You are on page 1of 11

RELATIVITAS WAKTU

Posted: 5 Oktober 2011 in RELIGI

TIME ????
Berbicara mengenai waktu mengingatkan penulis kepada ungkapan Malik Bin Nabi dalam
bukunya Syuruth An-Nahdhah (Syarat-syarat Kebangkitan) [*] saat ia memulai uraiannya
dengan mengutip satu ungkapan yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis Nabi Saw.:
[*] Edisi Indonesianya telah diterbitkan oleh Penerbit Mizan dengan judul Membangun Dunia
Baru Islam (1994) Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali dia berseru. Putra-putri Adam, aku
waktu, aku ciptaan baru, yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan
kembali lagi sampai hari kiamat. Kemudian, tulis Malik Bin Nabi lebih lanjut: Waktu adalah
sungai yang mengalir ke seluruh penjuru sejak dahulu kala, melintasi pulau, kota, dan desa,
membangkitkan semangat atau meninabobokan manusia. Ia diam seribu bahasa, sampai-sampai
manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya, walaupun segala
sesuatu selain Tuhan tidak akan mampu melepaskan diri darinya. Sedemikian besar peranan
waktu, sehingga Allah Swt. berkali-kali bersumpah dengan menggunakan berbagai kata yang
menunjuk pada waktu-waktu tertentu seperti wa Al-Lail (demi Malam), wa An-Nahar (demi
Siang), wa As-Subhi, wa AL-Fajr, dan lain-lain.
APA YANG DIMAKSUD DENGAN WAKTU?
Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia paling tidak terdapat empat arti kata waktu: (1) seluruh
rangkaian saat, yang telah berlalu, sekarang, dan yang akan datang; (2) saat tertentu untuk
menyelesaikan sesuatu; (3) kesempatan, tempo, atau peluang; (4) ketika, atau saat terjadinya
sesuatu. Al-Quran menggunakan beberapa kata untuk menunjukkan makna-makna di atas,
seperti:
a. Ajal, untuk menunjukkan waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia atau
masyarakat. Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia (QS Yunus [10]: 49)
Demikian juga berakhirnya kontrak perjanjian kerja antara Nabi
Syuaib dan Nabi Musa, Al-Quran mengatakan: Dia berkata, Itulah (perjanjian) antara aku dan
kamu. Mana saja dan kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada
tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas yang kita ucapkan (QS AlQashash [28]: 28).
b. Dahr digunakan untuk saat berkepanjangan yang dilalui alam raya dalam kehidupan dunia ini,
yaitu sejak diciptakan-Nya sampai punahnya alam sementara ini. Bukankah telah pernah datang

(terjadi) kepada manusia satu dahr (waktu) sedangkan ia ketika itu belum merupakan sesuatu
yang dapat disebut (karena belum ada di alam ini?) (QS Al-insan [76]: 1).
Dan mereka berkata, Kehidupan ini tidak lain saat kita berada di dunia, kita mati dan kita hidup,
dan tidak ada yang membinasakan (mematikan) kita kecuali dahr (perjalanan waktu yang dilalui
oleh alam) (QS Al-Jatsiyah [45]: 24).
c. Waqt digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu
peristiwa. Karena itu, sering kali Al-Quran menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari
satu masa. Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban kepada orang-orang Mukmin yang tertentu
waktu-waktunya (QS Al-Nisa [4]: 103) .
d. Ashr, kata ini biasa diartikan waktu menjelang terbenammya matahari, tetapi juga dapat
diartikan sebagai masa secara mutlak. Makna terakhir ini diambil berdasarkan asumsi bahwa
ashr merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Kata ashr sendiri bermakna
perasan, seakan-akan masa harus digunakan oleh manusia untuk memeras pikiran dan
keringatnya, dan hal ini hendaknya dilakukan kapan saja sepanjang masa. Dari kata-kata di atas,
dapat ditarik beberapa kesan tentang pandangan Al-Quran mengenai waktu (dalam pengertianpengertian bahasa indonesia), yaitu:
a. Kata ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak
ada yang langgeng dan abadi kecuali Allah Swt. sendiri.
b. Kata dahr memberi kesan bahwa segala sesuatu pernah tiada, dan bahwa keberadaannya
menjadikan ia terikat oleh waktu (dahr).
c. Kata waqt digunakan dalam konteks yang berbeda-beda, dan diartikan sebagai batas akhir
suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Arti ini tecermin dari waktu-waktu shalat
yang memberi kesan tentang keharusan adanya pembagian teknis mengenai masa yang dialami
(seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya), dan sekaligus keharusan
untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu-waktu tersebut, dan bukannya membiarkannya
berlalu hampa. d. Kata ashr memberi kesan bahwa saat-saat yang dialami oleh manusia harus
diisi dengan kerja memeras keringat dan pikiran. Demikianlah arti dan kesan-kesan yang
diperoleh dari akar serta penggunaan kata yang berarti waktu dalam berbagai makna.
RELATIVITAS WAKTU
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari waktu dan tempat. Mereka mengenal masa lalu, kini,
dan masa depan. Pengenalan manusia tentang waktu berkaitan dengan pengalaman empiris dan
lingkungan. Kesadaran kita tentang waktu berhubungan dengan bulan dan matahari, baik dari
segi perjalanannya (malam saat terbenam dan siang saat terbitnya) maupun kenyataan bahwa
sehari sama dengan sekali terbit sampai terbenamnya matahari, atau sejak tengah malam hingga
tengah malam berikutnya. Perhitungan semacam ini telah menjadi kesepakatan bersama. Namun
harus digarisbawahi bahwa walaupun hal itu diperkenalkan dan diakui oleh Al-Quran (seperti
setahun sama dengan dua belas bulan pada surat At-Taubah ayat 36), Al-Quran juga
memperkenalkan adanya relativitas waktu, baik yang berkaitan dengan dimensi ruang, keadaan,

maupun pelaku. Waktu yang dialami manusia di dunia berbeda dengan waktu yang dialaminya
kelak di hari kemudian. Ini disebabkan dimensi kehidupan akhirat berbeda dengan dimensi
kehidupan duniawi. Di dalam surat Al-Kahfi [18]: 19 dinyatakan: Dan berkata salah seorang dan
mereka, Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi? Mereka menjawab, Kami tinggal
(di bumi) sehari atau setengah hari Ashhabul-Kahfi yang ditidurkan Allah selama tiga ratus
tahun lebih, menduga bahwa mereka hanya berada di dalam gua selama sehari atau kurang,
Mereka berkata, Kami berada (di sini) sehari atau setengah hari. (QS Al-Kahf [18]: 19).
Ini karena mereka ketika itu sedang ditidurkan oleh Allah, sehingga walaupun mereka berada
dalam ruang yang sama dan dalam rentang waktu yang panjang, mereka hanya merasakan
beberapa saat saja. Allah Swt. berada di luar batas-batas waktu. Karena itu, dalam Al-Quran
ditemukan kata kerja bentuk masa lampau (past tense/madhi) yang digunakan-Nya untuk suatu
peristiwa mengenai masa depan. Allah Swt. berfirman:
Telah datang ketetapan Allah (hari kiamat), maka janganlah kamu meminta agar disegerakan
datangnya (QS Al-Nahl [16]: 1).
Bentuk kalimat semacam ini dapat membingungkan para pembaca mengenai makna yang
dikandungnya, karena bagi kita, kiamat belum datang. Tetapi di sisi lain jika memang telah
datang seperti bunyi ayat, mengapa pada ayat tersebut dilarang meminta disegerakan
kedatangannya? Kebingungan itu insya Allah akan sirna, jika disadari bahwa Allah berada di luar
dimensi waktu. Sehingga bagi-Nya, masa lalu, kini, dan masa yang akan datang sama saja. Dari
sini dan dari sekian ayat yang lain sebagian pakar tafsir menetapkan adanya relativitas waktu.
Ketika Al-Quran berbicara tentang waktu yang ditempuh oleh malaikat menuju hadirat-Nya,
salah satu ayat Al-Quran menyatakan perbandingan waktu dalam sehari kadarnya sama dengan
lima puluh ribu tahun bagi makhluk lain (manusia). Malaikat-malaikat dan Jibril naik
(men~hadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun (QS Al-Maarij
[70]: 4).
Sedangkan dalam ayat lain disebutkan bahwa masa yang ditempuh oleh para malaikat tertentu
untuk naik ke sisi-Nya adalah seribu tahun menurut perhitungan manusia:
Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari
yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu (QS Al-Sajdah [32]: 5).
Ini berarti bahwa perbedaan sistem gerak yang dilakukan oleh satu pelaku mengakibatkan
perbedaan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suatu sasaran. Batu, suara, dan cahaya
masing-masing membutuhkan waktu yang berbeda untuk mencapai sasaran yang sama.
Kenyataan ini pada akhirnya mengantarkan kita kepada keyakinan bahwa ada sesuatu yang tidak
membutuhkan waktu demi mencapai hal yang dikehendakinya. Sesuatu itu adalah Allah Swt.
Dan perintah Kami hanyalah satu (perkataan) seperti kejapan mata (QS Al-Qamar [54] 50).
Kejapan mata dalam firman di atas tidak boleh dipahami dalam pengertian dimensi manusia,
karena Allah berada di luar dimensi tersebut, dan karena Dia juga telah menegaskan bahwa:

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,


Jadilah!, maka terjadilah ia (QS Ya Sin [36]: 82)
Ini pun bukan berarti bahwa untuk mewujudkan sesuatu, Allah membutuhkan kata kun,
sebagaimana tidak berarti bahwa ciptaan Allah terjadi seketika tanpa suatu proses. Ayat-ayat di
atas hanya ingin menyebutkan bahwa Allah Swt. berada di luar dimensi ruang dan waktu. Dari
sini, kata hari, bulan, atau tahun tidak boleh dipahami secara mutlak seperti pemahaman populer
dewasa ini. Allah menciptakan alam raya selama enam hari, tidak harus dipahami sebagai
enam kali dua puluh empat jam. Bahkan boleh jadi kata tahun dalam Al-Quran tidak berarti
365 hari walaupun kata yaum dalam Al-Quran yang berarti hari hanya terulang 365 kali karena
umat manusia berbeda dalam menetapkan jumlah hari dalam setahun. Perbedaan ini bukan saja
karena penggunaan perhitungan perjalanan bulan atau matahari, tetapi karena umat manusia
mengenal pula perhitungan yang lain. Sebagian ulama menyatakan bahwa firman Allah yang
menerangkan bahwa Nabi Nuh a.s. hidup di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun (QS 29:
14), tidak harus dipahami dalam konteks perhitungan Syamsiah atau Qamariah. Karena umat
manusia pernah mengenal perhitungan tahun berdasarkan musim (panas, dingin, gugur, dan
semi) sehingga setahun perhitungan kita yang menggunakan ukuran perjalanan matahari, sama
dengan empat tahun dalam perhitungan musim. Kalau pendapat ini dapat diterima, maka
keberadaan Nabi Nuh a.s. di tengah-tengah kaumnya boleh jadi hanya sekitar 230 tahun. AlQuran mengisyaratkan perbedaan perhitungan Syamsiah dan Qamariah melalui ayat yang
membicarakan lamanya penghuni gua (Ashhabul-Kahfi) tertidur. Sesungguhnya mereka telah
tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (QS Al-Kahf [18]:
25).
Tiga ratus tahun di tempat itu menurut perhitungan Syamsiah, sedangkan penambahan sembilan
tahun adalah berdasarkan perhitungan Qamariah. Seperti diketahui, terdapat selisih sekitar
sebelas hari setiap tahun antara perhitungan Qamariah dan Syamsiah. Jadi selisih sembilan tahun
itu adalah sekitar 300 x 11 hari = 3.300 hari, atau sama dengan sembilan tahun.

Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan
melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia
belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah
tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini
dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan.
Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas
sebelumnya.
Teori relativitas itu dirumuskannya sebagai E= mc2. Rumus teori relativitas yang begitu populer
itu menyatakan kecepatan cahaya adalah konstan. Teori relativitas khusus yang dilontarkan
Einsten berkaitan dengan materi dan cahaya yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi.
Sedangkan, teori relativitas umum menyatakan, setiap benda bermassa menyebabkan ruangwaktu di sekitarnya melengkung (efek geodetic wrap). Melalui kedua teori relativitas itu Einsten
menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetis tidak sesuai dengan teori gerakan Newton.
Gelombang elektromagnetis tidak sesuai dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan,
tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat.
Inti dari pemikiran kedua teori tersebut menyatakan dua pengamat yang bergerak relatif terhadap
masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang
sama. Meski begitu, isi hukum fisik akan terlihat sama oleh keduanya. Dengan ditemukannya

teori relativitas, manusia bisa menjelaskan sifat-sifat materi dan struktur alam semesta.
"Pertama kali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas sekitar tahun lalu 1905.
Saya tidak dapat mengatakan secara eksak dari mana ide semacam ini muncul, namun saya yakin
ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak." ungkap Einsten saatt
menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial University pada 4 Desember
1922.
Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu matematika dan fisika. Sejatinya, 1. 100 tahun
sebelum Einsten mencetuskan teori relativitas, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah
meletakkan dasar-dasar teori relativitas. Adalah saintis dan filosof legendaris bernama Al-Kindi
yang mencetuskan teori itu.

Sesungguhnya tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori
itu pada abad ke-9 M. Apalagi beliau pasti sangat menguasai kitab suci Al-Quran. Sebab tak
diragukan lagi jika ayat-ayat Al-Quran mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu
menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.
Ayat-ayat Al-Quran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis Muslim di era
keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran
para saintis Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi dengan
cara-cara yang sangat jahat.
Dalam Al-Falsafa Al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq Al-Kindi itu telah
mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat islam yang
mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti
tenggelam ditelan zaman.

Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia,
adalah esensi dari hukum eksistensi. "Waktu, ruang, gerakan, benda semuanya relatif dan tak
absolut." cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan barat seperti Galileo, Descartes dan Newton
menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einsten yang sepaham
dengan Al-Kindi.
"Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda, dengan gerakan; gerakan, dengan benda." papar AlKindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata, "...jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah
benda, di sana perlu gerakan." Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena
fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut.
Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang diungkapkan Einsten dalam
teori relativitas umum. "Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap
bahwa waktu adalah absolut." papar Eisnten dalam La Relativite. Menurut Einsten,
kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes dan Newton itu tak sesuai
dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain,
namun juga ke obyek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama
dengan apa yang diungkapkan Einsten.
Dalam Al-Falsafa Al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang yang melihat sebuah obyek yang
ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika
orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia bergerak ke bumi, dia
melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.
"Kita tak dapat mengatakan bahwa itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi kita dapat
mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada obyek yang lain." tutur AlKindi. Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah Al-Kindi wafat.
Menurut Einsten, tak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tak terikat pada
pengamat. Sebuah hukum, papar dia harus dibuktikan melalui pengukuran. Al-Kindi
menyatakan, seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya adalah relatif dan terbatas.
Meski setiap individu manusia tak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas;
waktu, gerakan, benda, ruang juga terbatas. Einsten lagi-lagi mengamini pernyataan Al-Kindi
yang dilontarkannya pada abad ke-11 M. "Eksistensi dunia ini terbatas, meskipun eksistensi tak
terbatas." papar Eisnten.

Dengan teori itu, Al-Kindi tak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, juga
dia membuktikan eksistensi Tuhan, karena itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir
hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua
ilmuwan berbeda zaman itu pada dasarnya sama. Hanya saja, penjelasan Einsten telah dibuktikan
dengan sangat teliti.
Bahkan, teori relativitasnya telah digunakan untuk pengembangan energi, bom atom dan senjata
nuklir pemusnah massal. Sedangkan, Al-Kindi mengungkapkan teorinya itu untuk membuktikan
eksistensi Tuhan dan Keesaannya. Sayangnya, pemikiran cemerlang sang saintis Muslim tentang
dengan sangat teliti.

Alam semesta ini penuh dengan banyak misteri. Kitab suci Al-Quran lah kuncinya. Allah SWT
telah menjanjikan bahwa Al-Quran merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakwa.
Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang
mengulas hal ini berbunyi :
"...Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu
hitung."
(QS. Al-Hajj : 47)
"Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan jibril naik
(menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun." (QS. 70 : 3-4)
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal ia berjalan
sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap
sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Naml : 88)

"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan
menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut
perhitunganmu." (QS. 22 : 47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu
hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS. 32 : 5)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa

terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami
tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang
menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau
kamu sesungguhnya mengetahui'."
(QS. 23 : 122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai
diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.

Karena kebenaran Al-Quran itu, konon di akhir hayatnya Einsten secara diam-diam juga telah
memeluk agama islam. Dalam sebuah tulisan, Einsten mengakui kebenaran Al-Quran. "Al-Quran
bukanlah buku seperti aljabar atau geometri. Namun, Al-Quran adalah kumpulan aturan yang
menuntun umat manusia ke jalan yang benar. Jalan yang tak dapat di tolak para filosof besar."
ungkap Einsten

Relativitas Waktu
IST

Teori Relativitas Waktu


A+ | Reset | A-

REPUBLIKA.CO.ID,Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini
telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20.
Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan
waktu dapat berubah tergantung keadaannya.
Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia
menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak
seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi tunggu dulu, ada perkecualian! Alquran telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat
relatif. Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak
akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut
perhitunganmu." (QS Al-Hajj: 47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu

hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS As-Sajdah: 5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun." (QS Al-Ma'aarij: 4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa
terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama: "Allah
bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal
(di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.'
Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu
sesungguhnya mengetahui'." (QS Al-Mukminun: 112-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Alquran, yang mulai
diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Alquran adalah Kitab Suci.

You might also like