pityriasis amiantasea, skuama harus
dihilangkan dengan salap oleum cadini atau salap tar/salicylic.
Setelah 4-6 jam, salap dibuang dengan sampo yang sesuai
(sampo tar/imidazol). Pada beberapa kasus, dapat diberikan
krim/larutan steroid topikal poten. Bila terapi topikal gagal,
diberikan prednisolon oral 0.5 mg/kg/hari selama kisaran 7 hari,
dikombinasikan dengan steroid topikal (mula-mula dengan oklusi
kemudian tanpa oklusi). Pemberian antimikrobial (makrolid,
sulfonamid) hanya untuk kasus yang bandel, terutama bila
koinfeksi bakteri pada skalp terbukti atau dicurigai.
Wajah
dan
badan.
:
Pemakaian
salap
yang
berlemak/greasy dan sabun harus dihindari, demikian pula,
larutan beralkohol atau lotion untuk cukur jenggot. Hidrokortison
1% cukup menolong. Pemakaian jangka lama tidak terkontrol
dapat menimbulkan efek samping steroid dermatitis, steroid
rebound phenomenon, steroid rosacea, dan dermatitis perioral.
Seborrheic blepharitis. : Direkomendasikan pemberian
kompres hangat dan debridemen secara lembut dengan cottontipped applicator dan baby shampoo, 1 atau 2 x/hari. Kasus yang
bandel, memerlukan antibiotik topikal (sodium sulfacetamide
ophthalmic ointment). Bila terdapat Demodex folliculorum dalam
jumlah besar, dapat dicoba pemberian krotamiton, permetrin,
atau benzoil peroksid.
Fototerapi
Fototerapi narrow-band UVB tampaknya efektif dan aman untuk
pasien dengan DS berat dan refrakter, dan PUVA telah digunakan
dengan sukses pada DS stadium eritrodermik.25
Prognosis
Dapat sembuh dengan sendirinya disertai prognosis yang
baik pada bayi dibandingkan dengan kondisi kronis dan relaps
pada orang dewasa. Tidak ada bukti yang menyatakan bayi
dengan dermatitis seboroik juga akan mengalami penyakit ini
pada saat dewasa. Pasien dermatitis seboroik dewasa dengan
bentuk berat kemungkinan dapat persisten.12
Anti jamur
Anti jamur topikal yang berhasil adalah golongan imidazol
(itrakonazol,
mikonazol,
flukonazol,
ekonazol,
bifonazol,
climbazole, siklopirox, dan siklopiroxolamin). Response rate yang
dicapai antara 63% sampai 90% setelah 4 minggu. Golongan
imidazol yang paling banyak digunakan adalah ketokonazol.
Dalam beberapa penelitian, krim ketokonazol 2% diketahui sama
efektif dengan krim steroid, kadang dengan remisi lebih lama.
Dalam penelitian terbatas, krim butenafne 1%, derivat
benzylamine menunjukkan efektivitas sebagai terapi topikal pada
DS.
Ketokonazol, itrakonazol, dan terbinafne oral efektif pula,
tetapi karena efek samping potensial dan pertimbangan
ekonomi, harus dibatasi pada kasus berat atau parah. Agen anti
jamur memiliki spektrum yang luas, termasuk sifat anti radang
dan hambatan pada sintesis lipid dinding sel. Efek tersebut
bukan bukti dari causal relationship antara M. furfur dan DS.
Lingkungan
Faktor lingkungan seperti panas dan udara yang kering dapat
berimplikasi dalam menyebabkan iritasi yang dapat menginduksi
gatal .Suhu yang tinggi memudahkan seseorang berkeringat
sehingga dapat mencetuskan gatal, hal ini biasanya
menyebabkan neurodermatits sirkumskripta pada daerah
anogenital.
Gigitan Serangga
Gigitan serangga dapat meyebabkan reaksi radang dalam tubuh
yang mengakibatkan rasa gatal.
Faktor Interna
Dermatitis Atopik
Asosiasi antara neurodermatitis sirkumskripta dangan gguan
atopik telah banyak dilaporkan, sekitar 26% sampai 75% pasien
dengan dermatitis atopic terkena neurodermatits sirkumskripta.
2,3
Psikologis
Anxietas telah dilaporkan memiliki prevalensi tertinggi yang
mengakibatkan neurodermatitis sirkumsripta. Anxietas sebagai
bagian dari proses patologis dari lesi yang berkembang. 15
Gejala klinis
Penderita mengeluhkan rasa gatal yang hebat, bila timbul
malam hari dapat menggangu tidur.Rasa gatal memang tidak
Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan neurodermatitis sirkumskripta positif terhadap
patch test. Pada dermatitis atopik dan mikosis fungiodes bisa
terjadi likenefkasi generalisata oleh sebab itu merupakan
indikasi untuk melakukan patch test.Pada pasien dengan pruritus
generalisata yang kronik yang diduga disebabkan oleh gangguan
metabolik dan gangguan hematologi, maka pemeriksaan hitung
darah harus dilakukan, juga dilakukan tes fungsi ginjal dan hati,
tes fungsi tiroid, elechtroporesis serum, tes zat besi serum, tes
kemampuan pengikatan zat besi (iron binding capacity), dan foto
dada. Kadar immunoglobulin E dapat meningkat pada
neurodermatitis yang atopik, tetapi normal pada neurodermatitis
nonatopik. 15
Pengobataan
Sedapat-dapatnya mencari penyebab atau factor yang
memprovokasi.Bila
kulit
kering,
diberi
pelembab
atau
emolien.Secara topical lesi dapat diobati dengan obat anti
inflamasi, misalnya preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau
pimekrolimus.Bila lesi masih eksudatif, sebaiknya dikompres
dahulu dengan larutan permanganas kalikus 1:10.000. kalo
ditemukaan infeksi bilateral, diberikan antibiotic secara
sistematik. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus
Pemeriksaan penunjang
Beberapa autoantibodi mempunyai hubungan erat
dengan LE, sehingga pada LE kutan akut sering ditemukan titer
tinggi ANA, anti-dsDNA, anti Smith dan hipokomplementemia.
Penanda pada LE kutan subakut adalah autoantibodi anti Ro/SS-A
(70-90%) dan anti-La/SS-B (30-50%).ANA dapat ditemukan [ada
60-80% dan factor rheumatoid pada segetiga pasien LE Kutan
subakut. Pada LE Kutan kronik dapat ditemukan titer ANA yang
rendah ( 30-40%). Hanya 5% pasien LED ditemukan titer ANA
tinggi.
Pada pemeriksaan histopatologi LE kutan spesifk dapat
ditemukan hiperkeratotik, atrof epidermal degenerasi mencair
Major
Histocompatibility Complex [MHC] kompleks protein sehingga
menurunkan stimulasi dari autoreaktif CD4+ sel T dan
menurunkan pelepasan sitokin.
6)
Memperkenalkan apoptosis pada limfosit, dan
7)
Menurunkan kadar IL-6, IL-1, dan TNF-..
Pada beberapa pasien, hidoklorokuin dimulai dengan dosis 200
mg per hari untuk menilai toleransi saluran cerna terhadap dosis
obat yang diberikan. Apabila pasien tidak mengalami diare atau
gangguan saluran cerna dosis ditingkatkan dua kali lipat menjadi
dua kali 200 mg per hari. Dosis maksimal hidroklorokui kurang
dari 6,5 mg/kgBB/hari. Pemberian hidroklorokuin selama 34minggu pertama kemudian dosis dikurangi perlahan-lahan
selama 3-4 minggu kemudian dengan pemberian 1 kali sehari.
Sedangkan Kuinakrin dapat diberikan jika tidak ada respon
terhadap klorokuin dan hidroklorokuin. Efek samping dari
klorokuin adalah retinopati pada mata, sakit kepala mengantuk
dan gangguan sistem saluran cerna.
Kategori Obat: Obat Anti Malaria mungkin memiliki bagian
imunomodulator. Hidroksikloroquin merupakan obat pilihan
utama [drug of choice] bila obat sistemik dibutuhkan untuk LED.
Kloroquin adalah obat pilihan kedua.22
Nama Obat
Hidroksikloroquin [Plaquenil] Untuk pengobatan
LED dan LES. Menghambat kemotaksis eosinofl, gerakan netrofl,
dan
merusak
reaksi
komplemen
antigen
antibodi.
Hidroksikloroquin sulfat 200 mg sama dengan 155 mg
hidroksikloroquin basa dan
Prognosis
LE Kutan akut sangat erat hubungannya dengan
LES,sehingga prognosis sangat bergantung pada aktivitas dan
derajat keparahan LES. Pada pasien dengan LE kutan subakut
15% berkembang menjadi LES,termasuk nefritis lupus.
Dibutuhkan pemantauan jangka panjang pada pasien LE Kutan
subakut untuk penemuan dini resiko progresivitas keterlibatan
sistemik.
Kebanyakan pasien dengan lesi diskoid yang diterapi
dapat berkembang menjadi skar yang secara progresif melebar
dan alopesia skar. Hal ini sangat mengganggu secara psikososial
dan menurunkan kualitas hidup pasien. Jarang sekali lesi dapat
resolusi spontan. Pada penghentian terapi, lesi non-aktif dapat
mengalami eksaserbasi
Skenario 4
Laki-laki berusia 39 tahun datang ke poliklinik dengan kemerahan
dan bintik kecil warna merah pada wajah, sekitar bibir dan leher
sejak sebulan yang lalu. Keluhan tampak makin merah jika
terkena sengatan matahari dan kadang disertai gatal. Sudah
berobat ke puskesmas dan diberi obat tetrasiklin dan kloroquin
tetapi belum sembuh namun keluhan sedikit berkurang. Pada
pemeriksaan fsis ditemukan papel, pustula dan plak eritema
kedua pipi serta pelebaran pembuluh darah di sekitar hidung.
Keluhan makin hebat seiring dengan bertambahnya usia
penderita dan stres. Riwayat keluarga yakni adik kandung
dengan keluhan yang sama.
10.
Differensial Diagnosis
ROSASEA
Defnisi
Penyakit kulit kronis pada daerah sentral wajah (yang
menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan pada kulit
dan
telangiektasi
disertai
episode
peradangan
yang
memunculkan erupsi, papul, pustul dan edema.
d.
Infeksi: Demodex folliculorum dahulu dianggap berperan
pada etiologi rosasea, namun akhir-akhir ini mulai ditinggalkan.
e.
Musim: Peran musim panas atau musim dingin, termasuk
didalamnya peran sinar ultraviolet matahari yang dapat
menimbulkan kerusakan pembuluh darah kulit penyebab eritema
persisten masih terus diselidiki karena belum jelas dan
bertentangan hasilnya.
f.
Imunologis: dari lapisan dermo-epidermal penderita
rosasea ditemukan adanya deposit immunoglobulin oleh
beberapa peneliti, sedang di kolagen papiler ditemukan antibody
antikolagen dan antinuclear antibody sehingga ada dugaan
faktor imunologis pada rosasea.
g.
Lainnya: defsiensi vitamin, hormonal dan sebore pernah
disangka berperan pada etiologi rosasea namun tidak dapat
dibuktikan.
Epidemiologi
Rosasea sering diderita pada umur 30-40an, namun dapat pula
pada remaja maupun orang tua. Umumnya wanita lebih sering
terkena dari pada pria. Ras kulit putih (kaukasia) lebih banyak
terkena dari pada kulit hitam (negro) atau berwarna (polinesia),
dan di negara barat lebih sering pada mereka yang bertararf
sosio-ekonomi rendah.
Gejala klinis
Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung,
pipi, dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher
bahkan pergelangan tangan atau kaki. Lesi umumnya simetris.
Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiectasia, papul,
edema, dan pustule. Komedo tak ditemukan dan bila ada
mungkin kombinasi dengan akne (komedo solaris, akne
komestika). Adanya eritema dan telangiectasia adalah persisten
pada setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul
kemerahan pada rosasea tidak nyeri, berbeda dengan akne
vulgaris, dan hemisferikal. Pustule hanya ditemukan pada 20%
penderita, sedang edema dapat menghilang atau menetap
antara episode rosasea.
Pada tahap awal (stadium I) rosasea dimulai dengan
timbulnya eritema tanpa sebab atau akibat sengatan matahari.
Histopatologi
Gambaran histopatologi rosasea khas namun tidak patonomonil.
Terdapat ektasia vaskuler, edema dermis, dan disorganisasi
jaringan konektif dermis. Solar elastosis juga sering terlihat.
Derajat peradangan tergantung pada kondisi dan stadium lesi.
Sel radang limfosit dan histiosit dan bahkan sel raksasa pada
dermis dan perivaskuler, sel plasma dan sel mast dapat juga
terlihat, apalagi bila edema berlangsung lama. Pasa pustule
terdapat sebaran sel PMN sekitar folikel. Demodex folliculorum
sering dapat ditemukan dalam folikel infundibulum dan duktus
sebasea.
Pengobatan
1)
Topical
a.
Tertrasiklin, klindamisin, eritomisin dalam salap 0,5-2,0%.
Eritomosin lebih baik hasilnya dibandingkan lainnya.
b.
Metronidasol 0.75% gel atau krim 2% efektif untuk lesi
papul dan pustule
c.
Imidasol sendiri atau dengan ketokonasol atau sulfur 2-5%
dapat dicoba
d.
Isotretinoin krim 0.2% juga bermanfaat
e.
Antiparasit untuk membunuh D.follikuloru; Misalnya
lindane, krotamiton, atau bensoil bensoat.
f.
Kortikosteroid kekuatan rendah (krim hidrokortison 1%)
hanya dianjurkan pada stadium berat.
2)
Sistemik
a.
Tertrasiklin, eritomisin, doksisiklin, minosiklin dengan
dosis sama dengan dosis akne vulgaris beradang memberikan
Komplikasi
Rinofma, inflamasi ocular, dan rosasea limfadema
Prognosis
Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui
episode akut. Namun adapula yang remisi secara spontan.
[Referensi :
Djuanda, A; Hamzah, M; Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Keenam. 2010. Jakarta : FK UI.]
AKNE VULGARIS
Defnisi
Acne vulgaris adalah pembentukan papula, nodul, dan kista pada
muka, leher, bahu, dan punggung akibat sumbatan keratin pada
dasar dari kelenjar minyak (pilosebaseus) di dekat folikel rambut.
90% dari penderita adalah mereka dalam usia menjelang
dewasa. Bertambahnya produksi androgen yang terjadi selama
pubertas meningkatkan produksi sebum, suatu pelumas kulit.
Sebum bergabung dongan keratin dan membentuk sumbatan.
Pada acne dapat timbul komedo (sumbatan bahan tanduk dalam
unit pilosebaseus); papula (komedo tertutup yang pecah);
pustula (bentukan padat yang mengalami perlunakan pada
puncaknya, dengan mengeluarkan nanah), nodul (dari komedo
Etiologi
a.
intrinsik :
1)
Genetik ( herediter )
2)
RAS : dimana orang kulit berwarna lebih jarang terkena
daripada orang kulit putih
3)
Hormonal :
Hormon androgen mempunyai peranan penting dalam timbulnya
jerawat. Hormon ini menjadi aktif dan banyak jumlahnya pada
usia remaja, menjelang menstruasi, dan pada saat kehamilan.
Hormon ini dapat meningkatkan produksi sebum (minyak), tapi
hormone estrogen mengurangi produksi sebum.
Kadar hormon androgen pada kulit pasien ternyata lebih tinggi
daripada kadar orang normal. Yang disangka mempunyai peran
pada proses keratinitis sel epidermis, komposisi sebum-sebum
permeabelitas saluran pilosebasea. Infeksi bakteri corybacreium
acnes, staphylococcus albus pytyrosporum ovale mempengaruhi
banyak terbentuknya lipase yang penting dalam pembentukkan
komedo. Keaktivan kelenjar sebasea sendiri menentukan
6)
jarang membersihkan muka yang kotor & berminyak
7)
merokok
8)
kontrasepsi juga dapat memperburuk akne
9)
kurang tidur (istirahat)
10)
faktor faktor mekanik seperti mengusap, menggesek
tekanan, dan meregangkan kulit yang kaya akan kelenjar
sebasea dapat memperburuk akne yag sudah ada. Selain itu obat
obatan juga dapat mencetuskan akne sperti, kontrasepsi juga
dapat memperburuk akne.Akne pada perempuan yang berusia
sekitar 20 an, 30-an dan 40-an sering kali disebabkan oleh
kosmetik dan pelembab yang dasarnya dari minyak dan
menimbulkan komedo
Epidemiologi
Insiden akne vulgaris 80-100% pada usia dewassa muda, yaitu
umur 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria.
Meskipun demikian akne vulgaris dapat pula terjadi pada usia
lebih muda atau lebih tua dari pada usia tersebut.
Meskipun kebanyakan jerawat terjadi pada masa remaja atau
dewasa muda, tetapi dalam kenyataannya jerawat juga timbul
pada berbagai golongan usia lainnya. Antara lain pada bayi,
anak, bahkan pada manula. Jerawat seringkali dihubungkan
dengan kondisi tubuh, baik pada saat stress karena banyak
Klasifkasi
Akne diklasifkasikan sebagai berikut:
1.
Komedonal ( komedo hitam dan komedo putih )
Komedo terbuka
Komedo tertutup
Komedo putih / komedo tertutup kemungkinan besar akan
berkembang menjadi pustule dan papula
2.
Papulopustular ( papula dan Postula )
Papula (komedo tertutup yang pecah), pustula (bentukan padat
yang mengalami perlunakan pada puncaknya, dengan
mengeluarkan nanah)
Patogenesis
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks dipengaruhi banyak
faktor dan kadang-kadang masih controversial. Asam lemak
bebas yang terbentuk dari
trigliserida dalam sebum
menyebabkan kekentalan sebum bertambah dan menimbulkan
sumbatan saluran pilosebasea serta reaksi radang disekitarnya
(komedogenik). Pembentukan pus, nodus, dan kista terjadi
sesudahnya.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya
akne :
1)
kenaikan sekresi sebum
Akne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu
kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih
banyak. Terdapat korelasi antara hebatnya akne dan produksi
sebum. Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi sebum dibawah
pengaruh hormon androgen. Pada penderita akne terdapat
peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada
dalam darah (testosteron) kebentuk metabolit yang lebih aktif (5alfa dihidrotestosteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen
di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel
penghasil sebum.
Diagnosis
Walaupun satu macam lesi lebih dominan daripada lesi yang lain,
umumnya diagnosis akne vulgaris didasarkan pada campuran
lesi terbentuk komedo, papula, nodul pada muka, punggung, dan
dada.
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan ekskokleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan
sebum dengan komedo ekstraktor (sendok Unna). Sebum yang
menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti lilin atau
massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna
hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang
tidak spesifk berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel
sebasea dengan massa sebum di dalam folikel. Pada kista,
radang sudah menghilang di ganti dengan jaringan ikat
pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah,
jaringan mati, dan keratin yang lepas.
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai
peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan
laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian,
namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin
surface lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada
akne vulgaris kadar asam lemak bebas (free fatty acid)
meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah
terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan
Pengobatan
Tujuan pengobatan akne adalah mencegah timbulnya sikatrik
serta mengurangi frekuensi dan kerasnya eksaserbasi akne,
untuk itu, selain diperlukan obat-obatan juga diperlukan
kerjasama yang baik antar si penderita dengan dokter yang
merawatnya.
Penatalaksanaan akne memerlukan pendekatan pada prinsip
patogenesis akne dengan menghilangkan obstruksi pada saluran
sebasea, menurunkan produksi sebum, mengurangi populasi
bakteri folikuler dan pengobatan yang ditujukan untuk
mendapatkan efek anti inflamasi.
Pengobatan pada kasus ini diperlukan Pengobatan topikal.
Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan
komedo, menekan peradangan, dan mempercepat peradangan
penyembuhan lesi.
Obat topikal yang dapat digunakan yaitu Retinoid topical
merupakan komedolitik dan anti inflamasi isotretinoin, tretinoin,
adapalene dan Antibiotik topical yang berfungsi untuk melawan
Propionibacterium acnes, erythromycin, clindamycin saja atau
kombinasi dengan benzoyl peroxida.
Pengobatan sistemik yang diperlukan yaitu antibakteri sistemik ;
tetrasiklin (250 mg 1,0 g/hari), doksisiklin (50mg/hari),
eritromisin (4x250 mg/hari, azitromisin 250 mg-500mg seminggu
3 kali. Obat hormonal estrogen (50mg/hari selama 21 hari),
antiadrogen siproteron asetat (2 mg/hari), prednison (7,5mg/hari)
atau deksametason (0,25-0,5mg/hari). Vitamin A sebagai (50.000
ui-150.000 ui/hari. Antiinflamasi non-steroid ibuprofen (600
mg/hari) dapson (2x100 mg/hari), seng sulfat (2x200mg/hari)
Terapi terbaru yaitu spironolakton yang dikombinasik dengan
terapi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne,
apabila akne disertai gejala sebore ataupun hipertrikosis.
Terapi sinar biru adalah terapi akne dengan memakai sinar biru
yang dapat membunuh P.acne .
Pada kasus ini terapi pada pasien yaitu medikamentosa dengan
pemberian asam Vitamin A topical 2 kali sehari, pengobatan
topikal ini dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo,
menekan
peradangan,
dan
mempercepat
peradangan
penyembuhan lesi. Terapi lainnya dengan menggunakan
antibiotik topical yaitu ertomycin 2 kali sehari berfungsi untuk
melawan Propionibacterium acnes.
[Referensi :
Wasitaatmadja, S. 2002. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea,
Rinofema. Ilmu Penyakit kulit Dan Kelamin. Ed. Adhi Djuanda.
Edisi ke-3. Cetak ulang 2002 dengan perbaikan. FK UI. Hal :235241.]
LUPUS ERITOMATOSUS KUTAN
Defnisi
Lupus Eritomatosus merupakan penyakit autoimun yang
melibatkan jaringan konektif dan pembuluh darah. LE memiliki
manifestasi klinis yang sangat bervariasi, yaitu kelainan kulit saja
(LE Kutan) hingga keterlibatan sistemik (LES). LE kutan
merupakan manifestasi kulit yang dapat terjadi pada 72-85%
paien LES didahului dengan lesi pada kulit. Rasio antara
perempuan dan laki-laki.
Etiopatogenesis
Hingga saat ini penyebab dan patomekanisme LE kutan belum
diketahui secara pasti, tetapi berhubungan erat dengan
patogenesis LES. Faktor pejamu (suseptibilitas, hormonal) dan
faktor lingkungan menyebabkan hilangnya self-tolerance dan
menginduksi proses autoimun. Hal ini diikuti aktivasi dan
ekspansi sistem imun sehingga mencetuskan penyimpangan
imunologik yang berdampak pada beberapa organ dan tampilan
klinis penyakit. Beberapa penelitian baru memfokuskan pada
peran sinyal interferon- (IFN-) dalam patogenesis LE.
Selain predisposisi genetik, pajanan faktor lingkungan, misalnya
radiasi UV , infeksi virus, obat, dan rokok mempunyai peran besar
dalam perkembangan penyakit LE. Radiasi UV mempunyai peran
paling penting dalam induksi penyakit LE kutan. UVB
Gambaran Klinis
Manifestasi klinis keterlibatan kulit pada pasien LE sangat sering
ditemukan dan sangat bervariasi. Gilliam membagi berdasarkan
gambaran karakteristik histopatologis, yaitu LE kutan spesifk dan
LE kutan non-spesifk.
LE Kutan Spesifk
LE Kutan Non-Spesifk
A.
LE Kutan Akut
1.
Lokalisata : malar rash; butterfly rash
2.
Generalisata
B.
LE Kutan sub Akut
1.
Tipe anular
2.
Tipe papuloskuamosa
C.
LE Kutan Kronik
1.
Tipe Diskoid Klasik / Diskoid LE (DLE)
a.
Lokalisata
b.
Generalisata
2.
Tipe Hipertrofk
3.
Lupus profundus
4.
Lesi mukosa DLE
a.
Oral
b.
Konjungtiva
5.
Lupus tumidus
6.
Chilblain lupus
7.
Lichenoid DLE
A.
Penyakit Vaskular Kutan
1.
Vaskulitis
a.
Leukositoklastik
b.
Periarteritis nodosa
2.
Vaskulopati
3.
Telangiektasis periungual
4.
Livedo retikularis
5.
Tromboflebitis
6.
Fenomena Raynaud
7.
Eritromyalgia
B.
Alopesia tanpa jaringan parut
1.
Lupus hair
2.
Telogen effluvium
3.
Alopecia areata
C.
Sklerodaktili
D.
Nodul Rheumatoid
E.
Kalsinosis Kubis
F.
Lesi bulosa non-spesifk
G.
Uurtikaria
H.
Musinosis papulonodular
I.
Kutis laxa
J.
Akantosis negricans
K.
Eritema multiforme
L.
Ulkus ada tungkai
M.
likenflanus
a)
LE Kutan Akut
LE Kutan Akut Lokalisata biasanya ditemukan di wajah berupa
lesi malar atau buterfly rash dan dilaporkan pada 20-60% pasien
LES.
Gambaran Khas : lesi eritomatosa yang simetris dan
konfluens serta edema pada area malar dan melintasi hidung.
Biasanya dimulai dengan makula kecil atau papul pada
wajah. Kemudia konfluens dan hiperkeratotik.
Terkadang dapat meluas sampai ke dahi, dagu dan leher
area V. Jarang dtemukan mengenai lipatan nasolabial.
LE Kutan Akut Generalisata merupakan perluasan lesi
makulopapular atau erupsi eksantematosa yang biasanya
mengenai ekstremitas atas dan tangan sisi ekstensor dan jarang
melibatkan sendi. Lesi makulopapular ditemukan pada 35-60%
LES.
b)
LE Kutan Sub Akut
Gambaran klinis berupa makula atau papul yang berkembang
menjadi lesi papulaskuamosa atau plak anular hiperkeratotik.
Lesi sangat fotosensitif dan dietmukan pada area yang terpajan
UV, yaitu punggung atas, bahu, lengan sisis ekstensor, area leher
V, dan jarang di area wajah. Bila mnegenai wajah biasanya pada
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa autoantibodi mempunyai hubungan yang berat dengan
LE Kutan akut sering ditemukan titer tinggi ANA, anti-dsDNA,
anti-Sm dan hipokomplementemia. Penanda pada kutan subakut
adalah autoantibodi anti-Ro/SS-A (70-90%) dan anti-La/SS-B (3050%). ANA dapat ditemukan pada 60-80% dan faktor rheumatoid
pada sepertiga pasien LE kutan subakut. Pada LE kutan kronik
dapat ditemukan titer ANA yang rendah (30-40%). Hanya 5%
pasien DLE ditemukan titer ANA tinggi.
Pada pemeriksaan histopatologi LE kutan spesifk dapat
ditemukan hiperkeratotik, atrof epidermal degenerasi mencair
sel basal, penebalan membran DEJ, edema pada dermis, deposit
musin, serta infltrat sel mononuklear yang dominan tersebar
diperivaskular dan disekitar adneksa kulit.
Pada pemeriksaan imunofluoresens langsung pada kulit yang
tampak normal pasien LES dapat dilihat pita terdiri atas deposit
granuler imunoglobulin G, M atau A dan komplemen C3 pada taut
epidermal dermal yang disebut lupus band. hal ini dapat dilihat
pada 90-100% pasien LES.
Diagnosis Klinis
Diagnosis LE kutan bergantung subtipe manifestasi klinis kulit
yang timbul. Pada lesi kulit yang tidak khas dibutuhkan
pemeriksaan laboratprium dan histopatologis.
Diagnosis Banding
LE kutan akut lokalisata dapat menyerupai rosasea dan
dermatomiositis. LE kutan akut generelisata menyerupai
hipersensitivitas obat, reaksi fotoalergi dan fotoksis, dan
eksantema viral. Lesi papuloskuamosa pada LE kuatn subakut
memberi gambaran menyerupai eritema anulare sentrifugum
dan granuloma anulare. Lesi DLE terkadang menyerupai lesi
karsinoma sel skuamosa, keratosis aktinik dan keratoakantoma.
Prognosis
LE kutan akut sangat erat hubungannya dengan LES, sehingga
prognosis sangat bergantung pada aktivitas dan derajat
keparahan LES. Pada pasien dengan LE kutan subakut 15%
berkembang menjadi LES, termasuk nefritis lupus. Dibutuhkan
pemantauan jangka panjang pada pasien LE kutan subakut untuk
penemuan dini risiko progresivitas keterlibatan sistemik.
Kebanyakan pasien dengan lesi diskoid yang tidak diterapi dapat
berkembang menjadi skar yang secara progresif melebar dan
alopesia skar. Hal ini sangat mengganggu secara psikososial dan
menurunkan kualitas hidup pasien. Jarang sekali lesi dapat
resolusi spontan. Pada penghentian terapi, lesi non-aktif dapat
mengalami eksaserbasi.
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan CLE harus dijelaskan tentang
pentingnya perlindungan dari sinar matahari dan sumber radiasi
ultra violet buatan dan harus dijelaskan untuk menghindari
penggunaan obat yang berpotensi memberi efek fotosensitisasi
seperti hidroklorotiazid, tetrasiklin, griseofulvin dan piroksikam.
Medikamentosa
1)
Imunosupresan atau sitostatik yang lain.
Imunosupresan adalah suatu obat yang ditujukan untuk menekan
sel-sel kekebalan tubuh yang mengenali sel-sel tubuh sendiri
5)
Clofazimine (Lamprene)
Clofazimine adalah anti leprosi juga yang telah terbukti untuk LE
kutaneus yang refrakter. Digunakan dengan dosis antara 100
sampai 200 mg/hr. efek samping yang terutama adalah warna
kulit yang berubah menjadi pink atau coklat gelap, dan menjadi
kering.
6)
Thalidomide
Thalidomide dengan dosis50 sampai 100 mg/hr serta dosis
pemeliharaan 25 sampai 5o mg/hr, efektif untuk LE kutaneus
refrakter. Obat ini bekerja dengan menghambat TNF alfa. Obat ini
dikontraindikasikan pada kehamilan karena banyak laporan
mengenai terjadinya malformasi janin (fokomelia).
[Referensi:
Harrissons
Principle
of
Internal
Medicine
15th
Edition;Volume 2;page 1922- 1928.
Defnisi
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papulosquamous kronis
umum yang mudah dikenali. Penyakit ini dapat timbul pada bayi
dan dewasa dan seringkali dihubungkan dengan peningkatan
produksi sebum (sebaseus atau seborrhea) kulit kepala dan
daerah folikel kaya sebaseus pada wajah dan leher. Kulit yang
terkena berwarna merah muda, bengkak, dan ditutupi dengan
sisik berwarna kuning-coklat dan krusta.
Insiden
Manifestasi Klinik
Lesi dermatitis seboroik tipikal adalah bercak-bercak eritema,
dengan sisik-sisik yang berminyak. Penyakit ini suka muncul di
bagian-bagian yang kaya kelenjar sebum, seperti kulit kepala,
garis batas rambut, alis mata, glabela, lipatan nasolabial, telinga,
dada atas, punggung, ketiak, pusar dan sela paha.
Pasien sering mengeluhkan rasa gatal, terutama pada kulit
kepala dan pada liang telinga. Lesi pada kulit kepala dapat
menyebar ke kulit dahi dan membentuk batas eritema bersisik
yang disebut corona seborrheica.
Dua bentuk dermatitis seboroik bisa terjadi pada dada, tipe
petaloid dan tipe pitiriasiform.
Pemeriksaan kulit
1.
Lokalisasi
: tempat-tempat yang banyak mengandung
kelenjar sebasea, misalnya kulit kepala, belakang telinga, alis
mata, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula dan daerah
suprapubis
2.
Efloresensi
: Makula eritomatosa yang ditutupi oleh
papul-papul miliar berbatas tidak tegas dan skuam halus
kekuningan dan berminyak. Kadang-kadang ditemukan erosi
krusta yang sudah mengering berwarna kekuningan.
Gambaran histopatologik
Pada epidermis dapat ditemukan parakeratirosis fokal dengan
abses munro. Pada dermis, terdapat pelebaran ujung pembuluh
darah di puncak stratum papilaris disertai serbukan sel-sel
neutrofl dan monosit.
Prognosis
Penatalaksanaan
Pengobatan tidak menyembuhkan secara langsung sehingga
terapi dilakukan berulang kali. Tatalaksana yang dilakukan antara
lain :
a.
Sampo yang mengandung obat anti malassezia,
misalnya : elenium sulfde, zinc prithione, ketokonazol, berbagai
sampo yang mengandung ter dan solusio terbinafne 1%.
b.
Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi
jumlah sebum pada kulit dilakukan dengan mencuci wajah
berulang dengan sabun lunak. Pertumbuhan jamur dapat
dikurangi dengan krim imidazole dan turunannya, bhan
antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
c.
Skuama yang diperlunak dengan krim asam salisilat atau
sulfur.
d.
Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topical
potensi sedang, imunosupresan topical terutama untuk daerah
wajah sebagai pengganti kortikosteroid topical.
e.
Metronidazole topical, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil
peroksida dan salep litium suksinat 5%.
f.
Pada kasus tidak membaik dengan terapi konvensional
dapat digunakan terapi sinar UVB atau pemberian itrakonazole
100mg/hari per oral selama 21 hari.
g.
Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi,
diberikan prednisolone 30 mg/hari untuk respon cepat.
[Referensi :
Skenario 5
Laki-laki berusia 39 tahun datang ke poli kinik dengan plak coklat
kehitaman di daerah betis sejak 2 minggu yang lalu. Menurut
pasien lesi sangat gatal dan tampak memerah karena digaruk.
Sebelumnya, riwayat kaki pasien terantuk pada meja. Lesi
terkadangagak basah.Sudah berobat ke puskesmas dan diberi
salep tetrasiklin serta antibiotik sistemik namun belum sembuh
meskipun keluhan sedikit berkurang. Pada pemeriksaan fsis
ditemukan papel dan makula hiperpigmentasi serta ulcerasi
dangkal pada daerah lesi. Gatal semakin hebat bila sedang
santai atau pada saat stres. Keluhan makin hebat seiring dengan
bertambahnya usia. Riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama (-).
9.
Diferential diagnosis
Jawaban:
A.
Neurodermatitis
a.
Defnisi
Neurodermatitis adalah suatu peradangan menahun pada lapisan
kulit paling atas yang menimbulkan rasa gatal. Penyakit ini
menyebabkan bercak penebalan kulit yang kering, bersisik dan
berwarna lebih gelap, dengan bentuk lonjong dan tidak
f.
Diagnosa Banding
a.
Dermatitis Atopik
b.
Dermatitis Kontak Alergi dan Iritan
c.
Dermatitis Herpetiformis
d.
Dermatitis Numularis
e.
Phytopatodermatitis
f.
Myxedema
g.
Psoriasis, Plaque
h.
Dermatitis Seboroik
i.
Tinea cruris
j.
Liken Planus
k.
Liken Amiliodo
g.
Diagnosa
Diagnosa ditegakkan dengan berdasarkan tanda khas dari
pemeriksaan fsik pada kulit dan riwayat gatal dan garukan.
h.
Pemeriksaan Tambahan
Neurodermatitis sering muncul bersamaan dengan psoriasis dan
dermatitis maka harus disingkirkan dengan melakukan
pemeriksaan tambahan.
a.
Patch Test
Test ini menentukan unsur apa yang menyebabkan suatu reaksi
alergi di dalampasien, dapat menyingkirkan gejala dermatitis
kontak alergika. Test ini memakai berbagai alergen dengan
potensial yang rendah dan di pertahankan sampai dua hari. Jika
terdapat suatu tanda bengkak dibawah alergen berarti
hipersensitiv terhadap bahan tersebut
b.
Skin Biopsi
Pengambilan sedikit jaringan kulit pada dearah lesi dan kemudian
dilihat hasilya di bawah suatu mikroskop. Bantuan Prosedur ini
mendiagnose suatu infeksi/peradangan kulit atau kondisi kulit
lain.Gambaran klinis yang didapatkan : suatu hyperkeratosis,
akantosis, spongiosis dan penebalan parakeratosis. Papillary kulit
mengalami fbrosis kearah vertical sampai ke lapisan kolagen, ini
merupakan tanda khas dari neurodermatitis.
i.
Pengobatan
Pengobatan
utama
dari
neurodermatitis
adalah
untuk
mengurangi pruritus dan memperkecil luka akibat garukan atau
gosokan. Gol pharmacotherapy adalah untuk mengurangi rasa
sakit dan untuk mencegah komplikasi. Pemberian kortikosteroid
dan antihistamin oral bertujuan untuk mengurangi reaksi
inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian steroid
topical juga membantu mengurangi hyperkeratosis. Pemberian
steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum,
axilla dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan
steroid yang low-poten, pemakaian high-potent steroid hanya
dipakai kurang dari 3 minggu pada kulit yang tebal.
Anti-depresan atau anti-anxiety sangat membantu pada sebagian
orang dan perlu pertimbangan untuk pemberiannya. Jika terdapat
suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topical ataupun
oral. Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku
yang dapat mencegah gatal dan garukan.
j.
Macam-Macam Obat
1.
Corticosteroids
Memiliki kegunaan sebagai anti-inflamasi, yang berguna
mengurangi pruritus, menipiskan liken, dan mengurangi reaksi
inflamasi.
2.
Clobetasol (Temovate)
Termasuk dalam kelas 1 superpotent steroid topical : suppresses
mitosis dan meningkatkan sintesis protein sehingga mengurangi
inflamasi dan menyebabkan vasokontriksi.
3.
Fluocinolon 0,01% atau 0,025% cream (Synalar, Fluonid)
Merupakan topical steroid yang medium potent yang menhambat
proliferasi sel, juga sebagai imunosuprosor, anti-proliferasi, dan
anti-inflamasi.
4.
Hydrocortisone Valerate cream 0,02% (Westcort)
Salah satu derifat dari adrenokortikosteroid sesuai untuk
penggunaan pada kulit atau selaput lendir eksternal.
5.
Fluocinonide cream 0,1% atau 0,05% (Lidex)
Merupakan topical corticosteroid yang menghambat proliferasi
sel.
6.
Anti-pruritic
6.
Manajemen stress yang baik.
l.
Komplikasi
Penggarukan yang terjadi berulang-ulang dapat menimbulkan
suatu infeksi atau peradangan kulit. Dapat pula meninggalkan
jaringan parut dan perubahan warna kulit yang bertambah gelap
(hiperpigmentasi).
Komplikasi dari neurodermatitis dapat terjadi bila tidak adanya
control dari kebiasaan menggaruk untuk keluhan gatalnya.
Komplikasinya biisa berupa perubahan warna pada kulit yang
permanen, terdapatnya bekas luka akibat garukan sampai
terjadinya ulkus karena seringnya pasien menggaruk.
m.
Prognosis
i.
Luka dapat sembuh sepenuhnya, dapat timbul jaringan
parut dan perubahan warna kulit.
ii.
Dapat relaps karena stress atau tekanan mental, dan
karena kontak dengan penyebab alergi.
iii.
Tidak sembuh bila pengobatan tidak tuntas.
Referensi : Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi kempat. Jakarta: FKUI. Hal 382
B.
DERMATITIS NUMULAR
a.
DEFINISI
Dermatitits Numularis ditandai oleh bercak yang sangat
gatal, bersisik, berbentuk bulat, berbatas tegas (berbeda dari
dermatitis pada umumnya), dengan vesikel-vesikel kecil
di
bagian tepi lesi. Sering dijumpai penyembuhan pada bagian
tengah lesi (central clearing), tetapi secara klinis berbedadari
bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler
dengan batas relatif kurang tegas. Kata numular diambil dari
bahasa Latin nummulus yang berarti koin kecil=
diskoid.
Dermatitis numularis lebih sering dijumpai pada usia dewasa
dibanding pada anak-anak.
Terdapat berbagai variasi bentuk klinis, antara lain dermatitis
numularis pada tangan dan lengan, dermatitis numularis pada
tungkai dan badan, dan dermatitis numularis bentuk kering.
dermatitis numularis merupakan kelainan yang kambuhkambuhan.
pada setiap kekambuhan dapat muncul lesi
c.
Kulit bersisik atau ekskoriasi
d.
Kulit yang kemerahan atau inflamasi
Berdasarkan predileksinya dapat dibagi 3 bentuk klinis dermatitis
numularis yaitu:
b.
Dermatitis numularis pada tangan dan lengan
Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di bagian
sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai sebagai plak
tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau
iritan. Lesi ini jarang meluas.
c.
Dermatitis numularis pada tungkai dan badan
Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai.
Pada sebagian kasus, kelainan sering didahului oleh trauma
lokal ataupun gigitan serangga.
Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif.
Dalam perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous
dan berkrusta, cepat meluas disertai papul-papul dan vesikel
yang tersebar. Pada Dermatitis numularis juga sering dijumpai
penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis
berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih
vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi permulaan
biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar ke kaki
yang lain, lengan dan sering ke badan.
e.
PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ada penemuan yang
spesifk. Untuk membedakannya dengan penyakit lain,
seperti dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan
prick test untuk mengidentifkasikan bahan kontak. Pemeriksaan
KOH untuk membedakan tinea dengan dermatitis numularis
yang mempunyai gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada
kondisi lain yang sangat mirip dengan penyakit ini sehingga
sulit untuk menentukan diagnosisnya (contohnya pada tinea,
psoriasis) dapat dilakukan biopsi.
f.
DIAGNOSIS
Dermatitis
numularis
dapat
didiagnosis
berdasarkan
anamnesis dan gejala klinis. Tingkat gatal dan terjadinya
likenifkasi akan
membedakannya dari neurodermatitis.
Distribusi lesi biasanya pada kedua lutut, kedua siku dan kulit
kepala. Pada psoriasis, lesinya kering, skuamanya lebih tebal dan
iritasinya lebih ringan, patch test dan prick test akan membantu
mengidentifkasikan penderita dengan dermatitis kontak.
g.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit ini antara lain:
a.
Liken simpleks kronikus (neurodermatitis).
Biasanya jarang, lesinya kering berupa plak yang likenifkasi
engan distribusi tertentu.
b.
Dermatitis kontak alergi.
Morfologi
klinis primer antara dermatitis kontak dan
dermatitis numularis sering sulit untuk dibedakan. Pada
dermatitis kontak biasanya lokal, dan ditemukan riwayat
kontak sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan
pemeriksaan patch test atau prick test.
c.
Pitiriasis rosea
Merupakan peradangan yang ringan dengan penyebab yang
belum diketahui. Banyak diderita oleh wanita yang berusia
antara 15 dan 40 tahun terutama pada musim semi dan
musim gugur. Gambaran klinisnya bisa menyerupai dermatitis
numularis. Tetapi umumnya terdapat sebuah lesi yang besar
yang mendahului terjadinya lesi yang lain. Lesi tambahan
cenderung mengikuti
h.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari.
a.
Menghindari alergen.
Dermatitis numularis terutama pada anak sangat berkaitan
erat dengan dermatitis atopik, menghindari alergen pada
penderita atopik anak dapat menurunkan insidensi dermatitis
numularis.
b.
Melindungi kulit dari trauma. Karena pada jenis ini
biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada trauma
pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.
c.
Pemberian Emollients
Emollients
merupakan
pelembab.
Digunakan
untuk
mengurangi kekeringan pada kulit. Contoh emollients yang
sering digunakan antara lain: aqueous cream, gliserine dan
cetomacrogol cream, wool fat lotions.
d.
Steroid topikal
Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi
iritasi kulit. Dapat diberikan steroid dengan kombinasi
antibiotik untuk dermatitis numularis dengan infeksi sekunder.
e.
Antibiotik oral maupun topikal.
Untuk mengatasi infeksi sekunder. Digunakan antibiotik
golongan sefalosporin sebagai drug of choice untuk pioderma
misalnya cefadroxil dengan dosis oral 125-500 mg selama 7-10
hari. Kadang-kadang dermatitis numularis dapat sembuh
total, hanya timbul lagi jika pengobatan tidak diteruskan.
f.
Antihistamin oral
Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Yaitu
antihistamin H1 seperti Cetirizine dengan dosis oral 25-100 mg.
g.
Steroid sistemik
Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numularis yang
berat, diberikan prednilson dengan dosis oral 40-60 mg dengan
dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya berguna
dalam beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh
sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan
emolilients.
I.
KOMPLIKASI
Infeksi sekunder. Dermatitis numularis pada anak
seringkali dijumpai datang ke rumah sakit dengan infeksi
sekunder.
J. PROGNOSIS
Pasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau
perjalanan penyakit dari dermatitis numularis yang kronik dan
cenderung sering berulang (residif). Mencegah atau menghindari
dari faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan
frekuensi untuk cenderung berulang dengan menggunakan
pelembab pada kulit akan sangat membantu mencegah
penyakit ini. Adapun prognosis bervariasi dalam setiap
individu.
Dermatitis
numularis
cenderung
residif
pada
sebagian besar kasus. Umumnya prognosis dari penyakit ini
adalah baik
Skenario 6
Laki-laki berusia 33 tahun datang ke poliklinik dengan rambut
rontok dan bintik merah pada kepala sejak sebulan yang lalu.
Keluhan kadang disertai gatal meskipun ringan. Menurut pasien
gatal akan berkurang dengan menghentakkan rambutnya.
Rambut rontok tampak pada beberapa tempat di kepala
belakang dan kehilangan rambut cukup luas di kepala bagian
depan. Daerah tidak berambut tampak lebih merah jika terkena
matahari. Sudah berobat ke puskesmas dan diberi obat penyubur
tetapi belum sembuh. Pada pemeriksaan fsis ditemukan eritema
daerah yang tidak berambut, bintik hiperpigmentasi pada
beberapa titik.
Keluhan makin meluas seiring dengan
bertambahnya usia. Riwayat keluarga yakni adik kandung lakilaki dengan keluhan yang sama.
a.
Allopecia areata
1)
Defenisi
Alopesia areata adalah peradangan yang kronis, berulang dari
rambut terminal, yang ditandai oleh timbulnya satu atau lebih
bercak kerontokan rambut pada scalp dan atau kulit yang
berambut terminal lainnya. Lesi pada umumnya berbentuk bulat
atau lonjong dengan batas tegas, permukaan licin tanpa adanya
tanda-tanda atropi, skuamasi maupun sikatriks.14
2)
lnsidens
4)
Mekanisme Terjadinya Alopesia Areata
Kelainan yang terjadi pada alopesia areata dimulai oleh adanya
rangsangan yang menyebabkan folikel rambut setempat
memasuki fase telogen lebih awal sehingga terjadi pemendekan
siklus rambut. Proses ini meluas, sedangkan sebagian rambut
menetap di dalam fase telogen. Rambut yang melanjutkan siklus
akan membentuk rambut anagen baru yang lebih pendek, lebih
kurus, terletak lebih superfsial pada middermis dan berkembang
hanya sampai fase anagen lV. Selanjutnya sisa folikel anagen
yang hipoplastik ini akan membentuk jaringan sarung akar
dalam, dan mempunyai struktur keratin seperti rambut yang
rudimenter. Beberapa ciri khas alopesia areata dapat dijumpai,
misalnya berupa batang rambut tidak berpigmen dengan
diameter bervariasi, dan kadang-kadang tumbuh lebih menonjol
ke atas (rambut-rambut pendek yang bagian proksimalnya lebih
tipis dibanding bagian distal sehingga mudah dicabut), disebut
exclamation-mark hairs atau exclamation point hal ini merupakan
tanda patognomonis pada alopesia areata. Bentuk lain berupa
rambut kurus, pendek dan berpigmen yang disebut black dots.
Lesi yang telah lama tidak mengakibatkan pengurangan jumlah
folikel. Folikel anagen terdapat di semua tempat walaupun terjadi
perubahan rasio anagen : telogen. Folikel anagen akan mengecil
dengan sarung akar yang meruncing tetapi tetap terjadi
diferensiasi korteks, walaupun tanpa tanda keratinisasi. Rambut
yang tumbuh lagi pada lesi biasanya didahului oleh rambut velus
yang kurang berpigmen.14
5)
Gambaran Klinis
Lesi alopesia areata stadium awal, paling sering ditandai oleh
bercak kebotakan yang bulat atau lonjong, berbatas tegas.
Permukaan lesi tampak halus, licin, tanpa tanda-tanda sikatriks,
atrof maupun skuamasi. Pada tepi lesi kadang- kadang tampak
exclamation-mark hairs yang mudah dicabut. Pada awalnya
gambaran klinis alopesia areata berupa bercak atipikal, kemudian
menjadi bercak berbentuk bulat atau lonjong yang terbentuk
karena rontoknya rambut, kulit kepala tampak berwarna merah
muda mengkilat, licin dan halus, tanpa tanda-tanda sikatriks,
atrof maupun skuamasi. Kadang-kadang dapat disertai dengan
eritem ringan dan edema. Bila lesi telah mengenai seluruh atau
5.
Kombinasi larutan minoxidin 5 % dan antralin.
6.
lmunoterapsie cara topikal apabila berbagai cara tersebut
di atas tidak menolong.
b)
Kerontokan rambut 50 %
7.
Imunoterapi secara topikal dengan diphencyprone (DPCP)
8.
Larutan minoxidil 5 % dan kortikosteroid topikal potensi
tinggi.
9.
Larutan minoxidil 5 % dan antralin.
10.
PUVA.
11.
Kortikosteroid sistemik.
b.
Allopecia androgenic
1)
Defnisi
Alopesia androgenik (juga dikenal sebagai androgenetic alopecia,
alopecia androtesticleas, male pattern baldness, common
baldness) merupakan sebuah bentuk umum kehilangan rambut
pada laki-laki dan perempuan. Pola kerontokan rambut pada
wanita berbeda dengan pola kebotakan laki-laki.15
Alopesia Androgenik adalah gangguan yang sangat umum yang
mempengaruhi baik laki-laki dan perempuan. Insiden ini
umumnya dianggap lebih besar pada laki-laki daripada
perempuan, meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa
perbedaan insiden merupakan cerminan dari ekspresi berbeda
pada pria dan wanita. Kebotakan pada laki-laki (alopesia
androgenik) dianggap normal pada laki-laki dewasa. Hal ini
mudah dikenali oleh distribusi rambut rontok di atas dan depan
kepala dan oleh kondisi sehat kulit kepala.15
2)
Epidemiologi
Sindrom alopesia androgenik mempunyai prevalensi yang tinggi
akhir-akhir ini. Alopesia androgenik merupakan tipe kebotakan
yang paling banyak, sekitar 50-80% dialami laki-laki kaukasia.
Pada wanita sekitar 20-40% populasi. Banyak pria usia muda
yang mengalami penipisan rambut kronis dan menjadi botak
sebelum masanya.15
Angka kejadian pada laki-laki sekitar 50% dan pada perempuan
biasanya terjadi usia lebih dari 40 tahun. Dilaporkan 13% dari
perempuan premenopause menderita alopesia androgenik,
namun, insidennya sangat meningkat setelah menopause.
Menurut beberapa penulis, 75% dari perempuan yang berumur
Tipe II
: Tampak pengurangan rambut pada kedua bagian
temporal; pada
tipe I dan II belum terlihat alopesia
Tipe III : Border line
Tipe IV : Pengurangan rambut daerah frontotemporal, disertai
pengurangan rambut bagian midfrontal
Tipe V : Tipe IV yang menjadi lebih berat
Tipe VI : Seluruh kelainan menjadi satu
Tipe VII
: Alopesia luas dibatasi pita rambut jarang
Tipe VIII : Alopesia frontotemporal menjadi satu dengan bagian
vertex
Pada wanita tidak dijumpai tipe VI sampai dengan VIII, kebotakan
pada wanita tampak tipis dan disebut female pattern baldness.
Kerontokan terjadi secara difus mulai dari puncak kepala.
Rambutnya menjadi tipis dan suram. Sering disertai rasa
terbakar dan gatal.15
6)
Pemeriksaan Penunjang
Analisis laboratorium dehydroepiandrosterone (DHEA)-sulfate dan
testosteron perlu dilakukan, hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui hubungan kelebihan hormon androgen dengan
alopesia androgenik.15
Dehydroepiandrosterone (DHEA), suatu hormon yang diproduksi
glandula adrenal, yang merupakan prekursor dari hormon
estrogen dan testosteron. Kadarnya akan terus meningkat hingga
puncaknya pada usia 20 tahunan dan kemudian menurun hingga
berhenti
pada
usia
70-80
tahun.
Nilai
optimum
Dehydroepiandrosterone (DHEA) pada pria 400-500ug/dl dan
wanita 350-430ug/dl. Kebanyakan pria memproduksi 6-8 mg
testosteron (sebuah androgen) per hari, dibandingkan dengan
kebanyakan wanita yang memproduksi 0,5 mg setiap hari.15
Biopsi jarang dibutuhkan untuk membuat diagnosis. Jika satu
spesimen biopsi diperoleh, itu umumnya dipotong melintang jika
pola alopesia dicurigai.
Pada pemeriksaan histologis didapatkan pola alopesia, dengan
folikel rambut yang mini. Pola alopesia, diameter shaft rambut
bervariasi. Sisa saluran berserat (disebut pita) dapat ditemukan
di bawah miniatur folikel. Meskipun alopesia androgenik
c)
Anthralin memiliki efek modulasi kekebalan tubuh
nonspesifk. Aman dan digunakan pada anak-anak dan orang
dewasa.16
d)
Pencangkokan rambut dilakukan dengan mengangkat
sekumpulan kecil rambut dari daerah dimana rambut masih
tumbuh dan menempatkannya di daerah yang mengalami
kebotakan. Hal ini bisa terbentuk jaringan parut di daerah donor
dengan resiko infeksi rendah.16
9)
Prognosis
Prognosis kebotakan (alopesia) tergantung penyebabnya.
Namun, prognosis androgenetic alopesia tidak diketahui. Pada
umumnya lebih mudah rambut rontok daripada rambut
tumbuh.16
10)
Komplikasi
Rambut rontok dapat menyebabkan gangguan kosmetik,
mempengaruhi secara psikologis (kecemasan) dan jarang
monosymptomatic hypochondriasis. Kulit kepala botak mudah
terpapar sinar matahari (sinar ultraviolet), dan menimbulkan
Multipel Actinic Keratosis.16
c.
Dermatitis Seboroik
1)
Defnisi
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat
pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis
mata dan muka, kronik dan superfsial, didasari oleh faktor
konstitusi.17
2)
Epidemiologi
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang
mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula
sebasea. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5%
populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita1.
Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa.
Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada
dewasa pada usia 30-60 tahun.17
Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering
terjadi pada masa kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey
terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur
didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak
laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi
Krim desonide
Inhibitor kalsineurin topikal
Salep takrolimus
Krim pimekrolimus
Keratolitik
Sampo asam salisilat
Sampo tar
Sampo zinc pyrithione
setiap hari
setiap hari
setiap hari
2xseminggu
2xseminggu
2xseminggu
Anti jamur
Sampo ketokonazole
Sampo selenium sulfde
Pengobatan alternatif
Sampo tea tree oil
2xseminggu
2xseminggu
setiap hari