Professional Documents
Culture Documents
Alva Kurniawan
1. Pendahuluan
Batuan metamorf merupakan batuan yang langka ditemukan di Zona Asia
Tenggara dalam massa yang besar dan distribusi yang luas. Studi tentang batuan
metamorf di Asia Tenggara hingga saat ini masih jarang dilakukan dikarenakan
terbatasnya batuan metamorf yang tersingkap. Diantara berbagai zona di Asia Tenggara,
Pulau Timor merupakan salah satu zona dimana ditemukan batuan metamorf. Pulau
Timor terletak di sebelah timur Pulau Flores, pulau ini dibatasi oleh Selat Wetar di utara,
Selat Ombai dan Laut Sawu di sebelah barat, Selat Roti dan Samudra Hindia di sebelah
selatan,dan Laut Timor di sebelah timur.
Gambar 1. Pulau Timor dikelilingi oleh perairan dan terbagi menjadi 2 zona yaitu West Timor
yang merupakan teritori Indonesia dan East Timor yang merupakan teritori Timor Leste,
sumber: Google Map
1|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
dapat dikatakan bahwa batuan metamorf merupakan produk dari tektonika. Karya
ilimiah ini disusun untuk memberikan pemahaman antara kaitan tektonika dengan
keberadaan batuan metamorf di Pulau Timor.
2. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka
terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terkait
dengan tektonika Pulau Timor dan batuan metamorf yang ditemukan di Pulau
Timor.
2|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
Tengah (Milsom, 2000) atau pada Miosen Atas (Harris & Long, 2000). Proses
tumbukan menyebabkan prisma akresi pada zona subduksi terlipat dan terdorong
ke permukaan membentuk pulau non vulkanik (Harris, 2000). Dorongan tersebut
terus terjadi sehingga Lempeng Kontinen Australia naik dan menutupi prisma akresi
yang terlipat di bagian tenggara (Milsom, 2000; Harris & Long, 2000; Standley &
Harris, 2009). Pada beberapa zona di Pulau Timor bagian timur laut hingga barat
daya terdapat perbukitan yang merupakan batuan Zona Subduksi Flores-Wetar yang
terlipat, patah, dan menutupi prisma akresi (Standley & Harris, 2009).
Gambar 3. Setting tektonik Pulau Timor yang berkaitan dengan Greater Indonesian Arc (Zona
Subdusi Flores-Wetar) dan zona tumbukan dengan Lempeng Kontinen Australia, sumber:
Harris, 2006.
3|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
Gambar 4. Distribusi batuan di Pulau Timor berdasarkan tektofasies dan penampang melintang
batuan di Pulau Timor bagian timur, sumber: Standley & Harris, 2009.
4|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
5|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
6|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
7|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
Atas, dan pada masa tersebut Formasi Haulasi mulai terbentuk hingga Eosen Bawah.
Formasi Metan yang terbentuk pada pertengahan Eosen hingga Oligosen Atas
menumpang secara tidak selaras pada Formasi Haulasi. Ketidakselarasan juga
terjadi saat Batugamping Cablac yang terbentuk pada Oligosen Atas hingga
pertengahan Miosen menumpang diatas Formasi Metan. Batuan Gunungapi Occusi
terbentuk pada pertengahan Miosen hingga Pliosen, membentuk ketidakselarasan
dengan Batugamping Cablac.
8|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
Maubisse berakhir hampir bersamaan pada masa Permian Atas. Formasi Niof
terbentuk dan mengendap diatas Formasi Maubisse dan Formasi Atahoc pada akhir
masa Permian Atas. Formasi Niof memiliki sedikit perselingan dengan Formasi
Atahoc pada awal pembentukan Formasi Niof hingga masa Triassic Bawah.
Batugamping Aitutu terbentuk pada masa Triassic Tengah diatas Formasi Niof, pada
masa akhir Triassic Tengah, pembentukan Formasi Niof berakhir, Formasi Babulu
terbentuk, sebagian terendapkan diatas Formasi Niof, sebagian lainnya terendapkan
diatas Batugamping Aitutu. Pembentukan Formasi Babulu dan Batugamping Aitutu
berakhir pada bagian akhir Triassic Atas. Formasi Wailuli pada masa Jurassic
Bawah terbentuk dan mengendap secara tidak selaras diatas Formasi Babulu dan
Batugamping Aitutu. Tahap akhir pengendapan Formasi Wailuli merupakan bagian
akhir dari Pembentukan Seuken Kekneno.
Sekuen Kolbano terbentuk pada Cretaceous Bawah diawali dengan
pembentukan Formasi Oe Baat (Milsom, 2000). Pembentukan Formasi Oe Baat
berlangsung relatif singkat, Formasi Nakfunu terbentuk pada Createous Bawah
bagian tengah setelah berakhirnya pengendapan Formasi Oe Baat. Pembentukan
Formasi Nakfunu berakhir pada akhur masa Creataceous Bawah. Formasi Menu
terbentuk pada awal Cretaceous Atas dan menumpang secara tidak selaras diatas
Formasi Nakfunu. Pembentukan Formasi Menu berlangsung hingga akhir masa
Creataceous Atas. Pada awal Eosen hingga Awal Miosen, Formasi Ofu terbentuk dan
mengendap secara tidak selaras diatas Formasi Menu. Sedimen lempung dari
Kompleks Bobonaro terbentuk pada bagian tengah Miosen, diikuti Kelompok
Viqueque pada awal Pliosen. Kelompok Viqueque dan sedimen lempung Bobonaro
membentuk ketidakselarasan dengan Formasi Ofu.
Berdasarkan tektofasies, maka stratigrafi di Pulau Timor terdiri dari susunan
batuan Asian Affanity, Gondwana Squence, Australian Affanity, dan Banda Orogen
Squence (Prasetyadi & Harris, 1996; Standley & Harris, 2009). Batuan Gondwana
Squence yang berumur Pre Permian hingga Jurassic Tengah ditumpangi oleh batuan
Asian Affanity yang berumur Cretaceous Bawah hingga Pliosen pada bagian sisi
baratdaya-barat-utara Pulau Timor. Batuan Gondwana Squence tersebut juga
ditumpangi oleh batuan Australian Affanity yang berumur Cretaceous Bawah hingga
Miosen Tengah pada bagian timurlaut-timur-tenggara-selatan. Banda Orogen
Squence terdapat diantara Batuan Asian Afanity yang menumpang di Gondwana
Squence terdapat pada sisi bagian tengah dan Pesisir Pulau Timor.
9|Page
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
10 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
11 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
5. Kesimpulan
Metamorfisme di Pulau Timor terjadi melalui serangkaian tahapan yang
dikontrol oleh tektonisme. Evolusi tektonisme dari Zona Subduksi Flores-Wetar menjadi
zona tumbukan antara Zona Subduksi Flores-Wetar dan Lempeng Kontinen Australia,
membentuk lingkungan tekanan dan temperatur metamorfisme pada fasies skiss hijau
hingga amfibolit. Produk batuan hasil metamorfisme pada Formasi Aileu dan Kompleks
Mutis-Lolotai menunjukkan perbedaan protolith. Batuan metamorf juga ditemukan
dalam massa yang kecil pada Kelompok Palelo.
6. Daftar Pustaka
Bemmelen, R. W. V. (1949). The Geology of Indonesia, Vol IA, General Geology of Indonesia
and Adjacent Archipelagoes. The Hague: Martinus Njhoff.
Harris, R., & T. Long. (2000). The Timor Ophiolite, Indonesia: Model or Myth?. Geological
Society of America Special Paper, 349, p. 321-330.
Harris, R. (2006). Rise and Fall of The Eastern Great Indonesian Arc Recorded by The
Assembly, Dispersion, and Accretion of The Banda Terrane, Timor. Gondwana
Research, 10, p. 207-231.
Milsom, J. (2000). Stratigraphic Constraints on Suture Models for Eastern Indonesia.
Journal of Asian Earth Sciences, 18, p. 761-779.
Ota, T., & Y. Kaneko. (2010). Blueschists, Eclogites, and Subduction Zone Tectonics:
Insights from A Review of Late Miocene Blueschist and Eclogites, and Related
Young High Pressure Metamorphic Rocks. Gondwana Research, 18, p. 167-188.
12 | P a g e
Masyarakat Ilmu Bumi Indonesia, 2014, Vol 1/E-4
Prasetyadi, C., & R. A. Harris. (1996). Structure and Tectonic Significance of The Aileu
Formation East Timor, Indonesia. Proceeding of the 25th Annual Convention of The
Indonesian Asscociation of Geologist, p. 144-173.
Pubellier, M., & C. Monnier, R. Maury, R. Tamayo. (2004). Plate Kinematics, Origin, and
Tectonic Emplacement of Supra-Subduction Ophiolites in SE Asia. Tectonophysics,
392, p. 9-36.
Standley, C. E., & R. Harris. (2009). Tectonic Evolution of Forearc Nappes of The Active
Banda Arc-Continent Collision: Origin, Age, Metamorphic History, and Structure of
The Lolotoi Complex, East Timor. Tectonophysics, 479, p. 66-94.
UN. (2003). Atlas of Mineral Resources of The ESCAP Region, Volume 17: Geology and
Mineral Resources of Timor-Leste. New York: United Nation-ESCAP.
13 | P a g e