You are on page 1of 13

Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Tektonika dan Kaitannya dengan Keberadaan Batuan Metamorf di Pulau Timor

Alva Kurniawan

1. Pendahuluan
Batuan metamorf merupakan batuan yang langka ditemukan di Zona Asia
Tenggara dalam massa yang besar dan distribusi yang luas. Studi tentang batuan
metamorf di Asia Tenggara hingga saat ini masih jarang dilakukan dikarenakan
terbatasnya batuan metamorf yang tersingkap. Diantara berbagai zona di Asia Tenggara,
Pulau Timor merupakan salah satu zona dimana ditemukan batuan metamorf. Pulau
Timor terletak di sebelah timur Pulau Flores, pulau ini dibatasi oleh Selat Wetar di utara,
Selat Ombai dan Laut Sawu di sebelah barat, Selat Roti dan Samudra Hindia di sebelah
selatan,dan Laut Timor di sebelah timur.

Gambar 1. Pulau Timor dikelilingi oleh perairan dan terbagi menjadi 2 zona yaitu West Timor
yang merupakan teritori Indonesia dan East Timor yang merupakan teritori Timor Leste,
sumber: Google Map

Keberadaan batuan metamorf di Pulau Timor merupakan suatu fenomena yang


sangat menarik untuk dikaji. Sebaran dari batuan metamorf yang ada di Pulau Timor
dapat mencerminkan sebaran proses-proses geologi yang bekerja pada masa lampau di
Pulau Timor. Deskripsi dan analisis jenis batuan metamorf yang ada dapat memberikan
gambaran kondisi lingkungan pembentukan batuan metamorf. Kondisi lingkungan
pembentukan batuan metamorf meliputi kondisi suhu, kondisi tekanan, dan kondisi
kimia tertentu yang dapat menghasilkan jenis batuan metamorf tertentu. Kondisi
lingkungan tersebut dipengaruhi oleh tektonika yang bekerja di Pulau Timor sehingga

1|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

dapat dikatakan bahwa batuan metamorf merupakan produk dari tektonika. Karya
ilimiah ini disusun untuk memberikan pemahaman antara kaitan tektonika dengan
keberadaan batuan metamorf di Pulau Timor.

Gambar 2. Kondisi topografi Pulau Timor, sumber: Google Map

2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terkait
dengan tektonika Pulau Timor dan batuan metamorf yang ditemukan di Pulau
Timor.

3. Geologi Regional Pulau Timor


a. Tektonika Pulau Timor
Pulau Timor memiliki tektonika yang menjadi bagian dari Busur Banda
(Bemmelen, 1949). Pulau Timor merupakan zona dimana Lempeng Kontinen
Australia bagian barat laut berinteraksi dengan zona subduksi yang sudah tidak aktif
lagi (UN, 2003). Zona subduksi tersebut membentang dari sebelah utara Flores-
Wetar dan merupakan bagian dari Great Indonesian Arc (Harris & Long, 2000;
Harris 2006; Milsom, 2000; Prasetyadi & Harris, 1996; Standley & Harris, 2009).
Pada awalnya zona Pulau Timor merupakan zona subduksi, hingga kemudian
mengalami evolusi menjadi zona tumbukan (Harris & Long, 2000; Harris 2006;
Milsom, 2000; Prasetyadi & Harris, 1996; Standley & Harris, 2009; UN, 2003).
Transisi dari zona subduksi menjadi tumbukan terjadi pada masa Sebelum Miosen

2|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Tengah (Milsom, 2000) atau pada Miosen Atas (Harris & Long, 2000). Proses
tumbukan menyebabkan prisma akresi pada zona subduksi terlipat dan terdorong
ke permukaan membentuk pulau non vulkanik (Harris, 2000). Dorongan tersebut
terus terjadi sehingga Lempeng Kontinen Australia naik dan menutupi prisma akresi
yang terlipat di bagian tenggara (Milsom, 2000; Harris & Long, 2000; Standley &
Harris, 2009). Pada beberapa zona di Pulau Timor bagian timur laut hingga barat
daya terdapat perbukitan yang merupakan batuan Zona Subduksi Flores-Wetar yang
terlipat, patah, dan menutupi prisma akresi (Standley & Harris, 2009).

Gambar 3. Setting tektonik Pulau Timor yang berkaitan dengan Greater Indonesian Arc (Zona
Subdusi Flores-Wetar) dan zona tumbukan dengan Lempeng Kontinen Australia, sumber:
Harris, 2006.

Proses tektonik yang dialami Pulau Timor menghasilkan distribusi batuan


yang sangat kompleks secara spasial dan temporal (Bemmelen, 1949). Batuan
lempeng tektonik yang berumur sangat tua tersingkap menutupi batuan prisma
akresi yang umurnya jauh lebih muda (Bemmelen, 1949), batuan Zona Subduksi
Flores-Wetar mengalami kompresi yang sangat intensif sehingga pada beberapa
bagian batuan patah dan terpisah-pisah menutupi batuan prisma akresi dan
membentuk ketidakselarasan (Standley & Harris, 2009). Bagian prisma akresi yang
tidak oleh batuan Zona Subduksi Flores-Wetar dan Lempeng Kontinen Australia
yang bergerak naik, membentuk cekungan dan tertutup oleh sedimen orogenik dari
lempeng tektonik Banda maupun Lempeng Kontinen Australia (Harris & Long, 2000;
Harris, 2006; Standley & Harris, 2009).

3|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Struktur-struktur geologi yang mencerminkan gaya kompresif dari tektonika


yang terjadi, terdistribusi secara merata di sepanjang Pulau Timor. Struktur antiklin
terdistribusi pada bagian tengah Pulau Timor dari bagian timur laut hingga barat
daya (Standley & Harris, 2009). Struktur thrust fault pada batuan terdapat di daerah
Dili dan sebelah selatan Soe (Standley & Harris, 2009). Pada sedikit zona utara dan
sebagian besar zona selatan Pulau Timor yang berbatasan dengan perairan, terdapat
cekungan-cekungan Baucau-Soe-Kupang (Standley & Harris, 2009) yang terbentuk
akibat kompresi yang intensif dari tumbukan antara Lempeng Kontinen Australia-
Zona Subduksi Flores-Wetar.

Gambar 4. Distribusi batuan di Pulau Timor berdasarkan tektofasies dan penampang melintang
batuan di Pulau Timor bagian timur, sumber: Standley & Harris, 2009.

b. Petrologi Regional Pulau Timor


Berdasarkan Milsom (2000) batuan di Pulau Timor dapat dikelompokan
menjadi dua golongan utama yaitu:
Allochthon
Merupakan kelompok batuan yang terpindahkan pada jarak yang sangat jauh
dari tempat terbentuknya (eksitu) oleh proses tektonisme, meliputi:

4|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Komplek Mutis-Lolotoi yaitu batuan metamorf derajat rendah dan ofiolit


(Harris & Long, 2000; Pubellier et al., 2004).
Kelompok Palelo, mencakup:
Formasi Noni tersusun dari Batugamping, chert radiolaria,
Batuan gunungapi-volkanoklastika,
Formasi Haulasi terdiri atas batuan gunungapi dan
volkanoklastika,
Formasi Metan tersusun dari agglomerate dan tufan.
Batugamping Cablac yaitu batugamping klastika laut dangkal.
Batuan Gunungapi Ocussi tersusun dari batuan ofiolitik (Harris & Long,
2000; Pubellier et al., 2004), basalt serta tufan.
Parautochthon
Merupakan kelompok massa batuan yang terpindahkan pada jarak yang cukup
jauh dari tempat asal terbentuknya (eksitu) oleh proses tektonisme dan
terdeposisi dekat kelompok massa batuan allochthon. Terdiri dari Sekuen
Kekneno dan Sekuen Kolbano.
Sekuen Kekneno, meliputi:
Formasi Maubisse terdiri atas lava bantal basaltik dan batugamping.
Formasi Atahoc tersusun dari serpih dengan sisipan tufan dan
sandstone, termetamorfosis derajat rendah.
Sedimen Cribas meliputi pasir, debu, serpih, dan batugamping klastik.
Formasi Aileu terdiri atas slate, filit, metakuarsit, skiss, dan marmer.
Formasi Niof meliputi serpih dan batupasir turbidit.
Batugamping Aitutu tersusun dari serpih dan batugamping kaya
Radiolaria.
Formasi Babulu terdiri atas debu, serpih, batupasir.
Sekuen Kolbano, meliputi:
Formasi Oe Baat merupakan batupasir glauconitic.
Formasi Menu dan Nakfunu, tersusun dari perselingan calcilutites,
serpih tipis mengandung Radiolaria dan Foraminifera serta butiran-
butiran chert.
Formasi Ofu, tersusun dari batuan kalkarenit, calcirudites, dan
batugamping kristalin yang massif.
Kelompok Viqueque, merupakan sedimen perairan dangkal dan dalam
yang bervariasi.

5|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Kompleks Bobonaro, merupakan material melange (Standley & Harris,


2009) terdapat lempung dengan struktur sisik ikan (scaly structure).

Secara lebih detail batuan penyusun Pulau Timor dapat dikelompokkan


berdasarkan tektofasiesnya. Batuan Pulau Timor berdasarkan tektofasiesnya terdiri
atas Asian Afanity, Gondwana Squence, Australian Afanity, dan Banda Orogen
Sequence (Harris & Long, 2000; Harris 2006; Prasetyadi & Harris, 1996; Standley &
Harris, 2009). Seluruh batuan allochthon termasuk dalam Asian Afanity. Batuan
parautochthon termasuk dalam Gondwana Squence, Australian Affanity, dan Banda
Orogen Squence. Batuan paraautochthon yang berada dalam Sekuen Kekneno
merupakan batuan Gondwana Squence. Batuan paraautochthon yang berada pada
Sekuen Kobalno merupakan batuan Australian Afanity dan Banda Orogen Squence.
Batuan Asian Afanity merupakan batuan yang mencakup Batuan Gunungapi
Laut Banda dan Banda Terranes. Batuan Gunungapi Laut Banda meliputi batuan
yang terbentuk oleh vulkanisme Gunungapi Occusi dan Gunungapi Manamas
(Standley & Harris, 2009). Batuan Gunungapi Occusi dan Manamas yang tergabung
dalam kelompok Batuan Gunungapi Occusi (Harris, 2006). Banda Terranes terdiri
dari kelompok Mutis-Lolotoi, Kelompok Palelo, dan Batugamping Cablac. Batuan
yangt termasuk dalam kelompok Asian Afanity merupakan batuan yang termasuk
dalam golongan batuan allochthon.
Kelompok Australian Affanity terdiri dari semua kelompok batuan yang
termasuk dalam golongan parautochthon kecuali Gondwana Squence, Kelompok
Viqueque, dan Kompleks Bobonaro (Standley & Harris, 2009). Batuan Gondwana
Squence meliputi Formasi Aileu, Formasi Atahoc, Formasi Maubisse, Formasi Niof,
Batugamping Aitutu, Formasi Babulu, dan Formasi Wailuli. Kelompok Viqueque dan
Kompleks Bobonaro merupakan batuan yang termasuk dalam Banda Orogen
Sequence. Kelompok Viqueque adalah batuan yang terbentuk sebagai synorogenic
sequence sedangkan Kompleks Bobonaro adalah batuan melange (Standley & Harris,
2009) yang mengandung lempung dengan struktur scaly clay (Milsom, 2000).

c. Stratigrafi Regional Pulau Timor


Stratigrafi Pulau Timor secara umum terdiri dari stratigrafi batuan allochthon
dan stratigrafi batuan parautochthon (Milsom, 2000). Batuan allochthon terbentuk
pada masa Jurassic Bawah hingga Pliocene. Golongan batuan parautochthon
terbentuk lebih awal dibandingkan golongan allochthon. Golongan batuan
parautochthon terbentuk pada masa Pre Permian hingga Pliocen.

6|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Gambar 5. Stratigrafi batuan allochthon di Pulau Timor, sumber: Milsom, 2000.

Stratigrafi batuan golongan allochthon dimulai dengan pembentukan


Kompleks Mutis-Lolotoi pada masa Jurassic Akhir (Milsom, 2000). Formasi Noni
terendapkan diatas Kompleks Mutis-Lolotoi pada pertengahan Cretaceous Bawah,
sehingga Formasi Noni menumpang secara tidak selaras pada Kompleks Mutis-
Lolotoi. Formasi Haulasi menumpang diatas Formasi Noni, pada akhir pembentukan
Formasi Noni. Pembentukan Formasi Noni berakhir pada pertengahan Cretaceous

7|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Atas, dan pada masa tersebut Formasi Haulasi mulai terbentuk hingga Eosen Bawah.
Formasi Metan yang terbentuk pada pertengahan Eosen hingga Oligosen Atas
menumpang secara tidak selaras pada Formasi Haulasi. Ketidakselarasan juga
terjadi saat Batugamping Cablac yang terbentuk pada Oligosen Atas hingga
pertengahan Miosen menumpang diatas Formasi Metan. Batuan Gunungapi Occusi
terbentuk pada pertengahan Miosen hingga Pliosen, membentuk ketidakselarasan
dengan Batugamping Cablac.

Gambar 6. Stratigrafi batuan parautochthon di Pulau Timor, sumber: Milsom,


2000.

Stratigrafi batuan parautochthon diawali pembentukan Sekuen Kekneno pada


masa Pre Permian hingga Jurassic Tengah dan Sekuen Kolbano pada masa
Cretaceous Bawah hingga Pliosen (Milsom, 2000). Diantara Sekuen Kekneno dan
Sekuen Kolbano terdapat Kompleks Bobonaro yang menjadi batas antar sekuen
(Standley & Harris, 2009). Kompleks Bobonaro terbentuk pada pertengahan hingga
akhir masa Jurassic Tengah (Standley & Harris, 2009).
Sekuen Kekneno diawali dengan pembentukan Formasi Aileu dan Formasi
Atahoc pada masa Pre Permian (Milsom, 2000). Pada bagian akhir masa Permian
Bawah, pembentukan Formasi Aileu berakhir dan Formasi Maubisse terbentuk.
Formasi Atahoc yang terbentuk hampir bersamaan dengan Formasi Aileu
terendapkan berselingan dengan Formasi Maubisse dan membentuk
ketidakselarasan dengan Formasi Aileu. Pembentukan Formasi Atahoc dan

8|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Maubisse berakhir hampir bersamaan pada masa Permian Atas. Formasi Niof
terbentuk dan mengendap diatas Formasi Maubisse dan Formasi Atahoc pada akhir
masa Permian Atas. Formasi Niof memiliki sedikit perselingan dengan Formasi
Atahoc pada awal pembentukan Formasi Niof hingga masa Triassic Bawah.
Batugamping Aitutu terbentuk pada masa Triassic Tengah diatas Formasi Niof, pada
masa akhir Triassic Tengah, pembentukan Formasi Niof berakhir, Formasi Babulu
terbentuk, sebagian terendapkan diatas Formasi Niof, sebagian lainnya terendapkan
diatas Batugamping Aitutu. Pembentukan Formasi Babulu dan Batugamping Aitutu
berakhir pada bagian akhir Triassic Atas. Formasi Wailuli pada masa Jurassic
Bawah terbentuk dan mengendap secara tidak selaras diatas Formasi Babulu dan
Batugamping Aitutu. Tahap akhir pengendapan Formasi Wailuli merupakan bagian
akhir dari Pembentukan Seuken Kekneno.
Sekuen Kolbano terbentuk pada Cretaceous Bawah diawali dengan
pembentukan Formasi Oe Baat (Milsom, 2000). Pembentukan Formasi Oe Baat
berlangsung relatif singkat, Formasi Nakfunu terbentuk pada Createous Bawah
bagian tengah setelah berakhirnya pengendapan Formasi Oe Baat. Pembentukan
Formasi Nakfunu berakhir pada akhur masa Creataceous Bawah. Formasi Menu
terbentuk pada awal Cretaceous Atas dan menumpang secara tidak selaras diatas
Formasi Nakfunu. Pembentukan Formasi Menu berlangsung hingga akhir masa
Creataceous Atas. Pada awal Eosen hingga Awal Miosen, Formasi Ofu terbentuk dan
mengendap secara tidak selaras diatas Formasi Menu. Sedimen lempung dari
Kompleks Bobonaro terbentuk pada bagian tengah Miosen, diikuti Kelompok
Viqueque pada awal Pliosen. Kelompok Viqueque dan sedimen lempung Bobonaro
membentuk ketidakselarasan dengan Formasi Ofu.
Berdasarkan tektofasies, maka stratigrafi di Pulau Timor terdiri dari susunan
batuan Asian Affanity, Gondwana Squence, Australian Affanity, dan Banda Orogen
Squence (Prasetyadi & Harris, 1996; Standley & Harris, 2009). Batuan Gondwana
Squence yang berumur Pre Permian hingga Jurassic Tengah ditumpangi oleh batuan
Asian Affanity yang berumur Cretaceous Bawah hingga Pliosen pada bagian sisi
baratdaya-barat-utara Pulau Timor. Batuan Gondwana Squence tersebut juga
ditumpangi oleh batuan Australian Affanity yang berumur Cretaceous Bawah hingga
Miosen Tengah pada bagian timurlaut-timur-tenggara-selatan. Banda Orogen
Squence terdapat diantara Batuan Asian Afanity yang menumpang di Gondwana
Squence terdapat pada sisi bagian tengah dan Pesisir Pulau Timor.

9|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

4. Kaitan Tektonika dan Keberadaan Batuan Metamorf di Pulau Timor


Batuan Metamorf pada Pulau Timor terdapat pada Formasi Aileu (Milsom, 2000;
Prasetyadi & Harris, 1996) dan Kompleks Mutis-Lolotoi (Milsom, 2000; Harris, 2006;
Standley & Harris, 2009). Batuan Metamorf pada Formasi Aileu terdiri atas batuan
metasedimen dan metaigneous (Prasetyadi & Harris, 1996). Batuan Metasedimen
mencakup slate, filit, skiss, dan marmer, sedangkan batuan metaigneous meliputi
metabasal, metagabbro, batuan ultramafik yang tersepentisasi (Prasetyadi & Harris,
1996). Batuan metamorf pada Kompleks Mutis-Lolotoi, terdiri atas batuan skiss biru,
skiss hijau, amfibolit, filit grafitik, skiss mika-kuarsa, gneiss amfibolit, skiss amfibolit,
gneis pelitik garnet dan skiss pelitik garnet, serpentinit, serta tektonik peridotit (Harris,
2006; Standley & Harris, 2009).
Tektonika berkaitan erat dengan pembentukan batuan metamorfik pada
Formasi Aileu dan Kompleks Mutis-Lolotoi (Harris, 2006; Prasetyadi & Harris, 1996;
Standley & Harris, 2009). Proses metamorfisme yang terjadi pada Formasi Aileu dan
Kompleks Mutis-Lolotoi telah terjadi sebelum masa tumbukan Zona Subduksi Flores-
Wetar dan Lempeng Kontinen Australia terjadi (Ota & Kaneko, 2010). Metamorfisme
yang terjadi pada Formasi Aileu maupun Kompleks Mutis-Lolotoi merupakan
metamorfisme yang terjadi secara multifase dimana batuan yang telah termetamorfisme
kembali mengalami metamorfisme (Prasetyadi & Harris, 1996; Standley & Harris, 2009).
Transisi kondisi tektonisme yang pada awalnya merupakan Zona Subduksi Flores-Wetar
menjadi zona tumbukan antara Zona Subduksi Flores-Wetar dan Lempeng Tektonik
Australia merupakan penyebab terjadinya metamorfisme secara multifase (Prasetyadi &
Harris, 1996; Standley & Harris, 2009). Metamorfisme yang terjadi pada batuan di Pulau
Timor secara umum berada pada kondisi tekanan 0.4-1.0 Gpa dan temperatur 300-
600 C (Ota & Kaneko, 2010).
Pembentukan batuan metamorfik Formasi Aileu terdiri atas tiga tahapan
(Prasetyadi & Harris, 1996). Tahapan pertama adalah pembentukan protolit batuan
metamorf pada lingkungan epikontinen-marin yang tenang. Metamorfisme progradasi
yang berkaitan dengan proses rifting terjadi melalui deformasi yang bersifat penetratif
dan metamorfisme terjadi pada fasies skiss hijau. Tahap kedua adalah metamorfisme
pada masa tumbukan. Terjadi deformasi ductile, metamorfisme terjadi pada kondisi P-T
sedang atau pada fasies skiss hijau-amfibolit. Tahap ketiga adalah metamorfisme akibat
dislokasi dan uplift massa batuan yang mengalami tumbukan. Pada tahap ini
berkembang secara lokal lipatan, patahan ekstensional, dan backthrusting. Terjadi
alterasi derajat rendah, rekristalisasi minor, dan pendinginan.

10 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Berdasarkan Prasetyadi & Harris (1996), Lingkungan epikontinen-marin yang


tenang dicerminkan oleh batuan metasedimen berupa perselingan metapelit dan
marmer dalam lapisan yang tebal. Batuan metamorf tersebut terbentuk pada fasies
metamorfik sub-skiss hijau (Prasetyadi & Harris, 1996). Batuan metamorf derajat yang
lebih tinggi pada Formasi Aileu terbentuk secara lokal akibat intrusi batuan mafik
(Prasetyadi & Harris, 1996). Intrusi batuan mafik berkaitan dengan terjadinya rifting
dengan tidak ditemukannya deformasi lipatan pada skistositas. Batuan metamorf
tersebut terbentuk pada fasies skiss hijau hingga amfibolit (Prasetyadi & Harris, 1996).
Batuan metamorf dengan skistositas yang terlipat terbentuk pada batuan metamorfik
derajat yang lebih tinggi (Prasetyadi & Harris, 1996). Skistositas yang terlipat
menunjukkan tektonisme yang bersifat kompresif yang berkaitan dengan proses
tumbukan Zona Subduksi Flores-Wetar dan Lempeng Kontinen Australia.
Pembentukan batuan metamorfik Kompleks Mutis-Lolotoi terjadi dalam
beberapa tahapan (Standley & Harris, 2009). Tahapan pertama adalah metamorfisme
melalui deformasi yang berkaitan dengan tegangan normal. Metamorfisme tersebut
menunjukkan terjadinya dekompresi yang menunjukkan tipe tektonisme ektensional
yang ditunjukkan oleh tegangan maksimum vertikal. Metamorfisme tersebut terjadi
pada fasies skiss hijau hingga amfibolit. Tahapan kedua adalah metamorfisme melalui
deformasi yang berkaitan dengan pure shear deformation. Tahapan selanjutnya adalah
metamorfisme akibat tumbukan Zona Subduksi Flores-Wetar. Gaya kompresif
menyebabkan deformasi yang bersifat pemendekan, terbentuk lipatan pada foliasi.
Naiknya Lempeng Kontinen Australia dan terlipatnya batuan penyusun Zona Subduksi
Flores-Wetar menyebabkan deformasi yang mengakibatkan metamorfisme pada batuan
kembali terjadi.
Standley & Harris (2009) menyatakan bahwa metamorfisme akibat tegangan
normal ditunjukkan oleh skistositas yang tidak terlipat pada batuan metamorf derajat
rendah. Tegangan normal yang dominan menunjukkan gaya vertikal sebagai gaya yang
dominan menyebabkan batuan mengalami deformasi dan metamorfisme sehingga
batuan pada Kompleks Mutis-Lolotoi mengalami burial deformation (Standley & Harris,
2009). Selain batuan metamorfik derajat rendah ditemukan batuan metamorf derajat
sedang dengan protolit yang batuan beku yang bersifat mafik hingga intermedier
(Standley & Harris, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa batuan di Kompleks Mutis-
Lolotoi mengalami metamorfisme akibat magmatisme dan burial metamorfism
(Standley & Harris, 2009). Analisis unsur mayor dan unsur jejak pada batuan metamorf
menunjukkan bahwa protolit berasal dari magmatisme MORB serta busur gunungapi
kontinental dan kepulauan (Standly & Harris, 2009). Tekstur milonitik berkembang

11 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

pada batuan kuarsa-mika skiss yang menunjukkan terjadinya metamorfisme akibat


pergeseran bidang yang berkaitan dengan naiknya Lempeng Kontinen Australia ke atas
Gondwana Squences.
Batuan metamorf dalam massa yang kecil dan distribusi luas bisa ditemukan
sebagai metamorphic halo dari dike diorit dan batuan gunungapi yang mengalami
alterasi (Harris, 2006). Sekelompok mineral yang merupakan alterasi pada fasies zeolit
hingga skiss hijau ditemukan terinjeksi oleh vein dan dike. Sebagian besar batuan
gunungapi disekitar dike diorit mengalami alterasi pada mineralnya menjadi albit, klorit,
dan epidot. Batuan metamorf ini terbentuk pada Kelompok Palelo dan metamorfisme
yang terjadi dikontrol oleh deformasi yang terjadi akibat gaya ekstensional yang intensif
dan sedikit gaya kompresi.

5. Kesimpulan
Metamorfisme di Pulau Timor terjadi melalui serangkaian tahapan yang
dikontrol oleh tektonisme. Evolusi tektonisme dari Zona Subduksi Flores-Wetar menjadi
zona tumbukan antara Zona Subduksi Flores-Wetar dan Lempeng Kontinen Australia,
membentuk lingkungan tekanan dan temperatur metamorfisme pada fasies skiss hijau
hingga amfibolit. Produk batuan hasil metamorfisme pada Formasi Aileu dan Kompleks
Mutis-Lolotai menunjukkan perbedaan protolith. Batuan metamorf juga ditemukan
dalam massa yang kecil pada Kelompok Palelo.

6. Daftar Pustaka
Bemmelen, R. W. V. (1949). The Geology of Indonesia, Vol IA, General Geology of Indonesia
and Adjacent Archipelagoes. The Hague: Martinus Njhoff.
Harris, R., & T. Long. (2000). The Timor Ophiolite, Indonesia: Model or Myth?. Geological
Society of America Special Paper, 349, p. 321-330.
Harris, R. (2006). Rise and Fall of The Eastern Great Indonesian Arc Recorded by The
Assembly, Dispersion, and Accretion of The Banda Terrane, Timor. Gondwana
Research, 10, p. 207-231.
Milsom, J. (2000). Stratigraphic Constraints on Suture Models for Eastern Indonesia.
Journal of Asian Earth Sciences, 18, p. 761-779.
Ota, T., & Y. Kaneko. (2010). Blueschists, Eclogites, and Subduction Zone Tectonics:
Insights from A Review of Late Miocene Blueschist and Eclogites, and Related
Young High Pressure Metamorphic Rocks. Gondwana Research, 18, p. 167-188.

12 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4

Prasetyadi, C., & R. A. Harris. (1996). Structure and Tectonic Significance of The Aileu
Formation East Timor, Indonesia. Proceeding of the 25th Annual Convention of The
Indonesian Asscociation of Geologist, p. 144-173.
Pubellier, M., & C. Monnier, R. Maury, R. Tamayo. (2004). Plate Kinematics, Origin, and
Tectonic Emplacement of Supra-Subduction Ophiolites in SE Asia. Tectonophysics,
392, p. 9-36.
Standley, C. E., & R. Harris. (2009). Tectonic Evolution of Forearc Nappes of The Active
Banda Arc-Continent Collision: Origin, Age, Metamorphic History, and Structure of
The Lolotoi Complex, East Timor. Tectonophysics, 479, p. 66-94.
UN. (2003). Atlas of Mineral Resources of The ESCAP Region, Volume 17: Geology and
Mineral Resources of Timor-Leste. New York: United Nation-ESCAP.

13 | P a g e

You might also like