You are on page 1of 44

Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang dan Epidemiologi


Beberapa study epidemiologi di berbagai negara memberikan gambaran yang
bervariasi mengenai pelaporan kejadian efusi perikardium. Data yang dilaporkan masih
belum menunjukkan angka yang sesuai dibandingkan dengan bukti klinis yang ada.
Tingginya angka kejadian efusi perkardium berhubungan dengan beberapa penyakit
seperti keganasan, infeksi dan akibat trauma dada. 1
Efusi perikardium yang jumlahnya sedikit dapat bersifat asimptomatis dan
ditemukan pada sekitar 3,4% dari laporan otopsi, namun beberapa penelitian
menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu di atas 21%. Studi yang dilakukan Bussani
dkk menunjukkan kejadian efusi perikard akibat metastase di jantung sebesar 9,3%
dan di perikardium 6,3% pada seluruh kasus kematian akibat karsinoma. Penelitian
sebelumnya menyebutkan prevalensi efusi perikardial akibat karsinoma paru adalah
sekitar 37%, akibat kanker payudara 22% dan akibat lekemia/limfoma sekitar 17%.
Pasien HIV/AIDS tanpa pengobatan antiretroviral juga menunjukkan peningkatan
prevalensi terjadinya efusi perikard, yaitu sekitar 11% dengan kisaran antara 5-43% dan
13% diantaranya dengan moderate efusi perikard, data ini didapatkan dari Penelitian
Highly Active Anti Retroviral Therapy ( HAART Study).1,2
Merce et al melaporkan 30-60% kasus tamponade jantung berasal dari
keganasan, 10-15% uremia, 5-15% perikarditis idiopatik, 5-10% akibat pemakaian anti
koagulan, 2-6% akibat penyakit jaringan ikat dan 1-2% adalah Dressler dan
Postpercardiotomy syndrome.3,4
Insiden tamponade jantung di Amerika Serikat 2 : 10.000 populasi, lebih sering
terjadi pada anak laki-laki ( 7:3 ) sedangkan pada dewasa tidak ada perbedaan.

Morbiditas dan mortalitas sangat tergantung dari kecepatan diagnosa, penatalaksanaan


yang tepat dan penyebabnya
Tuberkulosis menyumbang peran sebagai salah satu penyebab perikarditis,
dengan gejala awal berupa demam, tetapi dalam perjalanan penyakitnya perlahan-lahan
menjadi progresif karena timbulnya efusi perikardium yang apabila terakumulasi dalam
jumlah besar dapat mengakibatkan tamponade jantung. Efusi pericardium akibat
tuberculosis merupakan proses yang berlangsung perlahan dan acap kali diagnosisnya
terlambat. Klinis di lapangan membuktikan bahwa terapi dengan antituberkulosis
memberikan prognosis yang baik. Insidensi efusi perikardium akibat tuberkulosis
berkisar 1% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis, dengan angka kematian berkisar
3%- 40%. Efusi perikardium dapat berlanjut menjadi tamponade jantung dan perikarditis
konstriktif yang merupakan 2 penyebab kematian tersering. Oleh karenanya, semua
pasien perikarditis tuberkulosis dianjurkan dirawat di rumah sakit, untuk observasi
terhadap kemungkinan terjadinya efusi perikardium atau tamponade jantung yang
mengancam kehidupan. 3,4
Untuk

menegakkan

diagnosis

efusi

perikardium

tuberkulosis

diperlukan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Ekokardiografi


merupakan metode noninvasif yang akurat untuk membuktikan adanya efusi
perikardium dan tamponade jantung. Pemeriksaan mikrobiologi cairan dan jaringan
perikardium diperlukan untuk diagnosis pasti Mycobacterium tuberculosis. Diagnosis
dan terapi yang tepat dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat efusi
perikardium tuberkulosis
Tamponade jantung dapat terjadi karena aortic aneurysma dissection, kanker
paru stadium akhir, infark miokard akut, pembedahan jantung, perikarditis infeksiosa,
wound of the heart, hipotiroidisme, gagal ginjal, terapi radiasi yang mengenai daerah
dada, prosedur invasif jantung, open heart surgery dan Systemic lupus erithematosus
3,4,5

1.2. Maksud dan tujuan penulisan Laporan kasus


1.2.1. Maksud penulisan laporan kasus :
-

Mampu memahami definisi dari perikarditis, berikut etiologi, patofisiologi,


manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosa, komplikasi
yang dapat terjadi hingga prognosis.

Mampu memahami terjadinya tamponade jantung dan penatalaksanaan berupa


perikardiosentesis.

Mampu memahami prosedur penatalaksanaan tindakan perikardiosentesis


berikut berbagai macam teknik perikardiosentesis.

1.2.2. Tujuan penulisan laporan kasus :


Dengan adanya penulisan laporan kasus ini diharapkan sejawat PPDS
mendapat gambaran mengenai kasus tamponade jantung yang mungkin ditemui di
lapangan dan penatalaksanaannya berupa perikardiosentesis yang salah satunya
menggunakan teknik punksi interkostal.

Bab 2
Tinjauan Pustaka

2.1. Letak jantung pada rongga dada


Thorax merupakan rongga yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah lebih
besar daripada bagian atas dan bagian belakang lebih panjang daripada bagian depan.

Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang di dalam
rongga dada di antara kedua paru-paru.
Di dalam rongga dada terdapat beberapa sistem

diantaranya yaitu system

pernafasan dan peredaran darah. Organ pernafasan yang terletak dalam rongga dada
yaitu esofagus dan paru, sedangkan pada sistem peredaran darah terdiri atas
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Pembuluh darah pada
darah terdiri dari arteri yang membawa darah dari jantung,

sistem peredaran

vena yang membawa

darah ke jantung dan kapiler yang merupakan jalan lalulintas makanan dan sisa
metabolisme.

Gambar 1. Letak jantung dalam rongga dada

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam

segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga

memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi


membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum.

Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior),
sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada , diatas diafragma, dan pangkalnya
terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada
bagian permukaan inferior atau diafragma sebagian besar adalah ventrikel kiri dan
ventrikel kanan. Batas kanan jantung dibentuk oleh vena kava superior dan atrium
kanan, sedangkan batas kiri jantung dibatasi oleh dinding lateral ventrikel kiri. Basis
jantung dibentuk oleh atrium kiri dan sebagian atrium kanan yang berada di iga ke-2.
2.2. Anatomi dan Fungsi Perikardium
Perikardium merupakan satu struktur kantung yang melapisi seluruh jantung
kecuali bagian atrium kiri. Perikardium terdiri atas lapisal mesotel di bagian dalamnya
dan lapisan fibrosa diluarnya. Di dalam kantung ini terdapat sekitar 5 sampai 10 cc
cairan serous yang berfungsi untuk melumas pergerakan, sekaligus memberi ruang
gerak bagi otot jantung. Bagian kantung yang menempel pada bagian epikardial jantung
disebut perikardium visceral, bagian ini lebih tipis dan fleksibel, sehingga memudahkan
jantung untuk bergerak. Bagian kantung yang tidak menempel dengan jantung (berada
pada posisi luar) disebut perikardium parietal, bagian ini cenderung lebih tebal dan
keras, sehingga dapat melindungi jantung dari benturan luar dan juga menahan
pembesaran volume jantung ketika terjadi kelebihan darah di dalam jantung.
perikardium parietalis merupakan suatu lapisan dengan ketebalan 2mm pada orang
normal yang mengelilingi sebagian besar jantung, normalnya terdapat cairan perikardial,
berisi cairan dengan volume 2550 ml.
Perikardium parietal sebagian besar aseluler dan mengandung serabut elastin
dan kolagen. Kolagen merupakan komponen struktural utama dan terlihat sebagai garis
bergelombang saat peregangan ringan. Pada saat peregangan yang lebih besar,
kolagen akan menjadi lebih lurus, yang mengakibatkan kekakuan jaringan yang
mengelilingi sebagian besar jantung. 3,4 Perikardium berfungsi mencegah dilatasi jantung
yang terjadi secara tiba-tiba, terutama bilik kanan, mobilitas jantung dan pembuluh

darah besar, meminimalkan gesekan antara jantung dan struktur di sekitarnya, serta
mencegah penyebaran infeksi atau metastase dari paru-paru dan pleura. Fungsi
mekanis perikardium normal adalah pada efek pengendalian volume jantung.
Perikardium parietal mempunyai daya regang elastis seperti karet, pada saat tekanan
yang ringan, menimbulkan regangan yang besar. Saat regangan meningkat, jaringan
menjadi kaku dan menjadi resisten untuk lebih meregang.
Perikardium parietal mempunyai ligamen pelengkap ke diafragma, sternum dan
mediastinum anterior. Hal ini memastikan bahwa jantung mempunyai posisi yang relatif
tetap dalam rongga toraks walaupun dengan respirasi dan perubahan posisi tubuh.
Pada tindakan perikardiektomi atau kelainan kongenital berupa tidak adanya
perikardium tidak mengakibatkan konsekuensi negatif yang nyata.3 Perikardium bukan
merupakan struktur yang esensial karena fungsi jantung tetap dapat berlangsung
meskipun tidak terdapat perikardium.
Diantara lapisan perikardium parietalis dan viseralis terdapat suatu rongga
perikardium, normalnya berisi cairan sebanyak 25 50 ml yang disekresi oleh sel
mesotelial pericardium visceralis. Akumulasi cairan dalam rongga perikardium jika
melebihi normal disebut efusi perikardium, yang jumlahnya dapat mencapai lebih dari
1000 ml dan menyebabkan peningkatan tekanan intra perikardium.3,4

Gambar 2. Struktur anatomi perikardium dan lapisan pericardium

Kantung perikardium mempunyai cadangan volume yang kecil, bila cairan


menjadi lebih banyak, tekanan pada kantung perikardium meningkat cepat dan
diteruskan kedalam ruang jantung. Saat level kritis volume efusi tercapai, penambahan
volume yang sedikit menyebabkan peningkatan tekanan intra perikardial yang
bermakna, dan mempunyai efek yang berpengaruh terhadap fungsi jantung 3,4
2.3. Fungsi perikardium dapat disimpulkan sebagai berikut :

Menjaga posisi jantung agar tetap berada di dalam mediastinum

Membatasi pergerakannya

Mencegah dilatasi berlebihan saat terjadi peningkatan volume jantung secara


tiba-tiba

Sebagai barier pencegahan infeksi dan metastase dari paru dan cairan efusi.

Gambar 3. Struktur lapisan sel Perikardium

2.4. Penyakit Perikardium


Gangguan perikardium yang paling umum adalah berkaitan dengan akumulasi
cairan yang abnormal pada perikardium atau efusi pericardium yang didasari oleh
adanya proses peradangan atau disebut dengan perikarditis. 3,4,5

Tiga faktor yang menyebabkan efusi perikardium memberikan gejala klinis penekanan
jantung adalah:
-

Jumlah cairan

Kecepatan akumulasi cairan

Kemampuan perikardium menampung cairan perikardium.

Tamponade jantung terjadi bila tekanan perikardium melebihi tekanan dalam ruangan
jantung, sehingga terjadi kegagalan pengisian jantung
2.4.1. Definisi Perikarditis
Perikarditis merupakan sindroma yangdisebabkan oleh reaksi inflamasi di
perikardium dengan atau tanpa akumulasi cairan di rongga perikardium. Terdiri atas :
perikarditis akut, perikarditis kronis, perikarditis, perikarditis rekuren, dan perikarditis
kontriktif.
Penyakit perikardium sendiri dapat berupa perikarditis akut maupun perikarditis
rekuren kronik, efusi perikardium, tamponade jantung dan perikarditis konstriktif. Respon
perikard terhadap peradangan bervariasi dari efusi perikardium, degenerasi fibrin,
proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma hingga kalsifikasi dan efusi
perikardium kronik masif. 3,4

Gambar 4. Kalsifikasi perikardium akibat perikarditis kronis

Adapun panduan mengenai penatalaksanaan penyakit perikardium saat ini


sudah diterbitkan oleh ESC ( The European Society of Cardiology ), di mana panduan

ini berguna untuk menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan penyakit


perikardium.5
2.4.2. Etiologi perikarditis
Terdapat berbagai macam etiologi antara lain proses peradangan, infeksi dan
penyebab lainnya. Perikarditis dapat disebabkan oleh idiopatik, infeksi (virus, bakteri,
jamur, parasit, protozoa ), penyakit autoimun, neoplasma, radiasi, pasca operasi
jantung, prosedur intervensi kardiovaskuler, trauma, kongenital dan oleh penyebab lain (
gagal ginjal kronis, dialisis, hipotiroid, amiloidosis, dan deseksi aorta ).
2.4.3. Patogenesis perikarditis:
Ada 3 tahap :
-

Vasodilatasi lokal dengan transudasi cairan yang sedikit sel dan protein ke ruang
perikardial.

Peningkatan permeabilitas vaskular dengan rembesan protein ke ruang


perikardial.

Eksudasi lekosit, awalnya oleh netrofil kemudian terakhir diikuti oleh sel
mononuklear.

Peranan lekosit pada patofisiologi dari perikarditis ini penting oleh karena membantu
dalam eliminasi dari bahan infeksius atau agen autoimun. Namun produk metaboliknya
dapat menyebabkan inflamasi yang berkepanjangan dan menimbulkan gejala seperti
demam, sehingga respon imun pada perikard memberikan kontribusi terhadap
kerusakan jaringan dan gejala klinis dari perikarditis.3,4,5,6
2.4.4. Gejala Klinis Perikarditis
1. Nyeri dada
Nyeri perikardial mempunyai onset relatif cepat dan kadang kadang datang
dengan tiba tiba, biasanya di daerah sub sternal, namun dapat terjadi di dinding anterior
dada kiri atau epigastrium. Penjalaran ke lengan kiri jarang terjadi. Daerah penjalaran
biasanya daerah trapezius, yang sangat spesifik untuk perikarditis. Nyeri perikarditis

biasanya memburuk saat berbaring atau saat inspirasi dan membaik pada posisi duduk
tegak atau condong ke depan.2,3,6,7

2. Gejala prodromal
malaise, dan demam, (biasanya <39 C). Pada pasien usia tua, biasanya tidak
didapatkan demam.
3. Sesak
dapat terjadi akibat nafas yang dangkal karena nyeri dada.
4.Pasien dengan perikarditis purulen
dapat terlihat toksik dengan demam tinggi, menggigil, dan keringat malam.
2.4.5. Pemeriksaan Fisik
1. Pericardial friction rub
Pericardial friction rub merupakan hal yang paling sering ditemukan, sekitar 85%
pasien.5 Auskultasi rub ini sering berubah-ubah kualitas dan intensitasnya, oleh karena
itu, sangat bermanfaat jika kita mendengarkan secara sering pasien yang dicurigai
menderita perikarditis, jika pada awal pemeriksaan tidak terdengar rub.8
Secara klasik, friction rub terdiri dari 3 komponen, yaitu :
-

bersamaan dengan sistolik ventrikel

saat pengisian awal diastolik

kontraksi atrium

suara yang dihasilkan seperti suara saat berjalan diatas salju, biasanya terdengar
paling keras di bagian bawah linea sternalis kiri, menjalar ke apeks, dan lebih jelas
didengar pada saat akhir ekspirasi dengan posisi pasien menunduk ke depan.
Terkadang pericardial friction rub hanya mempunyai satu atau dua komponen. Hal ini
harus didengarkan dengan teliti dan harus dibedakann dengan murmur.2,6,8
2. Denyut jantung, biasanya cepat dan regular
2.5. Jenis penyakit perikardium
2.5.1. Perikarditis Akut
10

Perikarditis akut merupakan reaksi inflamasi pada perikardium yang bersifat akut
dan menimbulkan tanda dan gejala yang berlangsung tidak lebih dari 1-2 minggu
dengan atau tanpa akumulasi cairan di rongga perikardial.
2.5.2. Perikarditis Kronis
Perikarditis kronis merupakan inflamasi perikardium yang berlangsung lebih dari
3 bulan, dengan gambaran berupa adanya efusi perikardium dan terjadi proses
konstriktif perikardium. Biasanya memiliki gejala klinis yang ringan berupa nyeri dada,
palpitasi dan lemahnya denyut jantung semua itu tergantung dari derajat kompresi yag
dialami jantung dan residu inflamasi di perikardium.6,7,8
2.5.3. Perikarditis Rekurent
Perikarditis rekuren merupakan komplikasi dari pericarditis akut yang ditandai
dengan munculnya rasa nyeri dada dan tanda akut pericarditis lainnya. Periarditis
rekuren ini dapat terjadi dalam interval waktu yang bervariasi.
2.5.4. Perikarditis Kontriktif
Perikarditis konstriktif adalah sebuah kondisi medis yang memiliki karakteristik
dengan adanya penebalan, fibrotik perikardium, pembatasan kemampuan jantung untuk
berfungsi secara normal khususnya dalam hal pompa jantung. Pada umumnya hal ini
diakibatkan oleh peradangan kronis perikardium akibat infeksi yang mengenai jantung
ataupun akibat operasi jantung.
Diagnosis perikarfitis konstriktif seringkali sulit ditegakkan, secara khusus
Kardiomiopati restriktif memiliki gambaran klinis yang menyerupai perikarditis konstriktif
dan untuk membedakan antara keduanya sering menimbulkan kesulitan.
2.5.4.1. Cara mendeteksi perikarditis konstriktif :
1. Teknik pencitraan menunjukkan adanya penebalan perikardium disertai peningkatan
pengisian pada early diastolic dengan penurunan pengisian mid diastolic. Sebaliknya
pada kardiomiopati restriktif terjadi peningkatan tahanan saat pengisian ventrikel
akibat adanya kekakuan miokard. Fitur imaging dari kardiomiopati restriktif
menunjukkan penebalan ventrikel kiri dengan infiltrasi miokardium.
11

2. Foto rontgen dada menunjukkan adanya kalsifikasi perikardium


3.

Ekhokardiografi :
Temuan utama pemeriksaan ekhokardiografi adalah adanya gerakan anterior yang
berlebihan dari septum saat pengisian atrium karena dinding posterior tidak dapat
mengembang, terjadi peningkatan volume ventrikel kiri namun sistolik atrium
menghasilkan pemindahan septum .

4. Hepatomegali dan tanda lain gagal jantung kanan : ascites, fatigue dan edema perifer.
2.6. Efusi Perikardium
Efusi
perikardium.

perikardium
Cairan

adalah

dapat

penumpukan

berupa

transudat,

cairan

abnormal

eksudat,

dalam

pioperikardium,

ruang
atau

hemoperikardium. Efusi perikardium merupakan hasil perjalanan klinis dari suatu


penyakit.

Gejalanya

tidak

spesifik

dan

berkaitan

dengan

penyakit

yang

mendasarinya.6,7,8
2.6.1. Etiologi Efusi Perikardium
Efusi perikardium dapat terjadi pada hampir semua kondisi yang mempengaruhi
perikardium, termasuk perikarditis akut dan ataupun berbagai gangguan sistemik
lainnya. Penyebab klinis efusi perikardium sangat beragam antara lain : keganasan,
TBC paru, gagal ginjal kronis, penyakit tiroid, penyakit autoimun, penyebab iatrogenik
dan idiopatik.
Efusi perikardium mungkin memiliki implikasi penting bagi prognosis (seperti
pada pasien dengan keganasan intratoraks ) atau diagnosis ( myopericarditis atau
perikarditis akut), atau keduanya termasuk adanya diseksi aorta. Ketika efusi perikardial
baru terjadi atau kebetulan terdeteksi, maka perlu perhatian utama bagi klinikus untuk
mencari kemungkinan etiologi. 1
Etiologi efusi perikardium antara lain:

Idiopathic.

Pericarditis infeksiosa : HIV, tuberculosis (TB), fungi, parasites, syphilis,

12

bacterial.

Acute myocardial infarction.

Acute kidney injury or chronic kidney disease.

Keganasan ( primer dan sekunder ) dapat terjadi akibat metastase keganasan


maupun dari infeksi oportunistik atau dari komplikasi radioterapi ataupun
kemoterapi.

Tumor jinak

Hypothyroidism.

Trauma.

Familial Mediterranean fever.

Whipple's disease.

Rupture aneurisma aorta dengan kebocoran ke kantung pericardium.

Severe chronic anaemia.

Sarcoidosis.

Post-radiotherapy.

Post operasi jantung : setelah operasi jantung terbuka dapat ditemukan efusi
terlokalisir di dinding poaterior dan dapat menyebabkan kompresi ke atrium
kanan.

Misinterpretasi dengan atrial mixoma ataupun tumor jantung.

Autoimmune diseases: systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis,


ankylosing spondylitis, acute rheumatic fever, Wegener's granulomatosis,
scleroderma.

Drug-induced : hydralazine, isoniazid, minoxidil, phenytoin, anticoagulants,


methysergide.

Inflamasi perikardium (perikarditis), sebagai respons penyakit, trauma, atau


gangguan inflamasi lain di perikardium.
13

2.6.2. Manifestasi klinis Efusi perikardium


Manifestasi klinis bervariasi, sebagian penderita 60% mengeluhkan adanya
nyeri dada berupa nyeri akut dan tajam yang dapat berkurang dengan perubahan posisi.
Sesuai dengan jumlah cairan yang terkumpul dalam rongga perikard apabila masif maka
dapat menimbulkan gangguan hemodinamik, sesak nafas dan gejala bendungan vena.
Bila disertai dengan miokarditis maka dapat timbul gejala gagal jantung kongestif. 10,11
2.7. Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah adalah sindrom klinik berupa terjadinya penekanan
yang lambat atau cepat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, pus, darah, bekuan
darah ataupun gas di dalam perikardium sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau
ruptur jantung

11.

Tamponade jantung terjadi apabila rongga perikardial terisi dalam

waktu yang lebih cepat dibanding kemampuan kantong perikardium untuk meregang.
Apabila jumlah cairan meningkat secara perlahan maka kantong perikardial dapat
melebar tanpa menimbulkan gejala tamponade sampai jumlah tertentu, tetapi apabila
jumlah cairan meningkat secara cepat, contohnya pada kasus trauma atau ruptur
miokard maka penambahan cairan sebanyak 100 ml dapat menyebabkan tamponade 12

Gambar 5. Grafik kecepatan pertambahan Efusi Perikardium terhadap munculnya kompressi


yang menyebabkan tamponade jantung

Tamponade jantung bersifat mengancam nyawa baik lambat ataupun cepat


akibat terjadinya kompresi jantung karena akumulasi cairan perikardium.

14

Perikardium normal dapat meregang untuk mengakomodasi sesuai volume


perikardial. Setelah perikardium mencapai batas mengembang maka akumulasi cairan
perikardial akan menekan ke ruang jantung dan dapat menghambat pengisian jantung
yang diikuti dengan gangguan fungsi jantung atau gangguan hemodinamik.11.12

Gambar 6. Tamponade Jantung

Tamponade jantung merupakan kondisi yang mengancam jiwa dan memerlukan


perawatan dan penanganan segera karena efusi perikard harus segera dialirkan untuk
mengurangi gangguan hemodinamik, salah satu teknik evakuasi adalah dengan
perikardiosentesis.
Urgent perikardiosentesis diindikasikan untuk pasien dengan hipotensi namun
berespon cepat dengan dilakukannya resusitasi cairan yang agresif. Prosedur dilakukan
dalam beberapa jam disertai monitoring dan support yang ketat dan berkelanjutan
terhadap kondisi hemodinamik. 12
2.7.1. Pembagian tamponade jantung berdasarkan etiologi dan progresivitas
1.

Acute surgical tamponade

Meliputi keadaan antegrade aortic dissection, iatrogenic, dan trauma tembus jantung.
Pada keadaan ini, tamponade jantung dapat menyebabkan mekanisme kompensasi
menyeluruh yang cepat. Timbunan darah dan clot sebesar 150 cc dapat menyebabkan
kematian secara cepat. Pada keadaan kronis, timbunan darah dapat mencapai 1 L.
2.

Medical tamponade

15

Meliputi keadaan efusi perikardial akibat perikarditis akut, perikarditis karena keganasan
atau gagal ginjal
3.

Low-pressure tamponade

Keadaan ini terjadi pada dehidrasi berat

2.7.2. Fase perubahan hemodinamik pada tamponade :


Tahap I:
Akumulasi

cairan

perikardial

menyebabkan

peningkatan

kekakuan

ventrikel,

memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi. Selama fase ini, tekanan ventrikel kiri
dan kanan mengisi lebih tinggi dari tekanan intrapericardial
Tahap II:
Dengan adanya akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial meningkat di atas
tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung berkurang.
Tahap III:
Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium tekanan perikardial dan
pengisian ventrikel kiri (LV). Jumlah cairan perikardial yang

diperlukan untuk

menimbulkan gangguan diastolik jantung tergantung pada tingkat akumulasi cairan dan
tahanan perikardium. Akumulasi cepat 150 mL cairan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan perikardial dan dapat menghambat cardiac output, sedangkan 1000 mL cairan
dapat terakumulasi selama periode yang lebih lama tanpa efek signifikan pada
pengisian diastolik jantung. Hal ini disebabkan peregangan adaptif perikardium dari
waktu ke waktu. Perikardium dapat menyesuaikan akumulasi cairan yang cukup selama
periode yang lebih lama tanpa mengganggu hemodinamik.
Setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan intracardiac dikurangi
tekanan pericardial), merupakan penentu utama pada pengisian jantung. Tekanan
transmural merupakan true filling pressure yang berkontribusi terhadap preload
ventrikel. Tekanan pericardial normal lebih rendah dibandingkan titik pertengahan
tekanan diastolik atrium kanan dan ventrikel kanan, sehingga tekanan transmural atrium
16

kanan (tekanan atrium kanan dikurangi tekanan pericardial) normalnya lebih tinggi dari
tekanan intrakardiaknya. Pada tamponade jantung, peningkatan tekanan perikcardial
progresif akan mengurangi rata-rata tekanan transmural diawali pada ruang jantung
kanan kemudian ruang jantung kiri.
Selain tergantung pada volume perluasan darah, peregangan pericardial, dan
peningkatan fraksi ejeksi, mekanisme kompensasi tam[pomade jantung seperti
tachycardia dan vasokonstriksi perifer karena stimulasi adrenergic karena penurunan
cardiac output. Peningkatan tekanan atrium kanan berkontribusi pada peningkatan
minute cardiac output (stroke volume x heart rate) saat penurunan stroke volume.
2.7.3. Manifestasi Klinis
Efusi perikardium cepat ataupun masif dapat mengakibatkan tekanan di dalam
kantong perikardium meningkat, sehingga pengisian jantung terganggu, mengakibatkan
penurunan stroke volume, selanjutnya curah jantung juga menurun, dan akhirnya terjadi
penurunan penghantaran oksigen ke jaringan (syok). 12
Gejala yang paling sering ditemukan adalah dyspnea, tachycardia, dan
peningkatan jugular venous pressure (JVP). Bekas cedera dinding dada tampak pada
pasien trauma. Tachycardia, tachypnea, dan hepatomegaly ditemukan lebih dari 50%
pasien dengan tamponade jantung, sedangkan bunyi jantung menjauh dan pericardial
friction rub ditemukan pada sekitar sepertiga pasien. Beberapa pasien datang dengan
keluhan pusing, mengantuk, atau palpitasi. Kulit yang dingin, basah dan nadi yang
lemah karena hipotensi juga dapat tampak pada pasien dengan tamponade.
2.7.4. Diagnosa tamponade jantung
Diagnosa tamponade jantung dapat ditegakkan dengan Becks Triad dan temuan
klinis lainnya. 13,14
2.7.4.1. Becks Triad meliputi :
-

hipotensi

suara jantung menjauh

peningkatan tekanan vena sentral.


17

Gambar 7. Trias Beck

2.7.4.2. Temuan klinis lain meliputi :


Tanda Kussmaul, oligouria, takitardia, takipneu, pulsus paradoxus, kompleks
EKG yang low voltage, dan ECG Electrical alternans. Pada rontgen dada tampak
bayangan jantung yang membesar Water bottle appearance disertai double contour
dengan gambaran paru bersih 15,16
Perikardiosentesis pada pasien ini sebaiknya didukung panduan secara visual
dan dilakukan oleh dokter terlatih dengan bantuan alat berupa ultrasonografi,
ekhokardiografi, dan fluoroskopi. 17
2.7.4.3. Pulsus Paradoksus :
Adalah penurunan abnormal tekanan darah sistolik dan amplitudo nadi pada
saat inspirasi. Penurunan tekanan darah sistolik normal adalah kurang dari 10 mmHg,
pada saat terjadi penurunan lebih dari 10 mmHg disebut sebagai Pulsus Paradoksus.
Pulsus paradoksus tidak berhubungan dengan denyut jantung. Variasi normal tekanan
darah selama bernafas adalah terjadi penurunan tekanan darah saat inhalasi dan
meningkat selama exhalasi.
Seperti kebanyakan tamponade, mengakibatkan kelainan tekanan dan aliran,
tekanan transmural yang timbal balik berkurang dan terjadi peningkatan selama
pernapasan pada jantung kiri dibandingkan kanan. sehingga, inspirasi meningkatkan
pengisian jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri dengan pemulihan pada
18

ekspirasi. Pada kondisi tamponade kritis, output jantung biasanya turun setidaknya 30%,
tekanan transmural rata-rata, nol (biasanya antara 15 dan 30 mm Hg dalam perikardium
dan antara 15 dan 30 mmHg dalam jantung pada pasien euvolemic), sehingga
mekanisme kompensasi pernapasan menjadi mekanisme fisiologis utama yang
berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output dan input jantung. Sebuah komponen
penting dari kompensasi pernapasan ditandai pergeseran dari septum ventrikel ke
ventrikel kiri saat inspirasi mengisi jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri
dengan pembalikan pada ekspirasi. Secara klinis, kompensasi pernapasan dinyatakan
sebagai pulsus paradoksus
Pulsus paradoksus mengindikasikan adanya kondisi berupa tamponade jantung,
perikarditis, chronic sleep apnea, dan penyakit pari obstruktif.
2.7.4.4. Pemeriksaan Pulsus Paradoksus :
Untuk

memeriksa

pulsus

paradoxus,

pasien

biasanya

diposisikan

semirecumben, sehingga pernafasan akan normal. Tekanan Cuff tensimeter dinaikkan


paling tidak 20 mmHg di atas tekanan sistolik dan perlahan diturunkan sampai bunyi
korotkoff pertama terdengar hanya saat ekspirasi, catat pembacaan tekanan tersebut,
Tekanan pada

cuff tidak diturunkan dan pulsus paradoxus muncul, bunyi korotkoff

pertama tidak terdengar saat inspirasi. Kemudian lakukan pemeriksaan selanjutnya


dengan tekanan cuff kemudian diturunkan, pada titik dimana korotkoff pertama
tersengar keduanya saat inspirasi dan ekspirasi dan dicatat. Jika perbedaan antara
pemeriksaan pertama dan kedua lebih besar dari 12 mmHg, maka dikatakan abnormal
pulsus paradoxus terjadi. Paradoksnya adalah bahwa ketika mendengarkan suara
jantung selama inspirasi, denyut nadi melemah atau mungkin tidak teraba dengan detak
jantung tertentu, sementara S1 adalah mendengar dengan semua detak jantung.
2.8. Pemeriksaan penunjang efusi perikardium/Tamponade jantung :
-

Pemeriksaan elektrokardiografi

Pemeriksaan radiologi

19

Pemeriksaan ekhokardiografi

Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan Laboratorium

2.8.1. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi memperlihatkan elevasi segman ST dan perubahan resiprokal,
voltage QRS yang rendah ( Low voltage ), EKG dapat pula menunjukkan hasil normal
atau terdapat gangguan irama berupa atrial fibrilasi.
Pada fase akut dapat dijumpai elevasi segman ST berbentuk konkaf terutama
pada sisi kiri jantung. Mula-mula T masih normal kemudian mendatar/negatif. Kelainan T
relatif lebih lama menetap yaitu antara 2-3 minggu. Amplitudo gelombang QRS dan T
akan mengecil sesuai dengan jumlah cairan yang ada.
Dengan EKG 12 lead berikut suspek tamponade jantung :

Sinus tachycardia

Kompleks QRS Low-voltage

Electrical alternans : kompleks QRS alternan, biasanya rasio 2:1, terjadi karena
pergerakan jantung pada ruang pericardium.

PR segment depression

EKG juga digunakan untuk memonitor jantung ketika melakukan aspirasi perikardium.

Gambar 8. Gambaran elektrokardiografi pada efusi perikardium

20

2.8.2. Radiologi
Pada efusi perikardium yang sedikit memperlihatkan konfigurasi bayangan
jantung normal. Foto rontgen thoraks memperlihatkan gambaran Water Bottle
appearance jika cairan efusi perikard > 250 ml atau pada efusi perikard yang
banyak/masif dengan vaskularisasi paru yang normal.
Pada posisi pasien difoto berdiri atau duduk dapat dijumpai pembesaran jantung
berbentuk segitiga dan berubah menjadi bentuk globular pada posisi tiduran, gambaran
double contour memperlihatkan gambaran batas jantung dan cairan efusi perikard.
Pada paru tampak infiltrat atau kalsifikasi akibat tuberkulosis paru. Jantung
membesar

dengan

konfigurasi

buli-buli

air

tetapi

dapat

juga

normal.Strang

dkkmendapatkan 70% pasen dengan rasio kardiotoraks >55%, tetapi hanya 6% yang
mempunyai rasio kardiotoraks >75%. Yang dkk. meneliti penggunaan kortikosteroid
pada pasien perikarditis tuberkulosis, dan dari 19 sampel yang diteliti selama 14 tahun
didapatkan 42 % pasien terdapat efusi pleura dan infiltrat pada foto toraks. Pemeriksaan
ini juga dapat mendeteksi adanya infeksi tuberkulosis, jamur, penumonia atau
neoplasma.20

Gambar 9. Water Bottle Shape pada Efusi pericard masif

2.8.3. Ekhokardiografi
Ekokardiografi
mendiagnosis

efusi

merupakan

alat

diagnostik

perikardium

dan

tamponade

pilihan
jantung.

dan

sensitif

M-mode

dan

untuk
2-D

echocardiography Doppler adalah teknik yang paling efektif, dan merupakan gold
standard untuk mendiagnosa efusi perikardial, karena sensitif, spesifik, non-invasif, dan

21

sudah tersedia di beberapa rumah sakit. Efusi perikardial dapat terdeteksi sebagai
"Echo-free space" pada 2-D echocardiography.
Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang atrium kiri :
suatu pengumpulan cairan lokal posterior tanpa efusi anterior yang signifikan dapat
terjadi dan dapat membahayakan cardiac output. Kolapsnya diastolic awal dari dinding
bebas ventrikel kanan (Lihat gambar di bawah.)6,19,10

Gambar 10. Ekhokardiografi Pada Efusi Pericard Masif/Cardiac Tamponade

2.8.4. Computed Tomography Scanning


Computed Tomography Scanning (CT Scan) memper- lihatkan penebalan
perikardium dan bentuk ireguler dengan cairan perikardium. Efusi perikardium
tuberkulosis dapat dideteksi melalui pembesaran kelenjar limfe mediastinal. Cherian
dkk. memperlihatkan bahwa pasen dengan tuberkulosis mengalami pembesaran
kelenjar limfe mediastinal yang dapat dilihat dengan CT Scan.6,12

22

Gambar 11. Tamponade jantung pada pria 23 tahun dengan riwayat penyalahgunaan
obat (Gambar Kiri) gambar CT-scan dengan kontras setinggi ventrikel
menunjukkan adanya efusi perikardial masif yang merubah kontur
jantung . Tampak adanya pelebaran IVC (panah) dan melebar vena azygos
(panah) . Tampak cairan eksudat akibat inflamasi.
(Gambar kanan) Gambar CT-scan dengan kontras setinggo abdomen
bagian atas menunjukkan cairan periportal ( panah ) dan pembuluh
limfatik periportal.

Gambar 12. Tamponade jantung pada pria 59 -tahun yang dengan keluhan sesak
napas. Gambar CT axial menunjukkan efusi pericardium masif dengan
kompresi jantung kecil dan tampak bahan kontras masuk ke dalam IVC
( panah ) .

Keuntungan dari CT dada dibanding echocardiography dalam mengevaluasi


kecurigaan penyakit perikardial adalah didapatkannya bidang pandang yang lebih besar
sehingga memungkinkan penilaian terhadap seluruh dada dan dilakukannya deteksi
terkait abnormalitas di mediastinum, paru-paru , dan struktur organ terdekat.
2.8.5. Pemeriksaan Laboratorium
Darah lengkap, faal hati dan faal ginjal, fungsi tiroid, PCR (Protein C Reactive),
Enzim Jantung (Troponin T), Rheumatoid Factor, Adenosin deaminase pericardial test,
IFN-gamma, sitologi dan analisis cairan pericardial, laju endap darah dan lekosit
biasanya meningkat. Peningkatan leukosit antara 11.00013.000 ml3 dengan sedikit
limfositosis biasanya terjadi pada perikarditis akut idiopatik. Hasil yang lebih tinggi

23

merupakan suatu tanda adanya etiologi lain. Peningkatan laju endap darah yang tinggi
merupakan suatu tanda adanya etiologi berupa penyakit autoimun atau tuberkulosis.2
2.8.5.1. Pemeriksaan Laboratorium efusi perikardium tuberkulosa :
Efusi perikardium tuberkulosis umumnya eksudat, menurut Light dkk. kriterianya
yaitu: perbandingan kadar protein cairan pleura dengan protein serum >0.5,
perbandingan kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) cairan pleura dengan LDH serum
>0.6, kadar LDH cairan pleura >2/3 kadar normal tertinggi serum (>200).
Pemeriksaan bakteriologik merupakan prosedur penting dalam mendiagnosis
tuberkulosis, yaitu mendeteksi kuman tuberkulosis pada sputum, bilas lambung, dan
cairan perikardium dengan pewarnaan BTA dan kultur M.tb.Pemeriksaan Polymerase
Chain Reaction (PCR) digunakan untuk melihat amplifikasi asam nukleat pada
tuberkulosis. Gegielsky dkk.membandingkan PCR, kultur dan histopatologi sebagai
sarana diagnosis efusi perikardium tuberkulosis. Pemeriksaan PCR untuk M.tb
mempunyai akurasi mendekati metode konvensional dan lebih cepat. 6
2.9.

Penatalaksanaan Penyakit Perikardium

2.9.1. Punksi Perikardial


Punksi perikardium atau perikardiosentesis adalah prosedur yang menggunakan
jarum atau dengan teknik invasif untuk mengeluarkan cairan dari rongga perikardium.
Tindakan tersebut dilakukan jika terdapat efusi perikardium masif atau terjadi
tamponade jantung.
Prosedur ini dapat digunakan sebagai prosedur terapi atau diagnostik. Tindakan
ini dapat dilakukan secara Blind , atau di bawah panduan ekokardiografi, fluoroscopic
atau

CT-scan.

Idealnya

harus

dilakukan

dengan

bimbingan

pencitraan

dan

elektrokardiografi (EKG) monitoring. Beberapa praktisi menganjurkan penggunaan


kateterisasi jantung kanan untuk memungkinkan pemantauan tekanan dan deteksi
perikarditis konstriktif .
Punksi perikardium yang bisa dilakukan melalui insisi kecil di bawah ujung
sternum atau di antara tulang iga di sisi kiri toraks. Dapat dipasang pig tail catheter
24

selama 2-3 hari atau lebih. Drainase perikardium ini dipertahankan selama beberapa
hari sampai dengan jumlah cairan yang keluar kurang dari 50 mL/hari. Periode ini
memberikan waktu aposisi dan adhesi antara perikardium viseral dan parietal. Angka
kekambuhan sekitar 6-12%. 6
2.9.1.1. Indikasi Perikardiosentesis :

Terapeutik
Tamponade jantung , yaitu adanya gangguan hemodinamik efusi perikardial
masif misalnya akibat trauma dada.
Manajemen dari efusi perikardial masif ( > 20 mm jarak antara membran
perikardial pada ECHO . Paliatif dalam kasus penyakit neoplastik metastasis
melibatkan perikardium .

Diagnostik
Mendapatkan cairan perikardial untuk analisis .
Pericardioscopy .
Epikardial atau perikardial biopsy

2.9.1.2. Kontra-indikasi

Diseksi aorta sebagai penyebab efusi perikardial .

Diatesis atau adanya perdarahan yang belum dikoreksi , termasuk penyebab


dari obat , yaitu antikoagulan .

Trombositopenia ( < 50 x 109 / L ) .

Loculated efusi perikardial , atau efusi perikardium kecil atau efusi perikardial
posterior. Dimana efusi disebabkan oleh trauma jantung , dalam hal ini
pendekatan bedah lebih disukai ,karena adanya kemungkinan bahwa efusi
disebabkan oleh tusukan jantung . Cairan ini mungkin akan dikoagulasi oleh
darah dan tak dapat dilakukan drainase , dan terjadi pengisian ulang segera .
Pericardiocentesis dapat digunakan sebagai emergency prosedur dalam
keadaan seperti itu , jika ada kemungkinan untuk menjadi penundaan yang

25

cukup lama sebelum pendekatan bedah jantung dapat dilakukan. Demikian pula
bila mana pyopericardium dicurigai , drainase bedah lebih disukai , karena cairan
cenderung menjadi kental dan sulit untuk dievakuasi .
2.10. Teknik-teknik punksi perikardial dan operasi akibat komplikasi perikar
Terdapat beberapa teknik yaitu :
-

Blind pericardiocentesis

Balloon pericardiotomy

Subxiphoid pericardial drainage

Pericardial peritoneal drainage

Surgical pericardial window Pericardiectomy

Pericardiectomy

Intercostal pericardiocentesis

2.10.1. Blind pericardiocentesis


Prosedur ini sekarang jarang dilakukan karena terkait morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Konsensus saat ini adalah bahwa prosedur seharusnya hanya dilakukan
sebagai upaya terakhir dalam situasi yang mengancam nyawa di mana panduan
echocardiography tidak tersedia, dan sebaiknya di tangan berpengalaman .

Gambar 13. Pericardiocentesis Subxiphoid

Indikasi

emergensi

untuk

pericardiocentesis

adalah

adanya

perubahan

hemodinamik yang mengancam jiwa pada pasien dengan dugaan tamponade jantung.
Sedangkan pericardiocentesis Nonemergent Aspirasi cairan perikardial pada pasien
yang stabil hemodinamik untuk alasan diagnostik , paliatif , atau profilaksis , dilakukan di

26

bawah ultrasonografi, computerized tomography ,atau visualisasi fluoroscopic.

Gambar 14. Perikardiosentesis subxiphoid dengan panduan Ekhokardiografi

2.10.2. Balloon pericardiotomy


Balon ditempatkan di ruang perikardial dengan tindakan kateterisasi perkutan
digunakan untuk membuat jendela di perikardium, digunakan dalam pengobatan
berulang efusi perikardial dan tamponade jantung.
Pada tahun 1991 , Palacios dkk. menjelaskan teknik invasif perkutan baru untuk
menghindari efusi berulang, yang terdiri atas menciptakan jendela perikardial oleh inflasi
balon . Selama bertahun-tahun teknik ini telah terbukti aman dan efektif dan
menunjukkan bahwa balon perkutan pericardiotomy ( PBP ) bisa menjadi pengobatan
pilihan pada pasien dengan gejala Malignant Pericardial Effusion ( MPE ).

27

2.10.2.1. Prosedur Perkutan Balon Perikardiotomi


Prosedur ini dilakukan di bawah sedasi dan analgesia ( midazolam 1-2 mg iv dan
morfin 2,5 mg iv ,dosis kedua diberikan sebelum inflasi balon jika diperlukan ),
profilaksis antibiotik ( cefazolin 1 g / 8 jam iv , mulai sebelum prosedur , dengan total 3
dosis ) dan bimbingan fluoroscopic. Efusi perikardial dicapai melalui pendekatan
subxiphoid perkutaneus sesuai dengan teknik konvensional untuk perikardiocentesis.
Setelah eksplorasi sejumlah kecil efusi ,beberapa mililiter bahan kontras teriodinasi
disuntikkan melalui kateter drainase untuk lebih menggambarkan ruang perikardial.

Gambar 15. Balon perkutan pericardiotomy balon . A : akses perkutan Subxiphoid ke ruang
perikardial. B : Injeksi 10-15 mL bahan kontras iodinasi . C : Visualisasi efusi
perikardium , siluet jantung ( garis terputus ) , dan perikardium parietal ( garis kontinu )
. D dan E : Diulang inflasi balon untuk mencapai pengurangan bertahap lekukan di
balon diciptakan oleh pericardium ( panah ) , sampai jumlah hilangnya . F : Hasil akhir
setelah balon pericardiotomy dan lengkap drainase cairan perikardial . PE , efusi
pericardial

Selanjutnya, dengan panduan wire 0,035 inci dan introduscer 10 F sampai 12 F ,


balon dilatasi ditempatkan melalui perikardium parietalis dan inflasi bertahap dilakukan
sampai lekukan di balon yang dibuat oleh perikardium sepenuhnya menghilang.
Prosedur ini selesai dengan aspirasi manual cairan pericardial dengan menarik balon
dilatasi dengan panduan wire dan reintroduscing kateter drainase, menggunakan
fluoroskopi untuk memandu kateter ke bagian yang masih tersisa cairan efusi.
Sebelum
transthoracic

pasien

meninggalkan

echocardiography

untuk

laboratorium
mengkonfirmasi

kateterisasi,
adanya

dilakukan

komplikasi

dan

gambaran efusi pericardial. Evaluasi Radiologis dianjurkan pada 24 sampai 48 jam post

28

tindakan, dan ekokardiografi pada 48 sampai 72 jam kemudian untuk adanya efusi
pleura dan efusi perikardial berulang.
2.10.3. Subxiphoid pericardial drainage
Subxiphoid pericardial window drainage adalah pericardiostomy parsial terbuka,
melalui pendekatan dari garis tengah perut bagian atas dengan reseksi

di sekitar

prosesus xifoideus. Berupa pembuatan tabung drainase besar di kantong perikardium


dan dibawa keluar melalui sayatan terpisah. Teknik ini ditunjukkan dalam gambar di
bawah. Prosedur ini memiliki beberapa keuntungan dan dapat dilakukan baik di bawah
anestesi umum atau dengan anestesi lokal. Menggunakan sayatan kecil namun efektif
untuk menguras efusi, dan pengambilan cairan untuk pemeriksaan sitologi dan jaringan
untuk pemeriksaan histologi. Allen dkk (1999) melaporkan hasil yang sangat baik dari
metode

Subxiphoid pericardial window untuk mengobati efusi perikardial. Pada 75

pasien dengan efusi yang menjalani Subxiphoid pericardial window drainage, hanya
satu kasus kambuh (1,3%).
Subxiphoid pericardial window dilakukan menggunakan anestesi umum,
meskipun pada beberapa keadaan dilakukan dengan anestesi lokal. Bila menggunakan
anestesi umum, pasien dengan tamponade jantung akan kehilangan tonus simpatis dan
memerlukan bantuan obat inotropik dan kronotropik untuk menjaga tekanan darah. Bila
prosedur ini dilakukan pada pasien yang sadar, anestesi lokal diberikan pada daerah
garis tengah, di kedua sisi dari prosesus xiphoideus dan meluas ke bawah sekitar 4
sampai 5 cm. Operasi dilakukan melalui insisi pada garis tengah longitudinal sepanjang
A sampai B cm dimulai dari xiphisternal junction dan meluas ke bawah. Lemak subkutan
dibuka untuk mengidentifikasi linea alba. Biasanya prosesus xiphoid disingkirkan.
Bagian dari arkus kosta kiri dan kanan dapat pula direseksi, namun ini jarang
diperlukan. Diafragma dan lemak peritoneal disisihkan sampai perikardium terlihat.
Perikardium ini dibuka di daerah depan agar cairan dapat keluar. Peritoneum dibuka
agar dapat terjadi aliran langsung cairan perikardium ke dalam rongga peritoneum,
tetapi hal ini mungkin tidak efektif.
29

Gambar 16.Segmen perikardial dibuka melalui pendekatan subxiphoid (From Moores DW, et
al: Subxiphoid pericardial drainage for pericardial tamponade. J Thorac
Cardiovasc Surg 109:546, 1995. With permission).

2.10.4. Teknik Pericardial peritoneal drainage


Setelah kantung perikardial terekspos dan cairan dievakuasi , permukaan
diafragma perikardium diperiksa . Dilakukan pembukaan lubang ( 4 4 cm ) untuk
menggabungkan rongga perikardial dan peritoneal. Potongan tepi perikardium ,
diafragma , dan peritoneum dijahit bersama-sama dengan jahitan terputus . Perlu
dicegah terjadinya hati, dan organ perut mengalami herniasi ke dalam rongga perikardial
. Dalam prosedur ini tidak diperlukan tabung drainase.Llinea alba, jaringan subkutan dan
kulit ditutup dengan cara biasa .
2.10.5. Surgical pericardial window Pericardiectomy

Gambar 17. Surgical Pericardial Window

Pengeluaran cairan perikardium dapat dilakukan dengan cara membuat jendela


perikardium (pericardial window), sehingga pengeluaran cairan lebih efektif. Tindakan ini

30

diindikasikan pada kasus yang memerlukan perikardiosintesis berulang, tamponade


berulang dan perikarditis konstriktif-efusi. Angka kekambuhan sekitar 5-20%.
Pericardioperitoneal window adalah prosedur pembedahan dengan morbiditas
rendah dalam pengobatan efusi perikardial berulang yang tidak hanya sederhana untuk
melakukan , tetapi juga efektif dalam mencapai tujuan paliatif untuk pasien ini dengan
keganasan lanjut .
2.10.6. Pericardiectomy
Pericardiectomy didefinisikan sebagai eksisi luas atau operasi pengangkatan
sedikit atau sebagian besar perikardium. Operasi ini paling sering dilakukan untuk
meredakan perikarditis konstriktif atau menghilangkan perikardium yang kaku karena
berubah menjadi jaringan fibrosa atau mengalami kalsifikasi sehingga mengganggu
proses diastolic ventricle filling. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan hemodinamik,
dyspnea saat aktivitas, kelelahan, edema perifereral, distensi vena jugularis,
hepatomegali dan asites.
Daerah yang dieksisi tergantung dari kondisi perikardium yang mengalami
perubahan, dari perikardium anterior yang terdapat di antara kedua saraf frenikus dan
dari arteri besar superior ke diafragma inferior, posterior hingga ke saraf frenikus kiri
sampai ke pembuluh darah paru kiri termasuk perikardium pada diafragma dan
permukaan posterior ventrikel. Atrium dan vena kava yang dikelupas hanya jika terjadi
diseksi bisa dengan risiko perdarahan. Pericardiectomy dianggap parsial jika kedua
ventrikel tidak dapat dikelupas karena adhesi myopericardial.20
2.10.6.1. Indikasi operasi:
-

efusi perikardium berulang atau masif dengan tamponade jantung

biopsi pericardium

pemasangan alat pacu jantung.

Kontraindikasi : perikarditis infeksiosa, infeksi, keganasan

31

Gambar 18. Pericardiectomy

2.10.7. Intercostal Pericardiocentesis


Perikardiosentesis melalui ruang interkostal keempat lebih dekat untuk
mencapai ruang perikardium. Setelah palpasi tulang rusuk keempat, anestesi local
diberikan setidaknya satu jari dari tepi sternum untuk menghindari cedera pada arteri
mammaria interna. Ujung jarum harus diarahkan ke bahu kanan tempat aspirasi
dilakukan saat jarum didorong. Seperti dijelaskan sebelumnya, bila teraspirasi udara
jarum maka lebih diarahkan ke medial, bila teraspirasi darah harus diamati
pembentukan bekuan. Aspirasi cairan perikardium dengan menggunakan teknik
Seldinger.
Jika terjadi lagi penumpukan cairan, khususnya efusi keganasan, sclerosis
dengan doxycycline dilakukan, biasanya dengan pemberian 3.000 mg disuntikkan
intraperikardial setiap hari sampai drainase(nya berkurang) atau talk steril membantu
mencegah efusi perikardium berulang. Perikardioplasti yang dipandu USG, di mana
kateter ditempatkan ke dalam ruang perikardium dan digunakan untuk membuat dan
melebarkan lubang pada perikardium, memungkinkan drainase cairan ke dalam rongga
pleura.Pericardiocentesis yang dilakukan sama dengan prosedur subxiphoid puncture
dengan insert catheter melalui intercostal, melalui panduan ekhokardiografi. 6,20
2.11. Ekhokardiografi sebagai pemandu perikardiocentesis
Ekhokardiografi sebagai pemandu tindakan Pericardiocentesis dapat dilakukan dalam
urutan berikut.
32

Periksa indikasi klinis dan riwayat medis, seperti l pemakaian obat antiplatelet
dan anti koagulan, dan mendapatkan formulir persetujuan.
Posisi pasien untuk ekokardiografi
o Posisikan pasien dalam posisi semi-fowler di tempat tidur.
o Lakukan ekokardiografi pencitraan 2D tampilan apical : subxiphoid view,
left para-sternal view
Penentuan tempat puncture.
Pilih daerah dengan terbesar free space echo yang aman untuk masuknya jarum
puncture, dan menandainya
Persiapan daerah puncture
o Siapkan semua alat yang diperlukan untuk centesis di atas meja
o Tutup pasien dengan doek steril
o Lakukan anestesi lokal yang cukup di tusuk situs
Pericardiocentesis
o Lakukan eksplorasi awal dengan anestesi local dan untuk konfirmasi arah
o
o

jarum
Lakukan puncture
Tusukan jarum harus mempertahankan arah yang ditentukan selama uji

o
o

eksplorasi awal
Rasakan "pop" saat di tusuk dan mengamati cairan yang keluar
Menghentikan tusukan jarum dengan jari-jari untuk mencegah puncture
terdalu dalam melebihi batas panduan. Masukkan wire ke ruang

o
o

pericardial
Lepaskan jarum seldinger
Setelah dilatasi masukkan sheath dilanjutkan pigtail dilanjutkan evakuasi

cairan perikard.
Dengan menggunakan pendekatan parasternal kiri, dapat dilakukan
puncture di intercostal, biasanya antara sela iga ke-5 atau sela iga ke-6
kiri. Tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat adanya
kemungkinan risiko pneumothorax dibandingkan dengan pendekatan
subxyphoid. Puncture dengan pendekatan subxyphoid dimasukkan pada
sudut antara xiphisternum dan batas costa kiri, ke arah bahu kiri pada
sudut 15 sampai 30 derajat. Pendekatan dapat dilakukan bila
echocardiography tidak tersedia, misal pada kondisi gawat darurat di
ruang

kateterisasi

jantung

dengan

pemantauan

EKG.

Rute

ini

extrapleural sedapat mungkin menghindari koroner, perikardial, dan arteri

33

Mamaria interna. Puncture yang tidak terduga menusuk pleura, hati, atau
abdomen , atau menyebabkan iritasi pada diafragma dan saraf frenikus
dapat mengakibatkan bradikardia dan shock, dan kematian karena
prosedur ini dilaporkan lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain.19,20

34

Gambar 19. Perikardiosentesis dengan panduan ekhokardiografi

35

Bab 3
Laporan Kasus
3.1. Identitas pasien
Nama

: Tn. Koko Triyanto

Jenis kelamin/usia

: Laki-laki/ 30 tahun

Alamat

: Jl. Ki Ageng Gribig V/48 RT 03/RW V Madyopuro Kedung


Kandang Malang

Rekam medis/No Billing

: 11128822/1323457

Pekerjaan

: Satpam

Masa perawatan

: 5 November-19 November 2013

Pasien ini datang ke UGD RS dr. Saiful Anwar Malang dengan keluhan utama
berupa sesak nafas hebat. Pada kedua pasien ini dilakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan dan didapatkan data sebagai berikut.
3.2.

Anamnesa :
Tanggal 5 November 2013 Pasien datang di UGD dengan keluhan sesak nafas

hebat, sesak nafas dirasakan memberat sejak 3 hari yang lalu, namun sesak paling
hebat dirasakan sejak satu hari sebelum dating ke UGD. Keluhan sesak nafas juga
dirasakan saat istirahat dan perut terasa penuh sehingga pasien hanya mampu
berbaring di tempat tidur dengan posisi duduk atau membungkuk ke depan dengan
memeluk bantal.
Riwayat perawatan RS sebelumnya :
Tanggal 2 Agustus 2013 : dirawat di CVCU RSSA oleh karena terjadi
pengumpulan cairan di sekitar jantung dan dilakukan pengambilan cairan sekitar 2
liter kemudian dilanjutkan perawatan di ruangan biasa, pasien dirawat bersama

36

dengan bagian paru dan mendapat obat TBC Paru serta disarankan untuk Kontrol

rutin ke poli Paru.


Tanggal 26 September 2013 pasien kembali dirawat di RSSA disebabkan oleh
penurunan kesadaran dan tanpa riwayat kejang serta pasien dirawat oleh bagian
Paru dan Syaraf. Pasien keluar perawatan tanggal 27 Oktober 2013.
Pasien rutin berobat ke Poli Jantung dan Poli Paru RSSA dan mendapatkan
pengobatan : Inj. Streptomycin Sulfat 1x1 g, Rifampicin 1x600 mg, Isoniazid 1x400
mg, pyrazinamide 1x1 g, Niacin 2xI tablet, Omeprazole 2x20 mg.
Dalam 2 bulan terakhir pasien mengeluh penurunan nafsu makan, namun berat

badan naik sekitar 7 Kg dalam 2 bulan terakhir setelah mendapatkan terapi dari RSSA.
Dari riwayat penyakit keluarga diketahui bahwa istri pasien meninggal akibat penyakit
Paru sekitar 1 tahun yang lalu seharusnya mendapatkan terapi berkala untuk
penyakitnya namun pengobatan yang dilakukan tidak rutin karena keenganan berobat.
Pasien bekerja sebagai
Satpam dan tidak merokok. Riwayat penyakit
sebelumnya hipertensi(-),DM tidak diketahui. Riwayat penyakit keluarga hipertensi (-),
DM (-)
3.3.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : pasien tampak sakit berat, GCS 456, Keadaan umum

: compos

mentis, GCS 456 ; BB:51 kg; TB:174 cm; BMI: 17.1 Kg/m2
Tekanan darah 80/60 mmHg, Pulsus Paradoksus (+) perbedaan sistolik pada inspirasi
dan ekspirasi 15 mmHg.
Kepala/leher

: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, JVP R+5 cm H 2O, kelenjar
getah bening tidak teraba.

Thoraks

: tampak bentuk dada simetris, pergerakan normal,sometris

Jantung

: ictus tak tampak, teraba di ICV V LMC kiri


Batas jantung kanan SL dextra
Si-S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-), suara jantung kesan menjauh.

Paru

: Simetris, SF D=S Rh -/- Wh -/-

37

Abdomen

: datar, lemas, Bisisng usus (+) normal, liver span 10 cm, traube space
tympani.

Ekstremitas

: hangat, edema-/-,

3.4. Pemeriksaan Penunjang :


3.4.1. Rontgen Thoraks
Posisi PA, inspirasi cukup, bone dan soft tissue normal, corakan vaskuler kesan
normal, didapatkan gambaran infiltrat pada bagian kanan bawah.
Jantung didapatkan Water bottle shape dengan gambaran double contour di
bagian kiri dan kanan jantung.

Gambar 20. Chest X Ray pasien dengan Tamponade Jantung


3.4.2. Rekam Elektrokardiografi
Ditemukan gambaran sinur takhikardia dengan low voltage di semua lead

Gambar 21. EKG pasien dengan Tamponade Jantung


3.4.3.

Ekhokardiografi

Echocardiography (05-11-2013):
Conclusion: estimasi efusi pericardium 1478 cc
-

RA sistolik dan RV diastolik tidak kolaps


terdapat efusi pleura bilateral

38

Gambar 22. Ekhokardiografi Pasien


3.4.4. Hasil laboratorium :

Hb 12.8 gr/dL, leukosit 8.04. 103/L, hematokrit 37.60%, trombosit 254 x10 3,
MCV 85 fl, MCH 24.2 pg, MCHC 32.20 g/dL.

Hitung jenis eosinophil 0.1%, basophil 0.1%, neutrophil 86.6%, limfosit 10.9%,
monosit 1.9%, ureum 21 mg/dL, kreatinin o.65 mg/dL.

Natrium 137 mmol/L, kalium 4,8 mmol/L, klorida 111 mmol/L,

SGOT 58 U/L, SGPT 46

U/L, bilirubin total 4.06 mg/dL, bilirubin direk 2.08

mg/dL, bilirubin indirek 1.98 mg/dL, albumin 3.92 g/dL.


3.5.

Terapi :
Pasien

dilakukan

perikardiosentesis

teknik

intercostal

dengan

panduan

ekhokardiografi dan berhasil dieakuasi cairan serous sebanyak 1935 cc dan


kemudian dilakukan pemeriksaan cairan efusi pericardium. Selanjutnya setiap hari
dilakukan tapping cairan efusi perikard sampai hari ke 8 didapatkan produksi
cairan < 50 cc, kemudian dilakukan aff pigtail kemudian dilakukan evaluasi ulang
ekhokardiografi didapatkan hasil cairan efusi di perikard telah berhasil dievakuasi
dan pasien dipulangkan esok harinya dengan terapi anti tuberculosis dilanjutkan.

Bab 4

39

Pembahasan

4.1. Anamnesa
Hasil anamnesa yang dilakukan terhadap laki-laki berusia 30 tahun, pasien yang
datang ke UGD RSSA dengan keluhan sesak nafas hebat sejak 3 hari sebelum masuk
RS yang memberat 1 hari sebelum masuk RS. Sesak sebetulnya telah dirasakan sejak
2 minggu terakhir, disamping sesak pasien mengeluhkan adanya rasa mudah kenyang.
Pasien memiliki riwayat dirawat di RSSA sebelumnya karena tamponade jantung
sekitar sebulan sebelumnya dan pernah dilakukan perikardiosentesis dengan hasil 2
liter. Kemudian pasien dirawat bersama dengan bagian Paru disebabkan dari hasil
pemeriksaan didapatkan hasil adanya hasil kuman spesifik pada cairan efusi
pericardium. 1 minggu setelah pulang pasien kembali dirawat

dengan penurunan

kesadaran yang disebabkan meningitis TB dan mendapat terapi spesifik dari bagian
Paru dan Neurologi. Setelah mendapat terapi anti tuberculosis pasien mengaku
mengalami peningkatan berat badan sebanyak 7 Kg.
Pada anamnesa lebih lanjut didapatkan riwayat keluarga ( istri ) meninggal
akibat penyakit paru yang sebetulnya memerlukan pengobatan rutin namun tidak
dilaksanakan pada 1 tahun sebelum penderita masuk RS.
Dari hasil anamnesa didapatkan kesesuaian dengan kepustakaan bahwa salah
satu penyebab terjadinya efusi pericardium adalah akibat infeksi Mycobacterium
tuberkulosa.
4.2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tubuh, tinggi 175 cm, berat badan 51 Kg,
BMI 17,1 Kg/m2 , Pasien datang dengan sesak hebat, frekuensi nafas 36 x/menit, lebih
nyaman pada posisi duduk sambil mendekap bantal, didapatkan Trias Beck berupa
adanya Hipotensi ( Tekanan Darah 80/60 mmHg ), JVP R+5 cm H 2O, pemeriksaan bunyi
jantung didapatkan kesan suara jantung menjauh dan pemeriksaan tekanan darah

40

ditemukan pulsus paradoksus dengan selisih tekanan sistolik 12 mmHg, dengan denyut
jantung 120 x/menit.
4.3. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Didapatkan gambaran low voltage pada semua lead.
4.4. Pemeriksaan Rontgen thoraks
Didapatkan gambaran Water Bottle Shape dengan gambaran double contour
pada jantung bagian kiri. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa efusi perikard masif
menyebabkan gambaran rontgen thoraks seperti yang ditemukan pada pasien.
4.5. Pemeriksaan Ekhokardiografi :
Dari pemeriksaan penunjang berupa Echocardiography didapatkan hasil : efusi
pericardial dan efusi pleura bilateral.
4.6. Terapi
Dilakukan evakuasi cairan perkardium dengan menggunakan teknik intercostal dengan
panduan ekhokardiografi.
4.7.

Keuntungan

teknik

perikardiocentesis

intercostal

dengan

panduan

ekhokardiografi
Dapat dilakukan perikardiocentesis dengan relative aman karena terlebih dahulu
diukur jarak antara titik puncture dan pericardium visceralis sehingga kedalaman jarum
puncture dapat diperkirakan dengan baik. Lebih praktis karena dapat dilakukan pada
ruangan yang bersih dan relative steril tanpa bantuan C-arm, sehingga pada kondisi
emergensi memungkinkan untuk segera dilakukan tindakan evakuasi tamponade
jantung.

41

Bab 5
Ringkasan

Efusi perikardial dapat terjadi pada hampir semua kondisi yang mempengaruhi
perikardium, dalam bentuk perikarditis akut maupun kronis, dengan berbagai penyebab,
antara lain : keganasan, TBC paru, gagal ginjal kronis, gangguan tiroid, penyakit
autoimun, atau penyebab iatrogenik dan idiopatik. TBC paru dan kanker paru-paru
merupakan penyebab yang paling banyak.
Trans Thoracic Echocardiography adalah alat yang penting dan merupakan gold
standard untuk diagnosis, penilaian, menjadi pemandu prosedur pericardiocentesis, dan
mengevaluasi efusi perikardial. Pada efusi perikardial masif, membutuhkan tindakan
perikardiocentesis atau pericardiotomy, dan terdapat berbagai macam variasi tindakan
sesuai dengan waktu, lokasi, ukuran, dan fasilitas rumah sakit
Tamponade jantung adalah semacam syok kardiogenik dan keadaan darurat
medis. Dokter harus memahami dengan baik fisiologi tamponade, terutama tamponade
jantung yang dapat terjadi tanpa efusi perikardial masif atau swinging heart. Selain itu,
dokter harus dapat mengkorelasi temuan ekokardiografi tamponade, seperti kolapsnya
ventrikel kanan, kolaps atrium, variasi aliran pernapasan yang melewati katup mitral,
trikuspid dan IVC plethora dimana keadaan ini dipengaruhi oleh pernafasan. Pada
umumnya dapat disertai dengan tanda-tanda klinis tamponade, seperti hipotensi dan
pulsus paradoksus . Pericardiocentesis adalah tindakan untuk menyelamatkan nyawa
yang harus segera dilaksanakan pada kasus tamponade jantung, dan ditunjukkan dalam
kasus di mana ada sejumlah besar efusi perikardial. Prosedur ini dapat dilakukan
dengan panduan ekokardiografi dan didapat cairan punksi berwarna serohemoragik
sebanyak 1935 cc.

42

Daftar Pustaka
1.

Tiruvoipati R, Naik RD, Loubani M, Billa GN. Surgical ap- proach for

pericardiectomy: A comparative study between median sternotomy and left anterolateral


thoracotomy. In- teract Cardiovasc Thorac Surg 2003;2:32-326. ( perikardiektomi )
2.
3.

Little WC, Freeman GL. Pericardial disease. Circulation 2006;113;1622-32


LeWinter MM. Pericardial diseases. Dalam: Zipes, Libby, Bonow, Braunwald,

editors. Braunwalds heart disease a textbook of cardiovascular medicine. Edisi ke-8.


Philadelphia: Elsevier saunders; 2008. h. 1829-51.
4.

Hoit BD. Pericardial diseases. Dalam: Fuster, Walsh, ORourke, editors. Hursts:

The Heart. Edisi ke-12. Mc Graw Hill; 2008. h.1951-74.


5.

Imazio M,Brucato A, Trinchero R, Adler Y. Diagnosis and management of

pericardial diseases. Medscape.2009 (diunduh 24 September 2010). Tersedia dari :


http://www.nature.com/nrcardio/journal/v6/n12/full/nrcardio.2009.185.html
6.

Lange R, Hillis DL. Acute Pericarditis. N Engl J Med 2004 (diunduh 25 September

2010);

351:2195-202.

Tersedia

dari:

http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp041997
7.

Lily SL, Ramos Y. Diseases of the pericardium. Dalam: Lily SL, editor.

Patophysiology of heart disease. Edisi ke-4. Lippincott Williams & Wilkins; 2007. h. 33448.
8.

Maisch B, Seferovic PM, Ristic AD, Erbel R, Rienmuller R, Adler Y, et al.

Guidelines on the diagnosis and management of pericardial diseases. Eur Heart J. 2004
(diunduh

15

September

2010).

Tersedia

dari:

http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/25/7/587.full
9.

Kwon HD. Pericardial disease. Dalam: Brian PG, Eric JT, editors. Manual of

cardiovascular medicine. Edisi ke-3. Lippincot williams & wilkins; 2009. h. 393-414
10.

Noble O. Fowler, MD. Tuberculous Pericarditis. JAMA. 1991;266:99-103.

43

11. Sauleda SJ, Angel J, Sanchez A, Miralda PG, Soler SJ. Effusive-Constrictive
Pericarditis.

N Engl J Med 2004 (diunduh 24 September 2010); 350:469-75. Tersedia

dari: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMoa035630
12. Imazio M, Cecchi E, Demichelis B, Ierna S, Demarie D, Ghisio A,et al. Pericardial
disease. Circ aha journals 2007 (diunduh 23 September 2010);115:2739-44. Tersedia
dari : http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/115/21/2739
13. Krainin FM, Flessas AP, Spodick DH. Infarction-Associated Pericarditis Rarity of
Diagnostic Electrocardiogram. N Engl J Med. 1984; 311:1211-14.
14.

Horowitz MS, Schultz CS, Stinson EB et al. Sensitivity and specificity of

echocardiographic diagnosis of pericardial effusion. Circulation. 1974;50:23947


15. Chandrasekhar,AJ.

Chest

X-ray

atlas.

2002.

Tersedia

dari:

http://www.meddean.luc.edu/lumen/meded/medicine/pulmonar/cxr/atlas/cxratlas_f.htm
16. Jacob R, Grimm RA . 2010. Tersedia dari: http://www.clevelandclinicmeded.com/
medicalpubs/diseasemanagement/cardiology/pericardial-disease/#cetable3
17. Meyers DG, Meyers RE, Prendergast TW. The usefulness of diagnostic tests on
pericardial fluid. Chest. 111: 1997; 1213-21.
18. Hoit BD. Management of effusive and constrictive pericardial heart disease.
Circulation. 2002;105:2939 42.
19. Hoit BD. Cardiovascular disorders: Merck manual professional. September 2006.
20. Spodick HD. Acute cardiac tamponade. N Engl J Med. 2003 ; 349:684-90.
URL:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra022643
21. Tsang TS, Enriquez-Sarano M, Freeman WK, Barnes ME, Sinak LJ, Gersh BJ, et al.
Consecutive 1127 therapeutic echocardiographically guided pericardiocenteses: clinical
profile, practice patterns, and outcomes spanning 21 years. Mayo Clin Proc.
2002;77:4293

44

You might also like