You are on page 1of 16

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur

Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Konsep Genius Loci Norberg-Schulz dalam Arsitektur


Putu Rahayu Sitha Dewi (25215014), Kresna Aditya Ramadhan P (25215015), I Gde Banyu Priautama(25215017)

ABSTRAK
Seperti yang diungkapkan Norberg-Schulz, seorang tokoh fenomenologi dalam arsitektur pada
bukunya yang berjudul Genius Loci : Towards the Phenomenology of Architecture, bahwa
sebuah tempat memiliki arti lebih dari hanya sekedar lokasi, karena setiap tempat memiliki
spirit/jiwa yang tidak dapat dijelaskan secara analitis atau metode ilmiah. Ditegaskan pula
bahwa ada relasi antara topografi (permukaan tanah), kosmologi (langit dan cahaya) dan
makna simbolik dan eksistensial yang melekat pada budaya yang menjadi dasar kegiatan
bermukim. Kekuatan dan karakter lokal dari sebuah tempat tidak boleh hilang dari sebuah
karya arsitektur, walaupun mulai terdesak oleh perkembangan jaman. Norberg-Schulz sendiri
sebenarnya tidak terlalu dikenal sebagai seorang arsitek dengan karya yang terkenal, tetapi
melalui teori dan filosofinya mengenai fenomenologi. Makalah ini akan membahas mengenai
konsep Genius Loci dari Norberg-Schulz dan beberapa karya arsitek lainnya yang menerapkan
konsep Genius Loci dari Norberg-Schulz, antara lain Petter Zumthor dengan karyanya Therme
Vals dan Geoffrey Bawa dengan karyanya Heritance Kandalama Hotel.
Keyword : Genius Loci, Norberg Schulz, Arsitektur

PENDAHULUAN
Karya-karya arsitektur berubah seiring dengan perkembangan jaman. Keindahan estetika
semata yang terpengaruh modernisasi sepertinya menjadi tujuan utama sebagian besar karya
arsitektur saat ini. Karya-karya tersebut seperti kehilangan esensi dan makna akan lokasi atau
tempat karya arsitektur tersebut dibangun, di mana seharusnya esensi dan makna tersebut
tidak boleh hilang dari sebuah karya arsitektur. Tujuan Arsitektur pada hakikatnya adalah
menciptakan tempat penuh makna yang memungkinkan manusia untuk mampu menentukan
orientasi dirinya terhadap lingkungan sekitar. Setiap tempat memiliki keunikan yang bersifat
khusus yang membedakannya dengan tempat lain (Schulz, 1980:5). Berdasarkan kenyataan
tersebut, sudah merupakan kewajiban bagi seorang arsitek untuk menempatkan karyanya
dengan baik sesuai kondisi suatu tempat di mana karyanya akan dibangun. Penempatan karya
yang baik merupakan realisasi dari pikiran yang mengacu pada keadaan setempat agar serasi
dan sesuai untuk kebutuhan manusia di tempat tersebut.
Dalam bidang arsitektur, kajian yang meneliti tentang sifat, jiwa dan esensi suatu tempat
berada dalam ranah fenomenologi arsitektur, di mana istilah Genius Loci yang banyak
digunakan. Christian Norberg-Schulz adalah salah satu yang mempelopori pendekatan
fenomenologi pada bidang arsitektur. Menurut Norberg-Schulz (1979) setiap tempat memiliki
keunikan yang membedakannya dengan tempat lain. Ia juga mengatakan, Genius Loci adalah
spirit of place, atmosfer suatu tempat/place yang memberikan kekhususan makna pada tempat
1

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

tersebut dan dapat membedakannya dengan tempat yang lain, serta terbentuk dari suatu
aktifitas khusus yang berhubungan dengan ritual religi, sosial dan budaya dari
masyarakat/manusia penghuni tempat tersebut.
Kata Genius merujuk kepada karakter penanda elemen alam tertentu, sedangkan kata Loci
berarti tempat atau lokal, sehingga kata Genius yang disandingkan dengan kata Loci menjadi
bermakna keunikan lokal, potensi lokal, keotentikan suatu lokalitas tertentu (Primi
Artiningrum, 2012). Dalam bukunya yang berjudul Genius Loci : Towards the Phenomenology
of Architecture, Norberg Schulz menegaskan relasi antara topografi (permukaan tanah),
kosmologi (langit dan cahaya) dan makna simbolik dan eksistensial yang melekat pada budaya
yang menjadi dasar kegiatan bermukim (dwelling). Manifestasi dari elemen bermukim tersebut
menjadikan sebuah keharmonisan yang akan memberikan identitas khusus pada sebuah
lingkungan dan karya arsitektur yang dibangun di lingkungan tersebut.
Penerapan Genius Loci dalam karya arsitektur di era modernisasi ini seharusnya bukan
merupakan sesuatu yang bertentangan. Harus ada hubungan antara keduanya, di mana
kekhasan suatu tempat bisa dijadikan karakter karya arsitektur. Untuk lebih memahami konsep
Genius Loci dari Norberg-Schulz maka dalam makalah ini dibahas konsep Genius Loci yang
digunakan oleh Norberg-Schulz dalam arsitektur dan dipaparkan beberapa karya arsitek lain
yang diciptakan menggunakan konsep Genius Loci.

BIOGRAFI NORBERG SCHULZ


Christian Norberg-Schulz adalah seorang arsitek Norwegia yang
mempelopori penggunaan fenomenologi pada bidang arsitektur
yang ditekuninya selama kira-kira tiga dekade (Gambar 1).
Norberg-Schulz mengawali pemikirannya dengan pendekatan
analitik dan psikologi seperti tampak pada buku-buku Intentions
in Architecture (1965, MIT Press) dan Existence, Space and
Architecture (1971, Praeger Publisher).
Sebelum menulis buku pertamanya, pada tahun 1950 - 1960,
Norberg-Schulz pernah berpraktik sebagai arsitek dan
Gambar 01 Christian Norberg
berkolaborasi dengan Arne Korsmo dan bersama-sama
Schulz
Sumber : america.pink
merancang Row Houses di Planetveien Street di Oslo di mana
kemudian mereka menempatinya bersama keluarga masing-masing. Norberg-Schulz kemudian
semakin mengurangi praktiknya seiring dengan penerbitan buku pertamanya yang membuat
Norberg-Schulz mendapatkan pengakuan internasional dalam bidang teori arsitektur.
Pada tahun 1970 1980 Norberg-Schulz terus menekuni bidang teori arsitektur. Bukunya
Genius Loci : Towards a Phenomenology of Architecture (1980, Rizzoli, New York), merupakan
2

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

tonggak awal kajian fenomenologi arsitektur. Dalam buku ini, Norberg-Schulz menyatakan
bahwa semua tempat memiliki jiwa atau Genius Loci tersendiri. Suatu karya arsitektur berdiri
berdasarkan pengaruh dan kenyataan yang ada di tempat di mana karya itu berada. Ia juga
menegaskan relasi antara topografi (permukaan tanah), kosmologi (langit dan cahaya) dan
makna simbolik dari eksitensial yang melekat pada budaya yang menjadi dasar kegiatan
bermukim (dwelling) dan mengaitkan dengan konsep Genius Loci sebagai berikut :
Man dwells when he can orientate himself within and identity himself with an
environment, or, in short, when he experiences the environment as meanigful. Dwelling
therefore implies something more than a shelter. It implies that the spaces where life
occurs are the places, in the true sense of the world. A place is a space that has
character. Since ancient times Genius Loci, or Spirit of Place has been recognize as the
concretereality man has to face and come to term with in his daily life.
Norberg-Schulz banyak membawa pemikiran fenomenologi filsuf Martin Heidegger hingga
publikasi-publikasinya seperti Concept of Dwelling (1997, MIT Press) dan Architecture :
Presence, Language, Place (2000, Skira). Dari pengaruh Heidegger, ia menggali makna
keberadaan dan kehadiran ruang (baik natural maupun buatan) melalui fenomena yang ada
agar muncul esensi tempat yang sering disebut sebagai Genius Loci. Kritik terhadap pemikiran
Norberg-Schulz ini muncul dari kecenderungannya untuk menjadikan Genius Loci gagasan yang
romantis milik masa lalu.

KONSEP GENIUS LOCI NORBERG SCHULZ


Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainmenon yang berarti apa yang tampak, dan
kata logos yang berarti studi atau ilmu. Secara lebih khusus, fenomenologi pada kajian
filsafat menekankan pada studi terhadap pengalaman sadar atas fenomena.
Fenomenologi adalah sebuah sarana untuk merefleksikan secara intensif pengalaman sadar
manusia (subyek) terhadap sesuatu (obyek). Manusia, sebagai subyek, pada kajian
fenomenologi mendapat titik berat dalam kemampuannya memahami dunia melalui
pengalaman dari keterlibatan atau kehadiran tubuh (Gunawan, 2012).
Norberg-Schulz merupakan salah satu pelopor pendekatan fenomenologi dalam bidang
arsitektur. Di bawah pengaruh Heidegger, Norberg-Schulz menggali makna keberadaan dan
kehadiran ruang (baik natural maupun buatan) melalui fenomena yang ada, agar muncul esensi
tempat yang sering disebut sebagai Genius Loci.
Menurut Norberg-Schulz (1980:45) Genius Loci merupakan konsep yang berasal dari bangsa
Romawi yang mempercayai bahwa tempat-tempat tertentu memiliki jiwa. Genius Loci
merefleksikan keunikan dari sebuah tempat, yang membedakan satu tempat dengan tempat
yang lain. Genius Loci dianggap menyimbolkan kekuatan yang menjadikan suatu tempat
3

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

memiliki kepribadian dan karakter berupa sebuah kualitas yang lebih dari hanya sekedar
tempat.
Menurut Norberg-Schulz (1980: 47), Genius Loci dalam arsitektur adalah jiwa dari ruang dan
waktu, lokalitas dan region-region di mana arsitektur tumbuh dan berkembang. Di dalamnya
tercakup pelaku-pelaku, pengguna-pengguna, penikmat-penikmat dan keseluruhan
masyarakat yang merasa dekat dan terwakili dalam kesadaran dan pengharapannya.
Norberg-Schulz mengeksplorasi karakter dari sebuah tempat dan maknanya terhadap
penduduk setempat. Norberg-Schulz mengusulkan penggunaan metode fenomenologis untuk
memahami dan menggambarkan spirit/jiwa dari sebuah tempat melalui penggambaran ciri
ciri fisik dan interpretasi pengalaman manusia pada tempat tersebut.
Menurut Norberg-Schulz, tempat terbentuk dari fenomena alami (natural) dan fenomena
buatan manusia (man-made), atau yang dalam istilah konkretnya disebut lingkungan
(landscape) dan pemukiman (settlement). Norberg-Schulz kemudian menjelaskan konsep
ruang eksistensial, dan membaginya menjadi dua elemen, yakni ruang dan karakter, yang
saling melengkapi satu sama lainnya. Sebuah ruang tidak hanya berfungsi sebagai tempat
berlindung (shelter), sebuah ruang adalah tempat (place) di mana kehidupan berlangsung.
Sebuah tempat merupakan kumpulan ruang dengan karakter yang berbeda. Tempat
inilah yang menjadi fokus pembahasan dari genius loci (spirit of place). Tujuan dari ilmu
arsitektur adalah untuk memvisualisasikan spirit of place, di mana tugas seorang arsitek
adalah menciptakan tempat yang memiliki makna, sehingga mendorong manusia untuk
bermukim (dwelling). Sebuah ruang merupakan perwujudan dari elemen tiga dimensi yang
membentuk sebuah tempat, sedangkan karakter diwakili oleh atmosfer, yang merupakan
elemen terpenting dari setiap tempat. Organisasi ruang yang sama pada tempat yang
berbeda dapat memiliki karakter yang berbeda, tergantung pada perlakuan konkret
pengguna/users terhadap elemen ruang.
Ketika seseorang bermukim, maka secara simultan ia akan berlokasi pada ruang, dan secara
bersamaan ia juga mengekspos/mengungkap karakter lingkungan tersebut. Dalam hal ini,
terlibat dua fungsi psikologi, yakni orientasi dan identifikasi. Untuk mendapatkan tumpuan
eksistensial, maka seseorang harus dapat mengorientasikan dirinya. Ia harus tahu di mana ia
berada. Selain itu, ia juga harus mengidentifikasi diri dengan lingkungannya, agar ia tahu
bagaimana harus bersikap pada tempat-tempat tertentu.
Christian Norberg-Schulz menjelaskan bahwa ada empat fungsi yang harus dipenuhi arsitektur,
yaitu :
1. Physical control. Peran physical control meliputi pengendalian iklim (udara,
kelembaban, temperatur, angin, curah hujan, dll), cahaya, suara, bau, hal-hal lain
seperti debu, asap, serangga, hewan serta radioaktif. Kebanyakan dari faktor-faktor
tersebut di atas bersifat geographis dan berhubungan dengan bangunan dan
4

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

lingkungannya. Lingkungan mempengaruhi bangunan dengan energi-energi yang harus


dikontrol tergantung pada kegiatan manusia yang harus dilayani dan ditampung oleh
bangunan. Fungsi bangunan dapat mengubah kebutuhan akan pemanasan, iluminasi,
akustik ataupun pengkondisian udara. Karena itu arsitek perlu mengetahui tentang halhal yang berhubungan langsung dengan aspek fisik bangunan. Misalnya kita bisa
menyelidiki kemampuan bahan bangunan sebagai insulator terhadap dingin, suara,
kelembaban dan sebagainya. Kita juga dapat memanfaatkan bantuan alat-alat secara
mekanis untuk menciptakan iklim artifisial. Kita juga dapat mempelajari physical
control sebagai sebuah pertukaran energi. Untuk itu kita dapat menggunakan konsep
filter (saringan), connector (penghubung), barier (pemisah), switch
(pengubah). Dinding tebal dapat berfungsi sebagai filter terhadap panas dan dingin,
dan sebagai pelindung terhadap cahaya. Pintu dan jendela mempunyai karakter seperti
switch (pengubah) karena mereka dapat memutus dan menghubungkan. Secara
umum dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan elemen-elemen untuk menghubungkan
dan memisahkan. Physical control tidak hanya berpengaruh pada organisasi dalam
ruang dan solusi teknik, tetapi juga orientasi terhadap sinar matahari dan angin. Pada
daerah-daerah dengan iklim yang berat, dinding luar harus sependek mungkin atau
menggunakan alat-alat pelindung seperti penonjolan atap dan sebagainya. Dalam hal
ini physical control juga menentukan apa yang disebut karakter regional.
2. Functional frame. Pada functional frame akan banyak dibahas aspek-aspek fisik tingkah
laku manusia. Pada dasarnya manusia selalu melakukan kegiatan, sehingga
membutuhkan wadah arsitektural untuk menampung kegiatan tersebut. Perlu diingat
bahwa dua bangunan dapat berperan dengan baik untuk fungsi yang sama tanpa harus
menciptakan suasana yang sama. Suasana dapat berubah sejalan dengan sejarah,
sementara fungsinya tetap. Fungsi akan berubah bila terjadi perubahan yang mendasar
pada gaya hidup kita. Fakta menyatakan bahwa setiap kegiatan membutuhkan ruang
(space) tertentu. Ruang dapat memiliki ukuran yang tepat (misalnya lapangan tenis).
Tetapi dapat pula bervariasi (lebih kurang). Fungsi tidak hanya menentukan ukuran
ruang-ruang, tetapi biasanya juga menentukan bentuk. Sejumlah restoran untuk
sejumlah pengunjung tertentu bisa berbentuk lingkaran, bujur sangkar, persegi panjang
atau tidak beraturan. Yang penting bentuk tersebut harus dapat menampung
kegiatan/fungsi makan dan pelayanan secara nyaman. Functional frame harus dapat
beradaptasi terhadap kekomplekan kegiatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
functional frame harus merepresentasikan sebuah struktur kegiatan dengan
memanifestasikan spatial, tipologi, dan karakter dinamis dari fungsi-fungsi.
3. Social Millieu. Social millieu bisa menjadi ekspresi statis, peranan, kelompok,
perkumpulan, institusi dan sekelompok bangunan yang dapat mempresentasikan
sistem sosial sebagai suatu kesatuan, suatu contoh Istana Raja dibuat lebih besar dari
bangunan-bangunan lain dengan tujuan untuk menunjukan status sosial. Secara umum
5

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

dapat dikatakan peran serta aturan-aturan dalam hubungan manusia membentuk


sebagian dari peran bangunan. Bangunan dan lingkungannya memberikan dan
menampung kehidupan manusia dan lingkungan yang tepat untuk kegiatan-kegiatan
umum atau khusus. Lingkungan memiliki karakter karena adanya kemungkinankemungkinan bagi kehidupan sosial, dimana kegiatan dan persepsi harus memenuhi
kebutuhan lingkungan tersebut. Lingkungan mempunyai arti relatif terhadap kegiatankegiatan tertentu, lingkungan yang sama belum tentu tepat bagi segala macam
interaksi. Idea dari perbedaan lingkungan menurut struktur sosial secara tidak sadar
menentukan sebagian besar organisme urban pada masa lalu, dan juga bangunanbangunan individual. Kita memiliki alasan-alasan untuk percaya bahwa masalahmasalah yang sama akan timbul lagi kepermukaan. Sejauh ini orang merasa puas
dengan usaha-usaha membuat arsitektur fungsional yang lebih ekspresif tanpa
menekankan kebutuhan akan ekspresi yang layak dan relevan untuk memecahkan
masalah ini, arsitek perlu menggabungkan informasi psikologi dan sosiologi dalam
mendefinisikan peran bangunan.
4. Cultural symbolization, Arsitektur adalah obyek budaya dan juga merupakan hasil karya
manusia yang melayani aktivitas-aktivitas manusia secara umum. Kita telah sepakat
bahwa seni mengekspresikan nilai, sementara sains menerangkan fakta-fakta, dan seni
adalah salah satu alat untuk menyatakan nilai-nilai budaya untuk kemudian
dimasyarakatkan. Seni juga melambangkan obyek-obyek budaya. Bahwa arsitektur
dapat melambangkan obyek-obyek budaya adalah fakta empiris, karena sejarah
arsitektur menunjukan bahwa aspek ini telah membentuk sebuah bagian penting dari
peranan bangunan. Karena struktur sosial didasari nilai-nilai umum dan sistem lambang
(simbol), hal ini membuktikan bahwa simbol budaya berhubungan erat dengan formasi
sosial milleu. Dalam simbol milleu, sosial milleu menjembatani obyek-obyek budaya
seperti nilai-nilai umum, konstruksi empiris (ilmiah), ide-ide filosofis, kodeetik,
kepercayaan, dan kondisi ekonomi. Obyek-obyek dimanifestasikan melalui peranan
sosial, kelompok dan institusi, serta melalui obyek-obyek fisik yang melayani kehidupan
sosial. Diskusi tentang simbol milleu menjadi jelas jika kita menghindari pencampuran
obyek budaya dan sosial secara baur. Adalah penting untuk memisahkan antara
interaksi dan nilai, bahkan jika mereka muncul sebagai aspek-aspek dalam tingkat
urusan yang sama. Kita dapat menyimpulkan bahwa setiap milleu sosial tidak langsung
melambangkan obyek-obyek budaya, sementara perlambangan budaya dapat juga
terjadi secara langsung dengan membiarkan mentuk-bentuk arsitektur tertentu
menunjukan obyek budaya tertentu. kedua kemungkinan tersebut bisa saja
digabungkan. Dapat dipertanyakan apakah penting bahwa arsitektur harus
melambangkan obyek budaya secara langsung? Melalui simbolisasi budaya, arsitektur
dapat menunjukan bahwa kehidupan sehari-hari memiliki makna yang melebihi situasi
saat itu, bahwa arsitektur membentuk sebagian dari kesinambungan sejarah dan

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

budaya. Dalam perealisasian makna-makna arsitektur melengkapi satu titik tandas


untuk perkembangan budaya.

PENERAPAN KONSEP GENIUS LOCI NORBERG-SCHULZ PADA KARYA ARSITEKTUR


Pada dasarnya konsep genius loci dari Norberg-Schulz berawal dari penerapan filsafat
Fenomenologi di bidang Arsitektur, dimana hal ini dilakukan sebagai kritik terhadap arsitektur
modern. Menurut Haddad & Ellie (2010) dalam terjemahannya konsep Genius Loci
menegaskan relasi antara topografi tanah, kosmologi (langit dan cahaya) dan makna sombolik
serta eksistensial yang melekat pada budaya yang menjadi dasar kegiatan bermukim (dwelling).
Terdapat beberapa arsitek yang juga mengadopsi konsep dari Genius Loci (spirit of place) yang
diaplikasikan ke dalam karya-karya mereka sebagai alat kritik terhadap arsitek modern,
Rancangan arsitektur dengan konsep genius loci ditempuh dengan beberapa metode atau opsi
perancangan, dimana penerapannya dipengaruhi oleh pemahaman perancangnya. Berikut
merupakan beberapa contoh karya arsitektur dengan penerapan konsep Genius Loci.
1. Therme Vals Petter Zumthor
Therme Vals adalah karya arsitek Petter Zumthor berupa hotel dan spa air panas. Tubuh
manusia sebagai elemen penting dari kegiatan pemandian ini membentuk integral fungsi dan
tujuan dari bangunan.

Gambar 02 Therme Vals di Switzerland


Sumber : Pinterest

a. Lokasi
Therme Vals berada di Vals, sebuah lembah kecil di Graubunden di Switzerland.
Bangunan berbentuk monolit dengan sebagian besar material berupa batu dari
7

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

tambang lokal sehingga bangunan ini memiliki fasad yang menyatu dengan lingkungan
pegunungan sekitar. Pembagian ruang dilakukan secara sistematis dan mengambil
referensi bentuk gua untuk bagian ruang dalam. Therme Vals dibangun di satu-satunya
mata air panas di daerah Vals, Switzerland yang dikelilingi padang rumput hijau
pegunungan dan merupakan bangunan yang sangat responsif terhadap lingkungan
sekitarnya. Zumthor sebagai arsitek berusaha mendalami tapak dan sumber daya lokal.
Refleksi kenangan masa lalu, persepsi dan pengalaman ruang menjadi faktor utama
Zumthor dalam mendesain bangunan yang menjadikannya menyatu antara alam dan
lingkungan terbangun.
Seperti yang dikatakan Norberg-Schulz (1980), sebuah tempat memiliki banyak
kelebihan dibandingkan dengan lokasi. Tempat didefinisikan oleh karakter, sebuah
atribut yang dihasilkan melalui tindakan manusia dan persepsi, dimana tubuh dan
pikiran akan terkait. Pikiran memainkan peran mendasar dalam pembentukan karakter
tempat, mengacu pada apa yang dikenal dan terkait dengan masa kanak-kanak dan
budaya seseorang. Oleh karena itu, karakter tempat tergantung pada hubungan
seseorang dengan tempat dan kenangan yang dimilikinya.

Gambar 03 Ilustrasi Potongan Tapak Therme Vals


Sumber : www.dezeen.com

Gambar 05 Lembah Vals di Switzerland


Sumber : www.dezeen.com

Gambar 04 Salah Satu Sisi Bangunan Therme Vals


Sumber : www.dezeen.com

Gambar 06 Pegunungan Swiss yang mengelilingi


daerah Vals
Sumber : www.dezeen.com

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

b. Bangunan Therme Vals


Zumthor sebagai arsitek mengerjakan bangunan ini berdasarkan pendekatan sensitif.
Ia ingin orang-orang dapat merasa seperti masuk ke dalam gua dan merasakan esensi
mandi di kolam gua tersebut. Maka saat memulai desainnya, Zumthor memfokuskan
pada tiga elemen pembentuk ruang. Pertama ia mengembangkan konsep struktur
tambang batu bawah tanah yang terdiri dari pemikul beban dinding pendukung
kantilever yang menciptakan tiga sisi ruang bebas. Kedua, tiga sisi ruang bebas ini
kemudian digunakan sebagai ruang terbuka untuk pengunjung menikmati
pemandangan Pegunungan Swiss. Ketiga, Zumthor menciptakan ruang-ruang tertutup
untuk pemandian dan berusaha membuat atmosfer yang berbeda di tiap ruangan
dengan memberikan suasana warna berbeda untuk setiap ruang tersebut.
Tempat beberapa ruang bertemu dan bertransisi menciptakan pengalaman tersendiri.
Penataan ruang dalam yang lapang memberikan kebebasan bereksplorasi untuk kamarkamar dan koridor. Koridor dibuat mengikuti jejak cahaya yang masuk ke ruangan
melalui bukaan-bukaan. Hal ini membangkitkan rasa penasaran pengunjung akan
ruangan-ruangan yang dimasuki. Ketika melewati koridor untuk memasuki ruang
pemandian, dibuat jalan yang menyempit dan menurun jauh, terkadang terdapat pintu
tersembunyi di dinding-dinding yang memberikan kesan menarik untuk ditemukan.
Dan ketika tiba di ruang pemandian, pengunjung akan menemukan ukuran ruangan
yang bervariasi.

Gambar 07 Denah dan Potongan Therme Vals


Sumber :
https://danilalonde.files.wordpress.com/2012/12/danifinalcasestudy.pdf

Pendekatan yang digunakan Zumthor dalam mendesain Therme Vals menunjukkan bahwa
teori ruang menjadi inspirasi dalam pengembangan desain bangunan ini.

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Gambar 08 Kerangka Konsep Desain Petter Zumthor


Sumber :
https://danilalonde.files.wordpress.com/2012/12/danifinalcasestudy.pdf

Pertama, desain ini menunjukkan sensitifitas arsitek dalam mengembangkan esensi yang
dimiliki tapak. Bangunan seperti masuk ke dalam tapak dan terasa bangunan tersebut memang
bagian dari tapak dan alam sekitarnya. Konsep massa dan material bangunan bangunan dibuat
dengan material batu lokal yang bernama Valser Quarzite. Zumthor sendiri berbicara tentang
aura dari tapak dan berusaha mewujudkannya ke dalam sebuah tempat yang aman, tenang
dan memiliki sense of belonging. Zumthor juga telah mengaplikasikan konsep Genius Loci
dari Norberg-Schulz seperti tertulis dalam buku The Phenomenology of Place.
Meskipun tujuan Zumthor adalah merancang sebuah pemandian, namun inspirasi untuk
Therme Vals ini tidak selalu datang dari fungsinya, tetapi lebih dari materialitas dan lingkungan
sekitar. Batu yang menjadi wadah air kolam ini juga dapat mengingatkan pada sejarah perayaan
mandi orang-orang 3500 tahun yang lalu.

Gambar 09 Hubungan Material dengan Alam


Sumber :
https://danilalonde.files.wordpress.com/2012/12/danifinalca
sestudy.pdf

10

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Kedua, hubungan antar ruang juga menjadi landasan berpikir Zumthor. Penataan ruang
memberikan eksplorasi bagi pengunjung yang bergerak dari ruang satu ke ruang lainnya
melalui koridor, karena penataan tersebut menyebabkan banyaknya ruang-ruang yang tak
terduga yang menarik bagi pengunjung. Kolom-kolom batu dan kantilever menciptakan ruang
gerak sesuai modul struktur kolom batu yang membuat bagian-bagian tertentu menjadi
infinite. Seperti teras yang menonjol keluar seakan berada di ruang luar namun masih dalam
naungan bangunan (Gambar 10).

Gambar 10 Ilustrasi Penataan Ruang Therme Vals


Sumber :

Gambar 11 Interior Ruang Pemandian / Spa Therme Bath


Sumber : Pinterest

Ketiga, perbedaan lebar dan tinggi ruangan hanya dapat dirasakan secara langsung ketika
memasuki bangunan dan ruang-ruang di dalamnya. Sensasi ini akan mempengaruhi orangorang yang berada di dalamnya, di mana pengalaman ruang yang berbeda akan dirasakan di
setiap ruangan yang mereka masuki. Ini merupakan suatu pengalaman yang tidak akan bisa
dirasakan melalui peta atau gambar rencana saja. Jadi secara keseluruhan Therme Vals ini
memberikan sesuatu yang nyata untuk pengalaman seseorang.

11

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Gambar 12 Diagram Fungsi Ruang Dalam Therme Bath


Sumber :
https://danilalonde.files.wordpress.com/2012/12/danifinalca
sestudy.pdf

12

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Sebagai kesimpulan, pendekatan dasar yang dilakukan oleh Zumthor telah dipengaruhi oleh
teori ruang yang menempatkan manusia dalam pengalaman untuk benar-benar merasakan
esensi dari lingkungan dan alam sekitar yang dibuat nyata dalam bentuk karya arsitektur. Karya
Therme Vals ini dapat dikatakan sebagai sebuah memori di masa sekarang dari konteks masa
lalu dan masa depan. Therme Vals menjadi identitas, khususnya oleh masyarakat di daerah
Vals. Untuk itu mereka menganggap bangunan ini sangat berharga dan melakukan perawatan
dengan baik dengan membatasi orang yang berkunjung. Hal ini dilakukan demi menjaga
arsitektur bangunan agar tetap terjaga dengan baik.
2. Heritance Kandalama Hotel, Sri Lanka by Geoffrey Bawa
Geoffrey Bawa adalah seorang arsitek dari Sri Lanka yang menerapkan konsep Genius Loci atau
Sense of place dalam rancangannya. Salah satu karyanya adalah Heritance Kandalama Hotel di
Sri Lanka. Lokasi Hotel ini terletak di Dambulla, Sri Lanka yang berdekatan dengan tempat
historikal yaitu Sigirya.
a. Lokasi.
Pembangunan Hotel Kandalama adalah sebuah inisiatif dari owner dalam idenya untuk
memperluas/menambah area dalam paket wisata di Sri Lanka sepanjang pantai di barat
laut yang juga dikenal dengan cultural Triangle, bangunan dirancang oleh Geoffrey
Bawa dan dibangun pada tahun 1992 dan opening dilakukan pada tahun 1995. Lokasi
tapak terletak di sebuah tepi waduk/danau kuno yang mengelilingi sebuah area lereng
berbatu di dembulla, Sri Lanka, yang lebih dikenal dengan cultural site Segirya.
Tapak ini memiliki karakter dan nilai historis, dalam dengan lanskap berbentuk lereng
bebatuan dan hutan tropis yang dikelilingi oleh waduk/danau kandalama. Dalam hal ini
Arsitek mendapat tantangan untuk mempertahankan nilai kontekstual atau
karakteristik dari sebuah tapak tanpa mengurangi nilai-nilai arsitektur yang akan
diwujudkannya.

Gambar 13 Karakteristik Tapak di Kandalama


Sumber :
http://www.hotels.com/ho247199/heritancekandalama-dambulla-sri-lanka/

13

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

b. Kandalama Hotel.
Pada tahun 1991 Geoffrey Bawa ditugaskan untuk merancang hotel yang berdekatan
dengan kota sejarah yaitu Sigirya. Posisi tapak yang awalnya ditentukan oleh owner
dimaksudkan untuk menarik banyak wisatawan yang ingin secara langsung
mengunjungi reruntuhan kuno kota di atas tebing Segirya. Namun Geoffrey Bawa
sebagai arsitek tidak ingin bangunan justru mengganggu keberadaan dari lanskap
Budaya Segirya ini, sehingga menyarankan kepada owner untuk menggeser posisi
bangunan ke arah tenggara dari posisi awal. Lokasi tapak yang baru memberi tantangan
kepada arsitek karena terdapat lanskap berbatu dengan lereng bukit yang menghadap
langsung ke danau Kandalama. Lokasi tapak ini menjadi dasar Geoffrey Bawa untuk
merancang bangunan di mana kondisi topografi dan lereng bebatuan yang berombak
membantu untuk membentuk atau merancang bangunan hotel yang dasarnya
mengikuti kontur eksisting pada tapak. Hal ini menjadi suatu sikap Geoffrey Bawa
sebagai arsitek yang sensitif terhadap keadaan eksisting tapak, yang mana sebisa
mungkin meminimalkan kerusakan dan mempertahankan karakter tapak.

Gambar 14 Siteplan Kandalama Hotel


Sumber : https://s-media-cacheak0.pinimg.com/736x/d3/59/21/d35921c3b1b3db
480612933892819e66.jpg

Gambar 15 Potongan Kandalama Hotel


Sumber :
http://www.archdaily.com/460721/rememberingbawa/52b0a69be8e44ede33000045-rememberingbawa-image

Bebatuan pada tapak yang terintegrasi langsung ke dalam desain adalah salah satu dari upaya
Geoffrey yang sensitif terhadap kondisi lanskap eksisting pada tapak. Tujuannya adalah untuk
menciptakan sebuah bangunan yang secara arsitektur dan eksisting lanskap terdefinisi dan
terintegrasi secara baik, dengan lanskap eksisting.
Desain dari Geoffrey Bawa menghasilkan konsep sustainable desain jauh sebelum istilah ini
diciptakan dan Geoffrey Bawa mengembangkan konsep desain yang kontekstual berdasarkan
teori dan keadaan eksisting di dalam tapak. Desain Geoffrey Bawa juga meenjatuhkan konsep
pembatas antara ruang dalam (indoor) dan ruang luar (outdoor), di mana dia justru

14

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

menggunakan bagian dari arsitektur lanskap menjadi bagian dari ruang interior, dan
menciptakan ruang-ruang yang dipisahkan oleh courtyards dan kebun.

Gambar 16 Koridor pada hotel


Sumber : Architecture Betwee the culture-nature
dualism : A-case study of Geoffrey Bawas
Kandalama hotel. International Journal of
Architectural Research, Volume 2 Issue 1 March
2008 (40-56)

Gambar 17 Kandalama Hotel Aerial View


Sumber :
https://thinkmatter.in/2014/10/24/rememberingbawa/aerial-photo/

Pada Gambar 16 terlihat interior dari koridor hotel yang menggunakan bagian dari lereng
bebatuan yang terdapat pada lahan eksisting. Melalui konsep kontekstual Geoffrey Bawa ingin
memberikan pengalaman ruang kepada pengunjung hotel tentang apa dan bagaimana
sebenarnya karakter dari sebuah tapak yang terletak di Dambulla dengan nilai historis dari
reruntuhan Segirya. Pada gambar 17 tampak keadaan bangunan di dalam tapak, dengan
bentuk siteplan yang mengikuti kontur atau topografi dari tapak, juga lereng bebatuan yang
menjadi bagian dari rancangan arsitektur. Geoffrey Bawa secara konsisten berpegang pada
konsep desain kontekstual dengan meminimalkan kerusakan pada tapak yang disebabkan oleh
pembangunan.
Pendekatan yang dilakukan Geoffrey Bawa dalam rencangannya jika dikaitkan dengan konsep
genius loci dari Norberg-Schulz memiliki kesamaan dalam mempertahankan nilai kontekstual
dari tapak yang akan memunculkan sebuah genius loci atau spirit of place, yang akan
menempatkan manusia di dalam pengalaman ruang yang menceritakan esensi dari lingkungan
dan alam sekitar yang terintregasi dengan konsep dalam arsitektur.
KESIMPULAN
Genius Loci dalam arsitektur merupakan sebuah konsep yang mengalami perubahan mengkuti
perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Genius Loci yang pada masa Romawi Kuno merajuk
pada arwah/spirit yang menempati suatu tempat, seiring dengan perkembangan zamannya
kemudian berubah menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian pada suatu karya arsitektur yang
menyesuaikan dengan kondisi fisik sekitar bangunan, tingkah laku manusia, kelompok, dan
budaya setempat.
Therme Valz karya Zumthor telah berhasil menempatkan manusia dalam pengalaman otentik
untuk benar-benar merasakan esensi dari lingkungan dan alam sekitar, yang dibuat nyata
dalam bentuk karya arsitektur. Demikian juga yang dilakukan oleh Geoffrey Bawa dalam
15

AR5213 Teori dan Kritik Arsitektur


Konsep Genius Loci Norberg Schulz dalam Arsitektur

Kandalama Hotel. Topografi tapak tertuang dalam desain bangunan secara terintregasi dan
berhasil di dalam pengalaman otentik untuk benar-benar merasakan esensi dari lingkungan
dan alam sekitar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi para Arsitek, penerapan konsep Genius Loci memiliki
peran penting dalam isu-isu green building, dikarenakan konsep Genius Loci sangat
mengutamakan kondisi alam, cuaca, tapak dan lingkungan disekitarnya. Selain itu konsep ini
juga membantu pelestarian budaya lokal setempat yang di beberapa daerah sudah semakin
memudar dikarenakan perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Ceriden Owen (2007).Architecture Betwee the culture-nature dualism : A-case study of
Geoffrey Bawas Kandalama hotel. International Journal of Architectural Research,
Volume 2 Issue 1 March 2008 (40-56)
Dayang Fatin Nilisa. Tanya Eskander. Miranda McCabe. Timothy Smith. The Kandalama Hoteldescription 06 Mei 2016.
http://geoffreybawa.wix.com/kandalamahotel#!description
Dwi Astuti Depari, Chatarina (2012). Transformasi Ruang Kampung Kauman Yogyakarta
Sebagai Produk Sinkretisme Budaya.
Haddad, Elie, (2010). Christian Norberg-Schulz's Phenomenological Project In Architecture,
Architectural Theory Review, 15:1, 88-101
Pagan, Sabine. Contemporary Jewellery : A Phenomenological Approach to Making Informed by
Architecture.
Punuh, Claudia Susana, 2014, Genius Loci Kampung Los di Kelurahan Malallayang | Timur
Manado
diunduh
dari
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/SABUA/article/download/5330/4843
Teori
Arsitektur

Phenomenology.
05
http://www.oocities.org/sta5_ar530_2/tugas_kel2/tgskel6/kel6.htm

Mei

2016.

https://www.academia.edu/1529176/_2012_Fenomenologi_Arsitektur_Konsep_Sejarah_dan
_Gagasannya

16

You might also like