You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kolon atau usus besar merupakan salah satu organ penting dalam
sistem pencernaan yang terdapat dalam rongga abdomen yang berfungsi
menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli dan tempat feses.
Usus besar terdiri dari beberapa bagian yaitu sekum, kolon asenden,
appendiks (usus buntu), kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid,
rectum dan anus.
Kelainan yang terjadi pada colon antara lain adalah obstruksi atau
illeus, stenosis, volvulus, atresia, karsinoma dan Hirschprungs disease.
Hirschprungs disease adalah suatu penyumbatan pada usus besar yang
terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus
besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya
(www.mediastore.com).
Salah satu pemeriksaan radiodiagnostik yang sering dilakukan untuk
mendiagnosa adanya kelainan atau penyakit pada penderita yang mengalami
gangguan pencernaan dikenal dengan pemeriksaan Colon In Loop.
Pemeriksaan colon in loop adalah pemeriksaan secara radiologis sistim
pencernaan dengan memasukkan bahan kontras kedalam usus besar (Colon),
secara retrograde (Bontrager, 2001).
Pemeriksaan colon in loop pada kasus Hirschprungs disease di
Instalasi Radiologi RSU BLUD Banjar menggunakan kontras tunggal
(single kontras).
Pemeriksaan colon in loop pada kasus Hirschprungs disease yang
dilakukan di Instalasi Radiologi RSU BLUD Banjar tidak dilakukan dengan
flouroskopi. Pada pemeriksaan ini dibuat foto pendahuluan terlebih dahulu
dengan proyeksi AP dan lateral. Kemudian setelah dimasuki media kontras
melalui anus dibuat foto dengan proyeksi yang sama, yaitu AP dan Lateral.
1

Berdasarkan pengalaman penulis saat melaksanakan pemeriksaan ini,


terdapat beberapa perbedaan dengan prosedur pemeriksaan Colon In Loop
pada umumnya. Antara lain, penggunaan jenis media kontras serta proyeksi
yang digunakan pada saat pengambilan radiograf.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas prosedur
pemeriksaan Colon In Loop tersebut danmenjadikannya sebagai laporan
kasus dengan judul TEKNIK PEMERIKSAAN COLON IN LOOP
PEDIATRIC PADA KASUS HIRSCHPRUNGS DISEASE DI INSTALASI
RADIOLOGI RSU BLUD BANJAR.
1.2

Rumusan Masalah
1.

Bagaimana tata laksana pada pemeriksaan radiografi Colon In Loop


Pediatric pada kasus Hirschprungs Disease di instalasi radiologi RSU
BLUD Banjar.

2.

Bagaimana hasil pemeriksaan radiografi Colon In Loop Pediatric pada


kasus Hirschprungs Disease di instalasi radiologi RSU BLUD Banjar.

1.3

Tujuan Penulisan
1.

Untuk mengetahui pemeriksaan radiografi Colon In Loop Pediatric


dengan kasus Hirschprungs Disease di instalasi radiologi RSU BLUD
Banjar.

2.

Untuk mengetahui bagaimana hasil pemeriksaan radiografi Colon In


Loop Pediatric dengan kasus Hirschprungs Disease di instalasi
radiologi RSU BLUD Banjar.

1.4

Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat Teori
Dapat

menambah

wawasan

dan

pengetahuan

penulis

serta

memberikan informasi kepada pembaca mengenai pemeriksaan Colon In


Loop Pediatric dengan kasus Hirschprungs Disease.

1.4.2 Manfaat Institusi


1.

Sebagai bahan referensi dan pustaka di kampus STIKes Cirebon


terutama pada program studi D3 Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi.

2.

Sebagai acuan yang dapat digunakan dalam melakukan pemeriksaan


radiografi Colon In Loop Pediatric di instalasi radiologi RSU BLUD
Banjar sehingga mampu memberikan pelayanan yang prima, dapat
meningkatkan mutu, dan kualitas dari gambaran serta mampu
memberikan diagnosa yang akurat.

1.4.3 Manfaat Penulis


Menambah ilmu pengetahuan mengenai proses pencitraan radiograf
pada kasus Hirschprungs Disease.

1.5

Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan kasus ini sistematika yang digunakan penulis
secara garis besar adalah :
BAB I

: PENDAHULUAN berisi tentang Latar Belakang, Rumusan


Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan serta Sistematika
Penulisan.

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA berisi mengenai Anatomi Colon,


Fsiologi Colon, Patologi Colon serta Teknik Pemeriksaan Colon
In Loop.

BAB III : PEMBAHASAN berisi tentang Paparan Kasus, Prosedur


Pemeriksan, Teknik Pemeriksaan, dan Hasil Expertise.
BAB IV : PENUTUP berisi tentang Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Colon
Usus besar atau kolon adalah sambungan dari usus halus yang
merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter, terbentang
dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar lebih besar daripada
usus halus. Diameter rata-ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi makin mendekati
ujungnya diameternya makin berkurang (Price, 1995). Usus besar ini
tersusun atas membran

mukosa

tanpa

lipatan,

kecuali pada daerah

distal kolon (Sylvia, 1992).


Usus besar berjalan dari katup ileocaecal keanus. dibagi dalam lima
bagian : Caecum, colon asenden, colon transversum, colon descenden serta
colon sigmoid. Colon asenden, colon transversum dan colon desenden
secara kasar membentuk tiga sisi dari segi empat dan tampak menutupi usus
kecil, sementara colon sigmoid menjadi kontinu dengan rectum. Pada
neonatus bagian atas dari rectum biasanya diarahkan kekanan dan bagian
bawah menurun secara vertikal. Pada bagian ujung bawah dari rectum
terdapat canalis anal yang berukuran panjang sekitar 2 sampai 3 cm (pada
bayi secara relatif lebih panjang dibandingkan orang dewasa) dan membuka
kebagian luar melalui orifisium anal yang dikelilingi oleh spingter muskulus
ani eksterna dan interna. Dinding usus besar terdiri dari lapisan mukosa,
sub mukosa, muskuler, dan serosa peritoneal (Sacharin, 1996).
2.1.1 Caecum
Merupakan ujung yang buntu dari colon asenden dan berbentuk
seperti kantong. Ileum memasukinya dari sisi dan dilindungi oleh katup
ileocaecal. Apendiks, yang sebagian besar mengandung jaringan limfoid,
melekat dengan caecum pada dasarnya dan merupakan tempat umum dari
inflamasi (pendisitis) (Sacharin, 1996).
4

Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke


bawah pada regio iliaca kanan, dibawah junctura ileocaecalis. Appendiks
vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus besar.
Panjang caecum sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal.
Caecum berakhir sebagai kantong buntu yang berupa processus
vermiformis (apendiks) yang mempunyai panjang antara 8-13 cm (Pearce,
1999).
2.1.2 Colon ascenden
Colon asenden berjalan keatas dari caecum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah
sampai kehati, colon asenden membelok kekiri, membentuk fleksura coli
dekstra (fleksura hepatik). Colon ascenden ini terletak pada regio illiaca
kanan dengan panjang sekitar 13 cm (Pearce, 1999).
2.1.3 Colon transversum
Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilicalis dari
fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan seperti huruf U. pada posisi berdiri, bagian bawah
U dapat turun sampai pelvis. Colon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi colon descenden (Pearce, 1999).
2.1.4 Colon descenden
Colon descenden terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Colon descenden ini berjalan ke bawah dari fleksura lienalis
sampai pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan berlanjut
sebagai colon sigmoideum (Pearce, 1999).

2.1.5 Colon sigmoideum


Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum
merupakan lanjutan colon descenden dan tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu dengan
rectum didepan sacrum (Pearce, 1999).
2.1.6 Rectum
Rectum menduduki

bagian

posterior

rongga pelvis.

Rectum

merupakan lanjutan dari colon sigmoideum dan berjalan turun didepan


caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu
rectum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),
rectum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada
colon sigmoideum dan berakhir kedalam anus yang dijaga oleh otot internal
dan eksternal (Pearce,1999).
Keterangan :
1. Apendiks
2. Sekum
3. Persambungan ileosekal
4. Apendises epiploika
5. Kolon asendens
6. Fleksura hepatika
7. Kolon transversal
8. Fleksura lienalis
9. Haustra
10. Kolon desendens
11. Taenia koli
12. Kolon sigmoid
13. Kanalis Ani
14. Rektum
15. Anus
Gambar 1. Usus Besar / Kolon (Silvia, 1990)

2.2

Fisiologi Colon
2.2.1 Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di separuh
atas kolon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus setiap hari,
hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang diekskresikan
(Corwin, 2001). Dengan mengeluarkan sekitar 90 % cairan, kolon
mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik menjadi sekitar 200-250 ml tinja
semi padat (Ganong, 1995). Dalam hal ini kolon sigmoid berfungsi sebagai
reservoir untuk dehidrasi masa feases sampai defekasi berlangsung (PriceWilson, 1991).
2.2.2 Sekresi mukus
Mukus adalah suatu bahan yang sangat kental yang membungkus
dinding usus. Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh
enzim-enzim yang terdapat didalam usus dan sebagai pelumas makanan
sehingga mudah lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding usus
akan sangat terganggu, selain itu tinja akanmenjadi sangat keras tanpa efek
lubrikasi dari mukus (Corwin, 2001).
Sekresi usus besar mengandung banyak mukus. Hal ini menunjukkan
banyak reaksi alkali dan tidak mengandung enzim. Pada keadaan
peradangan usus, peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin
bertanggung jawab dan kehilangan protein dalam feases (Price-Wilson,
1991).
2.2.3 Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis vitamin K
dan beberapa vitamin B (Price-Wilson, 1991). Penyiapan selulosa yang
berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran
hijau dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan merupakan kerja
bakteri guna ekskresi (Pearce, 1999).

Mikroorganisme yang terdapat di kolon terdiri tidak saja dari


eschericia coli dan enterobacter aerogenes tetapi juga organisme-organisme
pleomorfik seperti bacteriodes fragilis. Sejumlah besar bakteri keluar
melalui tinja. Pada saat lahir kolon steril, tetapi flora bakteri usus segera
tumbuh pada awal masa kehidupan (Ganong, 1995).
2.2.4 Defikasi (pembuangan air besar)
Defikasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi ini
dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos longitudinal
dan sirkuler oleh pleksus mienterikus. Pleksus mienterikus dirangsang oleh
saraf parasimpatis yang berjalan di segmen sakrum korda sinalis (Corwin,
2001). Defekasi dapat dihambat dengan menjaga agar spingter eksternus
tetap berkontraksi atau dibantu dengan melemaskan spingter dan
mengkontraksikan otot-otot abdomen (Ganong, 1995).
2.3

Patologi Hirschprungs Disease


Penyakit

Hirschsprung

(Megakolon

Kongenital)

adalah

suatu

penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang
tidak adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang
mengendalikan kontraksi ototnya (www.mediastore.com).
Penyakit Hirschprung ditimbulkan karena kegagalan migrasi kraniokaudal dari cikal bakal sel ganglion sepanjang usus pada minggu ke 5
sampai minggu ke 12, yang mengakibatkan terdapatnya

segmen

aganglionik. Dalam segmen ini, peristalsis propulsif yang terkoordinasi


akan hilang dan sfingter anal internal gagal untuk mengendor pada saat
distensi rektum. Hal ini menimbulkan obstruksi, distensi abdomen dan
konstipasi. Segmen aganglionik distal tetap menyempit dan segmen
ganglionik proksimal mengalami dilatasi. Hal ini tampak pada enema
barium sebagai zona transisi (www.pedriatik.com Alpha Fardah A., IG. M.
Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo)

Gejala klinis penyakit ini adalah :


1.

Terlambatnya pengeluaran mekonium pada bayi baru lahir (> 48


jam), dan didapatkan gejala obstruksi intestinal setelah hari ke 2
(distensi abdominal, muntah, minum yang berkurang)

2.

Pada anak : konstipasi dengan distensi perut, kegagalan


pertumbuhan, muntah, dan diare intermiten. Konstipasi yang terjadi
sering disusul dengan diare yang eksplosif. Dapat pula didapatkan
enterokolitis.
Kolon (termasuk rektum) merupakan tempat keganasan tersering dari

saluran cerna. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua


kematian akibat kanker di Amerika Serikat baik pada pria maupun wanita.
Kanker usus besar biasanya merupakan penyakit pada orang tua dan
insidens terpuncak adalah pada dekade keenam dan ketujuh. Kanker ini
jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan
riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang
sama seringnya, walaupun kanker kolon lebih sering pada wanita,
sedangkan lesi pada rektum lebih sering pada pria. Kira-kira 60 % dari
kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga dapat teraba pada
pemeriksaan rektum atau terlihat pada sigmoidoskopi. Sekum dan kolon
asendens merupakan tempat berikutnya yang paling sering terserang. Kolon
transversa dan fleksura merupakan bagian yang memiliki kemungkinan
terserang yang paling kecil.
Tumor dapat berupa massa polipoid besar, yang tumbuh kedalam
lumen dan dengan cepat meluas kesekitar usus sebagai cincin anular. Lesi
anular lebih sering pada bagian rektosigmoid, sedangkan polipoid atau lesi
yang datar lebih sering terdapat pada sekum dan kolon asendens. Secara
histologis, hampir semua kanker usus adalah adenokarsinoma (terdiri atas
epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda.
Tumor dapat menyebar (1) secara infiltrar langsung ke struktur yang
berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, (2) melalui pembuluh limfe ke
9

kelenjar limfe perikolon dan mesokolon dan (3) melalui aliran darah,
biasanya ke hati karena kolon mengalirkan darah ke sistem portal. Prognosis
relatif baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submokosa pada saat reseksi
dilakukan dan jauh lebih jelek bila telah terjadi metastasis ke kelenjar limfe.
2.4

Teknik Pemeriksaan Colon In Loop


2.4.1 Pengertian
Teknik pemeriksaan Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan secara
radiologis dari usus besar dengan menggunakan media kontras secara
retrograde (Bontrager, 2001).
2.4.2 Tujuan Pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan Colon In Loop adalah untuk mendapatkan
gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu menegakkan
diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon (Balinger, 1999).
2.4.3 Persiapan Pasien
Riwayat penyakit pasien sangat penting untuk mengevaluasi keadaan
anak yang akan diperiksa. Karena ini akan membantu radiolog dalam
memutuskan instruksi dan prosedur pemeriksaan yang akan diambil
(Bontrager, 2001).
1).

Bayi sampai 2 tahun


Tidak ada persiapan yang diperlukan.

2).

Anak 2 tahun sampai 10 tahun :

Pada malam hari sebelum pemeriksaan hanya makan-makan


yang rendah serat.

Malam sebelum pemeriksaan minum satu tablet bisacodyl atau


laxative atau sejenisnya.

Jika setelah diberi laxative tidak menunjukan pengeluaran yang


cukup, maka dilakukan enema pedi fleet (Urus-urus) atas
petunjuk dokter
10

3).

Anak 10 tahun sampai dewasa

Malam hari sebelum pemeriksaan hanya makan makanan


rendah serat.

Malam sebelum pemeriksaan minum dua tablet bisacodyl atau


laxative atau sejenisnya.

Jika setelah diberi laxative tidak menunjukan pengeluaran


yang cukup, maka dilakukan enema pedi fleet (Urus-urus) atas
petunjuk dokter.

2.4.4 Persiapan Pasien dan Orang Tua (Bontrager, 2001)

Jelaskan prosedur pemeriksaan dan tindakan yang akan


dilakukan dengan jelas

Jelaskan pada pasien dan orang tua bahwa


pemeriksaan yang akan dilakukan tidak sakit, hanya saja pada
saat kontras dimasukkan, anak akan merasa ingin buang air
besar.

Sebaiknya orang tua diminta menemani anaknya


sewaktu pemeriksaan berlangsung untuk membantu jalannya
prosedur pemeriksaan.

2.4.5 Persiapan Alat dan Bahan


1).

Persiapan alat (Bontrager, 2001)


Pesawat sinar x
Marker
Film dan kaset sesuai ukuran
Standar irigator.
Kantong barium
Spuit, untuk bayi gunakan spuit 60 ml
11

Kateter fleksibel, untuk bayi gunakan kateter silikon nomor 10


yang fleksibel.
Plester
Sarung tangan
Lap dan handuk untuk membersihkan
Pengatur tekanan udara aneroid (Jika metode kontras ganda)
Tabung try way disposible
Klem
Kain kasa.
Alat-alat fiksasi
Apron untuk pemegang pasien
2).

Persiapan bahan
a.

Media kontras
Media kontras merupakan suatu bahan yang digunakan dalam

radiografi untuk menampakkan gambaran anatomi suatu organ tubuh


bagian dalam. Dapat berupa bahan yang memiliki nomor atom rendah
berupa udara atau oksigen dan nomor atom tinggi dapat berupa barium
sulfat, iodium dan bromine (Clark, 1956).
Media kontras merupakan bahan yang dapat digunakan untuk
menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh dalam pemeriksaan
radiologi. Jenis bahan kontras yang digunakan untuk pemeriksaan
colon in loop adalah kontras positif yaitu bahan kontras yang
mempunyai nomor atom dan kerapatan tinggi, sehingga pada gambar
akan tampak lebih opak. Berdasar kelarutannya, bahan kontras positif
untuk pemeriksaan colon in loop adalah jenis water soluble yang
mengandung senyawa iodium organic.
b.

Cairan pelicin (jelly / minyak)

c.

Air hangat untuk membuat larutan barium


12

2.4.6 Proyeksi Radiograf


a.

Proyeksi Antero Posterior (AP) Supine (Bontrager, 2001)


1)

Posisi pasien

Pasien berbaring telentang,


mid sagital plane (MSP) tubuh tepat di garis tengah meja
pemeriksaan.

Fiksasi dengan sand bag yang


lembut dan fleksibel.
Fiksasi untuk bayi :
Posisikan lengan menjauhi sumbu tubuh, tempatkan

sand bag yang lembut dan fleksibel di atas masing-masing lengan.


Tempatkan satu sand bag yang agak besar diatas

kedua lutut bayi.


Perhatikan keadaan bayi, jika bayi tenang berarti dia

merasa nyaman, tapi jika menangis berarti ia merasa kesakitan,


pemberian dot bisa membantu menenangkan bayi tersebut.

Gambar 2. Proyeksi AP pada bayi dengan alat immobilisasi sand bag (Bontrager,
2001)
Fiksasi untuk balita :
Hampir sama dengan bayi, tapi pada balita dipasang pita
kompresi diatas lutut (Femur). Jangan lupa antara pita dan kaki
pasien diberi lapisan lembut (gabus) agar pasien tidak merasa
kesakitan.
13

Jika orang tua membantu memegangi pasien maka :

Persiapkan apron dan sarung tangan untuk orang tua

Atur tabung dan kaset serta faktor eksposi sebelum


memposisikan pasien.
Posisi pasien dan orang tua agar tidak mengganggu

pemandangan radiografer.

Orang tua diminta untuk memegang lengan anak, sedangkan kedua


kaki difiksasi dengan sand bag atau pita kompresi.

2)

Arah sinar dan pusat sinar


Pusatkan berkas sinar vertikal tegak lurus dengan kaset pada titik 1

inchi diatas umbilikus tepat pada MSP. Luas lapangan penyinaran mulai
dari sympisis pubis sampai ke diafragma dan sisi kanan kiri abdomen
harus masuk.
3)

Jarak fokus terhadap film (FFD)


40 inchi (100 cm)

4)

Eksposi
Dilakukan ketika pasien diam dan tahan nafas. Jika pasien

menangis lakukan eksposi pada waktu sela tangisannya reda.


5)

Kriteria radiograf

T
erlihat garis tepi dari jaringan lunak dan struktur berisi udara
seperti pada bagian usus dan perut, terlihat kalsifikasi (jika ada)
dan struktur tulang.

C
olumna vertebralis lurus dan tepat ditengah-tengah radiograf.

T
idak ada rotasi dari pelvis, hip joint, rongga pelvis harus terlihat
simetris.

14

T
idak ada gerakan : batas diafragma dan pola udara di paru harus
tampak tajam.

K
ontras radiograf baik.

Gambar 3. Hasil radiograf AP kontras ganda (Bontrager, 2001)


b.

Antero Posterior (AP) Erect


1)

Posisi pasien
Pasien duduk atau berdiri menghadap sinar
dan membelakangi kaset.

Dudukan atau tempatkan anak pada kotak


besar yang berbusa dengan kedua kaki rapat. Kaki difiksasi dengan
15

tali pengikat velcro. Minta orang tua untuk mengangkat kedua


lengan keatas atau melebihi kepala anak.

Untuk bayi pegang kepala diantara kedua


lengan.

Anak usia 4 tahun atau lebih, jika anak


merasa kesakitan maka bantu dia untuk berdiri. Papan Tam Em
tidak cocok digunakan.

Anak akan merasa aman dengan papan


pengikat, lebih aman lagi dengan meja yang dilengkapi pita
kompresi dan pengikat velcro sebelum ditinggikan atau diangkat

Posisi pasien dengan pig-O-statt jika untuk


radiografi dada dengan kedua lengan diatas kepala dan punggung
membelakangi kaset atau tegak lurus bucky.

Jika dipegangi orang tua (Jika tidak hamil) maka :


Persiapkan apron dan sarung tangan

untuk orang tua.

Atur posisi tabung, kaset dan faktor

eksposi sebelum memposisikan pasien.


Posisi orang tua tidak menghalangi

pandangan radiografer.

16

Gambar 4. Proyeksi AP berdiri dengan immobilisasi Pigg-O-Statt


(Bontrager, 2001)
2)

Arah sinar dan pusat sinar


Untuk bayi dan anak kecil :
Arah sinar horizontal dengan pusat sinar 1 inchi (2,5cm) diatas

umbilikus.

Untuk anak yang lebih tua dan dewasa :


Arah sinar horizontal dengan pusat sinar kira-kira sekitar 1 inchi

(2,5 cm) diatas krista iliaca.


Batas atas diafragma dan batas bawah sympisis pubis
3)

Jarak fokus ke film (FFD)


40 inchi (100 cm)

4)

Eksposi
Untuk bayi dan anak kecil :
Perhatikan pola respirasi ketika dalam keadaan tenang (diam),

lakukan eksposi. Jika pasien menangis, lakukan eksposi ketika bayi


bernafas pada waktu mengeluarkan tangisan.

Untuk anak berusia lebih dari 5 tahun :


Biasanya dapat mengatur pernafasannya setelah ada praktek atau

contoh.
5)

Kriteria radiograf

T
erlihat garis tepi dari jaringan lunak dan struktur berisi udara
seperti pada bagian usus dan perut, terlihat kalsifikasi (jika ada)
dan struktur tulang.

C
olumna vertebralis lurus dan tepat ditengah-tengah radiograf.

17

T
idak ada rotasi dari rongga pelvis, hip joint, rongga pelvis harus
terlihat simetris.

T
idak ada gerakan : batas diafragma dan pola udara di paru harus
tampak tajam.

T
erlihat tonjolan tulang pelvis dan garis vertebra.

K
ontras radiograf baik.

Gambar 5. Hasil Radiograf AP berdiri (Bontrager, 2001)


c.

Lateral Decubitus dan Dorsal Decubitus


1)

Posisi pasien

Lateral Decubitus :

Pasien menyamping dengan punggung diganjal


dengan bantal.

Sinar horizontal 1 inchi (2,5 cm) diatas umbilikus.

Tempatkan kaset pada punggung pasien.

18

Gambar 6. Proyeksi Left lateral decubitus dengan bantuan sand bag (Bontrager,
2001)

Dorsal Decubitus :

S
upine dengan menggunakan bantal persegi panjang sebagai alas.
K
aki difiksasi dengan sand bag, caranya sama dengan proyeksi AP
supine.

K
edua lengan ditarik keatas kepala dan minta bantuan orang tua

untuk memegangnya.
T
empatkan kaset di sisi lateral pasien dan kaset diganjal dengan sand
bag.

S
inar horizontal pada mid coronal plane. Untuk

bayi 1 inchi

diatas umbilikus dan untuk anak yang sudah besar pusat sinar 1
inchi diatas krista iliaka.

19

Gambar 7. Proyeksi Dorsal decubitus lateral kiri dengan bantuan sand bag dan
orang tua (Bontrager, 2001)

2)

Jarak fokus terhadap film (FFD)


40 inchi (100 cm)

3)

Eksposi

Untuk bayi dan anak kecil :


Perhatikan pola pernafasan ketika perut masih terangkat keatas,

lakukan eksposi. Jika pasien menangis, lakukan eksposi ketika bayi


bernafas pada waktu mengeluarkan tangisan.

Untuk anak berusia lebih dari 5 tahun :


Biasanya dapat mengatur pernafasannya setelah ada praktek atau

contoh dari radiografer.


4)

Kriteria radiograf

Dorsal decubitus

G
ambaran daerah vertebra berada dalam rongga abdomen dan batasbatas udara terlihat jelas, tingkatan dalam abdomen : batas atas
diafragma dan batas bawah simpisis pubis.

T
idak rotasi, bagian belakang dari tulang iga hrus terlihat saling
superposisi.

20

R
adiograf dapat menampakkan batas atas diafragma dan batas bawah
simpisis pubis tidak terpotong.

T
idak ada gerakan, batas diafragma dan pola udara di paru harus
tampak tajam, tampak garis tulang iga dengan jelas di daerah
abdomen.

T
erlihat tonjolan tulang pelvis dan garis vertebra.

K
ontras radiograf baik.

d.

Post

Evakuasi

Media

Kontras

(Antero

Posterior

Supine)

(Bontrager, 2001)
1)

Posisi pasien
Pasien berbaring telentang, mid sagital plane (MSP) tubuh tepat di

garis tengah meja pemeriksaan.


Fiksasi dengan sand bag yang lembut dan fleksibel.
Jika orang tua membantu memegangi pasien maka :

Persiapkan apron dan sarung tangan untuk orang tua


Atur tabung dan kaset serta faktor eksposi sebelum memposisikan

pasien.
Posisi pasien dan orang tua agar tidak mengganggu pemandangan

radiografer.
Orang tua diminta untuk memegang lengan anak, sedangkan kedua
kaki difiksasi dengan sand bag atau pita kompresi.

2)

Arah sinar dan pusat sinar


Pusatkan berkas sinar vertikal tegak lurus dengan kaset pada titik 1

inchi diatas umbilikus tepat pada MSP. Luas lapangan penyinaran mulai
dari sympisis pubis sampai ke diafragma dan sisi kanan kiri abdomen
harus masuk.
21

3)
4)

Jarak fokus terhadap film (FFD)


40 inchi (100 cm)
Eksposi
Dilakukan ketika pasien diam dan tahan nafas. Jika pasien

menangis lakukan eksposi pada waktu sela tangisannya reda.


5)

Kriteria radiograf
Terlihat garis tepi dari jaringan lunak dan struktur berisi udara
seperti pada bagian usus dan perut, terlihat kalsifikasi (jika ada)

dan struktur tulang.


Columna vertebralis lurus dan tepat ditengah-tengah radiograf.
Tidak ada rotasi dari pelvis, hip joint, rongga pelvis harus terlihat

simetris.
Tidak ada gerakan : batas diafragma dan pola udara di paru harus

tampak tajam.
Kontras radiograf baik.

Gambar 8. Hasil radiograf Dorsal Decubitus lateral kiri (Bontrager, 2001)

22

BAB III
PEMBAHASAN
3.1

Paparan Kasus
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 14 Juni 2016 di
Instalasi Radiologi RSU BLUD BANJAR, penulis mendapatkan pasien
dengan pemeriksaan radiografi Colon In Loop, dengan data sebagai berikut :
Nama

: By. S

Umur

: 6 Hari

Pemeriksaan

: Colon In Loop

Jenis kelamin

:P

Dokter pengirim : dr. N

3.2

Diagnosa

: Hirschprungs Disease

Asal kirimin

: Rawat Inap

Ruangan

: Tulip

No. RM

: 329141

Prosedur Pemeriksaan
3.2.1 Persiapan Penderita
Sebelum pemeriksaan dilaksanakan orang tua penderita diberi
penjelasan mengenai persiapan yang dilakukan dengan bantuan perawat di
bangsal. Tidak ada persiapan khusus bagi penderita.
Setelah penderita dan orang tuanya datang ke bagian radiologi
kemudian penderita dipanggil dan tidur terlentang di atas meja pemeriksaan
dengan dibantu oleh orang tuanya, kemudian penderita tidur telentang di
atas meja pemeriksaan.

23

3.2.2 Persiapan Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk pemeriksaan radiografi colon
in loop antara lain:
a.

Pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan bucky table dan memiliki


kapasitas yang tinggi.

Gambar 9. Pesawat X-Ray BLUD Rumah Sakit Umum Kota Banjar


-

Merek

: TOSHIBA

Model

: BLM 100 L

Tahun Pembuatan : 2002

Tahun Pembelian : 2011

Daya Maximum

Jenis Tabung

Max Tube Voltage : 125 kV

mA Maximum
Min Filtration

: 18 kW
: DRX 1603B
: 100 mA
: 1,8 mm Al

24

b.

Computer Radiografi lengkap dengan printer film radiografi yang


digunakan untuk kebutuhan memproses dan mencetak film.

Gambar 10. Computed Radiography BLUD Rumah Sakit Umum Kota Banjar
c.

Kaset dan film dengan ukuran 24 cm x 30 cm yang jumlahnya


disesuaikan dengan kebutuhan.

25

Gambar 11. Kaset Ukuran 24 cm x 30 cm


d.

Peralatan steril yang digunakan antara lain: media kontras iopamiro


300, spuit 20 cc, spuit 1 cc, jarum 1 G, spuit 10 cc, wing needle,
infus NaCl dan kapas alkohol. Peralatan non steril yang digunakan
antara lain: handscoon, kassa, tensimeter, standar infus, thermo
syringe catheter tip, plester dan pengukur waktu.

26

Gambar 12. Peralatan Pemeriksaan colon in loop


3.3

Teknik Pemeriksaan
3.3.1 Proyeksi Anterio Posterior (AP)
Media kontras jenis Iopamiro diencerkan dengan larutan NaCl.
Pemasukan media kontras yang pertama sekitar 50 cc kemudian selang
irigator diklem, dilakukan ekspose untuk melihat daerah sigmoid terisi
media kontras dengan proyeksi Anterio Posterior (AP) yaitu :
1)

Posisi Pasien
Tidur supine diatas meja pemeriksaan.

2)

Posisi Objek
MSP (Mid Sagital Plane) tubuh diatur tegak lurus meja pemeriksaan.

Kedua tangan dipegangi ayah dan kedua kaki dipegangi sang ibu, kaset
ukuran 24 cm x 30 cm dimasukkan ke dalam bucky. Pertengahan kaset
diatur pada 2 inchi superior simphisis pubis. Eksposi dilakukan saat pasien
diam.
3)

Central Point
Pada MSP setinggi 2 inchi superior simfisis pubis.

4)

Central Ray
Vertikal tegak lurus kaset.

5)

FFD
27

100 cm
6)

Faktor Eksposi

kV

: 46

mAs

: 2,5

Gambar 13. Proyeksi Anterio Posteror (AP)


3.3.2 Proyeksi Right Anterior Oblique (RAO)
1)

Posisi Pasien
Tidur supine diatas meja pemeriksaan kedua tangan disamping tubuh

& kaki dipegangi oleh sang ibu.


2)

Posisi Objek
Pasien dirotasikan yg dipegangi oleh kedua orang tuanya dengan

bantuan radiografer 15- 20. Kedua tangan lurus disamping tubuh dan
kaki dipegangi sang ibu, kaset ukuran 24 cm x 30 cm dimasukkan ke dalam
bucky. Pertengahan kaset diatur pada 2 inchi superior simphisis pubis.
Eksposi dilakukan saat pasien diam.
3)

Central Point
Pada MSP setinggi 2 inchi superior simfisis pubis.

4)

Central Ray
Vertikal tegak lurus kaset.

5)

FFD
28

100 cm
6)

Faktor Eksposi

kV

: 46

mAs

: 2,5

Gambar 14. Proyeksi Right Anterior Oblique (RAO)


3.3.3 Proyeksi Lateral
1)
2)

Posisi Pasien
Pasien diposisikan lateral atau tidur miring
Posisi Objek
Mid Coronal Plane (MCP) diatur pada pertengahan grid, genu sedikit

fleksi.
3)
Cenral Ray
Arah sinar tegak lurus terhadap film
4)
Central Point
Pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca anterior superior
(SIAS).
5)
FFD
100 cm
6)
Faktor Eksposi

kV

mAs

: 46
: 2,5

29

Gambar 15. Proyeksi Lateral


3.4

Hasil Expertise

Kontras dimasukkan ke anus lewat kateter

Tampak kontras mengisi rectum sigmoid sampai bagian distal kolon


desenden

Tampak penyempitan distal sigmoid, kebagian proximal melebar

Daerah perbatasan berbentuk corong

Mukosa normal, dinding irreguler

Kesan :
Menyokong Hirschprung Disease

30

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan laporan kasus , penulis menyimpulkan laporan
ini sebagai berikut :
1.

Pemeriksaan radiografi Colon In Loop pada kasus Hirschprungs


Disease di Instalasi radiologi RSU BLUD BANJAR dilakukan dengan
persiapan pasien dan kontras media menggunakan Ioparimo
diencerkan dengan larutan NaCl sekitar 50cc, dimasukan per anal.
Setelah pemasukkan media kontras, radiografi menggunakan proyeksi
Anterio Posterior (AP), Right Anterior Oblique (RAO) dan Lateral.

2.

Hasil pemeriksaan radiografi Colon In Loop pada kasus Hirschprungs


Disease di Instalasi radiologi RSU BLUD BANJAR dapat
memberikan

gambaran

informatif

sehingga

dapat

membantu

menegakan diagnosa yang ditegakkan.


4.2

Saran
1.

Perlunya

penjelasan

tentang persiapan pemeriksaan pada pasien agar penderita paham


maksud dan tujuan dari pemeriksaan yang akan dilakukan.
2.

Sebaiknya pada pemerikaan Colon In Loop dilakukan dengan


bantuan fluoroskopi untuk melihat perjalanan media kontras di dalam
colon sehingga diagnosa yang dihasilkan lebih maksimal.

31

DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, Philip W. 1995. Merril of Atlas Radiographic Positioning and
Radiologic Procedures, Eight Edition Vol. II. Missouri : Mosby, Inc.
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy. Missouri : Mosby, Inc.
Pearce, E.C., 1999, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pearce, evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Price, S.A., and Wilson, L.M., 1991, Patofisiologi konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit, Alih Bahasa Adji Dharma, Edisi 2, Bagian I, EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Rasad, S., 1992, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Sacharin, R.M., 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi ke-2, Alih Bahasa :
dr. R.F. Maulany. MSc, Editor : Ni Luh Gede Yasmin Asih. SKp, EGC
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Sylvia dan Wilson. 1973. Patofisiologi 2 - Edisi 4. Jakarta : EGC

32

LAMPIRAN
Surat Permintaan Pemeriksaan

33

You might also like