Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
menegakkan
diagnosis
efusi
perikardium
tuberkulosis
diperlukan
Bab 2
Tinjauan Pustaka
Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam
rongga dada di antara kedua paru-paru.
Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem
pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada
yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah terdiri atas
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Pembuluh darah pada
darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung,
sistem peredaran
darah ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan sisa
metabolisme.
Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam
segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada , diatas diafragma, dan pangkalnya
terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada
bagian permukaan inferior atau diafragma sebagian besar adalah ventrikel kiri dan
ventrikel kanan. Batas kanan jantung dibentuk oleh vena kava superior dan atrium
kanan, sedangkan batas kiri jantung dibatasi oleh dinding lateral ventrikel kiri. Basis
jantung dibentuk oleh atrium kiri dan sebagian atrium kanan yang berada di iga ke-2.
2.2. Anatomi dan Fungsi Perikardium
Perikardium merupakan satu struktur kantung yang melapisi seluruh jantung
kecuali bagian atrium kiri. Perikardium terdiri atas lapisal mesotel di bagian dalamnya
dan lapisan fibrosa diluarnya. Di dalam kantung ini terdapat sekitar 5 sampai 10 cc
cairan serous yang berfungsi untuk melumas pergerakan, sekaligus memberi ruang
gerak bagi otot jantung. Bagian kantung yang menempel pada bagian epikardial jantung
disebut perikardium visceral, bagian ini lebih tipis dan fleksibel, sehingga memudahkan
jantung untuk bergerak. Bagian kantung yang tidak menempel dengan jantung (berada
pada posisi luar) disebut perikardium parietal, bagian ini cenderung lebih tebal dan
keras, sehingga dapat melindungi jantung dari benturan luar dan juga menahan
pembesaran volume jantung ketika terjadi kelebihan darah di dalam jantung.
perikardium parietalis merupakan suatu lapisan dengan ketebalan 2mm pada orang
normal yang mengelilingi sebagian besar jantung, normalnya terdapat cairan perikardial,
berisi cairan dengan volume 2550 ml.
Perikardium parietal sebagian besar aseluler dan mengandung serabut elastin
dan kolagen. Kolagen merupakan komponen struktural utama dan terlihat sebagai garis
bergelombang saat peregangan ringan. Pada saat peregangan yang lebih besar,
kolagen akan menjadi lebih lurus, yang mengakibatkan kekakuan jaringan yang
mengelilingi sebagian besar jantung. 3,4 Perikardium berfungsi mencegah dilatasi jantung
yang terjadi secara tiba-tiba, terutama bilik kanan, mobilitas jantung dan pembuluh
darah besar, meminimalkan gesekan antara jantung dan struktur di sekitarnya, serta
mencegah penyebaran infeksi atau metastase dari paru-paru dan pleura. Fungsi
mekanis perikardium normal adalah pada efek pengendalian volume jantung.
Perikardium parietal mempunyai daya regang elastis seperti karet, pada saat tekanan
yang ringan, menimbulkan regangan yang besar. Saat regangan meningkat, jaringan
menjadi kaku dan menjadi resisten untuk lebih meregang.
Perikardium parietal mempunyai ligamen pelengkap ke diafragma, sternum dan
mediastinum anterior. Hal ini memastikan bahwa jantung mempunyai posisi yang relatif
tetap dalam rongga toraks walaupun dengan respirasi dan perubahan posisi tubuh.
Pada tindakan perikardiektomi atau kelainan kongenital berupa tidak adanya
perikardium tidak mengakibatkan konsekuensi negatif yang nyata.3 Perikardium bukan
merupakan struktur yang esensial karena fungsi jantung tetap dapat berlangsung
meskipun tidak terdapat perikardium.
Diantara lapisan perikardium parietalis dan viseralis terdapat suatu rongga
perikardium, normalnya berisi cairan sebanyak 25 50 ml yang disekresi oleh sel
mesotelial pericardium visceralis. Akumulasi cairan dalam rongga perikardium jika
melebihi normal disebut efusi perikardium, yang jumlahnya dapat mencapai lebih dari
1000 ml dan menyebabkan peningkatan tekanan intra perikardium.3,4
Membatasi pergerakannya
Sebagai barier pencegahan infeksi dan metastase dari paru dan cairan efusi.
Tiga faktor yang menyebabkan efusi perikardium memberikan gejala klinis penekanan
jantung adalah:
-
Jumlah cairan
Tamponade jantung terjadi bila tekanan perikardium melebihi tekanan dalam ruangan
jantung, sehingga terjadi kegagalan pengisian jantung
2.4.1. Definisi Perikarditis
Perikarditis merupakan sindroma yangdisebabkan oleh reaksi inflamasi di
perikardium dengan atau tanpa akumulasi cairan di rongga perikardium. Terdiri atas :
perikarditis akut, perikarditis kronis, perikarditis, perikarditis rekuren, dan perikarditis
kontriktif.
Penyakit perikardium sendiri dapat berupa perikarditis akut maupun perikarditis
rekuren kronik, efusi perikardium, tamponade jantung dan perikarditis konstriktif. Respon
perikard terhadap peradangan bervariasi dari efusi perikardium, degenerasi fibrin,
proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma hingga kalsifikasi dan efusi
perikardium kronik masif. 3,4
Vasodilatasi lokal dengan transudasi cairan yang sedikit sel dan protein ke ruang
perikardial.
Eksudasi lekosit, awalnya oleh netrofil kemudian terakhir diikuti oleh sel
mononuklear.
Peranan lekosit pada patofisiologi dari perikarditis ini penting oleh karena membantu
dalam eliminasi dari bahan infeksius atau agen autoimun. Namun produk metaboliknya
dapat menyebabkan inflamasi yang berkepanjangan dan menimbulkan gejala seperti
demam, sehingga respon imun pada perikard memberikan kontribusi terhadap
kerusakan jaringan dan gejala klinis dari perikarditis.3,4,5,6
2.4.4. Gejala Klinis Perikarditis
1. Nyeri dada
Nyeri perikardial mempunyai onset relatif cepat dan kadang kadang datang
dengan tiba tiba, biasanya di daerah sub sternal, namun dapat terjadi di dinding anterior
dada kiri atau epigastrium. Penjalaran ke lengan kiri jarang terjadi. Daerah penjalaran
biasanya daerah trapezius, yang sangat spesifik untuk perikarditis. Nyeri perikarditis
biasanya memburuk saat berbaring atau saat inspirasi dan membaik pada posisi duduk
tegak atau condong ke depan.2,3,6,7
2. Gejala prodromal
malaise, dan demam, (biasanya <39 C). Pada pasien usia tua, biasanya tidak
didapatkan demam.
3. Sesak
dapat terjadi akibat nafas yang dangkal karena nyeri dada.
4.Pasien dengan perikarditis purulen
dapat terlihat toksik dengan demam tinggi, menggigil, dan keringat malam.
2.4.5. Pemeriksaan Fisik
1. Pericardial friction rub
Pericardial friction rub merupakan hal yang paling sering ditemukan, sekitar 85%
pasien.5 Auskultasi rub ini sering berubah-ubah kualitas dan intensitasnya, oleh karena
itu, sangat bermanfaat jika kita mendengarkan secara sering pasien yang dicurigai
menderita perikarditis, jika pada awal pemeriksaan tidak terdengar rub.8
Secara klasik, friction rub terdiri dari 3 komponen, yaitu :
-
kontraksi atrium
suara yang dihasilkan seperti suara saat berjalan diatas salju, biasanya terdengar
paling keras di bagian bawah linea sternalis kiri, menjalar ke apeks, dan lebih jelas
didengar pada saat akhir ekspirasi dengan posisi pasien menunduk ke depan.
Terkadang pericardial friction rub hanya mempunyai satu atau dua komponen. Hal ini
harus didengarkan dengan teliti dan harus dibedakann dengan murmur.2,6,8
2. Denyut jantung, biasanya cepat dan regular
2.5. Jenis penyakit perikardium
2.5.1. Perikarditis Akut
10
Perikarditis akut merupakan reaksi inflamasi pada perikardium yang bersifat akut
dan menimbulkan tanda dan gejala yang berlangsung tidak lebih dari 1-2 minggu
dengan atau tanpa akumulasi cairan di rongga perikardial.
2.5.2. Perikarditis Kronis
Perikarditis kronis merupakan inflamasi perikardium yang berlangsung lebih dari
3 bulan, dengan gambaran berupa adanya efusi perikardium dan terjadi proses
konstriktif perikardium. Biasanya memiliki gejala klinis yang ringan berupa nyeri dada,
palpitasi dan lemahnya denyut jantung semua itu tergantung dari derajat kompresi yag
dialami jantung dan residu inflamasi di perikardium.6,7,8
2.5.3. Perikarditis Rekurent
Perikarditis rekuren merupakan komplikasi dari pericarditis akut yang ditandai
dengan munculnya rasa nyeri dada dan tanda akut pericarditis lainnya. Periarditis
rekuren ini dapat terjadi dalam interval waktu yang bervariasi.
2.5.4. Perikarditis Kontriktif
Perikarditis konstriktif adalah sebuah kondisi medis yang memiliki karakteristik
dengan adanya penebalan, fibrotik perikardium, pembatasan kemampuan jantung untuk
berfungsi secara normal khususnya dalam hal pompa jantung. Pada umumnya hal ini
diakibatkan oleh peradangan kronis perikardium akibat infeksi yang mengenai jantung
ataupun akibat operasi jantung.
Diagnosis perikarfitis konstriktif seringkali sulit ditegakkan, secara khusus
Kardiomiopati restriktif memiliki gambaran klinis yang menyerupai perikarditis konstriktif
dan untuk membedakan antara keduanya sering menimbulkan kesulitan.
2.5.4.1. Cara mendeteksi perikarditis konstriktif :
1. Teknik pencitraan menunjukkan adanya penebalan perikardium disertai peningkatan
pengisian pada early diastolic dengan penurunan pengisian mid diastolic. Sebaliknya
pada kardiomiopati restriktif terjadi peningkatan tahanan saat pengisian ventrikel
akibat adanya kekakuan miokard. Fitur imaging dari kardiomiopati restriktif
menunjukkan penebalan ventrikel kiri dengan infiltrasi miokardium.
11
Ekhokardiografi :
Temuan utama pemeriksaan ekhokardiografi adalah adanya gerakan anterior yang
berlebihan dari septum saat pengisian atrium karena dinding posterior tidak dapat
mengembang, terjadi peningkatan volume ventrikel kiri namun sistolik atrium
menghasilkan pemindahan septum .
4. Hepatomegali dan tanda lain gagal jantung kanan : ascites, fatigue dan edema perifer.
2.6. Efusi Perikardium
Efusi
perikardium.
perikardium
Cairan
adalah
dapat
penumpukan
berupa
transudat,
cairan
abnormal
eksudat,
dalam
pioperikardium,
ruang
atau
Gejalanya
tidak
spesifik
dan
berkaitan
dengan
penyakit
yang
mendasarinya.6,7,8
2.6.1. Etiologi Efusi Perikardium
Efusi perikardium dapat terjadi pada hampir semua kondisi yang mempengaruhi
perikardium, termasuk perikarditis akut dan ataupun berbagai gangguan sistemik
lainnya. Penyebab klinis efusi perikardium sangat beragam antara lain : keganasan,
TBC paru, gagal ginjal kronis, penyakit tiroid, penyakit autoimun, penyebab iatrogenik
dan idiopatik.
Efusi perikardium mungkin memiliki implikasi penting bagi prognosis (seperti
pada pasien dengan keganasan intratoraks ) atau diagnosis ( myopericarditis atau
perikarditis akut), atau keduanya termasuk adanya diseksi aorta. Ketika efusi perikardial
baru terjadi atau kebetulan terdeteksi, maka perlu perhatian utama bagi klinikus untuk
mencari kemungkinan etiologi. 1
Etiologi efusi perikardium antara lain:
Idiopathic.
12
bacterial.
Tumor jinak
Hypothyroidism.
Trauma.
Whipple's disease.
Sarcoidosis.
Post-radiotherapy.
Post operasi jantung : setelah operasi jantung terbuka dapat ditemukan efusi
terlokalisir di dinding poaterior dan dapat menyebabkan kompresi ke atrium
kanan.
11.
waktu yang lebih cepat dibanding kemampuan kantong perikardium untuk meregang.
Apabila jumlah cairan meningkat secara perlahan maka kantong perikardial dapat
melebar tanpa menimbulkan gejala tamponade sampai jumlah tertentu, tetapi apabila
jumlah cairan meningkat secara cepat, contohnya pada kasus trauma atau ruptur
miokard maka penambahan cairan sebanyak 100 ml dapat menyebabkan tamponade 12
14
Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma tembus jantung.
Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan mekanisme kompensasi
menyeluruh yang cepat. Timbunan darah dan clot sebesar 150 cc dapat menyebabkan
kematian secara cepat. Pada keadaan kronis, timbunan darah dapat mencapai 1 L.
2.
Medical tamponade
15
Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena keganasan
atau gagal ginjal
3.
Low-pressure tamponade
cairan
perikardial
menyebabkan
peningkatan
kekakuan
ventrikel,
memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan ventrikel kiri
dan kanan mengisi lebih tinggi dari tekanan intrapericardial
Tahap II:
Dengan adanya akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial meningkat di atas
tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.
Tahap III:
Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium tekanan perikardial dan
pengisian ventrikel kiri (LV). Jumlah cairan perikardial yang
diperlukan untuk
menimbulkan gangguan diastolik jantung tergantung pada tingkat akumulasi cairan dan
tahanan perikardium. Akumulasi cepat 150 mL cairan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan perikardial dan dapat menghambat cardiac output, sedangkan 1000 mL cairan
dapat terakumulasi selama periode yang lebih lama tanpa efek signifikan pada
pengisian diastolik jantung. Hal ini disebabkan peregangan adaptif perikardium dari
waktu ke waktu. Perikardium dapat menyesuaikan akumulasi cairan yang cukup selama
periode yang lebih lama tanpa mengganggu hemodinamik.
Setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan intracardiac dikurangi
tekanan pericardial), merupakan penentu utama pada pengisian jantung. Tekanan
transmural merupakan true filling pressure yang berkontribusi terhadap preload
ventrikel. Tekanan pericardial normal lebih rendah dibandingkan titik pertengahan
tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan, sehingga tekanan transmural atrium
16
kanan (tekanan atrium kanan dikurangi tekanan pericardial) normalnya lebih tinggi dari
tekanan intrakardiaknya. Pada tamponade jantung, peningkatan tekanan perikcardial
progresif akan mengurangi rata-rata tekanan transmural diawali pada ruang jantung
kanan kemudian ruang jantung kiri.
Selain tergantung pada volume perluasan darah, peregangan pericardial, dan
peningkatan fraksi ejeksi, mekanisme kompensasi tam[pomade jantung seperti
tachycardia dan vasokonstriksi perifer karena stimulasi adrenergic karena penurunan
cardiac output. Peningkatan tekanan atrium kanan berkontribusi pada peningkatan
minute cardiac output (stroke volume x heart rate) saat penurunan stroke volume.
2.7.3. Manifestasi Klinis
Efusi perikardium cepat ataupun masif dapat mengakibatkan tekanan di dalam
kantong perikardium meningkat, sehingga pengisian jantung terganggu, mengakibatkan
penurunan stroke volume, selanjutnya curah jantung juga menurun, dan akhirnya terjadi
penurunan penghantaran oksigen ke jaringan (syok). 12
Gejala yang paling sering ditemukan adalah dyspnea, tachycardia, dan
peningkatan jugular venous pressure (JVP). Bekas cedera dinding dada tampak pada
pasien trauma. Tachycardia, tachypnea, dan hepatomegaly ditemukan lebih dari 50%
pasien dengan tamponade jantung, sedangkan bunyi jantung menjauh dan pericardial
friction rub ditemukan pada sekitar sepertiga pasien. Beberapa pasien datang dengan
keluhan pusing, mengantuk, atau palpitasi. Kulit yang dingin, basah dan nadi yang
lemah karena hipotensi juga dapat tampak pada pasien dengan tamponade.
2.7.4. Diagnosa tamponade jantung
Diagnosa tamponade jantung dapat ditegakkan dengan Becks Triad dan temuan
klinis lainnya. 13,14
2.7.4.1. Becks Triad meliputi :
-
hipotensi
ekspirasi. Pada kondisi tamponade kritis, output jantung biasanya turun setidaknya 30%,
tekanan transmural rata-rata, nol (biasanya antara 15 dan 30 mm Hg dalam perikardium
dan antara 15 dan 30 mmHg dalam jantung pada pasien euvolemic), sehingga
mekanisme kompensasi pernapasan menjadi mekanisme fisiologis utama yang
berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output dan input jantung. Sebuah komponen
penting dari kompensasi pernapasan ditandai pergeseran dari septum ventrikel ke
ventrikel kiri saat inspirasi mengisi jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri
dengan pembalikan pada ekspirasi. Secara klinis, kompensasi pernapasan dinyatakan
sebagai pulsus paradoksus
Pulsus paradoksus mengindikasikan adanya kondisi berupa tamponade jantung,
perikarditis, chronic sleep apnea, dan penyakit pari obstruktif.
2.7.4.4. Pemeriksaan Pulsus Paradoksus :
Untuk
memeriksa
pulsus
paradoxus,
pasien
biasanya
diposisikan
Pemeriksaan elektrokardiografi
Pemeriksaan radiologi
19
Pemeriksaan ekhokardiografi
Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan Laboratorium
2.8.1. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi memperlihatkan elevasi segman ST dan perubahan resiprokal,
voltage QRS yang rendah ( Low voltage ), EKG dapat pula menunjukkan hasil normal
atau terdapat gangguan irama berupa atrial fibrilasi.
Pada fase akut dapat dijumpai elevasi segman ST berbentuk konkaf terutama
pada sisi kiri jantung. Mula-mula T masih normal kemudian mendatar/negatif. Kelainan T
relatif lebih lama menetap yaitu antara 2-3 minggu. Amplitudo gelombang QRS dan T
akan mengecil sesuai dengan jumlah cairan yang ada.
Dengan EKG 12 lead berikut suspek tamponade jantung :
Sinus tachycardia
Electrical alternans : kompleks QRS alternan, biasanya rasio 2:1, terjadi karena
pergerakan jantung pada ruang pericardium.
PR segment depression
EKG juga digunakan untuk memonitor jantung ketika melakukan aspirasi perikardium.
20
2.8.2. Radiologi
Pada efusi perikardium yang sedikit memperlihatkan konfigurasi bayangan
jantung normal. Foto rontgen thoraks memperlihatkan gambaran Water Bottle
appearance jika cairan efusi perikard > 250 ml atau pada efusi perikard yang
banyak/masif dengan vaskularisasi paru yang normal.
Pada posisi pasien difoto berdiri atau duduk dapat dijumpai pembesaran jantung
berbentuk segitiga dan berubah menjadi bentuk globular pada posisi tiduran, gambaran
double contour memperlihatkan gambaran batas jantung dan cairan efusi perikard.
Pada paru tampak infiltrat atau kalsifikasi akibat tuberkulosis paru. Jantung
membesar
dengan
konfigurasi
buli-buli
air
tetapi
dapat
juga
normal.Strang
dkkmendapatkan 70% pasen dengan rasio kardiotoraks >55%, tetapi hanya 6% yang
mempunyai rasio kardiotoraks >75%. Yang dkk. meneliti penggunaan kortikosteroid
pada pasien perikarditis tuberkulosis, dan dari 19 sampel yang diteliti selama 14 tahun
didapatkan 42 % pasien terdapat efusi pleura dan infiltrat pada foto toraks. Pemeriksaan
ini juga dapat mendeteksi adanya infeksi tuberkulosis, jamur, penumonia atau
neoplasma.20
2.8.3. Ekhokardiografi
Ekokardiografi
mendiagnosis
efusi
merupakan
alat
diagnostik
perikardium
dan
tamponade
pilihan
jantung.
dan
sensitif
M-mode
dan
untuk
2-D
echocardiography Doppler adalah teknik yang paling efektif, dan merupakan gold
standard untuk mendiagnosa efusi perikardial, karena sensitif, spesifik, non-invasif, dan
21
sudah tersedia di beberapa rumah sakit. Efusi perikardial dapat terdeteksi sebagai
"Echo-free space" pada 2-D echocardiography.
Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang atrium kiri :
suatu pengumpulan cairan lokal posterior tanpa efusi anterior yang signifikan dapat
terjadi dan dapat membahayakan cardiac output. Kolapsnya diastolic awal dari dinding
bebas ventrikel kanan (Lihat gambar di bawah.)6,19,10
22
Gambar 11. Tamponade jantung pada pria 23 tahun dengan riwayat penyalahgunaan
obat (Gambar Kiri) gambar CT-scan dengan kontras setinggi ventrikel
menunjukkan adanya efusi perikardial masif yang merubah kontur
jantung . Tampak adanya pelebaran IVC (panah) dan melebar vena azygos
(panah) . Tampak cairan eksudat akibat inflamasi.
(Gambar kanan) Gambar CT-scan dengan kontras setinggo abdomen
bagian atas menunjukkan cairan periportal ( panah ) dan pembuluh
limfatik periportal.
Gambar 12. Tamponade jantung pada pria 59 -tahun yang dengan keluhan sesak
napas. Gambar CT axial menunjukkan efusi pericardium masif dengan
kompresi jantung kecil dan tampak bahan kontras masuk ke dalam IVC
( panah ) .
23
merupakan suatu tanda adanya etiologi lain. Peningkatan laju endap darah yang tinggi
merupakan suatu tanda adanya etiologi berupa penyakit autoimun atau tuberkulosis.2
2.8.5.1. Pemeriksaan Laboratorium efusi perikardium tuberkulosa :
Efusi perikardium tuberkulosis umumnya eksudat, menurut Light dkk. kriterianya
yaitu: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan protein serum >0.5,
perbandingan kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) cairan pleura dengan LDH serum
>0.6, kadar LDH cairan pleura >2/3 kadar normal tertinggi serum (>200).
Pemeriksaan bakteriologik merupakan prosedur penting dalam mendiagnosis
tuberkulosis, yaitu mendeteksi kuman tuberkulosis pada sputum, bilas lambung, dan
cairan perikardium dengan pewarnaan BTA dan kultur M.tb.Pemeriksaan Polymerase
Chain Reaction (PCR) digunakan untuk melihat amplifikasi asam nukleat pada
tuberkulosis. Gegielsky dkk.membandingkan PCR, kultur dan histopatologi sebagai
sarana diagnosis efusi perikardium tuberkulosis. Pemeriksaan PCR untuk M.tb
mempunyai akurasi mendekati metode konvensional dan lebih cepat. 6
2.9.
CT-scan.
Idealnya
harus
dilakukan
dengan
bimbingan
pencitraan
dan
selama 2-3 hari atau lebih. Drainase perikardium ini dipertahankan selama beberapa
hari sampai dengan jumlah cairan yang keluar kurang dari 50 mL/hari. Periode ini
memberikan waktu aposisi dan adhesi antara perikardium viseral dan parietal. Angka
kekambuhan sekitar 6-12%. 6
2.9.1.1. Indikasi Perikardiosentesis :
Terapeutik
Tamponade jantung , yaitu adanya gangguan hemodinamik efusi perikardial
masif misalnya akibat trauma dada.
Manajemen dari efusi perikardial masif ( > 20 mm jarak antara membran
perikardial pada ECHO . Paliatif dalam kasus penyakit neoplastik metastasis
melibatkan perikardium .
Diagnostik
Mendapatkan cairan perikardial untuk analisis .
Pericardioscopy .
Epikardial atau perikardial biopsy
2.9.1.2. Kontra-indikasi
Loculated efusi perikardial , atau efusi perikardium kecil atau efusi perikardial
posterior. Dimana efusi disebabkan oleh trauma jantung , dalam hal ini
pendekatan bedah lebih disukai ,karena adanya kemungkinan bahwa efusi
disebabkan oleh tusukan jantung . Cairan ini mungkin akan dikoagulasi oleh
darah dan tak dapat dilakukan drainase , dan terjadi pengisian ulang segera .
Pericardiocentesis dapat digunakan sebagai emergency prosedur dalam
keadaan seperti itu , jika ada kemungkinan untuk menjadi penundaan yang
25
cukup lama sebelum pendekatan bedah jantung dapat dilakukan. Demikian pula
bila mana pyopericardium dicurigai , drainase bedah lebih disukai , karena cairan
cenderung menjadi kental dan sulit untuk dievakuasi .
2.10. Teknik-teknik punksi perikardial dan operasi akibat komplikasi perikar
Terdapat beberapa teknik yaitu :
-
Blind pericardiocentesis
Balloon pericardiotomy
Pericardiectomy
Intercostal pericardiocentesis
Indikasi
emergensi
untuk
pericardiocentesis
adalah
adanya
perubahan
hemodinamik yang mengancam jiwa pada pasien dengan dugaan tamponade jantung.
Sedangkan pericardiocentesis Nonemergent Aspirasi cairan perikardial pada pasien
yang stabil hemodinamik untuk alasan diagnostik , paliatif , atau profilaksis , dilakukan di
26
27
Gambar 15. Balon perkutan pericardiotomy balon . A : akses perkutan Subxiphoid ke ruang
perikardial. B : Injeksi 10-15 mL bahan kontras iodinasi . C : Visualisasi efusi
perikardium , siluet jantung ( garis terputus ) , dan perikardium parietal ( garis kontinu )
. D dan E : Diulang inflasi balon untuk mencapai pengurangan bertahap lekukan di
balon diciptakan oleh pericardium ( panah ) , sampai jumlah hilangnya . F : Hasil akhir
setelah balon pericardiotomy dan lengkap drainase cairan perikardial . PE , efusi
pericardial
pasien
meninggalkan
echocardiography
untuk
laboratorium
mengkonfirmasi
kateterisasi,
adanya
dilakukan
komplikasi
dan
gambaran efusi pericardial. Evaluasi Radiologis dianjurkan pada 24 sampai 48 jam post
28
tindakan, dan ekokardiografi pada 48 sampai 72 jam kemudian untuk adanya efusi
pleura dan efusi perikardial berulang.
2.10.3. Subxiphoid pericardial drainage
Subxiphoid pericardial window drainage adalah pericardiostomy parsial terbuka,
melalui pendekatan dari garis tengah perut bagian atas dengan reseksi
di sekitar
pasien dengan efusi yang menjalani Subxiphoid pericardial window drainage, hanya
satu kasus kambuh (1,3%).
Subxiphoid pericardial window dilakukan menggunakan anestesi umum,
meskipun pada beberapa keadaan dilakukan dengan anestesi lokal. Bila menggunakan
anestesi umum, pasien dengan tamponade jantung akan kehilangan tonus simpatis dan
memerlukan bantuan obat inotropik dan kronotropik untuk menjaga tekanan darah. Bila
prosedur ini dilakukan pada pasien yang sadar, anestesi lokal diberikan pada daerah
garis tengah, di kedua sisi dari prosesus xiphoideus dan meluas ke bawah sekitar 4
sampai 5 cm. Operasi dilakukan melalui insisi pada garis tengah longitudinal sepanjang
A sampai B cm dimulai dari xiphisternal junction dan meluas ke bawah. Lemak subkutan
dibuka untuk mengidentifikasi linea alba. Biasanya prosesus xiphoid disingkirkan.
Bagian dari arkus kosta kiri dan kanan dapat pula direseksi, namun ini jarang
diperlukan. Diafragma dan lemak peritoneal disisihkan sampai perikardium terlihat.
Perikardium ini dibuka di daerah depan agar cairan dapat keluar. Peritoneum dibuka
agar dapat terjadi aliran langsung cairan perikardium ke dalam rongga peritoneum,
tetapi hal ini mungkin tidak efektif.
29
Gambar 16.Segmen perikardial dibuka melalui pendekatan subxiphoid (From Moores DW, et
al: Subxiphoid pericardial drainage for pericardial tamponade. J Thorac
Cardiovasc Surg 109:546, 1995. With permission).
30
biopsi pericardium
31
Periksa indikasi klinis dan riwayat medis, seperti l pemakaian obat antiplatelet
dan anti koagulan, dan mendapatkan formulir persetujuan.
Posisi pasien untuk ekokardiografi
o Posisikan pasien dalam posisi semi-fowler di tempat tidur.
o Lakukan ekokardiografi pencitraan 2D tampilan apical : subxiphoid view,
left para-sternal view
Penentuan tempat puncture.
Pilih daerah dengan terbesar free space echo yang aman untuk masuknya jarum
puncture, dan menandainya
Persiapan daerah puncture
o Siapkan semua alat yang diperlukan untuk centesis di atas meja
o Tutup pasien dengan doek steril
o Lakukan anestesi lokal yang cukup di tusuk situs
Pericardiocentesis
o Lakukan eksplorasi awal dengan anestesi local dan untuk konfirmasi arah
o
o
jarum
Lakukan puncture
Tusukan jarum harus mempertahankan arah yang ditentukan selama uji
o
o
eksplorasi awal
Rasakan "pop" saat di tusuk dan mengamati cairan yang keluar
Menghentikan tusukan jarum dengan jari-jari untuk mencegah puncture
terdalu dalam melebihi batas panduan. Masukkan wire ke ruang
o
o
pericardial
Lepaskan jarum seldinger
Setelah dilatasi masukkan sheath dilanjutkan pigtail dilanjutkan evakuasi
cairan perikard.
Dengan menggunakan pendekatan parasternal kiri, dapat dilakukan
puncture di intercostal, biasanya antara sela iga ke-5 atau sela iga ke-6
kiri. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat adanya
kemungkinan risiko pneumothorax dibandingkan dengan pendekatan
subxyphoid. Puncture dengan pendekatan subxyphoid dimasukkan pada
sudut antara xiphisternum dan batas costa kiri, ke arah bahu kiri pada
sudut 15 sampai 30 derajat. Pendekatan dapat dilakukan bila
echocardiography tidak tersedia, misal pada kondisi gawat darurat di
ruang
kateterisasi
jantung
dengan
pemantauan
EKG.
Rute
ini
33
Mamaria interna. Puncture yang tidak terduga menusuk pleura, hati, atau
abdomen , atau menyebabkan iritasi pada diafragma dan saraf frenikus
dapat mengakibatkan bradikardia dan shock, dan kematian karena
prosedur ini dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain.19,20
34
35
Bab 3
Laporan Kasus
3.1. Identitas pasien
Nama
Jenis kelamin/usia
: Laki-laki/ 30 tahun
Alamat
: 11128822/1323457
Pekerjaan
: Satpam
Masa perawatan
Pasien ini datang ke UGD RS dr. Saiful Anwar Malang dengan keluhan utama
berupa sesak nafas hebat. Pada kedua pasien ini dilakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dan didapatkan data sebagai berikut.
3.2.
Anamnesa :
Tanggal 5 November 2013 Pasien datang di UGD dengan keluhan sesak nafas
hebat, sesak nafas dirasakan memberat sejak 3 hari yang lalu, namun sesak paling
hebat dirasakan sejak satu hari sebelum dating ke UGD. Keluhan sesak nafas juga
dirasakan saat istirahat dan perut terasa penuh sehingga pasien hanya mampu
berbaring di tempat tidur dengan posisi duduk atau membungkuk ke depan dengan
memeluk bantal.
Riwayat perawatan RS sebelumnya :
Tanggal 2 Agustus 2013 : dirawat di CVCU RSSA oleh karena terjadi
pengumpulan cairan di sekitar jantung dan dilakukan pengambilan cairan sekitar 2
liter kemudian dilanjutkan perawatan di ruangan biasa, pasien dirawat bersama
36
dengan bagian paru dan mendapat obat TBC Paru serta disarankan untuk Kontrol
badan naik sekitar 7 Kg dalam 2 bulan terakhir setelah mendapatkan terapi dari RSSA.
Dari riwayat penyakit keluarga diketahui bahwa istri pasien meninggal akibat penyakit
Paru sekitar 1 tahun yang lalu seharusnya mendapatkan terapi berkala untuk
penyakitnya namun pengobatan yang dilakukan tidak rutin karena keenganan berobat.
Pasien bekerja sebagai
Satpam dan tidak merokok. Riwayat penyakit
sebelumnya hipertensi(-),DM tidak diketahui. Riwayat penyakit keluarga hipertensi (-),
DM (-)
3.3.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : pasien tampak sakit berat, GCS 456, Keadaan umum
: compos
mentis, GCS 456 ; BB:51 kg; TB:174 cm; BMI: 17.1 Kg/m2
Tekanan darah 80/60 mmHg, Pulsus Paradoksus (+) perbedaan sistolik pada inspirasi
dan ekspirasi 15 mmHg.
Kepala/leher
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, JVP R+5 cm H 2O, kelenjar
getah bening tidak teraba.
Thoraks
Jantung
Paru
37
Abdomen
: datar, lemas, Bisisng usus (+) normal, liver span 10 cm, traube space
tympani.
Ekstremitas
: hangat, edema-/-,
Ekhokardiografi
Echocardiography (05-11-2013):
Conclusion: estimasi efusi pericardium 1478 cc
-
38
Hb 12.8 gr/dL, leukosit 8.04. 103/L, hematokrit 37.60%, trombosit 254 x10 3,
MCV 85 fl, MCH 24.2 pg, MCHC 32.20 g/dL.
Hitung jenis eosinophil 0.1%, basophil 0.1%, neutrophil 86.6%, limfosit 10.9%,
monosit 1.9%, ureum 21 mg/dL, kreatinin o.65 mg/dL.
Terapi :
Pasien
dilakukan
perikardiosentesis
teknik
intercostal
dengan
panduan
Bab 4
39
Pembahasan
4.1. Anamnesa
Hasil anamnesa yang dilakukan terhadap laki-laki berusia 30 tahun, pasien yang
datang ke UGD RSSA dengan keluhan sesak nafas hebat sejak 3 hari sebelum masuk
RS yang memberat 1 hari sebelum masuk RS. Sesak sebetulnya telah dirasakan sejak
2 minggu terakhir, disamping sesak pasien mengeluhkan adanya rasa mudah kenyang.
Pasien memiliki riwayat dirawat di RSSA sebelumnya karena tamponade jantung
sekitar sebulan sebelumnya dan pernah dilakukan perikardiosentesis dengan hasil 2
liter. Kemudian pasien dirawat bersama dengan bagian Paru disebabkan dari hasil
pemeriksaan didapatkan hasil adanya hasil kuman spesifik pada cairan efusi
pericardium. 1 minggu setelah pulang pasien kembali dirawat
dengan penurunan
kesadaran yang disebabkan meningitis TB dan mendapat terapi spesifik dari bagian
Paru dan Neurologi. Setelah mendapat terapi anti tuberculosis pasien mengaku
mengalami peningkatan berat badan sebanyak 7 Kg.
Pada anamnesa lebih lanjut didapatkan riwayat keluarga ( istri ) meninggal
akibat penyakit paru yang sebetulnya memerlukan pengobatan rutin namun tidak
dilaksanakan pada 1 tahun sebelum penderita masuk RS.
Dari hasil anamnesa didapatkan kesesuaian dengan kepustakaan bahwa salah
satu penyebab terjadinya efusi pericardium adalah akibat infeksi Mycobacterium
tuberkulosa.
4.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tubuh, tinggi 175 cm, berat badan 51 Kg,
BMI 17,1 Kg/m2 , Pasien datang dengan sesak hebat, frekuensi nafas 36 x/menit, lebih
nyaman pada posisi duduk sambil mendekap bantal, didapatkan Trias Beck berupa
adanya Hipotensi ( Tekanan Darah 80/60 mmHg ), JVP R+5 cm H 2O, pemeriksaan bunyi
jantung didapatkan kesan suara jantung menjauh dan pemeriksaan tekanan darah
40
ditemukan pulsus paradoksus dengan selisih tekanan sistolik 12 mmHg, dengan denyut
jantung 120 x/menit.
4.3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Didapatkan gambaran low voltage pada semua lead.
4.4. Pemeriksaan Rontgen thoraks
Didapatkan gambaran Water Bottle Shape dengan gambaran double contour
pada jantung bagian kiri. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa efusi perikard masif
menyebabkan gambaran rontgen thoraks seperti yang ditemukan pada pasien.
4.5. Pemeriksaan Ekhokardiografi :
Dari pemeriksaan penunjang berupa Echocardiography didapatkan hasil : efusi
pericardial dan efusi pleura bilateral.
4.6. Terapi
Dilakukan evakuasi cairan perkardium dengan menggunakan teknik intercostal dengan
panduan ekhokardiografi.
4.7.
Keuntungan
teknik
perikardiocentesis
intercostal
dengan
panduan
ekhokardiografi
Dapat dilakukan perikardiocentesis dengan relative aman karena terlebih dahulu
diukur jarak antara titik puncture dan pericardium visceralis sehingga kedalaman jarum
puncture dapat diperkirakan dengan baik. Lebih praktis karena dapat dilakukan pada
ruangan yang bersih dan relative steril tanpa bantuan C-arm, sehingga pada kondisi
emergensi memungkinkan untuk segera dilakukan tindakan evakuasi tamponade
jantung.
41
Bab 5
Ringkasan
Efusi perikardial dapat terjadi pada hampir semua kondisi yang mempengaruhi
perikardium, dalam bentuk perikarditis akut maupun kronis, dengan berbagai penyebab,
antara lain : keganasan, TBC paru, gagal ginjal kronis, gangguan tiroid, penyakit
autoimun, atau penyebab iatrogenik dan idiopatik. TBC paru dan kanker paru-paru
merupakan penyebab yang paling banyak.
Trans Thoracic Echocardiography adalah alat yang penting dan merupakan gold
standard untuk diagnosis, penilaian, menjadi pemandu prosedur pericardiocentesis, dan
mengevaluasi efusi perikardial. Pada efusi perikardial masif, membutuhkan tindakan
perikardiocentesis atau pericardiotomy, dan terdapat berbagai macam variasi tindakan
sesuai dengan waktu, lokasi, ukuran, dan fasilitas rumah sakit
Tamponade jantung adalah semacam syok kardiogenik dan keadaan darurat
medis. Dokter harus memahami dengan baik fisiologi tamponade, terutama tamponade
jantung yang dapat terjadi tanpa efusi perikardial masif atau swinging heart. Selain itu,
dokter harus dapat mengkorelasi temuan ekokardiografi tamponade, seperti kolapsnya
ventrikel kanan, kolaps atrium, variasi aliran pernapasan yang melewati katup mitral,
trikuspid dan IVC plethora dimana keadaan ini dipengaruhi oleh pernafasan. Pada
umumnya dapat disertai dengan tanda-tanda klinis tamponade, seperti hipotensi dan
pulsus paradoksus . Pericardiocentesis adalah tindakan untuk menyelamatkan nyawa
yang harus segera dilaksanakan pada kasus tamponade jantung, dan ditunjukkan dalam
kasus di mana ada sejumlah besar efusi perikardial. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan panduan ekokardiografi dan didapat cairan punksi berwarna serohemoragik
sebanyak 1935 cc.
42
Daftar Pustaka
1.
Tiruvoipati R, Naik RD, Loubani M, Billa GN. Surgical ap- proach for
Hoit BD. Pericardial diseases. Dalam: Fuster, Walsh, ORourke, editors. Hursts:
Lange R, Hillis DL. Acute Pericarditis. N Engl J Med 2004 (diunduh 25 September
2010);
351:2195-202.
Tersedia
dari:
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp041997
7.
Lily SL, Ramos Y. Diseases of the pericardium. Dalam: Lily SL, editor.
Patophysiology of heart disease. Edisi ke-4. Lippincott Williams & Wilkins; 2007. h. 33448.
8.
Guidelines on the diagnosis and management of pericardial diseases. Eur Heart J. 2004
(diunduh
15
September
2010).
Tersedia
dari:
http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/25/7/587.full
9.
Kwon HD. Pericardial disease. Dalam: Brian PG, Eric JT, editors. Manual of
cardiovascular medicine. Edisi ke-3. Lippincot williams & wilkins; 2009. h. 393-414
10.
43
11. Sauleda SJ, Angel J, Sanchez A, Miralda PG, Soler SJ. Effusive-Constrictive
Pericarditis.
dari: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa035630
12. Imazio M, Cecchi E, Demichelis B, Ierna S, Demarie D, Ghisio A,et al. Pericardial
disease. Circ aha journals 2007 (diunduh 23 September 2010);115:2739-44. Tersedia
dari : http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115/21/2739
13. Krainin FM, Flessas AP, Spodick DH. Infarction-Associated Pericarditis Rarity of
Diagnostic Electrocardiogram. N Engl J Med. 1984; 311:1211-14.
14.
Chest
X-ray
atlas.
2002.
Tersedia
dari:
http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/medicine/pulmonar/cxr/atlas/cxratlas_f.htm
16. Jacob R, Grimm RA . 2010. Tersedia dari: http://www.clevelandclinicmeded.com/
medicalpubs/diseasemanagement/cardiology/pericardial-disease/#cetable3
17. Meyers DG, Meyers RE, Prendergast TW. The usefulness of diagnostic tests on
pericardial fluid. Chest. 111: 1997; 1213-21.
18. Hoit BD. Management of effusive and constrictive pericardial heart disease.
Circulation. 2002;105:2939 42.
19. Hoit BD. Cardiovascular disorders: Merck manual professional. September 2006.
20. Spodick HD. Acute cardiac tamponade. N Engl J Med. 2003 ; 349:684-90.
URL:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra022643
21. Tsang TS, Enriquez-Sarano M, Freeman WK, Barnes ME, Sinak LJ, Gersh BJ, et al.
Consecutive 1127 therapeutic echocardiographically guided pericardiocenteses: clinical
profile, practice patterns, and outcomes spanning 21 years. Mayo Clin Proc.
2002;77:4293
44