You are on page 1of 5

Pencarian Makna Hidup dalam terang Pemikiran Viktor Frankl

Ever more people today have the means to live, but no meaning to live for.
-Viktor Frankl-

Latar Belakang Tokoh


Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., lahir pada tanggal 26 Maret 1905. Tanggal 2
September 1997 pada umur 92 tahun ia meninggal. Viktor Frankl adalah seorang filsuf,
neurolog dan psikiater di Austria dan korban Holocaust yang selamat. Ia merupakan
profesor di University of Vienna Medical School dan Guru Besar luar biasa di U.S
International University. Frankl adalah pendiri logoterapi dan analisis eksistensial,
Mazhab Ketiga Psikoterapi dari Wina (setelah Psikoanalisis Freud dan Psikologi
Individual Adler).
Ia meraih gelar Doktor filosofi dari University of Vienna. Dia menjadi profesor
tamu di Harvard, Dusquesne dan Southern Methodist University dan menerima
beberapa gelar kehormatan dari Loyola University di Chicago, Edgeliff College,
Rockford College dan Mount Mary College. Ia pernah menjabat sebagai Presiden
Austria Medical Society of Psychotherapy.
Karya-karya dari Viktor Frankl adalah Mans Search for Meaning, yang
merupakan edisi revisi perluasan dari From Death-Camp to Existentialism, yang
terpilih menjadi Book of the Year oleh Colby College, Baker University, Earlham
College, Olivet Nazarene College, dan St. Marys Dominian College.

Pemikiran
Logoterapi yang digagas oleh Frankl merupakan versi modern dari analisis
eksistensial. Metode logoterapi ini berangkat dari pemikiran psikologi. Dimungkinkan
memang bukan Frankl yang pertama kali menggunakan sudut pandang eksistensial
dalam pemikiran psikologi, karena ada J.F.T Bugental yang terlebih dahulu menjadikan
otentisitas sebagi pusat perhatian dalam psikoterapi. Senada dengan Bugental, Viktor
Frankl melihat pencarian manusia akan makna sebagai daya motivasional utama tiap
individu sebagai human being.
Logoterapi secara etimologis berasal dari kata Yunani Logos dan Therapeuein.
Logos sendiri berarti kata, tuturan, sabda, alasan, permohonan, dasar, harapan, dan
makna sedangkan therapeuein berarti menyembuhkan, mengobati, memelihara,
merawat. Maka logoterapi merupakan terapi dan upaya mengembalikan makna hidup
atau penyembuhan diri melalui pemaknaan hidup. Logoterapi Frankl membahas soal
bagaimana manusia sebagai individu menemukan makna tersembunyi dalam tiap
peristiwa kehidupan. Frankl menekankan bahwa makna merupakan persoalan
individual, maka baginya tidak ada yang namanya makna dari kehidupan, yang ada
hanyalah makna dari kehidupanku karena baginya pemaknaan tidak lepas dari tiap
individu manusia sebagai person.
Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan proses
Logoterapi :
Hidup selalu memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam situasi yang
paling buruk dan menyedihkan sekalipun.
Motivasi dan tujuan kita yang utama untuk hidup merupakan kehendak kita
untuk menemukan makna kehidupan itu sendiri.
Kita memiliki kebebasan untuk menemukan makna dari setiap tindakan kita,
dari setiap hal yang kita alami, atau setidaknya bahkan dalam posisi yang kita
ambil ketika dihadapkan pada situasi penderitaan yang tak terubahkan.
Pendekatan Frankl ini didasarkan pada tiga konsep psikologis dan konsep filosofis
yakni:
kebebasan berkehendak
kehendak untuk hidup bermakna
makna hidup.

Kebebasan Berkehendak
Dalam analisis Logoterapi Frankl, manusia tidak sepenuhnya dideterminasi,
tergantung dan tunduk pada setiap situasi dan kondisi, namun manusia pada dasarnya
dinilai mampu dan bebas untuk menentukan sikapnya atas kondisi internal (psikis) dan
eksternal (biologis dan sosial). Manusia memang makhluk yang terbatas, kebebasannya
juga terbatas. Kebebasan manusia tidak terbebas dari kondisi, tetapi manusia bebas
untuk menyikapi berbagai kondisi. Kebebasan dalam hal ini didefinisikan sebagai
ruang yang membentuk hidup seseorang dalam keterbatasan atas berbagai
kemungkinan yang diberikan. Maksud Frankl, meskipun kondisi dari luar diri manusia
tersebut mempengaruhi kehidupan, namun sebagai individu manusia bebas memilih
reaksi dalam menghadapi kondisi-kondisi tersebut. Manusia memang tidak akan dapat
bertahan dan mampu menghilangkan kekuatan-kekuatan luar tersebut, tetapi ia bebas
memilih sikap untuk menghadapi, merespon, dan menanggapi kekuatan tersebut.
Pandangannya ini merupakan antitesis dan kritik terhadap pandangan mengenai
manusia yang sifatnya deterministik, sebagaimana filsafat yang mendasari pandangan
Psikoanalisa dan Behaviorisme. Frankl sendiri menyebut pandangan yang berbahaya
tersebut sebagai pan-determinisme. Pan-determinisme menurut Frankl adalah:
.pandangan seseorang yang tidak menghargai kemampuannya untuk mengambil
sikap untuk mencapai kondisi yang diinginkannya. Manusia tidak sepenuhnya
dikondisikan dan ditentukan oleh lingkungannya, namun dirinyalah yang lebih
menentukan apa yang akan dilakukan terhadap berbagai kondisi itu. Dengan kata lain
manusialah yang menentukan dirinya sendiri. Pan-determinisme menganggap
manusia tidak punya kapasitas untuk menyikapi apapun kondisi yang dia hadapi.
Pandangan pan-determinisme tersebut dikritik Frankl, karena menurutnya
walau manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan dipengaruhi; manusia bisa
menentukan sendiri apakah dia akan menyerah atau mengatasi kondisi-kondisi yang
dihadapinya. Dengan kata lain, manusia benar-benar mampu membuat keputusan
sendiri. Manusia tidak sekedar hidup tetapi dia selalu memutuskan bentuk hidup yang
dijalaninya, menjadi apa dirinya pada detik berikutnya.
Kehendak untuk Hidup Bermakna
Menjadi manusia tidak hanya berarti sepenuhnya bebas, namun bebas di sini
lebih berarti bebas untuk melakukan sesuatu termasuk mencapai maksud dan tujuan
hidup tertentu. Pencarian manusia akan makna merupakan penggerak utama yang
menjadi prioritas dalam hidup tiap individu dan merupakan insting terdasar yang
mengarahkan manusia. Makna tersebut unik dan spesifik. Oleh karena itu, hanya tiap
diri individu sendiri yang dapat memenuhinya. Dengan kata lain, kebutuhan untuk
memaknai sesuatu bagi hamper semua orang merupakan fakta.
Ketika seseorang tidak berhasil mewujudkan kehendaknya untuk hidup
bermakna, mereka akan merasakan suatu kondisi ketidakbermaknaan hidup dan
merasakan kekosongan yang mendalam. Kondisi tadi menurut Frankl disebut frustrasi
eksistensial. Frustrasi eksistensial merupakan kondisi frustrasi yang dialami seseorang
karena tidak mampu mencapai tujuan hidupnya untuk memperoleh makna atas
hidupnya.
Dalam Logoterapi orang yang mengalami frustrasi eksistensial ini akan
dibimbing dan dipandu untuk menemukan maknanya. Menurut Frankl, seorang
psikiater logoterapi diumpamakan seperti seorang pembuat kacamata atau lensa yang
membantu seseorang untuk melihat realitas dunia dengan lebih jelas dan bukan seorang
pelukis atau fotografer yang memberikan gambaran realitas dunia melalui apa yang
digambarkan oleh dirinya. Seorang logoterapis membantu orang untuk menemukan
sendiri makna atas hidup orang tersebut dan bukan menawarkan makna dari sudut
pandangnya lalu lantas memberikan kepada orang tersebut hasil interpretasinya atas
realitas dunia.

Makna Hidup
Logoterapi didasarkan pada ide bahwa makna adalah sebuah realitas yang
objektif. Karenanya dunia sendiri memiliki makna dalam dirinya sendiri. Manusia
selalu dihadapkan pada makna-makna yang senantiasa mengelilinginya, meminta
respon kepada manusia bahkan ketika manusia berusaha untuk tidak memedulikannya.
Menurut Logoterapi Frankl, panggilan hidup tiap individu adalah menemukan
makna atas hidupnya yang didasarkan atas kebebasan dan tanggung jawabnya sebagai
human being. Dengan menyadari dan merasakan bahwa ada makna-makana di sekitar
hidupnya, suka tidak suka, manusia selalu dituntut untuk memberikan respon atas
makna-makna tersebut. Makna selalu mengarah pada subjek dan terkait dengan sesuatu
atau hal di luar subjek karenanya, menurut Logoterapi tidak ada makna yang general
atau umum dalam hidup, karena makna selalu tergantung tiap individu manusia
sebagai subjek dan bisa berubah setiap saat mengikuti tujuan hidup yang ingin dicapai
tiap individu.
Dalam Logoterapi Frankl meyakini adanya diri primordial dalam diri manusia
yang bersifat spiritual dan disebutnya sebagai noetic self; diri spiritual, yang menjadi
healty core (inti sehat dalam diri manusia), yang tidak dapat sakit dan tidak dapat
terhambat. Tantangan manusia adalah membuka hambatan yang menghalangi noetic
self bekerja. Noetic self bekerja dalam hidup manusia sebagai suatu daya yang mengisi
kebutuhan spiritual manusia termasuk kebutuhan untuk memaknai sesuatu di luar
dirinya dan yang menyangkut hidupnya sebagai seorang individu. Dalam situasi
menderita, noetic self tadi memberikan passion, daya, gairah, motivasi serta menjadi
spirit yang dapat menembus keterbatasan. Gairah hidup yang sifatnya spiritual tadi
membuat manusia mampu bertahan hidup. Gairah tersebut bekerja melalui self-
detachment dan self-transendence. Self-detachment dapat terjadi melalui: nilai sikap,
humor, kreativitas seni, keingintahuan, dan ilmu pengetahuan. Sementara self-
transedndence terjadi melalui aktivitas: nilai penghayatan alam dan cinta. Melalui itu,
manusia dapat memaknai hidupnya bahkan dalam situasi sulit sekalipun.
Penderitaan menurut Frankl justru akan membantu menemukan jatidiri
manusia, memurnikan dan memperkuat motivasi manusia untuk tetap bertahan hidup.
Penderitaan membuat manusia menjadi lebih kuat. Melalui penderitaan, manusia
tertempa menjadi berai, bermartabat dan tidak mementingkan diri sendiri. Melalui
penderitaan pula, manusia tertantang terhadap pilihan menegakkan nilai moral dalam
dirinya: menjadi swine atau saint. Melalui penderitaan hidup dan dengan
memaknainya, manusia akan makin otentik dan terbukti bahwa inner strength mampu
membebaskan manusia dari nasib, situasi, kondisi dari luar diri.
Memaknai situasi dan bahkan situasi sulit dapat membantu manusia
merekonstruksi diri. Rekonstruksi diri merupakan aktivitas membangun, membentuk,
dan menyusun ulang diri sesuai dengan konsep autentisitas, dan ini dilakukan sebagai
antisipasi gejala: merasa diri kosong, tidak berarti, hilangnya motivasi dan tujuan
hidup, hidup tanpa pemaknaan, ketiadaan harapan akan masa depan, dan frustrasi
eksistensial. Aktivitas ini dilakukan dalam tahapan: relasi diri dengan benda sekitar,
relasi diri dengan alam, relasi diri dengan makhluk hidup, relasi diri dengan manusia
lain, dan akhirnya relasi diri dengan Yang Transenden.
Penjelajahan otentisitas adalah untuk mencari kemungkinan menemukan
konsep hidup positif yang dalam penjelajahan panjang ini, menurut Frankl, dilalui
dengan pemaknaan atas hidup manusia atas situasi dan kondisi di luar diri secara
personal. Autetisitas menurut Frankl hanya dapat ditempuh dengan keberanian,
perjuangan, dengan keringat dan darah, dan keberanian menghadapi situasi derita, dan
bukan menjalani hidup yang sekedar hidup. Keberanian membantu manusia
mengaktualisasikan makna hidup bahkan dalam penderitaan. Maka dari itu, Frankl
lewat logoterapinya mengajak kita untuk berusaha menemukan the hidden value
yang dapat dicapai salah satunya dengan mentransendensi diri ke dalam diri spiritual.

Referensi :
Frankl, Viktor Emil. Mans Search for Meaning. Boston, MA: Beacon
Press, 1992.
______. The Feeling of Meaninglessness: A Challenge to
Psychotherapy and Philosophy. Wisconsin: Marquette University
Press, 2010.
______. The Doctor and the Soul: From Psychotherapy to
Logotherapy. London: Vintage, 1986.
http://www.viktorfrankl.org. Diakses pada 20 Oktober 2014.

You might also like