You are on page 1of 56

1

PENGEMBANGAN METODE EKTRAKSI TiO2 DARI PASIR MINERAL


MENGGUNAKAN PROSES KLORIDA-MICROWAVE
Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Mencapai Derajat Sarjana

OLEH:
ARDIANTO BAMPE
F1C1 11 067

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

2
HALAMAN PENGESAHAN
PENGEMBANGAN METODE EKTRAKSI TiO2 DARI PASIR MINERAL
MENGGUNAKAN PROSES KLORIDA-MICROWAVE
SKRIPSI
Oleh:
ARDIANTO BAMPE
F1C1 11 067
Telah Disetujui Oleh :
Pembimbing II

Pembimbing I

Dr. rer. nat. H. Ahmad Zaeni,


M.Si.
NIP. 19630208 199412 1 001

Prof. Dr. H. Muhammad Nurdin,


M.Sc.
NIP. 19660606 199403 1 006

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si.
NIP. 19701107 199802 1 001
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh


Sesungguhnya segala pujian hanyalah milik Allah, kami
memuji-Nya

dan

memohon

pertolongan

kepada-Nya

dan

3
memohon ampunan kepada-Nya, barang siapa yang diberi
petunjuk oleh Allah Azza wa Jalla maka tidak ada yang mampu
menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkanNya maka
tidak ada yang mampu memberinya petunjuk. Aku bersaksi
bahwasannya tidak ada yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah semata tanpa ada satupun sekutu bagi-Nya dan
aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah Hamba dan RosulNya shallallahu alaihi wasallam.
Tiada kata lain yang dapat penulis haturkan melainkan
pujian kepada Allah Subhanahu wa Taala karena hanya dengan
karunia,

pertolongan

menyelesaikan

dan

izin-Nya

rangkaian

penelitian

lah

penulis
yang

dapat

berjudul:

PENGEMBANGAN METODE EKTRAKSI TiO2 DARI PASIR MINERAL


MENGGUNAKAN PROSES KLORIDA-MICROWAVE. Sholawat dan
salam atas suri tauladan kita Nabi yang diutus untuk seluruh
alam semesta, Nabi yang paling agung, Muhammad bin Abdillah
Shallallahu alaihi wasallam. Hasil penelitian ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Jurusan
Kimia Fakultas MIPA UniversitasHalu Oleo.
Selama penyusunan hasil penelitian ini, penulis banyak
mendapatkan kesulitan dan hambatan, namun atas rahmat-Nya
semata hasil penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

4
Penulis menyampaikan banyak terimakasih dan penghargaan
kepada Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Nurdin, M.Sc. selaku
Pembimbing I dan Bapak Dr. rer. nat. H. Ahmad Zaeni, M.Si.
selaku Pembimbing II, yang telah banyak mengorbankan waktu
dan pikiran dalam memberikan pengetahuan, bantuan, kritik dan
saran selama penelitian tugas akhir dan penyusunan hasil
penelitian ini. Dalam kesempatan ini, secara khusus penulis
menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga
kepada Ibunda tercinta Adel dan Ayahanda Bampe yang telah
membesarkan

penulis

dengan

penuh

kasih

sayang

dan

senantiasa berdoa untuk keselamatan dan kebahagiaan penulis.


ii
Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S., selaku Rektor
Universitas Halu Oleo.
2. Bapak Dr. Muhammad Zamrun, M.Sc., selaku Dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu
Oleo.
3. Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si., selaku Ketua
Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo, yang telah
banyak memberikan nasehat dan saran bagi penulis.

5
4. Bapak Armid, S.Si. M.Si. M.Sc. D.Sc., selaku Penasehat
Akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis.
5. Bapak Dr. Imran, M.Si., selaku Kepala Laboratorium Kimia
yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis
selama melaksanakan penelitian.
6. Bapak Dr. H. Thamrin Aziz, M.Si., Bapak Dr. La Ode Ahmad,
M.Si., dan Ibu Dr. Hj. Maulidiyah, M.Si., selaku dewan penguji
atas seluruh ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir.
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia, serta seluruh staf di
lingkungan FMIPA UHO atas segala fasilitas dan pelayanan
yang diberikan selama penulis dalam menuntut ilmu, serta
Kak Hafni, Kak Hasma, dan Kak Yoga yang telah membantu
memperlancar berlangsungnya penelitian ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan Tim TiO2: Diono, Efra. kak Julian,
Delvi, Wino, Nur, Herlin, yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
9. Rekan rekan kimia 011 Wino, Chen-Chen, Nugi, Anggi, Efra,
Alfan, Izar, Hendra, Meylandutz, Nur, Herlin, Anatia, Feti, Tini,
Lia, Delvi, Didit, Sri, Via, Sukma, Tia, Osti, Ain, Diana, Dedeng,

6
Risma, Hasmi, dan Ani, yang telah memberikan dukungan
kepada penulis.
Akhirnya

penulis

setinggi-tingginya

menyampaikan

kepada

semua

penghargaan

pihak

semoga

yang
Allah

Subhaanahu Wataala member taufik kepada kita semua untuk


mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shalih dan
memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Amin.

Kendari, Januari 2016


Penulis

PENGEMBANGAN METODE EKSTRAKSI TiO2 DARI PASIR


MINERAL MENGGUNAKAN PROSES KLORIDA-MICROWAVE
Oleh :
ARDIANTO BAMPE
F1C1 11 067
INTISARI
Pasir besi sebagai sumber
berbagai mineral penting
v
merupakan sumber daya alam yang terdapat di Sulawesi
Tenggara. Salah satu dari mineral di dalam pasir besi yang
memiliki berbagai fungsi dan nilai ekonomi adalah TiO2. Telah
dilakukan ekstraksi TiO2 dari pasir besi Tapunggaya dengan
pelarutan menggunakan HCl dan dioptimasi menggunakan
pemanasan
microwave.
Proses
pelarutan
dilakukan
menggunakan HCl 20% dan dengan penambahan reduktor Fe 0.
Hasil yang diperoleh menunjukkan kenaikan kadar TiO 2 sebesar
74,49% dan penurunan kadar Fe2O3 sebesar 80,35%. Pengaruh
6

7
pemanasan microwave terhadap proses ekstraksi terlihat jelas
dari penurunan daya yang digunakan sebesar 81% dan waktu
ekstraksi dapat dikurangi dari enam jam menjadi dua jam.
Pengaruh pemanasan microwave terhadap hasil ekstraksi terlihat
dari kenaikan kadar TiO2 dan penurunan kadar Fe 2O3 yang sangat
signifikan dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan
dengan proses ekstraksi dengan pemanasan konvensional.
Kata kunci : pasir besi, pemanasan microwave, TiO2, Fe2O3.

8
DEVELOPMENT OF TiO2 EXTRACTION METHOD FROM
MINERAL SANDS BY USING MICROWAVE CHLORIDE
LEACHING PROCESS
By :
ARDIANTO BAMPE
F1C1 11067
ABSTRACT
As a source of various important minerals, iron sand
represent one of natural resources existing in Southeast
Sulawesi. One of the mineral found in the sand, which has
several function, and high economic value is TiO 2. In this
research, TiO2 has been extracted from the sand taken in
Tapunggaya by using HCl as the solvent, and has been optimized
by using microwave heating. The dissolution process was
conducted by using 20% of HCl, and by adding a Fe 0 reductor.
The results showed that the concentration of TiO 2 rose to
74,49%, while the concentration of Fe2O3 declined to 80,35%. The
benefits of influence by microwave heating toward the extraction
process were clearly observed from a power reduction of 81%,
and from a reduced time extraction difference of six hours to only
two hours. Moreover, the effects of microwave heating to the
extraction results could be evidently noticed from the ascent of
TiO2 concentration and the descent of Fe 2O3 concentration, which
were very significant in a rather short period of time compared to
the conventional heating extraction process.
Keywords

: iron sand, microwave heating, TiO2, Fe2O3

9
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

ii

KATA PENGANTAR

iii

INTISARI

vi

ABSTRACT

vii

DAFTAR ISI

viii

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

xiv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pasir Besi Sebagai Sumber TiO2

B. Sifat Fisik dan komposisi ilmenite dan pseudorutile

C. Separasi Magnetik
8

10
D. Proses Leaching Menggunakan Asam Klorida

10

E. Pemanasan Microwave

13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

16

A. Waktu dan Tempat Penelitian

16

B. Alat dan Bahan

16

C. Prosedur Penelitian

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

18

A. Hasil Identifikasi XRF Pasir Magnetik

18

B. Mekanisme Pelarutan dan Reduksi Pasir Besi

19

C. Karakterisasi XRF terhadap Hasil Ekstraksi

20

D. Efektifitas Pemanasan Microwave dalam Mengoptimasi


proses
ekstraksi

21

E. Efektifitas Pemanasan Microwave dalam Mengoptimasi


Hasil
Ekstraksi

23

BAB V PENUTUP
32
A. Kesimpulan

32

B. Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

36

10

11

11

12
DAFTAR TABEL
Nomor
1.

Perbandingan komposisi kimia pasir Mineral

Halaman
9

2.

Kadar dan Komposisi Senyawa Pasir Magnetik

18

3.

Hasil Identifikasi XRF Terhadap Hasil Ekstraksi

21

12

13
DAFTAR GAMBAR
Nomo
r
1

Halaman
Pola difraksi sinar x pasir mineral

Perbandingan pola difraksi XRD filtrat hasil leaching


setelah penambahan 2-propanol

13

Pengaruh temperature terhadap kelarutan Fe

14

Perbandingan kelarutan Fe pada pemanasan


dan pemanasan konvensional

Larutan FeCl3 yang terbentuk dari proses leaching HCl

19

Perbandingan antara pemanasan konvensional dan


pemanasan microwave dalam penggunaan energi dan
alokasi waktu

22

Penurunan kadar Fe2O3

24

Kenaikan kadar TiO2

25

Kemurnian TiO2 terhadap Fe2O3

26

10

Total penurunan kadar pengotor

27

11

Penurunan kadar pengotor selain SiO2

29

12

Hasil optimasi secara umum

31

13

microwave

15

14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomo
r
1

Halaman
Bagan Alir preparasi sampel
proses

36

Bagan Alir
konvensional

ekstraksi

Bagan Alir proses ekstraksi dengan pemanasan microwave

37

Bagan Alir Pembuatan HCl 20%

37

Gambar rangkaian reaktor Reaktor

38

Perhitungan daya

39

Perhitungan hasil ekstraksi

39

Scan hasil XRF

40

Dokumentasi gambar

41

14

xii

dengan

pemanasan

36

15
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan

Arti Lambang dan Keterangan

Persen Berat

COD

Chemical Oxygen Demand

Fe

Besi

gram

KWH

KiloWatt per Hour

Ti

Titanium

TiO2

Titanium oksida

Watt

Joule per detik

15

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Titanium dioksida (TiO2) merupakan mineral yang saat ini mendapatkan
banyak perhatian dari para ilmuwan dan peneliti. Hal itu dikarenakan material
tersebut memiliki aplikasi yang cukup luas. TiO2 merupakan material anorganik
yang telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang industri dan digunakan
untuk pembuatan berbagai produk yang dimanfaatkan dalam berbagai aspek
kehidupan manusia. TiO2 digunakan dalam industri cat, porselin, kaca, kertas,
karet, textile, pelapisan lantai, salep kulit, produksi hidrogen dan pembuatan
material self-cleaning (Chatterjee, 2007). Dewasa ini, peranan penting dari
senyawa oksida tersebut telah meningkat pesat, dikarenakan memiliki kemampuan
semikonduktivitas dan fotosensitibilitas yang baik, sehingga menjadi cukup
memadai untuk dijadikan material solar cell (Vsquez et al., 2008). Salah satu
aplikasi dari material TiO2 yang tengah marak dikembangkan dalam bidang
pencemaran lingkungan adalah pembuatan fotoelektrokatalis dan sensor COD.
Material TiO2 terus diproduksi dan dikembangkan dengan berbagai macam
metode, karena sifatnya yang multiaplikatif. Produksi TiO2 dapat dilakukan
melalui berbagai jalur sintesis. Chen dan Mao (2007) dalam Putra (2013)
mengungkapkan bahwa saat ini beberapa metode sintesis film TiO2 telah banyak
dikembangkan, diantaranya yaitu metode sol-gel, hydrothermal, solvothermal,
chemical vapour deposition, elektrodeposisi, oksidasi langsung (anodizing) dan
yang lainnya. Metode oksidasi langsung merupakan yang paling murah dan

2
mudah Di antara metode tersebut. Anodizing dapat dilakukan menggunakan
oksidasi termal maupun secara elektrokimia (anodizing) (Nurdin et al.,2014).
Pemaparan sebelumnya menerangkan bahwa sampai saat ini metode
terbaik untuk melakukan sintesis TiO2 adalah dengan menggunakan metode
anodizing, namun disisi lain metode ini masih memiliki kekurangan yaitu dalam
pembuatan lapisan tipis TiO2 melalui metode anodizing dengan berbahan dasar
plat Ti (titanium) yang tidak dapat diperoleh di dalam negeri, sehingga untuk
memperoleh material tersebut harus dilakukan pemesanan dari luar negeri yang
mana hal tersebut tentu akan menyulitkan dan lebih banyak menghabiskan waktu
1
dan biaya. Hal ini didukung oleh Mohar dkk. (2013) yang menyatakan bahwa
kebutuhan TiO2 di Indonesia semakin tinggi sehingga berdampak pada
pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Untuk itulah harus dicarikan jalan keluar
agar jumlah impor TiO2 ini dapat kita kurangi dengan mencari alternatif lain yaitu
memproduksi TiO2 dengan memanfaatkan pasir besi yang ada di Indonesia.
Ekstraksi TiO2 dari pasir besi merupakan solusi alternatif yang cukup baik
dan tepat dalam upaya penyediaan suplai TiO2 yang memadai dan mudah
didapatkan. Keberadaan pasir besi di alam setidaknya terdapat dalam dua struktur
yaitu ilmenite (FeTiO3) (Chatterjee, 2007) dan pseudorutile (Fe2Ti3O9) (Yarkadas,
2009). Ilmenite (FeTiO3) secara teoritis mengandung 31,6% titanium (setara
dengan 52,67% TiO2) 36,8% besi dan oksigen yang setara (Chatterjee, 2007).
Keberadaan ilmenite di alam juga cukup mudah ditemukan dan penelitian dalam
permasalahan ini telah banyak dilakukan.

3
Ilmenite (FeTiO3) merupakan mineral yang secara alami terdapat dalam
bentuk deposit pasir pantai (Murthy et al., 2012). Chatterjee (2007) menyebutkan
bahwa yang menjadi sumber komersial paling utama dari ilmenite di seluruh
dunia berasal dari pasir mineral berbobot tinggi berwarna hitam yang terdapat di
pesisir sungai maupun pantai, selain ilmenite (FeTiO3). Pseudorutile (Fe2Ti3O9)
merupakan sumber alami TiO2 dalam bentuk pasir mineral selain ilmenite
(FeTiO3). Pseudorutile (Fe2Ti3O9) merupakan produk intermediat yang berasal
dari proses pelapukan ilmenite (FeTiO3) dengan kata lain, ia merupakan mineral
intermediat antara ilmenite (FeTiO3) dan rutile (TiO2) yang terbentuk dengan
sebab perubahan alami yang terjadi pada ilmenite (FeTiO3) (Yarkadas, 2009).
Metode yang biasa digunakan untuk mengisolasi TiO2 dari pasir mineral adalah
metode leaching dengan menggunakan larutan asam.
Proses leaching terbagi menjadi dua yaitu proses sulfat dan proses klorida.
Proses sulfat merupakan salah satu dari dua metode yang biasa digunakan selain
proses klorida, namun proses sulfat memiliki kekurangan dimana ketika
memproduksi 1 ton TiO2 maka akan dihasilkan 4 ton limbah padat Fe(SO 4)2
selain itu asam sulfat yang telah digunakan tidak dapat didaur ulang dan terbuang
begitu saja sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan dan penggunaan asam
dengan jumlah yang banyak (Chatterjee,2007).
Proses klorida menjadi proses standar yang telah diterima secara universal
untuk mengisolasi titanium dari ilmenite secara langsung melalui jalur klorinasi,
sampai saat ini proses klorida merupakan proses yang paling ramah lingkungan,

4
namun metode ini juga memiliki kekurangan yaitu proses klorida membutuhkan
bahan dengan kandungan TiO2 yang tinggi (lebih dari 90%) (Chattarjee, 2007).
Akan tetapi Rayhana dan Azwar (2012) telah berhasil mengisolasi TiO 2 sebanyak
73,73% dari ilmenite yang terdapat dalam iron ore yang hanya mengandung TiO2
sebanyak 21,21%. Proses isolasi dilakukan dengan mengombinasikan antara
reduksi menggunakan karbon dan proses klorida. Percobaan yang serupa juga
telah dilakukan oleh Wahyuningsih, dkk. (2014) yang berhasil memperoleh
anatase TiO2 dari ilmenite yang hanya mengandung TiO2 sebanyak 33,76%,
namun pada penelitiannya tidak dilakukan reduksi menggunakan karbon akan
tetapi dilakukan pre-oksidasi ilmenite. Kedua pencapaian tersebut menunjukkan
kemajuan dalam proses klorida yang sebelumnya hanya terbatas pada bahan
mentah dengan kandungan TiO2 yang tinggi.
Pra-oksidasi dilakukan dalam atmosfer oksigen dan pada temperatur
700C (Wahyuningsih, dkk. 2014) berbeda halnya dengan reduksi karbon yang
harus dilakukan dalam atmosfer inert serta pada temperatur 1000C (Rayhana dan
Azwar, 2012). Perbedaan tersebut menjadikan pre-oksidasi ilmenit lebih unggul
secara ekonomi dibandingkan reduksi ilmenit karena konsumsi energi lebih
rendah dan bahan yang digunakan lebih sedikit.
Optimasi proses klorida tidak hanya sebatas pada pre-oksidasi atau reduksi
yang dilakukan terhadap ilmenite. Simi et al. (2006) mengoptimasi proses klorida
dengan bantuan microwave heating, dalam penelitiannya ilmenite yang telah
dipreparasi dileaching menggunakan asam klorida dan dilakukan di dalam alat

5
microwave. Kelebihan dari microwave heating diantaranya adalah penggunaan
reagen yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan leaching secara konvensional
dan waktu pelarutan yang diperlukan jauh lebih singkat yaitu hanya sekitar 40
menit, sedangkan jika proses leaching dilakukan dengan pemanasan konvensional
waktu pelarutan yang diperlukan adalah enam jam (Simi et al. 2006).
Metode leaching menggunakan asam klorida cukup tepat untuk dilakukan
di Indonesia khususnya di Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaporkan memiliki
beberapa titik yang terdapat pasir besi di pesisir pantainya (LAKIP Provinsi
Sulawesi Tenggara, 2013) yang mana berdasarkan pengamatan secara visual pasir
besi di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kesesuaian karakter dengan pasir
besi yang disebutkan dalam beberapa literatur sebagai sumber TiO2. Berdasarkan
pemaparan di atas maka dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi TiO2 dari pasir
mineral alami Sulawesi Tenggara menggunakan proses klorida yang dibantu oleh
pemanasan microwave sebagai usaha untuk menyediakan suplai TiO2 yang
mampu menunjang penelitian dan pengembangan aplikasi dari material tersebut.
B.

Rumusan masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1.

Bagaimana mengoptimalkan proses klorida sehingga didapatkan


metode ekstraksi TiO2 yang sesuai dengan karakteristik pasir mineral Sulawesi
Tenggara?

2.

Bagaimana pengaruh microwave heating terhadap proses ekstraksi


TiO2 melalui proses klorida?

6
3.

Bagaimanakah pengaruh microwave heating terhadap hasil yang


diperoleh?

C.

Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1.

Mengetahui cara mengoptimalkan proses klorida sehingga


didapatkan metode ekstraksi TiO2 yang sesuai dengan karakteristik pasir
mineral Sulawesi Tenggara.

2.

Mengetahui pengaruh pemanasan microwave terhadap proses


extraksi TiO2 melalui proses klorida.

3.

Mengetahui pengaruh pemanasan microwave terhadap hasil yang


diperoleh

D.

Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1.

Memberikan informasi tentang metode yang tepat dalam


melakukan ekstraksi TiO2 dari pasir mineral.

2.

Memberikan informasi tentang keunggulan microwave heating


dibandingkan metode konvensional untuk mengekstraksi TiO2 melalui proses
klorida.

3.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang


pengolahan mineral alam Sulawesi Tenggara.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pasir besi sebagai sumber TiO2


Pasir besi merupakan sumber utama untuk memperoleh TiO 2, dimana TiO2

dalam pasir besi bersenyawa dengan Fe membentuk mineral yang disebut ilmenite
(FeTiO3) Chattarjee (2007) atau dapat pula berbentuk pseudorutile (Fe2Ti3O9)
(Yarkadas, 2009). Chattarjee (2007) menyebutkan bahwa sumber komersial yang
paling utama dari ilmenite di seluruh dunia berasal dari pasir mineral berat yang
berwarna hitam yang terdapat di pesisir sungai maupun pantai, hal yang senada
juga diungkapkan oleh Murthy et al. (2012) bahwa ilmenite (FeTiO3) merupakan
mineral alami yang biasanya ditemukan dalam bentuk deposit pasir mineral
pantai. Pernyataan tersebut dibuktikan oleh beberapa riset yang mencoba
mengeksplorasi pasir besi dan pasir mineral lainnya di Indonesia dimana mereka
menemukan kandungan ilmenite di dalam pasir mineral tersebut, seperti pasir besi
di Jawa Barat (Zulfalina dan Azwar, 2004), Pantai Sunur, Pariaman, Sumatera
Barat (Mufit dkk., 2006), Garut (Septian, 2010), pasir zircon di Kalimantan
Tengah (Mohar dkk., 2013), dan pasir besi Kecamatan Tapunggaya, Kabupaten
Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Abdillah, 2014).
B. Sifat fisik dan komposisi ilmenite dan pseudorutile
Ilmenite memiliki warna yang buram, hitam seperti besi, atau abu-abu
yang memancarkan warna coklat ketika memantulkan cahaya, serta hitam agak
coklat kemerah-merahan (Mineral Data Publishing, 2005). Ilmenite merupakan
mineral yang bersifat paramagnetik (en.wikipedia.org). Ilmenite (FeTiO3) secara
teoritis mengandung 31,6% titanium (setara dengan 52,67% TiO2), 36,8% besi dan

8
oksigen yang setara. Ilmenite primer yang ada di alam, muncul bersama dengan
mineral lain sebagai impurities, dengan kandungan TiO2 jauh lebih rendah
(Chatterjee, 2007).
Pseudorutile (Fe2Ti3O9) merupakan produk intermediat antara ilmenite dan
rutile sebagai efek dari pelapukan ilmenite yang berlangsung secara alami.
Mineral tersebut berwarna keabu-abuan gelap dan bersifat magnetik. Mineral
tersebut secara teoritis mengandung 58,84% TiO2 dan 34,65% Fe2O3 (Mineral
Data Publishing, 2005).
C. Separasi magnetik
Pemisahan fisik menggunakan magnet merupakan bagian penting dalam
proses preparasi sampel karena sebagai mana telah disebutkan sebelumnya bahwa
ilmenite merupakan mineral yang bersifat paramagnetik (en.wikipedia.org).
Proses separasi tersebut dapat membantu meningkatkan kemurnian mineral yang
akan diolah sebelum dilakukan proses separasi secara kimiawi menggunakan
asam, karena pasir besi biasanya juga mengandung mineral-mineral non magnetik
yang dapat mengganggu dalam proses isolasi TiO 2 seperti Mg(OH)2, Al2O3, SiO2,
dan Ca(OH)2 (Zulfalina dkk., 2004). Beberapa riset telah membuktikan bahwa
separasi magnetik sangat efektif untuk dijadikan tahap awal dalam mengeliminasi
mineral-mineral non magnetik. Salah satu hasil eliminasi yang cukup signifikan
ditunjukkan oleh Zulfalina dkk. (2014) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia pasir mineral

9
Fraksi berat unsur (wt%)
No Unsur Pasir pra-preparasi
Pasir magnetik
Pasir non magnetik
.
1
Mg
3,35
2,05
8,85
2
Al
2,49
2,43
5,49
3
Si
7,31
1,84
32,57
4
Ca
1,88
0,25
16,30
5
Ti
13,58
11,06
6,78
6
V
0,60
0,76
0,13
7
Cr
0,17
0,15
8
Mn
1,47
1,43
1,15
Sumber: Zulfalina dkk. (2014)
Unsur Ti yang terdapat dalam pasir mineral tersebut ada dalam bentuk
senyawa ilmenite sebagaimana yang ditunjukkan oleh pola difraksi sinar x pada
Gambar 1.
Gambar 1. Pola difraksi sinar x pasir mineral O (Mg(OH)2); =( Al2O ); * (SiO2),

(Ca(OH)2 ); + (FeTiO3) dan # (Fe3O4) ( Zulfalina dan Azwar , 2004).


D. Proses leaching menggunakan asam klorida
9

10
Proses leaching adalah metode ekstraksi padat/cair yang tujuannya ialah
memisahkan suatu senyawa kimia yang diperlukan dari senyawa kimia lain atau
pengotor dari padatan ke dalam cairan (Wahyuningsih, 2014). Terdapat dua
metode yang leaching yang digunakan untuk mengekstraksi TiO2 yaitu proses
sulfat dan proses klorida (Chatterjee, 2007).
Proses sulfat secara ringkas dilakukan dengan melarutkan ilmenite dengan
asam sulfat kemudian hasil pelarutan tersebut diencerkan dengan air atau asam
yang telah diencerkan. Kebanyakan TiO2 yang ada pada ore terlarutkan sebagai
titanium okso-sulfat dan besi terdapat dalam bilangan oksidasi +II. Liquor yang
dihasilkan kemudian diendapkan untuk menghilangkan residu yang tak larut
seperti silika. Besi dihilangkan dengan cara dikristalkan dalam bentuk garam
sulfat (FeSO47H2O), yang kemudian diikuti dengan penyaringan (Kuznesof,
2006), namun proses sulfat memiliki kekurangan dimana ketika memproduksi 1
ton TiO2 maka akan dihasilkan 4 ton limbah padat Fe(SO 4)2 dan asam sulfat yang
telah digunakan tidak dapat di daur ulang dan terbuang begitu saja. Hal tersebut
menyebabkan kerusakan lingkungan dan penggunaan asam yang dengan jumlah
yang banyak (Chatterjee,2007).
Proses klorida merupakan proses standar yang telah diterima secara
universal untuk mengisolasi titanium dari ilmenite secara langsung atau dari TiO2.
Proses ini menggunakan jalur klorinasi, yang mana hingga saat ini proses klorida
merupakan proses yang paling ramah lingkungan, namun metode ini juga
memiliki kekurangan dimana proses klorida membutuhkan material dengan

10

11
kandungan TiO2 yang tinggi (lebih dari 90%) (Chatterjee, 2007). Kekurangan
tersebut dapat diantisipasi melalui tahapan reduksi karbon (Rayhana, 2012) atau
pre-oksidasi (Wahyuningsih, 2014) dimana kedua proses ini dapat meningkatkan
persentase TiO2 dalam ilmenite. Produk hasil optimasi proses klorida
menggunakan reduksi karbon adalah rutile TiO2 (Rayhana, 2012 dan Tao, 2012),
sedangkan produk anatase TiO2 dapat diperoleh dengan melakukan pre-oksidasi
ilmenite sebelum proses korida dilakukan (Wahyuningsih, 2014).
Tao (2011) memperoleh rutile TiO2 dengan kemurnian mencapai 98,5%
dengan menggunakan proses klorida dan reduksi karbon pada suhu 1000C
melalui reaksi yang diperkirakan sebagai berikut :
FeTiO3+CFe+TiO2+CO

(1)

Fe+TiO2 +2HClTiO 2 +FeCl2 +H2

(2)

FeTiO3 +2HClTiO2 +FeCl2 +H2O

(3).

Wahyuningsih (2014) menyebutkan bahwa pre-oksidasi ilmenite pada suhu


900 C mampu meningkatkan proses pembentukan pseudobrookite (Fe2TiO5)
yang dikenal merupakan produk antara untuk pembentukan TiO2 anatase. Pada
proses pelarutan menggunakan, sebagian ilmenite akan yang terlarut menjadi
FeCl2 dan ada yang menjadi TiOCl2 sedangkan yang tidak terlarut mengendap
menjadi padatan kaya Ti (Wahyuningsih, 2014), setelah terbentuk fase larutan dari
hasil leaching, maka selanjutnya adalah reaksi pengendapan, pada tahapan ini
didapatkan TiO2 melalui rangkaian reaksi sebagaimana yang digambarkan pada
persamaan sebagai berikut (Wahyuningsih, 2014) :

11

12
FeTiO3(s) + 4HCl (aq) FeCl2(aq) + TiOCl2(aq) + 2H2O (aq)
1
2

3FeTiO3(s)2HCl,
2FeTiO3(s)

6HCl,

O2

1
2

(4)

3TiO2(s) + FeCl2(aq) + H2O(aq)+ Fe2O3(s)

O2

(5)

2FeCl3 (aq) + 2TiO2(s) + 3H2O(aq)

(6)
Fe2O3(s) + 6HCl (aq) 2FeCl3(aq) +3H2O (aq

(7)

TiOCl2(aq) + H2O (aq) TiO2(s) + 2HCl (aq)

(8)

Berdasarkan reaksi tersebut diketahui bahwa tidak semua TiO2 dapat


diendapkan, namun masih ada Ti yang terlarut. Anatase TiO2 diperoleh dari sisa Ti
yang masih terlarut melalui pengendapan menggunakan bantuan 2 propanol dan
H2O dengan perbandingan tertentu sehingga akan terbentuk Ti(OiPr)4. Kompleks
titanium tetraisopropoksida yang terbentuk berdampak pada terpisahnya Ti
terlarut dari Fe terlarut. Kemudian kompleks tersebut terhidrolisis dengan oleh
H2O. Tahap berikutnya ialah kondensasi dari Ti(iPr)x(OH)4-X

membentuk

polimerik titania. Polimerik titania ialah sol-gel titania, yang kemudia dengan
penguapan pelarut dapat diperoleh xerogel TiO 2 .
Penambahan

2-propanol

pada

filtrat

hasil

leaching

pada

rasio

perbandingan 2-propanol:H2O= 9:1 (v/v), 8:2 (v/v), 7:3 (v/v), 6:4 (v/v) dan 5:5
(v/v)

berdampak

pada

terkondensasinya

titanium

isopropoksida

(TTIP)

membentuk xerogel TiO2 berwarna putih. Kompleks Ti(iPr)4 yang masih tersisa
memerlukan optimalisasi pengendapan dengan menguapkan pelarut. Proses
annealing pada suhu 450C selama 2 jam dilakukan terhadap Xerogel TiO2 hasil

12

13
kondensasi pada rasio perbandingan 2-propanol:H2O = 8:2 (v/v). Nanokristalin
TiO2 anatase diperoleh dari Padatan hasil annealing pada suhu 450C. Hal
tersebut sesuai standar JCPDS No.78-2486 (Gambar 2).

Gambar2. Perbandingan pola difraksi XRD filtrat hasil leaching setelah


penambahan 2-propanol, (a) standar JCPDS TiO2 anatase
No.78-2486, (b) filtrat hasil leaching setelah penambahan 2propanol dan H2O pada perbandingan 2-propanol:H2O =
8:2(v/v) (Wahyuningsih, 2014).
E. Pemanasan Microwave
Vorster (2001) menjelaskan bahwa Microwave merupakan gelombang
elektromagnetik yang timbul sebagai radiasi dari disturbansi elektrik pada
frekuensi tinggi. Mekanisme pemanasan yang terjadi pada microwave adalah
pemanasan dielektrik. Prinsip pemanasan dielektrik adalah ketika suatu material
dielektrik terpapar medan listrik maka muatan listrik partikel tersebut akan
bergerak searah dengan medan listrik yang diberikan dan mengakibatkan partikel
berotasi 180 setiap kali terpapar medan listrik. Rotasi tersebut terjadi sebanyak

13

14
950 juta kali per detik (sesuai dengan frekuensi yang ada) sehingga
mengakibatkan gesekan internal yang memanaskan material tersebut.
Metode pemanasan konvensional memanfaatkan konduktivitas untuk
memanaskan suatu material. Proses ini relatif tidak efisien dan menimbulkan
masalah khususnya ketika memanaskan material non-konduktif berbeda halnya
dengan pemanasan dielektrik yang menghasilkan pemanasan dari dalam material
(Vorster, 2001).
Simi et al. (2006) telah melakukan studi tentang pengaruh pemanasan
microwave terhadap tingkat kelarutan Fe yang terdapat dalam

ilmenite

menggunakan pelarut HCl, dalam penelitiannya ilmenit dilarutkan menggunakan


HCl 7 M dengan rasio ilmenite-pelarut 1:6 (w/v). Pemanasan dilakukan dengan
variasi suhu 60, 70, 80, 90 dan 100C selama 30 menit, dalam penelitian tersebut
juga dibandingkan tingkat kelarutan Fe pada pemanasan microwave dan
pemanasan konvensional. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa laju
pelarutan Fe meningkat pesat seiring dengan peningkatan temperatur. Pengaruh
temperatur terhadap tingkat kelarutan Fe dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan Fe (Simi et al., 2006).

14

15
Hasil perbandingan antara pemanasan microwave dan pemanasan
konvensional menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok dimana pada
pemanasan microwave dengan waktu tahan 10 menit Fe yang terlarut adalah
sebanyak 70% sedangkan pada pemanasan konvensional dengan waktu tahan
yang sama jumlah Fe yang terlarut hanya sebanyak 50% sebagaimana yang
ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan kelarutan Fe pada pemanasan


microwave dan pemanasan konvensional (Simi et
al., 2006).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia
Anorganik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Halu Oleo, pada bulan November 2015 hingga Maret 2016.
Pengukuran XRF dilakukan menggunakan XRF analyzer di laboratorium science
building, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.

15

16
B. Alat dan bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu separator magnetik,
mortal, alu, kertas saring whatman no. 40, alumunium foil, timbangan analitik,
XRF (X-Ray Fluoresence) element analyzer, oven microwave, tanur, penyaring
buchner, pompa vakum, peralatan gelas, tempat penampung sampel, thermometer,
dan sentrifuga.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir mineral yang
berasal dari Kecamatan Tapunggaya, Kabupaten Konawe Utara, Asam klorida
37% (E.Merck), Granulat Fe0, dan aquades.
C. Prosedur penelitian
1. Separasi magnetik
Separasi magnetik dilakukan dengan menggunakan magnetic separator
untuk memisahkan antara mineral magnetik dan non magnetik. Pasir magnetik
kemudian dikarakterisasi menggunakan XRF analyzer di Laboratorium Sience
building, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar.
2. Proses leaching
Proses leaching dilakukan dalam skala laboratorium dengan metode yang
cukup sederhana yaitu 200 mL HCl 20% dipanaskan hingga melewati suhu 100C.
Pemanasan larutan dilakukan dengan dua cara, cara yang pertama adalah dengan
menggunakan hotplate yang diatur pada suhu maksimal 500C dan cara yang
kedua adalah dengan memanaskan larutan dengan menggunakan reaktor
microwave.
Proses leaching kemudian dilanjutkan dengan memasukkan sebanyak 2,5
g pasir besi kedalam larutan, setelah tiga puluh menit maka ditambahkan 0,7 g Fe 0
sebagai reduktor lalu campuran terus dipanaskan selama lima setengah jam untuk

16

17
pemanasan menggunakan hotplate

dan satu setengah jam untuk pemanasan

menggunakan microwave, khusus untuk leaching menggunakan hot plate proses


dilakukan dengan agitasi menggunakan batang magnetik. Setelah proses leaching
selesai maka larutan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring
whattman no. 40. Residu yang didapatkan kemudian dicuci lalu ditimbang
kemudian disentrifugasi lalu setelah itu dikalsinasi pada suhu 550C kemudian
dikarakterisasi menggunakan XRF.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil identifikasi XRF pasir magnetik
Karakterisasi awal terhadap sampel sebelum proses ekstraksi merupakan
sebuah tahapan yang sangat fundamental karena berkaitan dengan penentuan ada
atau tidaknya material target di dalam bahan yang akan diolah. Pasir magnetik
yang digunakan dalam penelitian ini dikarakterisasi menggunakan XRF untuk
mengidentifikasi TiO2 di dalam sampel dan seberapa besar persentasenya serta
untuk mengetahui senyawa-senyawa pengotor dan persentasenya. Hasil
karakterisasi XRF dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar dan komposisi senyawa pasir magnetik
No
1
2
3
4
5

Senyawa
Fe2O3
TiO2
SiO2
CaO
MnO

Fraksi Berat (%)


61,69
22,82
8,78
3,69
1,56
17

18
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Cl
K2O
P2O5
ZrO2
ZnO
Nb2O5
SrO
SnO2
In2O3

0,6
0,219
0,157
0,077
0,0712
0,0406
0,0162
0,008
0,0061

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa dua senyawa terbanyak


di dalam pasir magnetik secara berurutan adalah Fe2O3 dan TiO2 degan persentase
sebesar 61,69% dan 22,82%. Dengan melihat Fakta bahwa Fe yang terdapat
dalam pasir besi dari Kecamatan Tapunggaya adalah Fe 2O3 maka dapat
disimpulkan bahwa material tersebut bukanlah ilmenite (FeTiO3) namun
diindikasikan adalah pseudorutile (Fe2Ti3O9). Selain dua data primer tersebut
diketahui pula bahwa senyawa pengotor minoritas dengan kadar terbesar adalah
SiO2 dengan persentase 8,78%.
B. Mekanisme pelarutan dan reduksi pasir besi
Prinsip ekstraksi TiO2 dari pasir besi menggunakan pelarut HCl sangat
sederhana yaitu dengan melarutkan sebanyak mungkin oksida besi yang ada di
dalam sampel sehingga diharapkan akan diperoleh endapan yang kaya akan TiO 2.
Adapun mekanisme reaksi yang diajukan adalah sebagai berikut (Yarkadas, 2009):
Fe2Ti3O9(s) + 12HCl (aq) 2FeCl3+ 3TiOCl2+ 6H2O

(18)

Berdasarkan reaksi tersebut diketahui bahwa larutan yang terbentuk adalah


FeCl3 dengan warna khas oranye kemerah-merahan yang sesuai dengan warna
larutan yang diperoleh pada penelitian ini sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

18

19

Gambar 5. Larutan FeCl3 yang terbentuk dari proses leaching HCl


Penambahan

reduktor

Fe0

memiliki

peranan

penting

dalam

memaksimalkan proses pelarutan Fe2O3 dikarenakan Fe3+ yang terdapat dalam


senyawa tersebut sulit untuk larut (Vasquez, 2008). Fe0 yang ditambahkan saat
proses leaching berfungsi mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah untuk
larut dalam HCl. Mekanisme reaksi yang diajukan untuk proses tersebut secara
ringkas adalah sebagai berikut (Yarkadas, 2009):
Fe+ 2HCl FeCl2+H2

(9)

Fe+ 2FeCl3 3FeCl2

(10)

Fe +2TiOCl2+ 4HCl (aq) 2TiCl3+ FeCl2+ 2H2O

(11)

2TiCl3 + Fe2O3 + 2HCI 2TiOCl2 + 2FeCl2 + H2O

(12)

TiOCl2 + H2O TiO2 + 2HCl

(13)

Mekanisme reaksi tersebut menunjukkan bahwa penambahan Fe 0 tidak


hanya diharapkan mampu memaksimalkan pelarutan Fe, namun juga dapat
meningkatkan kadar TiO2 yang diperoleh dikarenakan tahapan akhir dari

19

20
mekanisme reaksi reduksi tersbebut adalah terhidrolisisnya TiOCl 2 terlarut
menjadi endapan TiO2. Rendamen yang diperoleh setelah proses ekstraksi adalah
seberat 0,57 g untuk pemanasan microwave

dan 0,46 g untuk pemanasan

konvensional.
C. Karakterisasi XRF terhadap hasil ekstraksi
Hasil ekstraksi yang diperoleh melalui pemanasan konvensional dan
pemanasan microwave telah dianalisis senyawa-senyawa yang terkandung di
dalamnya menggunakan XRF untuk mengetahui seberapa besar kadar Fe 2O3 yang
tereliminasi dalam sampel dan seberapa besar persentase kenaikan kadar TiO 2 di
dalam sampel. Hasil indentifikasi XRF terhadap Senyawa yang terdapat dalam
sampel awal dan hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil indentifikasi XRF sebelum dan setelah proses ekstraksi.
No.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Senyaw
a
Fe O
2 3
TiO
2
SiO
2
CaO
MnO
Cl
K O
2
P O
2 5
ZrO
2
ZnO
Nb O
2 5
SrO
SnO
2

Fraksi berat (%)


Sampel
awal
61,69

Pemanasan
konvensional
10,24

pemanasan
Microwave
12,12

22,82

35,61

39,82

8,78

51,66

46,1

3,69
1,56
0,6
0,219

0,7
0,146
0,36

0,606
0,264
-

0,157

0,605

0,489

0,077

0,0079

0,117

0,0712
0,0406

0,0413

0,051

0,0162
0,008

0,0129
-

0,0132
-

20

21
14

In O
2 3

0,0061

Hasil yang diperoleh baik melalui pemanasan microwave maupun


konvensional menunjukkan penurunan kadar Fe dan kenaikan kadar Ti yang
sangat signifikan namun yang cukup disayangkan bahwa kadar SiO 2 yang terdapat
dalam hasil ekstraksi juga sangat besar yang tentu mempengaruhi kemurnian
ekstrak TiO2.
D. Efektifitas pemanasan microwave dalam mengoptimasi proses ekstraksi
Tujuan utama pemanfaatan sistem pemanasan microwave adalah untuk
menekan konsumsi energi serendah mungkin. Sistem pemanasaan konvensional
memanfaatkan konduktifitas termal untuk memanaskan material target dengan
kata lain reaktor terlebih dahulu harus memanaskan material lain yang berada
disekitar target agar target tersebut dapat terpanaskan. Hal inilah yang
menyebabkan sistem pemanasan konvensional lebih boros energi.
Sebuah reaktor microwave sejatinya tidaklah mengonduksikan panas.
Panas pada material target timbul akibat gesekan internal yang terjadi di dalam
material target itu sendiri sebagai efek dari terpaparnya material tersebut oleh
gelombang microwave. Dalam penelitian ini telah diamati seberapa besar
pengaruh pemanasan microwave dalam menekan konsumsi energi yang digunakan
dalam proses ekstraksi TiO2. Hasil pengamatan didapatkan dengan cara
membandingkan antara proses yang menggunakan pemanasan konvensional dan
proses yang menggunakan pemanasan microwave dalam penggunaan energi dan
alokasi waktu.

21

22
Perbandingan antara proses yang menggunakan pemanasan konvensional
dan pemanasan microwave dalam penggunaan energi dan waktu dapat dilihat pada
Gambar 6.
6

1.14
6

pemanasan konvensional

pemanasan microw ave

Gambar 6. Perbandingan antara pemanasan konvensional dan pemanasan


microwave dalam penggunaan energi dan alokasi waktu.
Proses yang menggunakan pemanasan konvensional membutuhkan daya
100% dari total output alat pemanas yaitu sebesar 1000 watt dan memerlukan
waktu ekstraksi selama enam jam sedangkan untuk proses yang menggunakan
pemanasan microwave hanya digunakan daya sebesar 60% dari total output alat
reaktor sehingga daya output yang digunakan hanya sebanyak 570 watt.
Keunggulan pemanasan microwave semakin tampak dari alokasi waktu yang
diperlukan untuk proses leaching yaitu selama dua jam jika dibandingkan dengan
enam jam proses pemanasan konvensional.
Jika penggunaan energi dan waktu dikalkulasikan maka akan didapatkan
total konsumsi energi untuk pemanasan konvensional dan pemanasan microwave
secara berturut-turut adalah 6 KWH dan 1,14 KWH. Hal tersebut berarti bahwa
dengan pemanasan microwave konsumsi energi dapat dikurangi sebanyak 81%.
E. Efektifitas pemanasan microwave dalam mengoptimasi hasil ekstraksi

22

23
Keberhasilan proses ektraksi TiO2 dari pasir besi dilihat dari seberapa
besar kadar oksida besi yang dapat tereliminasi dari material dan kemampuan
proses dalam mempertahankan kuantitas TiO2. Ekstraksi TiO2 melaui proses
klorida bertumpu pada kemampuan pelarut untuk melarutkan oksida besi
sebanyak mungkin dan sesedikit mungkin melarutkan TiO2.
a. Optimasi pelarutan Fe2O3
Pemanasan microwave terbukti mampu mempercepat dan meningkatkan
proses pelarutan Fe di dalam HCl. Simi et al. (2006) menunjukkan bahwa proses
leaching dengan pemanasan microwave selama sepuluh menit mampu melarutkan
Fe sebesar 70% sedangkan untuk pemanasan konvensional dengan waktu tahan
yang sama hanya mampu melarutkan besi sebesar 50%. Hasil yang serupa juga
telah diperoleh di dalam penelitian ini sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7.

100%
90%
80%
70%
60%

Kadar Fe2O3 (%)

50%

40%
Pemanasan microwave
30%

Pemanasan Konvensional

19.65%

16.60%

20%
10%
0%
0

Waktu Ekstraksi (Jam)

Gambar 7. Kadar Fe2O3 yang tereliminasi setelah proses leaching


menggunakan pemanasan microwave dan pemanasan
konvensional.

23

24
Leaching dengan pemanasan microwave menunjukkan hasil optimasi yang
sangat signifikan. Sebanyak 80,35% kadar Fe 2O3 dapat tereliminasi selama dua
jam proses leaching, sedangkan dengan pemanasan konvensional selama enam
jam mampu mengeliminasi Fe2O3 sebanyak 83,4%. Dari sudut pandang besarnya
kadar Fe yang tereliminasi memang tidak ada perbedaan signifikan antara proses
dengan pemanasan microwave dan pemanasan konvensional, namun jika ditinjau
dari alokasi waktu yang dibutuhkan dan besarnya energi yang diperlukan maka
terdapat perbedaan yang signifikan antara proses dengan pemanasan microwave
dan pemanasan konvensional.
b. Optimasi peningkatan kadar TiO2
Kenaikan kadar TiO2 pada hasil ekstraksi dengan pemanasan microwave
dan pemanasan konvensional menunjukkan perbedaan persentase begitu
signifikan dimana pada pemanasan microwave kadar TiO2 yang ada dalam hasil
ekstraksi naik sebesar 74,49% dan untuk pemanasan konvensional lebih tinggi
yaitu sebesar 56,04%. Kenaikan kadar TiO 2 yang lebih tinggi pada hasil ekstraksi
dengan pemanasan microwave secara parsial menunjukkan keberhasilan
pemanasan microwave dalam mengoptimasi hasil ekstraksi. Hal tersebut terlebih
lagi apabila ditinjau dari waktu pelarutan yang jauh lebih singkat dibandingkan
dengan proses dengan pemanasan konvensional. Gambar 8. Menunjukkan grafik
kenaikan kadar TiO2 setelah proses ekstraksi dengan pemanasan microwave dan
pemanasan konvensional.

24

25

Gambar 8. Kenaikan kadar TiO2 setelah proses pelarutan dengan


pemanasan microwave dan pemanasan konvensional
. Berdasarkan fakta tersebut maka proses ekstraksi dengan pemanasan
microwave dapat dikatakan lebih efisien. Hal tersebut apabila ditinjau dari waktu
dan total energi yang dibutuhkan serta kenaikan kadar TiO2 yang jauh lebih tinggi.
c. Optimasi pemurnian TiO2
Hasil yang cukup baik juga diperoleh dari proses pemurnian TiO 2 melalui
ekstraksi dengan pemanasan microwave sebagaimana dapat diamati pada Gambar
9 berikut.
90%
80%
76,77
70%
%

77.66%

60%
50%

Kemurnian TiO2 (%) 40%

Pemanasan microwave
Pemanasan
Konvensional

30%
20%
10%
0%
01234567

Waktu Ekstraksi (Jam)

25

26
Gambar 9. Kemurnian TiO2 terhadap Fe2O3 setelah proses pelarutan
dengan pemanasan microwave dan pemanasan konvensional
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa selama dua jam proses ekstraksi
menggunakan pemanasan microwave dapat diperoleh hasil dengan kemurnian
TiO2 terhadap Fe2O3 mencapai 76,66%. Nilai kemurnian tersebut hampir
menyamai nilai yang diperoleh melalui ektraksi menggunakan pemanasan
konvensional dengan waktu yang jauh lebih lama yaitu 77,66%. Fakta tersebut
sekali lagi menunjukkan keberhasilan proses ekstraksi dengan pemanasan
microwave dalam mengoptimasi hasil ekstraksi.
Selain Fe2O3, senyawa lain yang juga berpengaruh signifikan terhadap
kemurnian TiO2 hasil ekstraksi adalah SiO2, mengingat bahwa SiO2 merupakan
senyawa dengan persentase terbesar ketiga di dalam bahan yang belum
diekstraksi. Gambar 10. menunjukkan tingkat penurunan seluruh kadar pengotor
yang terdapat dalam hasil ekstraksi baik menggunakan pemanasan microwave
ataupun pemanasan konvensional.
100%
95%
90%

Total Kadar Pengotor (%

83.24%

85%

Pemanasan microwave
80%

Pemanasan Konvensional
78.24%

75%
70%
0

Waktu ekstraksi (Jam)

26

27
Gambar 10. Peunurunan kadar seluruh pengotor setelah proses ekstraksi
dengan pemanasan microwave dan pemanasan konvensional
Secara umum kualitas hasil yang diperoleh melalui metode ekstraksi
dengan pemanasan microwave masih lebih baik daripada apa yang diperoleh
melalui proses ekstraksi dengan pemanasan konvensional. Total penurunan kadar
pengotor untuk hasil ekstraksi menggunakan pemanasan microwave adalah
sebesar 21,75% sedangkan untuk metode dengan pemanasan konvensional adalah
sebesar 16,98%. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hasil dari kedua proses
tersebut belum memuaskan apabila ditinjau dari besarnya kadar pengotor yang
masih tersisa. Besarnya persentase pengotor sejatinya diakibatkan oleh besarnya
kadar SiO2 yang ada dalam hasil ekstraksi yaitu 46,1% untuk hasil ekstraksi
dengan pemanasan microwave dan 51,66% untuk hasil ekstraksi dengan
pemanasan konvensional.
Data analisis XRF menunjukkan bahwa kadar TiO 2 dan SiO2 pada bahan
mentah secara berturut-turut adalah 22,82% dan 8,78% yang berarti bahwa rasio
antara TiO2 dan SiO2 hampir mencapai 3:1. Namun setelah proses ekstraksi
dilakukan rasio tersebut berubah drastis hingga mendekati 1:1. Berdasarkan fakta
tersebut diketahui bahwa selain berkurangnya kadar Fe2O3, terjadi pula penurunan
kuantitas TiO2 secara drastis. Menurunnya kuantitas TiO2 pada hasil ekstraksi
memiliki beberapa kemungkinan penyebab. Kemungkinan pertama adalah bisa
jadi ukuran TiO2 ada di dalam bahan terlalu kecil sehingga ketika proses
penyaringan dilakukan ada sebagian partikel TiO 2 yang dapat melewati kertas
saring dan terbuang bersama Filtrat. Kemungkinan kedua adalah bisa jadi

27

28
konsentrasi pelarut yang digunakan terlalu pekat sehingga TiO 2 yang terdapat
dalam bahan ikut terlarut dan akhirnya juga terbuang bersama dengan Filtrat.
Kemungkinan kedua adalah sebagaimana yang dilaporkan oleh
Wahyuningsih (2014) yang menyebutkan bahwa tingginya konsentrasi HCl yang
digunakan saat proses ekstraksi akan berbanding lurus dengan persentase Fe dan
Ti terlarut. Penggunaan HCl 8 M berdampak terhadap pelarutan Fe lebih
signifikan, namun pelarutan Ti juga meningkat. Sehingga keadaan tersebut kurang
menguntungkan untuk proses ekstraksi yang membutuhkan produk yang kaya
TiO2 pada fase padatan karena tingginya kadar Ti yang terlarut, sehingga
mengurangi TiO2 sintetik yang terbentuk. Apabila kita meninjau dari perspektif
lain maka kehadiran SiO2 dapat dianggap sebagai produk sampingan yang
bermanfaat untuk pembuatan kaca, namun hal tersebut membutuhkan pemisahan
lebih lanjut.
Adapun kadar pengotor selain SiO2 yang ada di dalam hasil ekstraksi yang
diperoleh baik melalui proses dengan pemanasan microwave maupun proses
ekstraksi dengan pemanasan konvensional telah mengalami penurunan yang
sangat signifikan dimana pada hasil ekstraksi dengan pemanasan microwave
terjadi penurunan kadar pengotor sebesar 79,33% dan untuk hasil ekstraksi
dengan pemanasan konvensional adalah sebesar 82,1% Hal tersebut sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 11.

28

29
120%
100%
80%

kadar Pengotor selain SiO2 (%)


Pemanasan microwave

60%
40%

Pemanasan Konvensional

20.66%

17.89%

20%
0%
0

Waktu Ekstraksi (Jam)

Gambar 11. Peunurunan kadar pengotor selain SiO2 setelah proses


ekstraksi dengan pemanasan microwave dan pemanasan
konvensional
Terlepas dari besarnya kadar SiO2 yang masih tersisa pada hasil ekstraksi
melalui dua metode yang ada, proses ekstraksi menggunakan pemanasan
microwave tetap menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam mengoptimasi
proses dan hasil ekstraksi. Beberapa variabel yang teroptimasi oleh pemanasan
microwave adalah peningkatan laju reaksi, peningkatan kenaikan kadar TiO 2 dan
penurunan jumlah pengotor yang lebih baik dibandingkan dengan pemanasan
konvensional. Hal yang hampir senada pun diungkapkan oleh Simi et al. (2006)
yaitu penggunaan radiasi microwave memiliki keunggulan dalam proses
penghilangan Fe ditinjau dari sisi kinetika reaksi dan kualitas produk yang
dihasilkan jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh melalui pemanasan
konvensional.

29

30
Alasan

kuat

dibalik

kemampuan

pemanasan

microwave

dalam

mengoptimasi proses dan hasil ekstraksi adalah apa yang dikemukakan oleh
Vorster (2001) tentang efek pemanasan microwave terhadap mineral dimana ia
menerangkan bahwa kelebihan utama dari pemanasan microwave adalah energi
microwave yang dipancarkan akan tersebar merata dengan cepat kedalam seluruh
volume material kemudian memanaskannya secara langsung tanpa perlu
mengonduksikan panas. Efek domino dari sistem pemanasan tersebut adalah
terjadinya retakan pada material disebabkan oleh paparan radiasi microwave yang
kemudian berdampak pada bertambahnya luas permukaan material. Beberapa
keistimewaan pemanasan microwave tersebut tidak akan didapati pada pemanasan
konvensional, dan diasusmsikan sebagai faktor penyebab meningkatnya laju
reaksi, kemurnian sampel dan efisiensi energi dan waktu.
Hasil optimasi pemanasan microwave secara keseluruhan disajikan pada
Gambar 12.
100 80.35
83.4
82.1
79.33
77.66
74.4976.66
80
56.04 microwave
Pemanasan
60
40
20.66
16.59
6 6
20
1.142
Pemanasan
Konvensional
0
Kenaikan kadar TiO2

Gambar 12. Hasil optimasi pemanasan microwave secara keseluruhan


BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Untuk mengekstraksi TiO2 dari pasir besi yang berasal dari desa
Tapunggaeya,
Konawe Utara,
Provinsi
Kemurni
Waktu
Penurun Sulawesi
Kenaika Kabupaten
Penurun
Pengguna tenggara
Total
n kadar
TiO2

an kadar
Fe2O3

an TiO2
terhada
p Fe2O3

30

penurun
an kadar
pengotor

an kadar
pengotor
selain
SiO2

an daya

ekstra
ksi

31
metode yang digunakan dapat dioptimasi dengan baik menggunakan
pemanasan microwave
2. Penggunaan pemanasan microwave berpengaruh signifikan terhadap
efisiensi energi dan alokasi waktu yang diperlukan untuk proses ekstraksi
dimana daya yang diperlukan untuk proses ekstraksi adalah 1,4 KWH
selama dua jam yang menunjukkan menurunnya penggunaan energi
sebesar 81% dibandingan proses dengan pemanasan konvensional.
3. Penggunaan pemanasan microwave berpengaruh terhadap peningkatan
kadar TiO2 dan kemurnian hasil yang lebih baik dibanding dengan
pemanasan konvensional yang dapat dilihat dari persentase Kenaikan
kadar TiO2 sebesar 74,49% untuk pemanasan microwave sedangkan untuk
pemanasan konvensional hanya sebesar 56,04% dan penurunan kadar
pengotor untuk metode dengan pemanasan microwave dan konvensional
secara berturut-turut adalah 20,66% dan 16,59%.
B. Saran
Ekstraksi TiO2 dari pasir besi melalui proses klorida dengan bantuan
pemanasan microwave masih memiliki beberapa variabel penting yang dapat di
optimasi dan diharapkan kedepannya lebih mampu meningkatkan performa dari
proses ekstraksi tersebut. Disarankan kedepannya dilakukan ekstraksi dengan
variasi daya interfal 70% sampai 100% dari total output daya microwave.
Disarankan pula untuk menggunakan reduktor lain semisal granulat Zn. Luas
permukaan material dapat ditambah dengan penggerusan dan penyaringan
menggunakan ayakan 70 mesh.

31

32
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, N., 2014, Karakterisasi Mineral dan Ekstraksi TiO2 dengan Metode
Leaching H2SO4 pada Pasir Besi Tapunggaya Sulawesi Tenggara, Skripsi.
Bilalodin, Sunardi, dan Muchtar E., 2013, Analisis Kandungan Senyawa Kimia
dan Uji Sifat Magnetik Pasir Besi Pantai Ambal, Jurnal Fisika Indonesia,
No: 50, Vol XVII, Edisi Agustus 2013. ISSN : 1410-2994
Chatterjee K. K., 2007, Uses of Metall and Metallic Minerals, New Delhi New
Age International (P) Ltd, Publishers.
Http://en.wikipedia.org/wiki/Ilmenite, 01-04-2016.
Kuznesof, and Paul M., 2006, Titanium Dioxide, Chemical and technical
Assessment, page 1(8).
Mineral data publishing, 2005, rruff.info/doclib/hom, 01-04-2016.
Mohar M. T., Fatmawati D., dan Sasongko S. B., 2013, Pembuatan Pigment
Titanium Dioksida (TiO2) dari Ilmenite (FeTiO3) Sisa Pengolahan Pasir
Zircon dengan Proses Becher, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2,
No. 4, Hal. 110-116.
Mufit F., Fadhillah, Harman A., dan Satria B., 2006, Kajian Tentang Sifat
Magnetik Pasir Besi dari Pantai Sunur, Pariaman, Sumatra Barat, Jurnal
Geofisika, ITB.
Murthy G. V. S., Parveen N., and Nagesh Ch. R. V. S., 2012, Processing of
Ilmenite (FeOTiO2) for Value Added Products, XXVI International
Mineral Processing Congress(Impc) 2012 Proceedings, New Delhi, India.
Nurdin M., and Maulidiyah, 2014, Fabrication of TiO2/Ti Nanotube Electrode By
Anodizing Method And Its Application On Photoelectrocatalytic System,
International Journal Of Scientific & Technology Research, Vol:3(2),
ISSN 2277-8616
Pemprov SULTRA, 2013, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari.
Putra A.M., 2012, Pembuatan Elektroda Tio2/Ti NanoTube dengan Metode
Anodizing dan Aplikasinya dalam Sistem Fotoelektrokatalisi, Universitas
Halu Oleo, Kendari, Skripsi.

32

33
Rayhana E., dan Manaf A., 2012, Perolehan Tio2 Dari Iron Ore Mengandung
Titanium Melalui
Proses Reduksi Karbon Dan Pelarutan Asam,
Indonesian Journal of Applied Physics, Vol.2 (1): 35.
Septian I., 2010, Pengaruh Milling Terhadap Peningkatan Kualitas Pasir Besi
Sebagai Bahan Baku Industri Logam, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,
Skripsi.
Simi S., Janaki M.E.K., Bhat K.H.,and Mohan Das P.N., 2006, Microwave Acid
Leaching of Beneficiated Ilmenite for the Production of Syntehtic Rutile,
Proceedings of the International Seminar on Material Processing
Technology, Chennai, India, pp: 512-518.
Tao T., Chen Q,Y., Hu H. P., Yin Z. L., dan Chen Y., 2012, TiO2 nanoparticles
prepared by hydrochloric acid leaching of mechanically activated and
carbothermic reduced ilmenite, Trans. Nonferrous Met. Soc. China, Vol
22:1232-1238.
Vsquez R., and Molina A., 2008, Leaching of Ilmenite and Pre-Oxidized
Ilmenite in Hydrochloric Acid to Obtain High Grade Titanium Dioxide,
Metal 2008, 13. 15. 5.
Vorster W., 2001, The Effect of Microwave Radiation on Mineral Processing,
Tessis.
Wahyuningsih S., Hidayatullah H., Pramono E., Rahardjo S. B., Ramelan A. H.,
Firdiono F., dan Susilo E., 2014, Optimasi Pemisahan TiO2 dari Ilminite
Bangka dengan Proses Leaching Menggunakan HCl, ALCHEMY
Journal, Vol. 10 (1), 54-68.
Yarkadas, G., Toplan, H. O., and Yildiz K., 2009, Effect of Mechanical Activation
and Iron Powder Addition on Acidic Leaching of Pseudorutile, SAU. Fen
Bilimleri Dergisi, vol. 13, pp. 18-21.
Zulfalina dan Manaf A., 2004, Identifikasi Senyawa Mineral dan Ekstraksi
Titanium Oksida dari Pasir Mineral, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 5
(2), hal : 46-50, ISSN : 1411-1098.

33

34

Lampiran 1. Bagan Alir preparasi sampel

Pasir mineral

Pasir non

Pasir magnetik
Dikarakterisasi
menggunakan XRF

digerus
Lampiran 2. Bagan Alir proses ekstraksi dengan pemanasan konvensional

200 mL HCl 20%

34

35
Lampiran 3. Bagan Alir proses ekstraksi dengan pemanasan microwave
-

Dipanaskan menggunakan hotplate hingga suhu


100C
2,5g pasir besi
200 mL HClDitambahkan
20%
- - Ditambahkan
0,7g Fe0 setelah
30 menit hingga suhu
Dipanaskan menggunakan
microwave
- Dibiarkan
selama
lima
stengah
jam
100C
- - Didinginkan
hingga
mencapai
Ditambahkan
2,5g pasir
besi suhu ruang
0 whattman no. 40
- - Disaring
dengan
kertas
Ditambahkan 0,7g Fe setelah 30 menit
- - dicuci
Dibiarkan selama lima stengah jam
- - ditimbang
Didinginkan hingga mencapai suhu ruang
- - disentrifugasi
Disaring dengan kertas whattman
no. 40
- - dikalsinasi
dengan suhu 550oC selama 2 jam
dicuci
- - dikarakterisasi
dengan XRF
ditimbang
- disentrifugasi
Hasil ekstraksi
- dikalsinasi dengan suhu 550oC selama 2 jam
- dikarakterisasi dengan XRF
Hasil ekstraksi

Lampiran 4. Bagan Alir Pembuatan HCl 20%

100 mL HCl 37% pa.


-

Ditambahkan dengan 100 mL aquades

200 mL HCl 20%

35

36
Lampiran 5. Rangkaian Reaktor Microwave dan reaktor hotplate

Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.

Kondensor
Adaptor
1
Microwave oven
Labu erlenmeyer
Hot plate

2
3

Rangkaian reaktor untuk pemanasan


microwave

36

37
Lampiran 6. Perhitungan daya
Penentuan KWH (http://listrikdirumah.com/)
KWH =

output daya (Watt)


x waktu ekstraksi (Jam)
1000

Rangkaian reaktor untuk pemanasan


1. konvensional
Pemanasan microwave

KWH =

570
600

1000

x2

= 1,14 KWH
2. Pemanasan Konvensional
1000
x6
1000

KWH =

= 6 KWH
Lampiran 7. Perhitungan hasil ekstraksi (dengan asumsi bahwa massa bahan
mentah dan hasil ekstraksi adalah sama)
a. Perhitungan kenaikan kadar TiO2
Kenaikan kadar TiO2 (%) =

kadar akhirkadar awal


x100
kadar awal

Misalnya untuk Pemanasan microwave


39,8222,82
x100
22,82

Kenaikan kadar TiO2 (%)=

= 74,49%
b. Penurunan kadar Fe2O3 (dengan asumsi bahwa massa material sama)
=100 -

kadar hasil ekstraksi


x100
kadar awal

Misalnya untuk Pemanasan microwave


= 100 -

12,12
x 100
61,69

= 80,35%
c. Kemurnian TiO2 terhadap Fe2O3
=

kadar
TiO2 Fe 2 O3
kadar TiO
2+kadar
61,69
Kadar TiO +kadar Fe O
2

37

x100

38
Misalnya untuk pemanasan microwave
=

39,82
x100
39,82+12,12

= 76,66%
d. penurunan kadar pengotor

kadar hasil ekstraksi


x100
kadar awal
Misalnya untuk penurunan kadar seluruh pengotor termasuk silika
Penurunan kadar (%) = 100 hasil pemanasan microwave
60,18
= 100
x100
76,91

= 21,75%
Lampiran 8. Scan hasil analisis XRF

38

39
Lampiran 9. Dokumentasi gambar
a. Preparasi sampel

b. Ekstraksidengan pemanasan konvensional

39

40

c. Proses ekstraksi dengan pemanasan microwave

d. Produk pra kalsinasi

40

41

e. Produk pasca kalsinasi

41

You might also like