You are on page 1of 24

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Ruang
MRS Tanggal

: An. FM
: 7 tahun 5 bulan
: Perempuan
: Tembalang, Semarang
: Islam
: ICU
: 4 November 2012 pukul 10.20 WIB

ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu dan ayah penderita pada


tanggal 04 November 2012)
Keluhan Utama
: Demam mendadak sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Muntah 3 kali, pusing, sakit perut, kaki tangan
dingin sejak 3 SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 3 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi
mendadak terus-menerus, mengigil (-), kejang (-), batuk pilek (+), nyeri
menelan (-), sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (-), pegal-pegal
di otot (-), nyeri sendi (-), sesak (-), nyeri perut (+), nafsu makan
berkurang (+), berkeringat banyak di malam hari (-), berat badan turun
drastis (-), mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), timbul bintik merah di
kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK biasa. Penderita dibawa ke
puskesmas dan dikatakan terkena flu dan diberikan paracetamol.
Sejak 2 hari SMRS, demam (+), mual (+) muntah (+), sakit saat
menelan (-), BAB dan BAK biasa, sakit kepala (+), nyeri di belakang bola
mata (-), pegal-pegal di otot (+), nyeri sendi (-), bintik merah pada kulit
(-), mimisan (-), gusi berdarah (-). Penderita mengkonsumsi paracetamol
dan keluhan belum membaik.
Sejak 1 hari SMRS, demam semakin tinggi, penderita mulai
tampak lemah, kaki dan tangan mulai dingin, mulai muncul bintik merah
di kulit (+), sehingga penderita dibawa ke RSUD Kota Semarang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal


Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat adanya anggota keluarga atau masyarakat di sekitar rumah yang
menderita DBD disangkal.
Riwayat Kelahiran
Lahir dari ibu G2P2A0, hamil cukup bulan, lahir spontan langsung menangis,
ditolong bidan, A/S ?, BBL = 2800gram. Riwayat ibu demam
(-), cairan ketuban kental (-), dan bau khas (-).
Riwayat Perkembangan
Berbalik : 3 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Merangkak
: 6 bulan
Berdiri
: 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal
Riwayat Makan
ASI
: (+)
Susu Formula
: 1 2 tahun.
Bubur susu
: 3 bulan 2 tahun.
Bubur nasi : 8 bulan 15 bulan.
Nasi
: 15 bulan sekarang.
Riwayat Imunisasi
BCG (+), Scar (-)
DPT I (+), DPT II (+), DPT III (+)
Polio I, II, III, IV (+)
Hepatitis B I, II, III (+)
Campak (+)
Kesan: Status imunisasi dasar penderita lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak pertama dari Tn H yang bekerja wiraswasta, dan Ny T
yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Penghasilan per bulan adalah sekitar
Rp 2,000,000.00. Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong cukup.
III.

PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 04 November 2012)


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Nadi
: i/t kurang (-)

Capilarry refill
Tekanan Darah
Pernapasan
Suhu badan
Berat badan
Tinggi badan
Status Gizi
Pemeriksaan Khusus
Kulit
Kepala
Rambut
Mata

: > 2 detik
: 90/50 mmHg
: 32 x/menit
: 38,6 oC
: 18 kg
: 102 cm
: IMT : BB/TB2(meter) : 18/1,022 = 17,30
Kesan: Kurus
: ptekiae spontan (+)
: normocephali, flushing (-)
: lurus, hitam, tidak mudah dicabut
: pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya +/+,

konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-,


edema palpebra -/Telinga
: sekret (-)
Hidung
: NCH (-), sekret (-), epistaksis (-)
Tenggorok
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Gigi dan mulut: mukosa bibir kering (-), rhagaden (-)
Leher

: JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)


: stemfremitus kanan = kiri
: sonor di kedua lapangan paru
: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: pulsasi (-), iktus (-), voussur cardiaque (-)


: iktus (-), thrill (-)
: dalam batas normal
: HR= 150 x/menit, irama regular, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
: cembung
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Lipat paha dan genitalia:
Ekstremitas : akral dingin (+), edema (-), sianosis (-), CRT > 2 detik
Status neurologikus

Fungsi motorik
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks fisiologis

Tungkai
Kanan
Kiri
Luas
Luas
+5
+5
Eutoni
Eutoni
(-)
(-)
(+)
(+)

Refleks patologis

normal
(-)

Fungsi sensorik
Nn. Cranialis
IV.

V.

VI.

normal
(-)

Lengan
Kanan
Kiri
Luas
Luas
+5
+5
Eutoni
Eutoni
(+)
normal
(-)

(+)
normal
(-)

: dalam batas normal


: dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (8 November 2016)
Hb
: 18,3 g/dl
Ht
: 53,50 vol%
Trombosit : 120.000/mm3
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan serologis Ig M dan Ig G anti dengue
Pemeriksaan Dengue Blood
RESUME
Pada kasus ini, seorang anak perempuan, berusia 7 tahun 5
bulan, beralamat di Tembalang, Semarang, dirawat di ruang ICU
RSUD Kota Semarang dengan keluhan utama demam, disertai keluhan
tambahan berupa mual, muntah, pusing, kaki dan tangan dingin serta
nyeri perut

mendadak sejak 3 hari SMRS. Penderita mengalami

demam tinggi mendadak, terus-menerus, sakit kepala (+), nyeri di


belakang bola mata (-), pegal-pegal di otot (-), nyeri sendi (-), nafsu
makan berkurang (+), BAB dan BAK biasa. Penderita lalu dibawa ke
Puskesmas, diberi obat paracetamol. Namun setelah minum obat
demam tidak berkurang. Sejak 2 hari SMRS, Demam, BAB dan
BAK biasa, sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (-), pegalpegal di otot (+), nyeri sendi (-), mual (+), muntah (+).
Sejak . 1 hari SMRS tampak lemah, kaki dan tangan mulai dingin,
sehingga penderita dibawa ke RSUD Kota Semarang ruang ICU.

Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis,


nadi i/t kurang, pernapasan 32x/mnt, suhu badan 38,6oC, dan tekanan
darah 90/50 mmHg.
Pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan darah rutin (8
November 2016) Hb 18,3 g/dl, Ht 53,50 vol%, dan Trombosit
120.000/mm3.
VII.

DIAGNOSIS BANDING
Dengue Shock Syndrome
Demam tifoid
Idiopatic Trombositopenia Purpura

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Dengue Shock Syndrome

IX.

PENATALAKSANAAN
( di IRD )
1. Oksigenasi (O2 2 L/menit)
2. Penggantian volume plasma segera RL 10 cc/kgBB dan koloid
10 cc/kgBB dalam 30 menit
3. Selepas 30 menit, BP : 90/60 mmHg, Nadi: 72 x/min. RL
10 cc/kgBB/jam dan koloid stop
4. Syok teratasi IVFD RL 7 cc/kgBB/jam ( turunkan bertahap )
dihantar ke High Care Unit ( IKA B )
( di High Care Unit IKA B )
1.
2.
3.
4.
5.
6.

X.

Tirah baring
IVFD RL 7 cc/kgBB/jam = 98 cc/jam, gtt 24x/menit
Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 8 jam
Balance cairan tiap 1 jam
Kurva suhu tiap 6 jam
Observasi tanda vital tiap 15 menit

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungsional
Quo ad sanationam

: Dubia
: Dubia
: Dubia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan dengue
shock syndrome (DSS) disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota
genus Flavivirus dari family Flaviviridae ditandai dengan demam tinggi
mendadak disertai manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan
renjatan dan kematian . Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1,
DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotipe ini dapat ditemukan di
Indonesia. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap
serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Serotipe DEN-3

merupakan serotipe yang dominan ditemukan di Indonesia dan berhubungan


dengan manifestasi klinis yang berat . Vektor DBD yang utama adalah
nyamuk Aedes aegypti.1,2,3,4
Setelah terinokulasi ke manusia, virus dengue mempunyai masa
inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Replikasi virus berada di sel
yang berfungsi sebagai sistem reticuloendothelial (RES), seperti sel dendrite,
hepatosit, dan sel endotel. Infeksi ini menghasilkan produksi dari imunitas
seluler dan humoral. Setelah masa inkubasi, demam akut terjadi selama 5-7
hari. Penyembuhan biasanya terjadi pada 7-10 hari.1
Dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome merupakan
bentuk berat dari infeksi dengue yang biasanya timbul pada hari ke 3-7,
terutamanya saat suhu tubuh turun. Kelainan patologis yang mendasarinya
adalah kebocoran plasma yang cepat akibat kerusakan edotel pembuluh darah,
gangguan hemostasis, dan kerusakan pada hepar, menyebabkan kehilangan
cairan yang berat dan pendarahan. Kebocoran plasma disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas kapiler dan mungkin bermanifestasi sebagai
hemokonsentrasi, efusi pleura, dan ascites. Pendarahan disebabkan oleh
fragilitas kapiler dan trombositopenia dan bermanifestasi menjadi berbagai
bentuk, mulai dari petechiae sampai pendarahan gastrointestinal. Kerusakan
hepar mengakibatkan peningkatan alanine aminotransferase and aspartate
aminotransferase, kadar albumin yang rendah, dan gangguan koagulasi. 1
B. Patofisiologi
Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang bervariasi
mulai dari yang asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam
dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue dan
sindrom syok dengue. Patofisiologi yang mendasari perbedaan demam
dengue dan demam berdarah dengue adalah adanya kebocoran plasma
pada demam berdarah dengue yang sering berakibat pada gangguan
hemodinamik dan terjadi syok hipovolemik.
Abnormalitas hematologi sering muncul pada demam berdarah
dengue termasuk leukopenia, trombositopenia, gangguan koagulasi juga

penekanan sumsum tulang. Infeksi virus dengue dapat menyebabkan


terjadinya

perubahan

yang

kompleks dan

unik

pada

berbagai

mekanisme homeostasis dalam tubuh penderita.


Kompleks virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan
sistem kaskade koagulasi hingga terbentuknya suatu fibrin. Di samping
itu selain terhadap sistem koagulasi, juga mengaktifkan sistem fibrinolisis,
sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan akibat
yang kompleks yang ditimbulkan oleh infeksi virus dengue tersebut.
Mekanisme gejala klinis berupa perdarahan didasari faktor yang
multipel, yaitu trombositopenia, trombopati, vaskulopati, dan koagulasi
intravaskuler diseminata (KID), masa perdarahan dan masa protrombin
yang

memanjang,

hipofibrinogenemia

penurunan
dan

beberapa

peningkatan

kadar

produk

faktor koagulasi,
pemecahan

fibrin

(fibrinogen degradation product). Disamping itu terjadi pula aktivasi


sistem kinin, serta terbentuknya bradikinin. Berbagai kelainan hematologis
telah terbukti menyertai perjalanan penyakit demam berdarah dengue
(DBD), keadaan ini dipakai sebagai alat penunjang diagnosis dan untuk
penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai
patofisiologi DBD.
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
dan

membedakan

peningkatan

antara

permeabilitas

DD

dengan

dinding

DBD

ialah

pembuluh

darah,

penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,trombositopenia,


serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human
albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai
puncaknya padam a s a s yo k .
secara

akut,

nilai

Pada kasus berat, syok terjadi

hematokrit

meningkat

bersamaan

d e n g a n m e n g h i l a n g n y a p l a s m a m e l a l u i e n d o t e l dinding
pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus
syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat
kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial
dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung

dugaan

ini

ialah

meningkatnya berat

badan,

ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu r o n g g a


peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi
t e r n y a t a melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya
edema.1,2,3
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang
d a p a t d i g a n t i s e c a r a efektif dengan memberikan plasma atau
ekspander plasma.

Pada masa dini dapat diberikan cairan yang

mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan k l i n i s


terjadi secara cepat dan drastis.

Sedangkan pada otopsi

tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang


bersifat

dekstruktif

atau

akibat

radang,

sehingga

menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh


darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara
cepat. G a m b a r a n
kulit

pasien

memperlihatkan
mirip

dengan

mikroskop
DBD

kerusakan
luka

akibat

elektron

pada
sel

masa

endotel

anoksia

biopsi

vaskular

atau

luka

akut
yang
b a k a r.

Gambaran itu juga mirip dengan binatang yang diberi


histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia. 1,2,3
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang
diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah
trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia
mulai tampak beberapa hari setelah panas dan mencapai titik terendah

pada

fase

syok.

Penyebab

trombositopenia

pada

DBD

masih

kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang


serta akibat destruksi dan

pemendekan

masa

hidup

trombosit.

Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas.


Ditemukannya

kompleks

mengeluarkan

ADP

imun

(adenosin

pada

permukaan

trombosit

yang

diposphat) diduga sebagai penyebab

agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem


retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif. Pada suatu studi yang dilakukan pada 35
anak-anak dengan DBD di Thailand, ditemukan pada fase akut infeksi
DBD baik dengan ataupun tanpa syok terjadi penurunan aktivitas
agregasi

trombosit,

hal

ini

diimbangi

dengan

meningkatnya

betatromboglobulin (BTG) dan platelet factor-4 (PF4) dalam plasma.


Setelah

menyingkirkan

kemungkinan

dari

penyebab

lain

terjadinya trombositopenia, diperkirakan hal ini terjadi karena infeksi


virus Dengue yang menyerang berasal dari jenis virus yang mengalami
mutasi. Atau kemungkinan lain diperkirakan penderita terinfeksi virus
dengue yang baru saat berada dalam fase konvalesen. Terdapat
beberapa

pendapat mengenai indikasi

trombosit. Departemen Kesehatan

dan dosis pemberian transfusi


merekomendasikan

transfusi

trombosit konsentrat pada penderita DBD diberikan hanya pada kasus


dengan perdarahan masif dan jumlah trombosit < 100.000 .

Perdarahan

spontan dan masif termasuk perdarahan yang tampak ataupun yang


tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 cc/kg berat
badan/jam.
Sistem koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam
perdarahan

DBD.

M a s a perdarahan

memanjang,

masa

pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi

10

memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk


faktor II, V,VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat
terjadi

peningkatan

Fibrinogen Degradation

Products

(FDP).

Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan


aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa
menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan anti trombin III tidak
sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak
hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, t e t a p i j u g a o l e h
konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada
Demam Berdarah Dengue d i b u k t i k a n d e n g a n p e n u r u n a n
aktifitas

-2

plasmin

inhibitor

dan

penurunan

a k t i v i t a s plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa(1)


pada Demam Berdarah Dengue stadium akut telah terjadi proses
koagulasi

dan

fibrinolisis(2)

Diseminated

intravaskular

c o a g u l a t i o n s e c a r a p o t e n s i a l d a p a t t e r j a d i j u g a Demam
Berdarah Dengue

tanpa

Demam Berdarah Dengue,


dibandingkan

syok.
peran

dengan

Pada
DIC

masa

dini

t i d a k menonjol

perubahan

plasma

tetapi

apabila penyakit memburuk sehingga terjadi s yok dan


asidosis

maka

s y o k akan

memperberat

DIC

sehingga

perannya akan mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi


sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai
perdarahan hebat, terlibatnya organ - organ vital yang biasanya
diakhiri

dengan

umumnya

kematian

disebabkan

(3 ) P e r d a r a h a n
oleh

faktor

kulit

pada

k a p i l e r , gangguan

fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah


akibat

kelainan

trombositopenia,

mekanisme
gangguan

faktor

yang

lebih

pembekuan,

komplek
dan

seperti

kemungkinan

besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama
yang

tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik

11

(4)Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada


kasus dengan kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin
akan berkurang. 1,2,3
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan
penurunan kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada
kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan
positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit.
Penurunan

ini

menimbulkan

perkiraan

bahwa

pada

d e n g u e , a k t i v a s i k o m p l e m e n terjadi baik melalui jalur klasik


maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung
pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan
oleh a k t i v a s i s i s t e m k o m p l e m e n d a n b u k a n o l e h k a r e n a
produksi

yang

menurun

atau

ekstrapolasi

komplemen.

Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C 3a d a n

C 5a yang

mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk


melepaskan
untuk

histamin

menimbulkan

dan

merupakan mediator kuat

peningkatan

permeabilitas

kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga


bereaksi dengan epitop v i r u s p a d a s e l e n d o t e l , p e r m u k a a n
t r o m b o s i t d a n l i m f o s i t T, y a n g m e n i m b u l k a n
paruh

trombosit

syok,

dan

memendek,

kebocoran

waktu

plasma,

p e r d a r a h a n . Disamping itu komplemen juga

merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor


nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).1,2,3
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen
pada penderita DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang
meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya k o m p l e k s i m u n y a n g
bersirkulasi

( circulating immune complex)

baik

pada

12

D B D derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara


kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 1,2,3
Hematokrit dan Hemoglobin
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari
perjalanan

penyakit dan makin meningkat sesuai dengan

proses

perjalanan penyakit DBD. Peningkatan nilai hematokrit merupakan


manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke
ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang
rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang
dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan
sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai

perdarahan,

umumnya nilai hematokrit tidak meningkat, bahkan malahan menurun.


Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau
sedikit

menurun.

Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti

peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi


paling awal yang ditemukan pada DBD.
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatanl i m f o s i t a t o p i k y a n g b e r l a n g s u n g s a m p a i h a r i
k e d e l a p a n . P e m e r i k s a a n l i m f o s i t plasma biru secara seri
dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada
infeksi

dengue

mencapai

puncak

pada

hari

ke

enam.

Selanjutnya dibuktikan p u l a b a h w a d i a n t a r a h a r i k e e m p a t
sampai

kedelapan

demam

terdapat

p e r b e d a a n bermakna

proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian


imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit
B dan limfosit T. Definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua,
pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan limfosit
besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata,

13

dengan daerha perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel
berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan
kadang-ladang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada
granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk
dan tidak bertambah biru. 1,2,3
Koagulasi intravaskular diseminata (KID)
KID dapat merupakan salah satu kedaruratan medik pada
pasien DBD. Aktifasi dari sistem koagulasi

dan

penurunan

jumlah

trombosit akibat ikatan virus antibodi pada pasien DBD dapat


mencetuskan terjadinya KID. Selain itu kondisi lain seperti syok, hipoksia
dan asidosis juga dapat menjadi pencetus terjadinya KID.
Gejala klinis yang bervariasi dapat timbul, namun pada dasarnya
terjadi proses perdarahan dan trombosis pada waktu yang bersamaan.
Manifestasi

perdarahan yang sering muncul adalah petekie, ekimosis,

hematom di kulit, hematuri, melena, epistaksis dan perdarahan gusi, serta


kesadaran menurun akibat perdarahan otak. Sedangkan gejala trombosis
yang terjadi dapat berupa gagal ginjal akut, gagal nafas dan iskemia serta
kesadaran menurun akibat trombosis pada otak.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terjadinya
KID pada pasien DBD sama dengan KID yang terjadi atas dasar
penyakit lainnya, yaitu pemeriksaan hemostasis (masa protrombin dan
masa trombin parsial), kadar faktor pembekuan, FDP, D-Dimer, serta
plasmin. Suatu studi yang dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa
ada korelasi yang signifikan antara kadar D-dimer sebagai indikator
terjadinya KID dengan beratnya penyakit pada pasien DBD.
C. Patogenesis
Sampai saat ini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis
atau

teori

antibody

dependent enhancement

(ADE) dikarenakan

14

kesukaran

mendapatkan

model

binatang

percobaan

yang

dapat

dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia.


The secondary heterologous infection hypothesis menyatakan bahwa
demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi
dengue pertama kali mendapatkan infeksi berulang kedua virus dengue
serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
Hipotesis infeksi sekunder menyatakan bahwa seseorang yang
terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue yang berbeda, maka
akan terjadi reaksi anamnestik dari antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya.

Ikatan virus-antibodi non netralisir ini mengaktivasi

makrofag dan akan bereplikasi di dalam makrofag. Sedangkan teori ADE


menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru bersifat
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

15

Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka


mengakibatkan

trombosit

kehilangan

fungsi

agregasi

dan

mengalami

metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan


akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit
yang mengalami metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang
mengaktivasi system koagulasi. 1,2,3
Akibat aktivasi faktor Hagemann (factor XII) yang selanjutnya juga
mengaktivasi

system

koagulasi

dengan

akibat

terjadinya

pembekuan

intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan
berubah menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP). Aktivasi
factor XII akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam proses
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurunnya factor

16

koagulasi oleh aktivasi system koagulasi dan kerusakan hati akan menambah
beratnya perdarahan. 1,2,3

Gambar 3. Patogenesis terjadinya syok pada DBD


The immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang
berfunsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu
enhancing-antibody dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe
antibodi yaitu (1) kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat
menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antobodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.
Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antobodi nonneutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya
kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus.

17

Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengu
oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat.
Dasar

urama hipotesis

ialah meningkatnya

reaksi immunologis

(the

immonological enchancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:


(a) Sel Fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b) Non neutralizing antibody baik yang

bebas dalam sirkulasi maupun yang

melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya


virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukelar. Mekanisme pertama ini
disebut mekanisme aferen.
(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukelar yang
telah terinfeksi
(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanis ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel
yang terkena infeksi.
(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan menaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. 1,2,3
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegan peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue,
limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder
oleh virus dengue ( serotipe berebda denga ninfeksi pertama), limfosit T CD 4+
dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan
mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat

18

terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.
1,2,3

D.

Bentuk klinis

Gambar 4. Klinis Infeksi Virus Dengue, WHO 1997


Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 dengan indikator demam 2-7 hari,
tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan
trombositopenia.
Berdasarkan kepastian diagnosis: 4
1.
Tersangka Demam Dengue (TDD)
Demam akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi klinik seperti
sakit kepala, sakit di belakang bola mata, mialgia, artralgia, rash,
manifestasi perdarahan, leukopenia, tidak terbukti adanya kebocoran
2.

3.

4.

plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis lain


Tersangka Demam Berdarah Dengue (TDBD)
Demam + manifestasi perdarahn paling sedikit test torniquet (+)
Demam dengue (DD)
Apabila terdapat semua gejala TDD namun tidak dapat ditemukan
peningkatan Ht >20% (tidak terbukti terjadi plasma leakage)
Demam berdarah dengue (DBD)
Apabila ditemukan peningkatan Ht >20% dan penurunan hematokrit
setidaknya 20% setelah resusitasi cairan.

19

Sering juga ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi ke empat kriteria
WHO 1997 yang dipersyaratkan, namun terjadi syok. Sehingga disepakatilah
panduan terbaru WHO tahun 2009. Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang
adalah dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs), dengue
dengan tanda bahaya (dengue with warning signs) dan dengue berat (severe
Dengue).
1. Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :
Dengue probable :

Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue


Demam disertai 2 dari hal berikut :
Mual, muntah
Ruam
Sakit dan nyeri
Uji torniket positif
Lekopenia
Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
Nyeri perut atau kelembutannya
Muntah berkepanjangan
Terdapat akumulasi cairan
Perdarahan mukosa
Letargi, lemah
Pembesaran hati > 2 cm
Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
*Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma
tidak jelas)
2. Kriteria dengue berat :
Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok

(DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan.


Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000,
gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)

*Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji


tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya
mencapai 82 %.

20

Gambar 5. Derajat Penyakit, WHO 1997

Berdasarkan derajat penyakit (Demam Berdarah Dengue) :


Derajat I
Derajat II

: demam + gejala non-spesifik + uji bendung (+)


: derajat I + perdarahan spontan di kulit atau

Derajat III

perdarahan lainnya
: kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lemah,
takikardia, tekanan nadi 20 mmHg atau
hipotensi, sianosis sirkum oral, kulit lembab dan

Derajat IV

dingin, dan anak gelisah


: renjatan berat, nadi tak teraba, tekanan darah
tidak terukur

*Derajat III dan IV DSS

21

Menurut WHO, ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DBD :


2,3,4

1. Demam
Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik,
berlangsung

2-7 hari, naik-turun tidak mempan dengan antipiretik.

Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun perlu hati-hati
karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.

Gambar 1. Kurva suhu DBD


2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan
Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga
dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid. Dinyatakan
positif bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi
persegi) di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti. Petekie,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena, hematemesis
3. Trombositopenia ( 100.000 sel/ mm3)
4. Adanya bukti kebocoran plasma, ditandai dengan:
- Kenaikan hematokrit 20% dari hematokrit normal pasien.
- Penurunan hematokrit 20% setelah resusitasi cairan.
- Adanya efusi pleura, asites, hipoproteinemia.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah uji torniquet,
pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara serial, pemeriksaan albumin

22

darah, CT, BT, PT dan PTT. Pemeriksaan laboratoris yang sering


ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan
hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk menentukan
hasil positif atau negatif penderita DHF dapat digunakan pemeriksaan
serologis dengan dengue blot kit IgG dan IgM yang diperiksa mulai dari
hari ke-4 demam berlangsung. NS1 adalah glikoprotein non struktural dari
virus dengue yang dapat terdeteksi pada darah mulai awal demam sampai
hari ke-5. Pemeriksaan radiologi juga terkadang dilakukan untuk
mendeteksi adanya efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat dijumpai
pada hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi plasma leakage yang hebat
efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan
(pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.
Menurut penelitian Chuamsumrit A. et al. Hasil laboratoris berikut
yang merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit
>20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16
detik.
F. Indikasi rawat4
Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau

lebih dianjurkan untuk dirawat


Tersangka demam berdarah derajat I dengan hiperpireksia atau tidak
mau makan atau muntah-muntah dan kejang serta Ht cenderung
meningkat dan trombosit cenderung turun atau < 100.000 harus

dirawat
Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya
ditemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki

dan tangan dingin, tekanan darah menurun dan oliguria harus dirawat
Seluruh derajat II, III dan IV

G. Terapi4

23

Pada dasarnya pengobatan dari DHF atau DSS bersifat simptomatik dan
suportif.
1. DHF tanpa shock
Penderita perlu diberi minum banyak 1 - 2 liter dalam 24 jam berupa
air the dengan gula, sirup, atau susu. Hiperpireksia (suhu >400C) diatasi
dengan pemberian antipiretik dan kompres. Kejang yang timbul dapat
diatasi dengan pemberian antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1
tahun diberi luminal dengan dosis 75 mg dan dibawah 1 tahun dengan
dosis 50 mg IM. Pemberian IVFD dilakukan apabila penderita terus
menerus muntah dan hematokrit cenderung meningkat.
2. Dengue Shock Syndrome
Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan adalah Ringer Laktat.
Dalam keadaan shock berat, cairan harus diberikan secara diguyur,
artinya secepatnya dengan penjepit infuse dibuka. Dalam keadaan tidak
berat, cairan diberikan dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam.

24

You might also like