You are on page 1of 22

Kata Pengantar

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha

Pengasih lagi Maha penyayang karena atas segala rahmat dan karunia Nya penulis

telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan referat dengan judul Obat-obat induksi

intravena. Adapun tujuan penulisan referat ini adalah untuk memenuhi tugas

kepanitran klinik senior Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh

Utara.

Penulis Mengucapkan terima kasih kepada dr. Zaki Fikran Sp.An selaku

preseptor selama mengikuti kepanitran klinik senior pada bagian Ilmu Ansestesi atas

waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk memberi bimbingan, saran, arahan,

serta motivasi-motivasi yang diberikan oleh banyak pihak, maka penulis dapat

menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih ada kekurangan-kekurangan

dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari para pembacanya agar referat ini menjadi lebih

sempurna dan bermanfaat bagi para pembacanya dan perkembangan ilmu

pengetahuan, khususnya di bagian Ilmu Anestesi. Terima kasih.

Lhokseumawe, Febuari 2017

1
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................... 1
Pendahuluan............................................................................................................. 3
Tinjauan Pustaka....................................................................................................... 4
Kesimpulan................................................................................................................ 17
Daftar Pustaka

2
PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,

"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan

menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur

lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama

kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Trias anestesia terdiri dari

analgesia, hipnosis dan arefleksia/ relaksasi tapi tindakan anestesia tidak selalu

mencakup ketiga komponen tersebut, bergantung pada jenis pembedahan yang akan

dilakukan.

Obat induksi adalah obat yang diberikan secara intravenous atau secara inhalasi dapat

menyebabkan pasien tidur dengan tanda reflek bulu mata negatif (eye lash).

3
TINJAUAN PUSTAKA

Obat anestesi intravena

Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan :

1. Obat yang terutama digunakan untuk induksi anesthesia Misal : Gol.

Barbiturat, eugenol dan steroid


2. Obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat

keadaan seperti pada neuroleptanalgesia (misalnya droperidol), anesthesia

dissosiasi (misalnya ketamin), sedative (misalnya diazepam).

Ada 3 cara pemberian anesthesia intra vena :

1. Sebagai obat tunggal/suntikan intravena tunggal (sekali suntik ) untuk induksi

anestesi atau pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang dipakai
2. Suntikan berulang
Untuk prosedur yang tidak memerlukan anesthesia inhalasi : dengan dosis

ulangan lebih kecil dari dosis permulaan sesuai kebutuhan


3. Lewat infuse ( diteteskan)
Untuk menambah daya anestesi inhalasi. Dari bermacam-macam obat

anesthesia intravena, hanya beberapa saja yang sering digunakan yakni

golongan barbiturate, ketamin dan diazepam.

Tabel 1. Golongan dan Jenis Obat Anestesi Intravena

4
Sumber :Anesthesiology, Longnecker. Pg. 852

1. Tiopentine Sodium ( Tiopental,pentotal, intravena)

Semua barbiturate untuk keperluan klinik berada dalam bentuk garam sodium
( berupa bubuk kuning). Dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5% dengan

pH 10,8.Tiopental bersifat stabil selama satu sampai dua minggu jika didinginkan.

Metabolisme thiopental terutama terjadi di hepar; hanya sebagian kecil thiopental

keluar lewat urine. Pulih sadar yang cepat setelah thiopental disebabkan oleh

pemecahan dalam hepar yang cepat. Dilusi dalam darah dan redistribusi ke jaringan

5
tubuh yang lain. Oleh karena itu thiopental termasuk obat dengan daya kerja yang

sangat singkat. Efek utama ialah depresi pusat pernafasan. Thiopental mendepresi

pusat vasomotor dan kontraktilitas miokard yang mengakibatkan vasodilatasi,

sehingga dapat menurunkan curah jantung dan tekanan darah.


Pada injeksi perivena, thiopental akan menyebabkan rasa sakit, bengkak dan

dapat terjadi nekrosis. Pada injeksi intra ateri akan memberi rasa terbakar, spasme

arteri dan kemungkinan thrombosis. Obat ini juga dapat menimbulkan vertigo,

disorientasi pasca operasi. Tiopental beguna untuk induksi pada anestesi umum,

anestesi yang singkat (reposisi fraktur, insisi, jahit luka, tindakan ginekologi kecil

seperti dilatasi dan kuret, sedasi pada analgesia regional, dan juga dapat digunakan

untuk mengatasi kejang-kejang eklamsia, epilepsy, tetanus, dll. Tiopental tidak dapat

digunakan secara mutlak pada status asmatikus dan porfiria. Obat ini juga harus hati-

hati pemakainnya pada keadaan syok (karena sifat vasodilatasi dan depresi SSP),

pada anemia, uremia, disfungsi hepar, dispneu (pada penyakit jantung atau jantung),

asma bronchial, versi ekstrasi, miastenia gravis, riwayat alergi terhadap thiopental.
Dosis induksi : 3-4 mg/kgBB, biasanya diberi test dose 50-75 mg pada awalnya untuk

mengetahui reaksi pasien.

1.1 Farmakodinamik
1.1.1 Sistem Saraf Pusat
Aksi primer thiopental adalah terhadap reseptor GABA (-Aminobutiric

acid)A. Reseptor GABA ini berpasangan dengan suatu channel clorida, dimana saat

efek GABA meningkat, membrane postsinaps menjadi hiperpolarisasi, dan GABA

berperan sebagai neurotransmitter inhibitor. Thiopental akan berikatan dan

6
meningkatkan konduksi dari clorida sehingga semakin meningkatkan efek inhibisi

dari GABA. Barbiturat termasuk dalam klasifikasi sedative hipnotik, dimana mereka

akan mendepresi SSP sesuai dengan dosis yang diberikan dimana bisa memberikan

efek sedasi sampai tidak sadar.


Tiopental/Metohexital akan menyebabkan pasien menjadi tidak sadar secara

cepat, namun pasien tersebut akan cepat bangun kecuali jika diberikan obat

tambahan.
Tiopenthal akan menurunkan aktivitas dari neuron otak sehingga akan menurunkan

penggunaan oksigen yang bisa diukur dengan Cerebral Metabolic Rate of Oxygen

Consumption (CMRO2) dan juga menurunkan aliran darah ke otak (Cerebral Blood

Flow) karena menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi

pembuluh darah otak menyebabkan penurunan tekanan intracranial secara spesifik.

Karena efek thiopental pada CMRO2, CBF, dan TIK maka penggunaan tiopenthal

intravena memiliki keuntungan pada pasien dengan SOL (Space Occupying Lesion)

atau pasien yang berhubungan dengan tumor otak, perdarahan intracranial atau

trauma kepala.

1.1.2 Sistem Respirasi

Tiopental menyebabkan penurunan dari ventilation drive, sehingga terjadi

penurunan tidal volme dan peningkatan PaCO2. Pada dosis induksi 4-7 mg/kg

biasanya pasien akan menjadi apnoe untuk beberapa menit. Efek mendepresi ventilasi

oleh tiopenthal akan semakin parah pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif

7
Kronik (PPOK). Tiopenthal juga akan menyebabkan peningkatan dari produksi

histamine sehingga konsentrasi histamine yang bersirkulasi meningkat.

1.1.3 Sistem Kardiovaskular

Tiopental menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan

tekanan darah ini semakin berat pada orang dengan gangguan jantung yang sudah ada

sebelumnya atau pasien dengan hipovolemik, pasien yang diberikan opioid atau

benzodiazepine sebgai premedikasi. Pasien yang menerima terapi -adrenergic

blocker atau vasodilator. Hipotensi akibat tiopenthal juga terlihat lebih jelas pada

pasien lebih tua dan apabila thiopental tersebut diadministrasikan terlalu cepat.

Tiopental memiliki efek langsung terhadap jantung, menurunkan kontraktilitas

jantung dan menurunkan curah jantung (Cardiac Output). Pada arteri dan vena

sistemik, thiopental menyebabkan vasodilatasi

sehingga menyebabkan penurunan aliran darah vena ke jantung dan menyebabkan

hipotensi.

1.2 Efek Samping

1.2.1Reaksi Hipersensitivitas

Reaksi hipersensitivitas pada penggunaan thiopental termasuk reaksi

anafilaksis yang dimediasi oleh IgE. Terjadi pelepasan dari vasoactive dan mediator

8
inflamasi dari sel mast dan basofil. Reaksi Anafilaktoid juga dapat terjadi apabila obat

tersebut secara langsung menyebabkan pelepasan mediator dari sel mast atau basofil.

Reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh golongan barbiturate bersifat langka, Injeksi

thiopental menyebabkan peningkatan konsentrasi histamine 3-5 kali lipat,, namun

jumlah ini akan kembali ke batas normal dalam 10 menit.

1.2.2 Efek terhadap ginjal

Tiopental menurunkan aliran darah ke ginjal dan meningkatkan sekresi dari

ADH, sehingga terjadi penurunan urine output.

1.3 Lain- lain

Tiopenthal juga dapat menyebabkan PONV (Post Operative Nausea and

Vomiting) pada penggunaan dengan dosis sedatif (dosis subhipnotik) dan Tiopenthal

jugadapat menyebabkan hiperalgesia.

2. Etomidate
Etomidate merupakan suatu derivate imidazole dengan struktur yang berbeda

daripada obat anestetik lain. Inti dari imidazol mampu berikatan dan menghambat

beberapa isoenzim dari sitokrom P450. Etomidate larut dalam air pada pH asam dan

larut dalam lemak pada pH fisiologis dengan sediaan solusio 0.2% dalam 35%

propylene glycol.
Dosis induksi: 0,3 mg/kgBB biasanya di dalam sediaan 10 cc dengan 2 mg/cc.

2.1 Farmakodinamik

9
2.1.1 Sistem Saraf Pusat

Etomidate bekerja melalui reseptor GABAA dengan onset yang cepat. Durasi

kerjanya berlangsung cepat, hampir sama dengan thiopental dan prpofol. Obat ini

sebaiknya dikombinasikan dengan obat-obatan lain yang menekan respon otonom

atau somatic.

2.1.2 Kardiovaskular

Etomidate dikenal sebagai salah satu obat yang memiliki efek lemah terhadap

kardiovaskular. Pada dosis induksi, pengaruhnya terhadap tonus pembuluh darah

arteri atau vena hanya sedikit dan tidak mengganggu kontraktilitas dari jantung.

Selain itu etomidate tidak melepaskan histamine.

2.1.3 Sistem Respirasi

Efek penekanan etomidate terhadap sistem respirasi lebih minimal

dibandingkan dengan thiopental atau propofol, tetapi dengan dosis induksi masih

dapat timbul transient apnoe. Orang dengan PPOK tidak akan mengalami depresi

pernafasan yang lebih berat.

2.1.4 Sistem Endokrin

Pada dosis dengan konsentrasi yang biasa digunakan etomidate menghambat

mitokondria isoenzim P450 untuk reaksi 11-hidroksilasi dalam pembentukan

10
kortisol. Etomidate juga menghambat 17-hydroxylase isozyme, Durasi penekanan

sintesis kortisol oleh etomidate tergantung dari dosis kumulatifnya. Dosis tunggal

sebanyak 0.3 mg/kg menghambat sintesis cortisol dan menghambat respon normal

terhadap adrenocorticotropic hormone sampai 12 jam.

2.2 Efek Lain

Etomidate membuat perubahan pada CMRO2, CBF, and TIK seeperti yang

terlihat pada penggunaan thiopental dan propofol. Etomidate mungkin berguna pada

penggunaan singkat dalam operasi bedah saraf yang membutuhkan kestabilan

kardiovaskular. Etomidate berhubungan erat dengan mual muntah setelah anestesi

intravena (sekitar 30-40% kasus). Pelarut Propylene glycol dapat menyebabkan nyeri

saat penyuntikan dan flebitis superficial.

Fenomena eksitasi, seperti cegukan dan gerakan mioklonik adalah hal yang

biasa selama proses induksi. Keamanan etomidate pada pasien dengan porfiiria masih

dipertanyan. Etomidate aman diberikan pada pasien dengan hipertermia.

2.4 Farmakokinetik

Setelah diberikan dosis untuk induksi sebanyak 0.3 mg/kg, kehilangan

kesadaran dan proses pengembalian kesadaran akan sama seperti penggunaan

thiopental dan propofol. 75% dari etomidate berikatan pada protein plasma.

2.5 Penggunaan Klinis

11
Etomidate adalah obat anestesi pilihan yang sering digunakan pada pasien

dengan disfungsi jantung atau hipovolemi. Stabilitas hemodinamik pada induksi

dengan etomidate lebih baik dibandingkan metode induksi lain. Secara teori,

farmakokinetik dari etomidate merupakan obat yang paling baik digunakan pada

operasi yang berlangsung singkat, tetapi insidensi dari mual dan muntah merupakan

satu kekurangan yang cukup besar bagi pasien yang melakukan operasi pada hari

yang sama. Timbulnya mioklonus dan cegukan cukup mengganggu tetapi angka

kejadiannya sama dengan penggunaan methohexital. Penggunaan etomidate sebagai

obat induksi dan pemeliharaan jangka pendek dan penurunan kadar kortisol tidak

akan menimbulkan masalah. Intinya, keputusan untuk menggunakan etomidate

diambil berdasarkan stabilitasnya terhadap sistem kardiovaskular dan sistem respirasi.

2.6 Mekanisme kerja


Etomidate menekan sistem mengaktifkan retikuler dan meniru efek inhibisi

dari GABA. Efek disinhibitory dari etomidate pada bagian-bagian dari sistem saraf

yang mengendalikan aktivitas motorik ekstrapiramidal berkontribusi pada tingginya

insiden myoclonus.

2.7 Interaksi oba


Fentanil meningkatkan tingkat plasma dan memperpanjang eliminasi-setengah

kehidupanetomidate.

3. Benzodiazepine

12
3.1 Farmakodinamik

Benzodiazepine berikatan dengan dan subunit dari GABAA receptor.

Benzodiazepine memiliki efek yang mirip dengan thiopental pada CMRO2 dan TIK,

tetapi efeknya lebih rendah dibandingkan dengan thiopental. Efek dari

benzodiazepine pada CBF(Cerebral Blood Flow) bervariasi dan fungsinya lebih

Nampak pada tekanan darah. Benzodiazepin merupakan antikonvulsan yang sangat

baik, meskipun demikian benzodiazepine bersifat cross tolerance terhadap alkohol

dan barbiturate sehingga orang yang sudah menggunakan alkohol dan barbit urat

sebelumnya, apalagi penggunaan yang kronik, akan membutuhkan benzodiazepine

lebih untuk dosis sedatif. Pada dosis yang tinggi, benzodiazepine tidak menyebabkan

penekanan dari EEG. Pada dosis subhipnotik benzodiazepine menyebabkan amnesia

anterograde.

3.2 Efek Lain

Efek kardiovaskular oleh benzodiazepine lebih kecil dibandingkan dengan

thiopental ataupun propofol. Beberapa pembuluh darah mengalami vasodilatasi

sehingga terjadi penurunan venous return ke jantung, meskipun demikian efek

terhadap kontraktilitas miokardium kecil. Benzodiazepine berpengaruh sedikit dalam

menimbulkan mual muntah dan aman digunakan pada pasien dengan hipertermia

maligna. Hipersensitivitas terhadap benzodiazepine jarang terjadi.

3.3 Farmakokinetik

13
Setelah diberikan obat golongan benzodiazepine (misalnya :midazolam),

penurunan kesadaran akan berlangsung dengan cepat, tetapi proses pengembalian

kesadaran akan lebih pelan dan perasaan pusing (hangover) biasanya lebih panjang

dibandingkan penggunaan tiopenthal atau propofol.

Diazepam (Valium)
Termasuk golongan benzodiazepine yang berkasiat sebagai tranquilizer (obat

penenang). Benzodiazepine yang lain, chlordiazepoxid (Librium), nitrazepam

(mogadon), oxazepam (serenid D) dll.


Pada dosis rendah timbul sedasi, sedang dosis besar akan bersifat hipnotik.

Efek terhadap SSP bervariasi dari orang ke orang lain. Pada satu pasien mungkin

akan kehilangan kesadaran setelah dosis kecil. Pada pasien lain, dengan dosis 1

mg/kg baru tertidur. Obat ini juga mempunyai efek sebagai pelemas otot (ringan)

agaknya bekerja ditingkat supra spinal. Menimbulkan amnesia anterograd.

Pengaruhnya minimal sekali baik terhadap kontraksi maupun denyut jantung, kecuali

pada dosis terlalu besar. Hipotensi kadang-kadang terjadi disebabkan oleh reflek

relaksasi pembuluh darah perifer, bukan karena depresi terhadap miokard. Obat ini

juga menimbulkan depresi ringan terhadap pernafasan yang biasanya tidak

serius.Pada premedikasi digunakan I.M. (10 mg) atau oral (5-10 mg ), untuk induksi

0,2-0,6 mg/kg BB terutama untuk poor risk. Obat

14
ini juga dapat digunakan untuk penggunaan lain seperti sedasi pada analgesia regional

(5-10mg), endoskopi, kebidanan, sedasi pasca bedah, dan untuk mengendalikan

kejang pada epilepsy, tetanus, eklampsia.

Midazolam
Midazolam adalah obat yang paling sering digunakan sebagai sedatif

preoperatif. Penggunaan obat ini menggantikan diazepam karena tidak menimbulkan

rasa sakit pada proses penyuntikan. Midazolam diberikan secara bolus intravena.

Biasanya setelah diadministrasikan sebanyak 1-2 mg pasien akan mengantuk, lebih

tenang, dan mengalami anterograde amnesia yang berlansung secara singkat. Efek

sedatif midazolam dapat dipelihara dengan bolus 0.5-1 mg. Dosis penggunaan

midazolam dan diazepam pada orang tua harus dikurangi karena peningkatan

sensitivitas dan penurunan clearance pada orang tua. Penyakit pada hepar yang

menghambat metabolisme oksidatif diazepam dapat meningkatkan intensitas dan

durasi dari sedative. Pada orang dengan penyakit ginjal, dapat terjadi keterlambatan

ekskresi dari hydroxymidazolam dan mengakibatkan peningkatan efek obat tersebut

terhadap tubuh.

4. Propofol
4.1 Kimia

Propofol adalah 2,6-diisopropylphenol, merupakan derivat fenol. Propofol

berbentuk minyak pada suhu kamar dan tidak larut dalam air. Propofol kemudian

dibentuk dalam sediaan emulsi 1% intralipid, merupakan sumber nutrisi lemak pada

15
pasien yang menerima nutrisi parenteral total. Emulsi propofol biasanya dapat

menjadi media untuk pertumbuhan bakteri, dimana sediaan propofol yang terdahulu

berhubungan erat dengan kejadian sepsis iatrogenik. Sediaan propofol sekarang

memiliki agen bakteriostatik dalam konsentrasi yang rendah untuk memperlambat

pertumbuhan bakteri.

4.2 Farmakodinamik

4.2.1 Sistem Saraf Pusat

Efek propofol ke sistem saraf pusat mirip dengan efek tiopental. Propofol

merupakan obat hipnotik bereaksi cepat dan juga menurunkan aliran darah otak dan

Tekanan Intrakranial. Seperti tiopenthal, propofol bereaksi terhadap CNS melalui

peningkatan penghambatan neurotransmitter melalui reseptor GABAA. Studi in vitro

mengatakan bahwa propofol juga menghambat glutamat melalui reseptor N-methyl-

D-aspartate (NMDA). Propofol juga mengurangi aliran darah ke otak dan tekanan

intra kranial. Meskipun propofol belum dipelajari mengenai aktivitas

neuropotektifnya, propofol diduga memiliki efek neuroprotektif sama seperti

tiopental. Propofol harus digunakan secara hati-hati karena efeknya m enyebabkan

hipotensi lebih tinggi daripada tiopenthal. Propofol juga merupakan antikonvulsan

dan telah digunakan sebagai obat untuk menangani status epileptikus, namun efek

demikian tidak dihasilkan pada dosis sedatif. Konsentrasi subhipnotik propofol

memiliki efek antiemetik, tidak seperti obat anestesi intravena yang lain.

16
4.2.2 Sistem Pernapasan

Efek propofol pada sistem pernapasan mirip dengan tiopental dimana terjadi

penurunan tidal volume dan peningkatan PaCO2. Setelah diberikan dosis induksi 1-3

mg.lg biasanya pasien akan menjadi apnoe untuk beberapa menit dan mengalami

penurunan refleks airway yang lebih besar dari tiopental. Depresi pernapasan semakin

meningkat pada pasien dengan riwayat PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), dan

terjadi efek sinergis antara propofol dan opioid dalam menyebabkan penekanan

sistem pernapasan. Tidak seperti tiopental, propofol tidak menyebabkan pelepasan

histamin.

4.2.3 Sistem Kardiovaskular

Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik daripada tiopental.

Propofol menyebabkan penurunan venous return dalam jumlah yang besar dan

menyebabkan resistensi vaskular arteri sistemik sehingga terjadi penurunan baik itu

preload ataupun afterload. Hipotensi yang disebabkan propofol semakin parah pada

orang tua, orang dengan disfungsi jantung atau hipovolemia, orang yang mendapat

opioid atau benzodiazepin sebagai premedikasi, atau orang yang mendapat terapi

dengan blocker atau vasodilator.

4.2.4 Gastrointestinal

17
Propofol memiliki insiden terkecil dalam menyebabkan m ual dan muntah pasca

anestesi.

4.3 Farmakokinetik

Propofol sangat larut dalam lemak. Waktu paruh yang singkat (2-8 menit)

Mengakibatkan durasi kerja yang singkat. Eliminasi terjadi secara primer lewat

metabolisme di hati. Pemulihan dari propofol lebih cepat dan diiring dengan sakit

kepala yang lebih ringan dibanding obat-obat induksi yang lain

4.4 Efek Lain

1. Iritasi vena
2. Insidensi anafilaksis rendah
3. Pergerakan Myoclonic
4. Dosis subhipnotik (10-15mg) dapat membantu mengelola mual/muntah

5. Ketamine

5.1 Kimia

Ketamine adalah derivative dari aminocydohexacone, yang struktur kimianya

bergubungan dengan phencydidine. Ketamine tersedia dalam tiga jumlah konsentrasi

diantaranya 10 mg/ml,50 mg/ml,100 mg/ml yang biasanya digunakan untuk

perawatan anesthesia, intravena anesthesia, dan injeksi intramuskular. Ketamine dapat

digabungkan dengan atropine dan glycopyrrolate

18
5.2. Farmakodinamik

5.2.1 Sistem Saraf Pusat

Walaupun semua diskusi sebelumnya menyatakan anesthesia intravena

menimbulkan efek inhibisi dari GABA, ketamine menimbulkan efek inhibisi dengan

menutup reseptor NMDA. Reseptor NMDA sama seperti GABA, sebuah ion channel,

tetapi NMDA digerbangi oleh eksitatori neurotransmitter glutamate.yang ketika

terbuka , akan melewati arus dibawa oleh ion kalsium. Keadaan anesthesia yang

disebabkan oleh ketamine disebut dissociative anesthesia. Keadaan tersebut tidak

menyerupai tidur normal. Pasien menjadi terdisosiasi dari lingkungannya. Di bawah

anesthesia ketamine, pasien dapat saja bergerak, bersuara, membuka dan

menggerakan matanya. Walaupun begitu, pasien teranesthesi dan tidak berespon

terhadap rangsangan yang berbahaya atau mempunyai suatu ingatan dari peristiwa

yang terjadi selama anesthesi. Ketamine menyebabkan analgesia yang dalam dan

tetap sampai periode post operasi. Halusinasi dapat dirasakan sebagai sesuatu yang

tidak menyenangkan, dan halusinasi atau disforia dapat timbul dalam periode post

operasi. Berbeda dengan anesthesi intravena yang lain, ketamine, ketamine

menyebabkan peningkatan dari CMR O2, Aliran darah ke otak, dan tekanan

intrakranial. Oleh sebab itu, penggunaan ketamin merupakan kontraindikasi pada

19
pasien dengan masa intrakranial, atau pasien yang baru saja mengalami trauma

kepala.

5.2.2 Sistem Kardiovaskular

Berbeda dengan obat anestesi intravena yang lain, ketamin biasanya

menyebabkan peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi, kontraktilitas jantung, dan

tahanan vaskular sistemik. Hal tersebut merupakan efek tidak langsung dari

peningkatan tonus simpatis dan peningkatan katekolamin yang dimediasi oleh medula

adrenal.

5.2.3 Sistem Respirasi

Sifat Bronkodilator yang cukup kuat ada pada ketamin, namun dosis normal

tidak mempengaruhi ventilasi.

5.3 Mekanisme Kerja

Ketamine memblok reflex polysinaps di corda spinalis, menghambat eksitasi

neurotransmitter. Ketamine juga memiliki efek inotropik negative dimana, ia dapat

meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium sehingga pada pasien dengan keadaan

darurat atau memiliki penyakit jantung dapat menimbulkan iskemia jaringan.

20
21
KESIMPULAN

Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya ilmu pengetahuan

dan prosedur-prosedur dalam anestesi, kita terus ditantang untuk menyediakan obat-

obat anestesi yang onset kerjanya cepat, pasien yang memiliki keadaan analgesic

yang cukup terutama selama proses operasi, dan waktu pemulihan yang lebih cepat.

Propofol tetap merupakan obat pilihan yang banyak digunakan pada operasi. Selain

itu juga diharapkan semakin berkembangnya cara-cara pemberian anestesi intravena

ataupun metode untuk mengetahui kedalaman anesthesia sehingga keadaan anesthesia

bisa tercapai dengan tepat sebagaimana ilmu kedokteran yang merupakan art and

science.

22

You might also like